Authenticity of the Suttas of the Pali Canon

Started by sobat-dharma, 13 May 2011, 03:50:45 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Indra

 [at] Sobat-dharma, saya pribadi tidak menganggap bahwa sila adalah harga mati, dan saya juga kadang2 dengan sengaja melakukan pelanggaran, tapi saya menyadari bahwa apa yg saya lakukan adalah pelanggaran dan tidak berusaha untuk membenarkan perbuatan saya. jadi, sekali lagi, IMO, ketika seorang bodhisattva petani sedang membunuh hama tikus, saat itu ia telah meninggalkan bodhicitta, bukannya melakukan pembunuhan dengan tetap mempertahankan bodhicitta.

_/\_

bawel

Quote from: Indra on 28 May 2011, 11:53:28 AM
[at] Sobat-dharma, saya pribadi tidak menganggap bahwa sila adalah harga mati, dan saya juga kadang2 dengan sengaja melakukan pelanggaran, tapi saya menyadari bahwa apa yg saya lakukan adalah pelanggaran dan tidak berusaha untuk membenarkan perbuatan saya. jadi, sekali lagi, IMO, ketika seorang bodhisattva petani sedang membunuh hama tikus, saat itu ia telah meninggalkan bodhicitta, bukannya melakukan pembunuhan dengan tetap mempertahankan bodhicitta.

_/\_

betul, sila itu bukan harga mati, cuma tekad saja ;D
dan tekad seorang buddhis mestinya bisa meneladani tekadnya pertapa gotama ketika bertekad bermeditasi hingga mencapai pencerahan di bawah pohon bodhi ;D.
terlebih lagi untuk penganut jalan bodhisatva, bukannya mesti sama persis tekadnya dengan bodhisatva gotama? ;D

Sostradanie

#302
Penjelasan yang sangat panjang sekali dar bro sobat.

Quote from: sobat-dharma on 28 May 2011, 11:30:49 AM
Perbedaan pendapat yang pertama di antara kita adalah seputar apakah seseorang diijinkan atau tidak diijinkan untuk melanggar aturan moralitas sila-sila pada saat-saat tertentu yang bersifat mendesak dan situasional. Jika menyimak isi komentar teman-teman sekalian, saya menangkap kesan bahwa teman-teman berpandangan tidak ada toleransi untuk bertindak di luar aturan sila-sila dalam kondisi apapun.  Dalam hal ini sila seperti "harga mati", atau bahkan seperti jerat yang tidak mungkin dilepaskan lagi, yang tidak mungkin dilepaskan sementara bahkan jika hal tersebut bisa menyelamatkan umat manusia sedunia sekalipun. Dalam kacamata ini, tidak ada yang namanya kondisi "terpaksa" kalian kondisi di luar. Setiap gagasan yang memungkinkan hal demikian, kemudian dipandang bagai hanya "mencari-cari pembenaran" dll.
Siapakah yang berkuasa untuk memberikan ijin atau tidak untuk melanggar aturan moralitas sila pada saat tertentu?
Sila memang sebagai pedoman bagi kita untuk melangkah. Yang saya ingin tegaskan pada bro :MEMBUNUH ADALAH TETAP MEMBUNUH.
Dan jika kita lakukan pembunuhan karena terpaksa dan dengan niat baik, apakah itu menjadi berubah menjadi bukan pembunuhan? Dan kita tidak akan menanggung kamma dari tindakan kita tersebut. Jika seperti itu bro, sungguh sangat mudah menjalankan BuddhaDharma dalam hidup ini. Hanya satu kunci-nya berarti :yang penting niat-nya baik. Jadi seseorang dalam keadaan terpaksa juga boleh mencuri selama niat-nya baik.


QuoteSaya melihat cara kalian memandang pelaksanaan praktik sila seperti usaha keras yang melihat kondisi-kondisi di luar hanyalah gangguan yang meski ditaklukkan. Setiap kondisi yang dapat menyebabkan seseorang "terpaksa" bertindak di luar aturan sila dianggap sebagai "gangguan". Dunia luar pun akhirnya dikelompok-kelompokkan menjadi yang membantu menjalankan sila dan yang mengganggu kita menjalankan sila. 
Itu persepsi anda. Yang saya ingin saya sampaikan hanyalah:sadari saja bahwa jika kita melakukan sesuatu yang memang merugikan pihak lain.

