***
Kutipan :
Hudoyo Hupudio :
[at] Metto:
Pada dasarnya satu pihak berkata, kikislah kotoran batin (akusala citta). Ia berpikir dalam kerangka dualitas pikiran: baik vs buruk, kusala vs akusala. Yg buruk perlu dikikis, yg baik tidak perlu dikutik-kutik.
Konseptual dan prasangka pribadi, tak ada guru meditasi yang mengajarkan untuk mengikis kekotoran batin (kikis pakai apa? kikis pakai pisau?)
Guru meditasi yang mengerti mengajarkan: bila pikiran muncul jangan menilai, jangan menganalisa, jangan mengkonsepkan, jangan mencari-cari, hanya perhatikan.
kekotoran batin akan lenyap dengan sendirinya bersamaan dengan munculnya pandangan terang (nana) yang menimbulkan kebijaksanaan (panna).
Pihak lain mengatakan, bahwa sesungguhnya pengertian 'baik' vs 'buruk' itu berasal dari penilaian oleh pikiran & si aku; bahwa sesungguhnya bahkan yg 'baik' itupun 'buruk' selama dilekati oleh si aku & pikiran. "AKU ingin menjadi arahat", "AKU ingin mencapai nibbana", "AKU ingin
berdana", "AKU ingin menjalankan sila", selama semua pernyataan itu bersumber dari si aku, itu adalah LOBHA yg sangat halus, yg tidak akan membebaskan orang.
Konseptual dan prasangka lagi, Seorang guru meditasi Vipassana tidak mengajarkan muridnya untuk "melamun menginginkan ini, menginginkan itu.." tidak mengajarkan menilai ini lobha, ini si aku, ini baik, ini buruk, ini melekat, ini tidak melekat dll... guru meditasi Vipassana yang mengerti hanya mengajarkan untuk memperhatikan yang muncul apa adanya, tanpa menilai, tanpa menganalisa.
Orang yg sampai pada pemahaman ini tidak lagi mempersoalkan 'baik' atau 'buruk'; alih-alih ia memusatkan perhatiannya pada si aku & pikiran, penghalang terbesar bagi tercapainya pembebasan.
Bagi orang yg memahami dualitas dari pikiran, maka semua pikiran & keinginan --bahkan pikiran yg paling luhur sekalipun-- adalah 'lobha', karena ada AKU yg melekatinya.
Bagi orang yang mengerti meditasi Vipassana ia tidak berusaha memahami dualitas, menghakimi pikiran ini baik atau ini buruk, ini lobha ini bukan lobha, ini luhur ini tidak luhur dsbnya karena menilai atau menghakimi sebenarnya adalah bentuk pikiran juga, yang sedang berkelana. inilah fakta yang sesungguhnya.
Orang yg tidak memahami dualitas pikiran, ia akan macet dalam dualitas itu, terus-menerus berjuang mengikis lobha, dosa, moha yg kasar, tanpa menyadari lobha, dosa & moha yg halus dan sangat halus, yg bersumber pada pikiran & akunya, dan oleh karena itu tidak akan pernah bebas.
***
Konseptual lagi. Meditator yang ber-Vipassana dengan benar tidak berusaha memahami dualitas, tidak berusaha menganalisa dualitas, tidak menilai ini lobha, ini dosa atau ini moha, karena itu adalah bentuk pikiran yang halus yang menghalangi meditasi.
Guru meditasi Vipassana yang benar mengajarkan untuk hanya memperhatikan pikiran yang muncul hanya sebagai bentuk pikiran apa adanya, tak ada konsep aku-bukan aku, konsep roh, konsep jiwa , lobha-alobha, baik-buruk dll.
Sesuai dengan Bahiya Sutta yang dia dengung-dengungkan tetapi dia sendiri tidak terapkan: melihat hanya melihat, mendengar hanya mendengar, berpikir hanya berpikir dll....
Pemula dalam meditasi biasanya memang terjebak dalam berbagai konsep....