"Siapa pun Dapat Ke surga" Cukup bersikap Baik saja

Started by Jayadharo Anton, 18 March 2011, 09:38:06 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

morpheus

Quote from: Indra on 22 March 2011, 03:05:54 PM
itu adalah kesimpulan yg saya tarik berdasarkan dialog ini. pertama saya mengatakan tentang seorang yg alergi pada produk penghapal tipitaka, dari sekian banyak member yg terlibat, hanya anda yg merasa memiliki kualifikasi tersebut yg anda ungkapkan dengan " walaupun yg dimaksudkan itu saya".

Di dalam sebuah angkutan kota, terdapat 10 orang penumpang, tiba2 tercium bau kentut yg busuk, salah seorang penumpang berkata, "yg kentut pasti belum mandi." seorang penumpang lainnya menjawab, "saya sudah mandi kok", pertanyaan: siapakah yg kentut"?
lho, kok perumpamaannya sepertinya meleset?
ada 5 orang aktif di topik ini, anda melabeli seseorang dengan "alergi pada produk penghapal Tipitaka".
kalo itu saya yg anda maksudkan, saya mau meluruskan. sederhana saja.
kalo anda ingin menutup mata dan tidak mau menyebutkan, itu hak anda.

tapi saya melihat ini sebagai bentuk ketidakjujuran, seperti orang yg berkata di sebuah meeting perusahaan, "ada yg korupsi 10 milyar di sini". begitu ditanya siapa, "gak ah, saya gak mau menyebut siapa". perkataannya bisa benar, bisa juga tidak. namun dengan memilih untuk tidak menyebutkannya setelah menyebarkan issue, dengan licik dia melempar batu sembunyi tangan.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

dilbert

Quote from: Kainyn_Kutho on 22 March 2011, 03:29:00 PM
Kita mana tahu kenyataannya? Saya beri contoh lagi Samavati, istri Raja Udena yang sangat saleh, tapi mati mengenaskan yaitu terbakar. Bukankah orang bisa bilang 'berbuat baik malah mati penasaran"?

berbuat baik di kehidupan terakhir, yang "terlewatkan" adalah perbuatan di kehidupan2 yang sebelum-nya tidak di bahas... tapi itupun kalau umat buddha / umat agama lain tertentu yang mempercayai adanya kehidupan lampau dan kehidupan yang akan datang.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

K.K.

Quote from: dilbert on 22 March 2011, 03:41:12 PM
berbuat baik di kehidupan terakhir, yang "terlewatkan" adalah perbuatan di kehidupan2 yang sebelum-nya tidak di bahas... tapi itupun kalau umat buddha / umat agama lain tertentu yang mempercayai adanya kehidupan lampau dan kehidupan yang akan datang.
Oleh karena itu, susah bukan? Sekarang kita hanya bisa percaya kata Buddha Gotama karena dulu pernah bakar Pacceka Buddha. Nah, nanti dibalikin lagi sama umat lain, 'katanya jangan percaya hanya karena kitab, karena orang tenar, karena tradisi, dll, tapi harus selidik, kok sekarang telen mentah2?'

Indra

Quote from: morpheus on 22 March 2011, 03:40:38 PM
lho, kok perumpamaannya sepertinya meleset?
ada 5 orang aktif di topik ini, anda melabeli seseorang dengan "alergi pada produk penghapal Tipitaka".
kalo itu saya yg anda maksudkan, saya mau meluruskan. sederhana saja.
kalo anda ingin menutup mata dan tidak mau menyebutkan, itu hak anda.

tapi saya melihat ini sebagai bentuk ketidakjujuran, seperti orang yg berkata di sebuah meeting perusahaan, "ada yg korupsi 10 milyar di sini". begitu ditanya siapa, "gak ah, saya gak mau menyebut siapa". perkataannya bisa benar, bisa juga tidak. namun dengan memilih untuk tidak menyebutkannya setelah menyebarkan issue, dengan licik dia melempar batu sembunyi tangan.


sebagaimana yg anda katakan, maka saya menggunakan hak saya untuk diam. tapi saya tidak keberatan untuk mengungkapkan jika ada otoritas yg lebih tinggi yg memaksa saya untuk menjawab. lagipula, melihat situasi sekarang, apakah anda akan puas jika saya menjawab bahwa yg saya maksudkan adalah "Bro Kainyn" atau "Bro Fabian" atau "Bro Ryu"?, anda toh hanya akan puas jika saya menjawab sesuai dengan apa yg anda inginkan. perkara "lempar batu sembunyi tangan" saya pikir tidak lebih buruk daripada "dictionary nazi"

dilbert

Quote from: fabian c on 22 March 2011, 01:20:11 PM
Baiklah dengan demikian menjadi jelas perbedaan pandangan kita, bro beranggapan pencerahan mungkin seketika. dan saya beranggapan bahwa Pencerahan tak terjadi seketika, terjadi gradual.
Seperti yagn terdapat dalam Samudda Sutta.
Mettacittena,