QuoteLantas kalian memikirkan dengan segala upaya bagaimana cara untuk menolak, mengubah atau bahkan berusaha untuk menghilangkan semua kondisi-kondisi yang mengganggu tersebut. Dalam pandangan ini, tersirat bahwa semua kondisi eksternal pasti dapat diubah, tidak peduli apapun alasannya (Misalnya: Bahkan pada saat berbohong bisa menyelamatkan nyawa manusia, seseorang tetap tidak boleh berbohong atau ketika membunuh hama dibutuhkan untuk menyelamatkan manusia yang lain, seorang petani tetap tidak boleh membunuh hama).
Jawaban bro seperti ini sama menggiring opini. Sesuatu yang dikatakan benar, seolah-olah menjadi pihak yang kejam dan tidak ber-otak. Dan sesuatu yang salah menjadi tindakan mulia.
Padahal sebelumnya bro berkata, apakah sesuatu perilaku tidak selalu disertai niat? Dan saya hanya menjelaskan, tidak mungkin semua tindakan sadar tidak disertai keinginan/niat terlebih dahulu. Jika proses batin itu tidak benar, maka tidak ada gunanya abhidhamma itu ada dalam buddhisme.

Jawaban saya dari postingan yang ini, jika seseorang melakukan pembunuhan tetap adalah pembunuhan. Dan hendak-nya setiap orang itu menyadari dan menerima apapun konsekuensi dari setiap perbuatannya. Kesadaran seperti itu yang seharus-nya ditanamkan.
Contoh:Prinsip mati sahid yang dipakai oleh umat lain. Mengorbankan diri demi suatu perbuatan mulia. Terjadilah peledakan bom bunuh diri dimana-mana.Mereka berani melakukan hal seperti itu karena jaminan surga. Karena itu suatu perbuatan mulia demi menolong orang lain.Pandangan salah yang semakin berkembang karena tidak didasari pandangan dan pemahaman yang benar.


QuoteIdealisme demikian, menurut saya, baik tapi kurang realistis. Untuk menjawab hal ini, saya akan memulainya dengan mengutip kata-kata Luang Pu Dun (Ajahn Dune Atulo), salah seorang murid Ajahn Mun, Master Theravadin yang terkemuka:

"Begitu juga bagi mereka yang telah mempraktikkan enam Pāramitā (tambahan dari saya: termasuk di dalamnya adalah praktik sila), dan bagi mereka yang menjalankan kewajiban lain yang serupa, atau yang telah mengumpulkan banyak pahala yang jumlahnya sebanyak pasir di Sungai Gangga, sadarilah bahwa kita adalah, pada segala aspeknya, sempurna sebagaimana yang disingkap oleh kebenaran mendasar ini, yaitu bahwa kita adalah Citta tunggal, atau kita bersatu padu dengan Para Buddha, karenanya kita tidak perlu menambahkan apapun lagi pada hal yang telah sempurna itu dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban yang tidak berarti itu, bukankah demikian? Tatkala kita berkesempatan untuk melaksanakan kewajiban tersebut, laksanakanlah; dan tatkala kesempatan telah berlalu, tetaplah tenang.
Maaf, saya tidak bisa hanya mendengar kutipan saja. Saya harus mempelajari terlebih dahulu supaya tidak jadi pandangan gado-gado.

QuoteKata-kata  "Tatkala kita berkesempatan untuk melaksanakan kewajiban tersebut, laksanakanlah; dan tatkala kesempatan telah berlalu, tetaplah tenang" inilah yang menurut saya sangat sejalan dengan cara saya memandang cara menjalankan sila: ketika kita dapat menjalankan sila dengan murni dan konsekuen laksanakanlah, tapi jika kondisinya tidak memungkinkan, tidak perlu khawatir.
Tetaplah tenang ini berarti jika membunuh karena terpaksa yah tidak apa-apa, tidak perlu khawatir.

