Rendah Diri Adalah Kesombongan?

Started by Indra, 29 June 2011, 08:49:46 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

CHANGE

APA YANG KITA SOMBONGKAN?

Seorang pria yang bertamu ke rumah Sang Guru tertegun keheranan. Dia melihat Sang Guru sedang sibuk bekerja; ia mengangkuti air dengan ember dan menyikat lantai rumahnya keras-keras. Keringatnya bercucuran deras. Menyaksikan keganjilan ini orang itu bertanya, "Apa yang sedang Anda lakukan?"

Sang Guru menjawab, "Tadi saya kedatangan serombongan tamu yang meminta nasihat. Saya memberikan banyak nasihat yang bermanfaat bagi mereka.

Mereka pun tampak puas sekali. Namun, setelah mereka pulang tiba-tiba saya merasa menjadi orang yang hebat. Kesombongan saya mulai bermunculan. Karena itu, saya melakukan ini untuk membunuh perasaan sombong saya."

Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang benih-benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari.

Di tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain.

Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain.

Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah dan dermawan, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.

Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.

Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan. Pada tataran yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence) . Akan tetapi, begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada sangat dekat dengan kesombongan. Batas antara bangga dan sombong tidaklah terlalu jelas.

Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan kesadaran sejati di lain kutub. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Akan tetapi, seiring dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang kita butuhkan dalam hidup. Keenam indra kita selalu mengatakan bahwa kita memerlukan lebih banyak lagi.

Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego. Ilusi ego inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan (ekstrem suka) dan kebencian (ekstrem tidak suka). Inilah akar dari segala permasalahan.

Perjuangan melawan kesombongan merupakan perjuangan menuju kesadaran sejati. Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada dua perubahan paradigma yang perlu kita lakukan.

Pertama, kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah makhluk fisik, tetapi makhluk spiritual. Kesejatian kita adalah spiritualitas, sementara tubuh fisik hanyalah sarana untuk hidup di dunia. Kita lahir dengan tangan kosong, dan (ingat!) kita pun akan mati dengan tangan kosong.

Pandangan seperti ini akan membuat kita melihat semua makhluk dalam kesetaraan universal. Kita tidak akan lagi terkelabui oleh penampilan, label, dan segala "tampak luar" lainnya. Yang kini kita lihat adalah "tampak dalam". Pandangan seperti ini akan membantu menjauhkan kita dari berbagai kesombongan atau ilusi ego.

Kedua, kita perlu menyadari bahwa apa pun perbuatan baik ( kusala kamma) yang kita lakukan, semuanya itu semata-mata adalah juga demi diri kita sendiri.

Kita memberikan sesuatu kepada orang lain adalah juga demi kita sendiri.

Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi. Energi yang kita berikan kepada dunia tak akan pernah musnah. Energi itu akan kembali kepada kita dalam bentuk yang lain. Kebaikan yang kita lakukan pasti akan kembali kepada kita dalam bentuk persahabatan, cinta kasih, makna hidup, maupun kepuasan batin yang mendalam. Jadi, setiap berbuat baik kepada pihak lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri ( mendapat manfaat bagi diri sendiri ). INILAH HAKIKAT SEJATI HUKUM KAMMA.

KALAU BEGITU, APA YANG HARUS KITA SOMBONGKAN?

Indra

 [at] bro change
kisah yg anda bawakan meskipun bagus tapi OOT. Dalam kisah anda dikatakan bahwa mdrendahan hati adalah lawan dari kesombongan, di mana kerendahan hati harus dikembangkan dan kesombongan harus dikikis. Tapi  pandangan buddhks berbeda dgn pandangan umum di mana buddhis memandang bahwa kerendahan hati adalah juga merupakan salah satu bentuk kesombongan.

CHANGE

Quote from: Indra on 30 June 2011, 12:32:25 PM
[at] bro change
kisah yg anda bawakan meskipun bagus tapi OOT. Dalam kisah anda dikatakan bahwa mdrendahan hati adalah lawan dari kesombongan, di mana kerendahan hati harus dikembangkan dan kesombongan harus dikikis. Tapi  pandangan buddhks berbeda dgn pandangan umum di mana buddhis memandang bahwa kerendahan hati adalah juga merupakan salah satu bentuk kesombongan.

Bro Indra

Tolong referensinya, karena pertama kali mendengar bahwa kerendahan hati adalah salah satu bentuk kesombongan.

Terima Kasih

hendrako

Kalo menurut ane kuncinya ada di perbandingan.

Selama masih menbanding2kan maka disitu terdapat potensi kesombongan.
Apabila sekarang ada seseorang yang merasa rendah diri,
maka di lain waktu pada saat orang tsb berada pada posisi yang dianggapnya tinggi
Maka otomatis akan merasa tinggi alias sombong.
Jadi boleh dibilang seperti kesombongan yang tertunda.