Pencerahan seketika yang "beken" di aliran Buddhisme Zen juga dikenal dengan adanya pencerahan kecil dan pencerahan besar/pencerahan sepenuhnya.

menurut saya, Secepat apapun pencerahan itu, sebenarnya ada gradasi-nya (tahapan-nya). Seperti hal-nya kita melihat motion (gerakan) pada film, ketika kecepatan tinggi, kita bahkan tidak bisa menangkap image-nya, tetapi ketika bisa di-perlambat, maka akan kelihatan memang ada gerakannya / motion-nya. Pencerahan itu juga seperti itu juga. CMIIW.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

riveamaretta

Quote from: dilbert on 22 March 2011, 03:41:12 PM
berbuat baik di kehidupan terakhir, yang "terlewatkan" adalah perbuatan di kehidupan2 yang sebelum-nya tidak di bahas... tapi itupun kalau umat buddha / umat agama lain tertentu yang mempercayai adanya kehidupan lampau dan kehidupan yang akan datang.

terus bagaimana ya kang,untuk membuktikan orang biar bisa percaya karma2 kehidupan masa lampau?

dhammadinna

Quote from: riveamaretta on 22 March 2011, 03:51:21 PM
terus bagaimana ya kang,untuk membuktikan orang biar bisa percaya karma2 kehidupan masa lampau?

untuk apa membuat orang lain percaya? rivea sendiri sudah membuktikan? ;D

riveamaretta

Makanya yang umat Buddhist harus ditanyain, kebetulan ini forum Buddhist jadii pas aja tanya gitu... Kenapa umat Buddhist bisa percaya karma masa lampau,padahal ga taw kehidupan masa lampaunya apa gitu sehingga bisa menimbulkan karma-karma? hehe

dilbert

Quote from: riveamaretta on 22 March 2011, 04:54:31 PM
Makanya yang umat Buddhist harus ditanyain, kebetulan ini forum Buddhist jadii pas aja tanya gitu... Kenapa umat Buddhist bisa percaya karma masa lampau,padahal ga taw kehidupan masa lampaunya apa gitu sehingga bisa menimbulkan karma-karma? hehe

Check out Payasi Sutta ... http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/payasi-sutta/

VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

fabian c

#159
Quote from: riveamaretta on 22 March 2011, 04:54:31 PM
Makanya yang umat Buddhist harus ditanyain, kebetulan ini forum Buddhist jadii pas aja tanya gitu... Kenapa umat Buddhist bisa percaya karma masa lampau,padahal ga taw kehidupan masa lampaunya apa gitu sehingga bisa menimbulkan karma-karma? hehe

Sis Riveamaretta yang baik, sulit mengetahui dengan pasti suatu keadaan disebabkan ini atau disebabkan itu, kecuali kita hanya melihat dan menilai berdasarkan anomali-anomali dalam kehidupan misalnya:

- Anak kecil yang memiliki keahlian melebihi orang dewasa (prodigy) misalnya Mozart
- Anak kecil indigo yang memiliki kemampuan melihat kelahiran lampau
- anak kecil aneh yang dari kecil suka makan batu, makan benda-benda yang sebenarnya bukan makanan manusia
- Hipnotis regresi yang dapat mengungkapkan secercah kehidupan orang itu sebelumnya dll.

Dalam mencari jawaban atas pertanyaan mengenai anomali-anomali tersebut teori kamma memberikan jawaban yang paling memuaskan.

Mettacittena,
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

ryu

Quote from: morpheus on 22 March 2011, 03:18:19 PM
kebanyakan kepercayaan diciptakan dengan tujuan tertentu. sebagian kepercayaan menggunakan rasa takut untuk menciptakan ketertiban dan moralitas. rasa takut pada dewa atau tuhan dipakai untuk mengatur penganutnya untuk berperilaku baik sesuai dengan standard baik dan moralitas di jaman itu tentunya...

bagi kepercayaan A, penganut kepercayaan B itu terlihat bodoh dan tidak mengandung pelajaran.
bagi kepercayaan B, penganut kepercayaan A itu terlihat bodoh dan tidak mengandung pelajaran.

penganut kepercayaan A bersaksi hidupnya jadi damai sejak menganut kepercayaan anu dan tingkah lakunya menjadi baik.
penganut kepercayaan B bersaksi hidupnya jadi tenang sejak menganut kepercayaan anu dan tingkah lakunya menjadi baik.