QuotePandangan demikian sama sekali bukanlah "pembenaran" atau " mencari-cari alasan" seperti yang teman-teman sangkakan, melainkan suatu sikap yang realistis dalam menilai kondisi. Sikap demikian lahir dari pengakuan bahwa ada kondisi-kondisi yang memang di luar kekuasaan kita untuk mengubahnya, tanpa melupakan bahwa ada kondisi yang memang masih bisa diubah. Kebutuhan untuk petani untuk segera memusnahkan hama untuk menyelamatkan sawah yang menjadi tempat bergantung hidup banyak manusia yang lain adalah kondisi yang mendesak pada saat itu yang perlu diambil secepatnya saat itu juga.
Begini sajalah bro. Berhubung pekerjaan saya bergerak di bidang pertanian/perkebunan. Jadi saya beri bro informasi, tidak ada yang terkadang mendesak seperti yang bro katakan. Karena yang terjadi dalam keseharian-nya bagi seorang petani selalu mendesak terus. Selalu ada hama setiap saat yang pasti dibunuh jika ingin hasil panen yang baik.

Dan apakah saya berusaha berlindung dengan berbagai alasan untuk menenang-kan diri dan membenarkan semua itu. Tidak sama sekali. Yang penting saya menyadari bahwa memang ada kehidupan yang lain saya musnahkan. Dan biarkanlah kamma bekerja sesuai tugas-nya.
Supaya kamma jelek tidak terlalu terasa maka perbanyaklah kamma baik. Seperti perumpamaan sejumput garam yang dibuang ke sungai gangga yang disebutkan Sang Buddha.
PEMUSNAHAN BAIK ADANYA (2019)

M14ka

Quote from: sriyeklina on 28 May 2011, 12:51:35 PM
Begini sajalah bro. Berhubung pekerjaan saya bergerak di bidang pertanian/perkebunan. Jadi saya beri bro informasi, tidak ada yang terkadang mendesak seperti yang bro katakan. Karena yang terjadi dalam keseharian-nya bagi seorang petani selalu mendesak terus. Selalu ada hama setiap saat yang pasti dibunuh jika ingin hasil panen yang baik.

Dan apakah saya berusaha berlindung dengan berbagai alasan untuk menenang-kan diri dan membenarkan semua itu. Tidak sama sekali. Yang penting saya menyadari bahwa memang ada kehidupan yang lain saya musnahkan. Dan biarkanlah kamma bekerja sesuai tugas-nya.
Supaya kamma jelek tidak terlalu terasa maka perbanyaklah kamma baik. Seperti perumpamaan sejumput garam yang dibuang ke sungai gangga yang disebutkan Sang Buddha.

Cc bekerja di pertanian apakah tetap membunuh? Kenapa cc gak berusaha untuk tidak membunuh hamanya?

bawel

Quote from: M14ka on 28 May 2011, 01:04:39 PM
Cc bekerja di pertanian apakah tetap membunuh? Kenapa cc gak berusaha untuk tidak membunuh hamanya?

coba nona yenyen kasih masukan gimana cara menghindari pembunuhan hama ;D.
kalo saya kan sudah kemarin, caranya dengan menghutankan bumi kembali, terutama dengan pohon buah-buahan ;D.
semakin banyak cara kan masalah bisa semakin mudah kita selesaikan ;D.

M14ka

Quote from: bawel on 28 May 2011, 01:10:05 PM
coba nona yenyen kasih masukan gimana cara menghindari pembunuhan hama ;D.
kalo saya kan sudah kemarin, caranya dengan menghutankan bumi kembali, terutama dengan pohon buah-buahan ;D.
semakin banyak cara kan masalah bisa semakin mudah kita selesaikan ;D.

Saya cuma bingung aja kadang kita semua tahu membunuh itu salah tapi entah napa kadang kita suka membunuh dengan sadar. Yang manakah yang benar dan lebih bijak menurut buddhisme, membunuh hama atau mati kelaparan mungkin karmaku harus begitu?

bawel

Quote from: M14ka on 28 May 2011, 01:28:59 PM
Saya cuma bingung aja kadang kita semua tahu membunuh itu salah tapi entah napa kadang kita suka membunuh dengan sadar. Yang manakah yang benar dan lebih bijak menurut buddhisme, membunuh hama atau mati kelaparan mungkin karmaku harus begitu?

begini cara saya merenung ;D.