Atau juga apabila orang tsb menemui orang yang menurut kategori perbandingannya lebih rendah.
Maka orang tsb bisa saja merasa lebih tinggi alias somse
Dan di lain waktu atau tempat merasa rendah diri terhadap yg dianggap lebih tinggi.

Kurang lebih kek kebahagiaan yang disebut sebagai dukkha.

Pada saat seseorang terikat dengan kebahagiaan
Penderitaan telah mengintai menunggu giliran.
Pada saat seseorang merasa rendah diri,
Kesombongan telah mengintai untuk unjuk gigi.
yaa... gitu deh

hendrako

Quote from: andry on 30 June 2011, 08:52:42 AM
apakah mungkin ke 3 sikap tsb di anggap sombong, karena masih ada "aku" sebagai pembanding

Mungkin juga, selama ada "aku" maka ada "dia", "mereka",...orang lain, jadi otomatis membanding2kan.
yaa... gitu deh

Indra

 [at] bro change
maaf, saya ol pake hp jadi blm bisa memenuhi permintaan anda. Mungkin teman2 lain bisa membantu. Kerendahan hati yg saya maksudkan adalah dalam makna spt ilustrasi yg saya berikan di atas. Sementara itu anda boleh membaca makna "mana" dari 10 samyojana.

William_phang

Quote from: Indra on 30 June 2011, 02:01:32 PM
[at] bro change
maaf, saya ol pake hp jadi blm bisa memenuhi permintaan anda. Mungkin teman2 lain bisa membantu. Kerendahan hati yg saya maksudkan adalah dalam makna spt ilustrasi yg saya berikan di atas. Sementara itu anda boleh membaca makna "mana" dari 10 samyojana.


ini ada penjelasan ttg mana dari Abbhidhamma:

Conceit (manna): Conceit has the characteristic of haughtiness. It is wrongly
grasping mind-and-matter as "I am" and forming ideas of superiority,
equality, or inferiority according to caste, family, education, birth, etc. It is
easy to have conceit when one is superior over others or equal to others. How
does the inferior one develop conceit? He considers: "I live self -sufficient.
Why should I show respect to others?" Though inferior to others he will still
be conceited. Conceit should be regarded as madness. It is rooted in greed.

sobat-dharma

#37
Mengapa merasa diri lebih rendah adalah bentuk kesombongan?

Sperti kata-kata dari bro indra:
Quote from: Indra on 29 June 2011, 08:49:46 PM
Dalam Buddhisme, sikap membanding2kan diri sendiri dengan orang lain apakah merasa lebih tinggi, setara, bahkan lebih rendah adalah kesombongan.

Intinya adalah membanding-bandingkan diri dan orang lain. Untuk menjawab pertanyaan mengapa merasa diri lebih rendah dari orang lain disebut sebagai kesombongan, maka kita harus menjawab dahulu mengapa segala bentuk  membanding-bandingkan diri dan orang lain adalah kesombongan?

Saat kita membanding-bandingkan diri dengan orang lain, maka kita semakin menegaskan perbedaan antara "aku" dengan yang "bukan-aku/orang lain."Ketika tu tejadi, maka kita semakin mempertegaskan keberadaan "aku", yang berarti semakin memperkuat/memperbesar ego kita. Seperti yang dikatakan oleh Change:

Quote from: CHANGE on 30 June 2011, 11:26:31 AM
Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan.

Maka, ketika kita membanding-bandingkan diri dengan orang lain, ego kita membesar, yang akibatnya kita menjadi "sombong."

Perasaan diri lebih rendah dari orang lain, juga adalah hasil dari pembandingan (pikiran yang membeda-bedakan/diskriminatif) tidak berbeda dengan perasaan lebih tinggi atau setara. Di mana terdapat pembandingan yang muncul dari pembedaan antara "aku" dan "orang lain," maka di situlah ego ("ke-aku-an") semakin ditegaskan keberadaannya dan diberi kekuatan. Oleh karena itu, ketiga-tiganya adalah bentuk kesombongan.

Lalu bagaimana agar tdak muncul kesombongan? Menurut pemahaman ini, kita berhenti dari membuat perbandingan (membanding-bandingkan) diri dengan orang lain. Cukup mengenali kondisi diri sendiri apa adanya, tanpa berpikiran bahwa: "aku kurang.." atau "aku lebih..." atau "aku setara dengan..." atau "dia/mereka lebih..." atau "dia/mereka kurang..." atau "dia/mereka setara dengan..." Dengan demkian menghindari ketidakpuasan terhadap kondisi dirinya.


Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

CHANGE

Quote from: CHANGE on 30 June 2011, 11:26:31 AM

Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego. Ilusi ego inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan (ekstrem suka) dan kebencian (ekstrem tidak suka). Inilah akar dari segala permasalahan.