sejauh kepercayaan itu,
ada yang benar dengan pandangan benar,
ada yang benar dengan padangan salah,
ada yang salah dengan padangan benar,
ada yang salah dengan pandangan salah,

apakah semua sama saja?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

ryu

Quote from: Kainyn_Kutho on 22 March 2011, 03:29:00 PM
Kita mana tahu kenyataannya? Saya beri contoh lagi Samavati, istri Raja Udena yang sangat saleh, tapi mati mengenaskan yaitu terbakar. Bukankah orang bisa bilang 'berbuat baik malah mati penasaran"?
Kembali lagi masuk sorga atau tidak, siapa yang tahu?

apabila tidak ada kepastian maka buda tidak akan mengajarkan dama nya, secara memang surga dan neraka memang tidak dapat di buktikan, setidaknya setiap perbuatan2 itu pasti ada akibatnya, itu hukum pasti khan?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

morpheus

Quote from: ryu on 22 March 2011, 09:30:58 PM
sejauh kepercayaan itu,
ada yang benar dengan pandangan benar,
ada yang benar dengan padangan salah,
ada yang salah dengan padangan benar,
ada yang salah dengan pandangan salah,

apakah semua sama saja?
sepertinya dialog ini udah berputar satu putaran penuh dan melelahkan.

saya akhiri dengan kesimpulan saya dan silakan anda atau yg lain masing2 memberikan kesimpulannya juga. mau meneruskan juga terserah.

mengenai buku:
setelah dibaca sekilas, buku ini bermaksud memberi penjelasan sederhana kepada orang awam, bahwa dalam buddhisme mencapai surga itu hanyalah tergantung pada perbuatan, sesuai dengan dalil karma. sederhananya, kalo ingin mencapai surga, berbuat baiklah. tidak ada keharusan baptis atau wajib percaya pada tokoh2 adikuasa seperti di agama lain sebagai prasyarat masuk surga.

mengenai kepercayaan dan pandangan benar:
menurut saya, pandangan benar itu bukanlah pengetahuan yg hadir dari pelajaran intelektual dan juga bukan pengetahuan dari mempelajari serta mengingat doktrin2 buddhis. pengetahuan benar adalah pengetahuan yang merupakan hasil penembusan, yang berkaitan dengan dukkha, sebab dukkha, akhir dukkha dan jalan menuju lenyapnya dukkha. sumber2 tipitaka rata2 menyebutkan hal yang senada (DN 22, MN 2, SN 12.15, MN 9) dan tidak menyatakan pandangan benar itu merupakan pengetahuan intelektual dari pelajaran doktrin2, bahkan tidak menyebut doktrin2 sama sekali.

jadi tidak perduli seseorang itu memiliki kepercayaan berlabel buddhis ataupun kepercayaan yg berlabel lain, selama tidak ada pengetahuan (hasil penembusan, bukan hasil belajar secara intelektual), maka dia tidak memiliki pandangan benar. dari sudut pandang ini, selama tidak suci, baik itu skolar doktrin2 buddhisme bertahun2, upasaka yang belajar semua sistematika doktrinal buddhisme, buddhis biasa2, buddhis ktp maupun penganut kepercayaan lain, semuanya sama saja tidak memiliki pandangan benar, termasuk morpheus.

selama statusnya masih sama2 kepercayaan dan pengetahuan intelektual, bukan pengetahuan hasil penembusan, tidak ada yg lebih pinter, tidak ada yg lebih suci. semuanya masih sama2 gelap. mengerti secara intelektual doktrin 4 noble truth tidak sama dengan pandangan benar berkaitan dengan dukkha, sebab dukkha, lenyapnya dukkha dan jalan lenyapnya dukkha. yg tau sampe ngelotok doktrin2 ini tidak bisa dibandingkan sama sekali dengan pandangan benar yg dimiliki culapanthaka.

demikian pula dengan alam surga, mereka yg tau doktrin2 buddhisme tidak lebih dekat ke surga dibandingkan mereka yg tidak tau. yg menentukan masa depan itu adalah pencapaian dan perbuatan masing2, bukan kepercayaannya. penganut kepercayaan lain ada yg pembunuh dan pemerkosa, tapi bhikkhu yg tahu doktrin2 juga ada yg menjalankan bisnis sex anak di bawah umur. pengetahuan doktrin2 itu juga bukan jaminan akan mengarahkan perbuatannya ke arah yg lebih baik ketimbang mereka yg tidak tahu doktrin2. malah kadang mereka yg sederhana, tidak banyak mengetahui doktrin2 itu bisa hidup dengan tidak melekat, sederhana, jujur dan lebih berkesadaran. yg bisa menjadi jaminan itu adalah terjadinya transformasi batin, dari yg melekat jadi tidak melekat, yg serakah jadi tidak serakah, dsb. bukan doktrin2 ataupun kepercayaan...

sekian dari saya untuk topik ini...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

riveamaretta

Quote from: fabian c on 22 March 2011, 06:56:19 PM
Sis Riveamaretta yang baik, sulit mengetahui dengan pasti suatu keadaan disebabkan ini atau disebabkan itu, kecuali kita hanya melihat dan menilai berdasarkan anomali-anomali dalam kehidupan misalnya:

- Anak kecil yang memiliki keahlian melebihi orang dewasa (prodigy) misalnya Mozart
- Anak kecil indigo yang memiliki kemampuan melihat kelahiran lampau
- anak kecil aneh yang dari kecil suka makan batu, makan benda-benda yang sebenarnya bukan makanan manusia
- Hipnotis regresi yang dapat mengungkapkan secercah kehidupan orang itu sebelumnya dll.

Dalam mencari jawaban atas pertanyaan mengenai anomali-anomali tersebut teori kamma memberikan jawaban yang paling memuaskan.

Mettacittena,

Kalau kita membuktikan dengan tolak ukuran jawaban yang SMART ya...


1. Spesific.

Boleh lah kalau misal aja nih kita pakai perumpamaan yang mudah yang sering kita dengar, membunuh menjadikan umur pendek.


2. Measurable.

Umur pendeknya itu dapat diukur ga? sependek apa? 10 tahun,20,30,40,50,60,70,80,90,atau 100?

3. Attainable.

Apakah layak gara2 seseorang membunuh semut aja tanpa sengaja atau hewan lain tanpa niat membunuh namun situasinya memaksa dia membunuh menjadikan dia berumur pendek?

4. Relevan.

Relevan gak? Kehidupan masa lampau masa diukur dengan kehidupan sekarang,nanti kita sangkut pautkan dengan waktu.

5. Time

Waktunya kan berbeda generasi...


K.K.

Quote from: ryu on 22 March 2011, 09:36:29 PM
apabila tidak ada kepastian maka buda tidak akan mengajarkan dama nya, secara memang surga dan neraka memang tidak dapat di buktikan, setidaknya setiap perbuatan2 itu pasti ada akibatnya, itu hukum pasti khan?
Buddha mengetahui kepastiannya, tapi orang biasa tidak bisa mengetahuinya. Berbagai alam diajarkan untuk menjelaskan fenomena ini secara luas sehingga walaupun manusia belum bisa membuktikan (tidak punya mata dewa), tapi tetap bisa berpikir dengan logis tentang konsekwensi dari perbuatan.

Misalnya kita lihat di sini orang nasib berbeda, umur juga berbeda, perbuatan berbeda. Apakah sepertinya logis kalau begitu meninggal, hanya ada dua macam tujuan: sorga & neraka? Apakah logis pula hanya dengan percaya 'agama' tertentu menentukan tujuan tersebut? Saya pikir berarti di sorga nanti saya bakal ketemu orang-orang bejad dan laknat hanya karena agamanya sama, dan itu berlangsung selamanya pula. Berarti di sorga sama seperti di komunitas agama tersebut, di mana tukang tipu, pemerkosa, pembunuh, pencuri, preman, semuanya ada. Lucu juga kalau disebut 'sorga'. 

Kalau dari doktrin Buddhisme, tujuannya banyak, dari sorga, neraka, manusia, alam hantu, binatang, dll. Durasinya juga variatif, bukan harga mati 'selamanya', dan untuk 'masuk' ke alam itu, ditentukan perbuatannya bukan kepercayaannya. Maka saya berpikir di sorga tidak ada pembunuh, pencuri, pemerkosa, dan orang-orang jahat lain, tanpa peduli apa agamanya. Ini sangat wajar, karena di lingkungan apapun saya hidup, jika tidak ada orang jahat, rasanya tenteram & bahagia, tanpa peduli apa agama orang-orang di situ.

Di sini saya tidak bisa buktikan sorga/neraka dan alam2 lain, tapi saya bisa merasa cocok dengan doktrin tersebut, maka saya percaya. Apakah orang lain pasti berpikir sama seperti saya? Sudah tentu tidak, maka tidak bisa memaksakan kepercayaan pada orang lain, apalagi mengklaim sebagai kebenaran.

Ajaran untuk dapat ke sorga pun menurut saya sebetulnya adalah 'iming-iming' paling rendah dari Buddhisme. Yang lebih tinggi adalah 'bahagia saat ini', sedangkan yang paling tinggi adalah 'terhentinya kelahiran kembali'.