nasi dan lauk pauk membuat saya kenyang dan bahagia,
tapi tahukah kamu bawel, berapa banyak makanan yang diproduksi dan harus dibuang karena tidak habis dikonsumsi?
tahukah kamu bawel berapa banyak hama kecil, belalang, tikus, ular, babi, macan, gajah, badak, kelelawar, burung, katak, kura-kura, kelinci, dan hewan-hewan lainnya harus mati, terdesak bahkan punah karena tempat tinggal mereka dijadikan tempat produksi makanan?
tahukah kamu bawel, banyak wilayah-wilayah yang menjadi rawan longsor, menjadi tandus, menjadi tidak berpenghuni, menjadi tidak bermanfaat, karena harus dijadikan tempat produksi makanan yang berlebihan?
hehehe... maukah kamu bawel memikirkan itu sejenak setiap kali kamu makan dan menjadi kenyang serta bahagia sedangkan mahkluk lain semakin terdesak, semakin menderita bahkan punah? ;D

hm.. bener juga yah katamu yah pikiranku yang bawel ;D.

baiklah saya akan memikirkan itu, agar penderitaan mahkluk lain tidak berulang-ulang lagi ;D.

berpikir-berpikir-berpkir-pokoknya loadingnya lama deh :)).

semua itu karena lingkaran kehidupan yang alami sudah dihancurkan oleh manusia, bagaimana caranya biar lingkaran itu kembali? ;D

nah saya dapat ide, saya harus menghutankan dunia kembali, dimulai dari rumah dan lingkungan, dan mempengaruhi orang disekitar untuk mengikuti ;D. makan buah itu bagus loh, ramah lingkungan dan juga murah ;D. cobalah tanam buah-buahan yang kamu suka di rumah, maka untuk sarapan atau makan malam kamu ngak perlu keluar uang lagi ;D. sulit memang, tapi kalo bertekad semuanya akan berjalan, walaupun hanya 1 cm 1 cm saja :)).

sekarang cobalah nona yenyen merenung, semoga aja bisa ketemu cara lainnya dan bisa menghindari pembunuhan yang berulang ;D.

dan saya akan berterima kasih kalo nona yenyen bisa membagi caranya kepada kita-kita ;D.

hendrako

Quote from: bawel on 27 May 2011, 11:02:18 AM
yah sama aja dengan sempurna lah om hendra ;D.
tanpa embel-embel dari manusia, alam itu kan digerakkan oleh 5 hukum alam ;D.
jadi alam itu.... yah sempurna ;D.

yang saya tulis kan sifat alami manusia om ;D.
bahkan bukan hanya manusia saja, tapi mahkluk lainnya juga ;D.
semua mahkluk kan berusaha untuk terbebas dari dukkha, nah itulah sifat alami semua mahkluk ;D.

iya bener ;D, paling jengkel sama orang yang melecehkan kebijaksanaan lokal ;D.
mereka malah disebut sebagai suku primitif, padahal orang yang katanya modernlah yang pikirannya semakin primitif, karena terlalu banyak diliputi sama keserahakan, kebencian, dan ketidaktahuan, karena kebanyakan memuaskan nafsu indera nya :)).

Nah, ati2 dg kata "sempurna" karena di dunia ini tidak ada yg sempurna,
terutama dikarenakan dunia mengalami perubahan yang terus menerus.
Ketidaksempurnaan dunia termasuk kategori "DUKKHA".  ;)
yaa... gitu deh

bawel

Quote from: hendrako on 28 May 2011, 01:54:37 PM
Nah, ati2 dg kata "sempurna" karena di dunia ini tidak ada yg sempurna,
terutama dikarenakan dunia mengalami perubahan yang terus menerus.
Ketidaksempurnaan dunia termasuk kategori "DUKKHA".  ;)

baiklah om hendra, saya akan lebih berhati-hati lagi ;D.
terima kasih bimbingannya ;D.

hendrako

Quote from: M14ka on 28 May 2011, 01:28:59 PM
Saya cuma bingung aja kadang kita semua tahu membunuh itu salah tapi entah napa kadang kita suka membunuh dengan sadar. Yang manakah yang benar dan lebih bijak menurut buddhisme, membunuh hama atau mati kelaparan mungkin karmaku harus begitu?

Itulah salah satu karakteristik kehidupan....dukkha.
yaa... gitu deh

M14ka

Quote from: hendrako on 28 May 2011, 01:54:37 PM
Nah, ati2 dg kata "sempurna" karena di dunia ini tidak ada yg sempurna,
terutama dikarenakan dunia mengalami perubahan yang terus menerus.
Ketidaksempurnaan dunia termasuk kategori "DUKKHA".  ;)

That "Nothing is perfect" is the perfect itself kata Mingyur Rinpoche   ;D

Sostradanie

#311
Quote from: M14ka on 28 May 2011, 01:28:59 PM
Saya cuma bingung aja kadang kita semua tahu membunuh itu salah tapi entah napa kadang kita suka membunuh dengan sadar. Yang manakah yang benar dan lebih bijak menurut buddhisme, membunuh hama atau mati kelaparan mungkin karmaku harus begitu?
Begini yah sis terwelu yang manis  ;D

Bukankah sudah diketahui, karma itu seperti bayang-bayang yang mengikuti orang-nya. Semua yang kita lakukan, apakah itu perbuatan baik atau buruk tetap akan menerima hasil-nya oleh diri sendiri. Karena suatu pertimbangan dan keputusan dari diri sendiri sehingga kita melakukan suatu tindakan. Dan kita tidak usah memakai topeng untuk membenar-kan suatu perbuatan yang kita tahu itu salah.

Yang mana lebih baik antara membunuh hama dengan mati kelaparan?
Menurut saya, jika seseorang itu memang keinginan terbesar-nya hanya mencapai kesucian, lebih baik dia mati kelaparan dari pada membunuh.
Tapi berhubung kita LDM-nya tebal dan keinginan mencapai kesucian hanya baru sampai di niat dan lebih mengutamakan hidup saat ini, maka pasti memilih membunuh hama.
PEMUSNAHAN BAIK ADANYA (2019)

dilbert


Quote from: sriyeklina on 28 May 2011, 02:06:27 PM
Begini yah sis terwelu yang manis  ;D

Bukankah sudah diketahui, karma itu seperti bayang-bayang yang mengikuti orang-nya. Semua yang kita lakukan, apakah itu perbuatan baik atau buruk tetap akan menerima hasil-nya oleh diri sendiri. Karena suatu pertimbangan dan keputusan dari diri sendiri sehingga kita melakukan suatu tindakan. Dan kita tidak usah memakai topeng untuk membenar-kan suatu perbuatan yang kita tahu itu salah.

Yang mana lebih baik antara membunuh hama dengan mati kelaparan?
Menurut saya, jika seseorang itu memang keinginan terbesar-nya hanya mencapai kesucian, lebih baik dia mati kelaparan dari pada membunuh.
Tapi berhubung kita LDM-nya tebal dan keinginan mencapai kesucian hanya baru sampai di niat dan lebih mengutamakan hidup saat ini, maka pasti memilih membunuh hama.

Salah satu berkah utama (jaya manggala) adalah Hidup di tempat yang sesuai (untuk belajar dan praktek Dhamma)
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

K.K.

Quote from: dilbert on 28 May 2011, 02:51:54 PM
Salah satu berkah utama (jaya manggala) adalah Hidup di tempat yang sesuai (untuk belajar dan praktek Dhamma)
Betul, menyadari hal ini, orang yang harus hidup dengan membunuh makhluk lain bisa bertekad semoga di kemudian hari ia lahir di tempat & suasana yang sesuai untuk menjalankan dhamma (tidak perlu membunuh untuk hidup).

Bagi yang membenarkan pembunuhan, saya pikir tidak akan ada usaha untuk keluar dari suasana tersebut. Ini yang dibilang oleh Nagasena (dalam Milinda Panha) bahwa orang yang mengetahui bahaya dari bola membara, walaupun harus memegangnya, ia akan berusaha secepat mungkin melepasnya, berbeda dengan orang yang tidak tahu, memegangnya lebih lama dan akan terluka lebih parah. Jadi kembali ke masing-masing apakah mau bertekad bisa terlepas dari bola panas atau tetap menggenggamnya dan berpikir 'tak ada yang salah dengan bodhicitta ini'.

ryu

Quote from: Kainyn_Kutho on 28 May 2011, 03:04:38 PM
Betul, menyadari hal ini, orang yang harus hidup dengan membunuh makhluk lain bisa bertekad semoga di kemudian hari ia lahir di tempat & suasana yang sesuai untuk menjalankan dhamma (tidak perlu membunuh untuk hidup).


tapi tapi ....katanya kalau membunuh sapi misalnya, maka dia akan terlahir jadi sapi dan si sapi terlahir jadi orang yang kemudian membunuh si orang yang terlahir jadi sapi itu, terus berulang =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))