Selama ada Loba, Dosa dan Moha, memang tidak mungkin lepas dari kesombongan ( kilesa ) ini. Inilah akar permasalahan yang tumbuh yang membuat kita selalu membanding-bandingkan tanpa hentinya.

sobat-dharma

Quote from: william_phang on 30 June 2011, 02:07:37 PM
How
does the inferior one develop conceit? He considers: "I live self -sufficient.
Why should I show respect to others?" Though inferior to others he will still
be conceited. Conceit should be regarded as madness. It is rooted in greed.

Orang yang dikendalikan oleh Inferiority Complex (merasa dirinya lebih rendah dari orang lain) akan kemudian melakukan kompensasi untuk menutupi inferioritasnya. Perasaan lebih rendah itu dengan mudah berkembang dorongan untuk menjadi superior terhadap orang lain.
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Raya Ditthi

Rendah Hati adalah kesombongan =

Mungkin dengan contoh begini :

Apabila kita diomongin sama orang lain lalu kita diam dengan berpikir biar lah  saja orang berkata apapun tentang sy , sy akan diam demi kebaikan.
Dalam artian kita berpikir agar kita dipandang orang lain kalau kita ini adalah orang yang rendah hati. Mungkin karena PEMIKIRAN tersebutlah maka Rendah Hati yang kita buat secara tidak sengaja adalah suatu  kesombongan yg ada pada diri kita sendiri........Begitukah....!!!!!!  :-?
** semoga semua mahluk hidup berbahagia**

sobat-dharma

#41
Quote from: Raya Ditthi on 30 June 2011, 04:00:59 PM
Rendah Hati adalah kesombongan =

Mungkin dengan contoh begini :

Apabila kita diomongin sama orang lain lalu kita diam dengan berpikir biar lah  saja orang berkata apapun tentang sy , sy akan diam demi kebaikan.
Dalam artian kita berpikir agar kita dipandang orang lain kalau kita ini adalah orang yang rendah hati. Mungkin karena PEMIKIRAN tersebutlah maka Rendah Hati yang kita buat secara tidak sengaja adalah suatu  kesombongan yg ada pada diri kita sendiri........Begitukah....!!!!!!  :-?

Biasanya secara terselubung juga tersirat: "Karena aku lebih rendah hati, maka aku lebih baik daripada kamu." Hal ini berarti merasa diri lebih tinggi. Mungkin kasus ini berbeda dengan "merasa diri lebih rendah" dalam pembahasan ini.
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

rooney

Quote from: sobat-dharma on 30 June 2011, 04:04:15 PM
Biasanya secara terselubung juga tersirat: "Karena aku lebih rendah hati, maka aku lebih baik daripada kamu." Hal ini berarti merasa diri lebih tinggi. Mungkin kasus ini berbeda dengan "merasa diri lebih rendah" dalam pembahasan ini.

Itu namanya tinggi hati  :P

Raya Ditthi

QuoteBiasanya secara terselubung juga tersirat: "Karena aku lebih rendah hati, maka aku lebih baik daripada kamu." Hal ini berarti merasa diri lebih tinggi. Mungkin kasus ini berbeda dengan "merasa diri lebih rendah" dalam pembahasan ini

Walahh  nga ngerti aku, Bukankah dengan Berpikir Kita Merasa Rendah Hati maka akan terjadi sebuah Kesombongan juga, Mohon penjelasannya, maklum msh awam, _/\_
** semoga semua mahluk hidup berbahagia**

sobat-dharma

#44
Quote from: Raya Ditthi on 30 June 2011, 04:20:19 PM
Walahh  nga ngerti aku, Bukankah dengan Berpikir Kita Merasa Rendah Hati maka akan terjadi sebuah Kesombongan juga, Mohon penjelasannya, maklum msh awam, _/\_

Sepakat. Memang yang demikian juga adalah kesombongan.  Tapi kesombongan karena "merasa diri lebih lebih tinggi" bukan kesombongan karena "merasa diri lebih rendah."

Contohnya: ketika anda menulis kata-kata ini:
[spoiler]"Mohon penjelasannya, maklum msh awam, _/\_"[/spoiler]

Seandainya, ketika anda menulis kata-kata tersebut,  pikiran manakah yang muncul dalam diri anda:

(1)"saya masih lebih bodoh dibandingkan dengan orang lain" --Lantas di dalam diri muncul ketakutan dinilai lebih bodoh.

ataukah

(2)"saya mengatakan saya masih awam agar dikatakan rendah hati." Yang berarti "rendah hati" itu baik, karena itu saya lebih baik daripada orang umumnya yang "tinggi hati".

(Keduanya hanya contoh, belum tentu mewakili anda yang sebenarnya)

Jika pikiran pertama yang muncul, berarti itu adalah kesombongan karena merasa diri lebih rendah: "saya masih lebih bodoh dibandingkan dengan orang lain"

Jika pikiran kedua yang muncul, berarti itu adalah kesombongan merasa diri lebih tinggi:"saya mengatakan saya masih awam agar dikatakan rendah hati."
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek