Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka

Started by Hasan Teguh, 22 May 2010, 10:05:29 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Hasan Teguh

***
Kutipan

Hudoyo Hupodio :
Hanya seorang arahat memahami anatta sebagai pengalaman
eksperiensial. Yang lain hanya bisa memahami anatta sebagai
kepercayaan/iman belaka.
***

Ini FAKTA nya bukan ?

Ada yang mampu menyangkalnya ?

K.K.

Quote from: Hasan Teguh on 22 May 2010, 10:05:29 AM
***
Kutipan

Hudoyo Hupodio :
Hanya seorang arahat memahami anatta sebagai pengalaman
eksperiensial. Yang lain hanya bisa memahami anatta sebagai
kepercayaan/iman belaka.
***

Ini FAKTA nya bukan ?

Ada yang mampu menyangkalnya ?
Hanya sebatas konsep belaka, bukan iman belaka.

Sumedho

Fakta? Bisa saja saya bilang bukan

Yang bisa menyangkal? Ada. Sang Buddha.

Dikatakan bahwa orang yg meyakini bahwa pancakhanda bukan diri adalah dalam jalan pemasuk arus. Orang yg sudah melihat/mengalami itu adalah seorang pemasuk arus.

Ini semua terdapat dalam SN25 : Okkanta Saṃyutta -> http://dhammacitta.org/dcpedia/SN_25_Okkanta_Samyutta

Tidak perlu sejauh sampai arahant.
There is no place like 127.0.0.1

seniya

 [at] sumedho:

Para Sotapanna (pemasuk arus) sudah menghancurkan belenggu "kepercayaan akan adanya roh/jiwa yang kekal" (sakkayaditthi), namun kenapa Anattalakkhana Sutta yang berisi ajaran tentang anatta diajarkan kepada 5 bhikkhu pertama (Kondanna dkk) yang sudah mencapai kesucian Sotapanna?

Seperti yang kita ketahui Sang Buddha mengajarkan Dhammacakkappavattana Sutta di Taman Rusa Isipatana kepada 5 orang pertapa yang telah mengikuti Beliau sejak perjuangan Beliau di Hutan Uruvela untuk mencapai Pencerahan. Ajaran pertama ini berisi tentang Jalan Tengah (Jalan Mulia Berunsur Delapan) dan Empat Kesunyataan Mulia yang menyebabkan Kondanna mencapai mata Dhamma (Dhammacakkhu), yaitu mencapai kesucian Sotapanna, sedangkan keempat rekannya mencapai kesucian yang sama pada hari berikutnya. Setelah para bhikkhu pertama tersebut menjadi Sotapanna, Buddha mengajarkan Anattalakkhana Sutta yang kemudian menyebabkan mereka mencapai kesucian Arahat. Padahal kita tahu bahwa para Sotapanna telah memahami anatta dengan membasmi belenggu sakkayaditthi. Dengan demikian untuk apa Sang Buddha mengajarkan ajaran anatta lagi kepada mereka yang sudah membasmi pandangan salah tersebut? Apakah melepaskan sakkayaditthi belum tentu memahami anatta? Mohon penjelasannya. Thx
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Indra

Quote from: seniya on 22 May 2010, 03:04:17 PM
[at] sumedho:

Para Sotapanna (pemasuk arus) sudah menghancurkan belenggu "kepercayaan akan adanya roh/jiwa yang kekal" (sakkayaditthi), namun kenapa Anattalakkhana Sutta yang berisi ajaran tentang anatta diajarkan kepada 5 bhikkhu pertama (Kondanna dkk) yang sudah mencapai kesucian Sotapanna?

Seperti yang kita ketahui Sang Buddha mengajarkan Dhammacakkappavattana Sutta di Taman Rusa Isipatana kepada 5 orang pertapa yang telah mengikuti Beliau sejak perjuangan Beliau di Hutan Uruvela untuk mencapai Pencerahan. Ajaran pertama ini berisi tentang Jalan Tengah (Jalan Mulia Berunsur Delapan) dan Empat Kesunyataan Mulia yang menyebabkan Kondanna mencapai mata Dhamma (Dhammacakkhu), yaitu mencapai kesucian Sotapanna, sedangkan keempat rekannya mencapai kesucian yang sama pada hari berikutnya. Setelah para bhikkhu pertama tersebut menjadi Sotapanna, Buddha mengajarkan Anattalakkhana Sutta yang kemudian menyebabkan mereka mencapai kesucian Arahat. Padahal kita tahu bahwa para Sotapanna telah memahami anatta dengan membasmi belenggu sakkayaditthi. Dengan demikian untuk apa Sang Buddha mengajarkan ajaran anatta lagi kepada mereka yang sudah membasmi pandangan salah tersebut? Apakah melepaskan sakkayaditthi belum tentu memahami anatta? Mohon penjelasannya. Thx

ikutan nimbrung walaupun tidak ditanya.

IMO, khotbah2 Sang Buddha tidak bisa dilihat sebagai suatu kurikulum yg menentukan grade seseorang, batin pendengar lah yang menentukan pencapaiannya.

misalnya pada kasus Yasa,

Sang Buddha membabarkan khotbah Anupubbikatha, yaitu  lima topik penting bertingkat: Dana , Sila , Sagga (alam surga), Kamadinava (cacat dari kenikmatan indria) dan Nekkhammanisansa (Manfaat dari pelepasan yaitu melepaskan kenikmatan indria), kemudian dilanjutkan dengan Khotbah Empat Kebenaran Mulia. dan di akir khotbah itu Yasa mencapai kesucian Sotapanna.

Kemudian datang Sang Ayah yang sedang mencari Yasa, Sang Buddha membabarkan khotbah Anupubbikatha yg sama kepada Ayah Yasa, dan di akhir khotbah Ayah Yasa pun mencapai kesucian Sotapanna, sedangkan Yasa yang ketika itu turut mendengarkan khotbah ulangan itu berhasil mencapai kesucian Arahat.

Sumedho

 [at] seniya: sudah keduluan sama om Indra. grp/thanks sent

Sebuah kalimat itu bisa berarti berbeda dengan pemahaman berbeda.

Pada kasus Anattalakkhana sutta, walaupun dia seorang sotapanna yg sudah memahami itu tapi uraian dalam Anattalakkhana sutta itu memiliki makna yg lebih dalam lagi jika kita lihat dari sudut lain, dimana

Bukan diri -> tidak memuaskan -> tidak layak dilekati -> dispassion/menjadi tidak suka -> tidak melekat

dengan Sutta yg sama, bisa membuat orang memahami dan hancurlah tanha dan tidak melekat lagi
There is no place like 127.0.0.1

seniya

Mgkn maksudnya 5 topik bertingkat tsb bisa membawa seseorang pada kesucian Sotapanna,tetapi perlu pengajaran anatta yg lebih mendalam (utk dipraktekkan dlm vipassana) guna mencapai kesucian Arahat. Thx
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Indra

Quote from: seniya on 22 May 2010, 05:23:48 PM
Mgkn maksudnya 5 topik bertingkat tsb bisa membawa seseorang pada kesucian Sotapanna,tetapi perlu pengajaran anatta yg lebih mendalam (utk dipraktekkan dlm vipassana) guna mencapai kesucian Arahat. Thx

masih dengan contoh kasus Yasa.

kepada Yasa, Sang Buddha tidak membabarkan khotbah Anatta. pada kesempatan pertama Yasa mencapai kesucian Sotapanna, kemudian pada kesempatan ke dua mendengarkan khotbah yang sama, Yasa mencapai keducian Arahat.

Hasan Teguh

Quote from: Sumedho on 22 May 2010, 01:10:49 PM
Yang bisa menyangkal? Ada. Sang Buddha.
Dengan menjawab Sang Buddha, artinya bro sendiri belum mampu menyangkalnya bukan ?

Artinya pernyataan itu memang benar adanya bukan ?

Hasan Teguh

Quote from: Sumedho on 22 May 2010, 01:10:49 PM
Dikatakan bahwa orang yg meyakini bahwa pancakhanda bukan diri adalah dalam jalan pemasuk arus. Orang yg sudah melihat/mengalami itu adalah seorang pemasuk arus.
Disini menyakini = kepercayaan/iman belaka juga diperlukan ya?

Indra

Quote from: Hasan Teguh on 22 May 2010, 05:56:04 PM
Quote from: Sumedho on 22 May 2010, 01:10:49 PM
Yang bisa menyangkal? Ada. Sang Buddha.
Dengan menjawab Sang Buddha, artinya bro sendiri belum mampu menyangkalnya bukan ?

Artinya pernyataan itu memang benar adanya bukan ?

Bro Hasan,

Pak Hudoyo dulunya adalah member aktif di forum ini, dan di masa lalu itu sering terjadi diskusi mengarah ke perdebatan, sebagian besar karena Pak Hudoyo tidak menganggap argumentasi yg berdasarkan Tipitaka itu valid, jadi tentu saja susah sekali untuk berbantahan dengan Pak Hudoyo yg selalu merujuk pada pengalaman pribadinya sendiri. bahkan jika ada member di sini yang telah mencapai Arahat juga belum tentu bisa membantah statement itu, saya setuju dengan Pak Sumedho bahwa hanya seorang Buddha yang mampu membantahnya.

di atas Pak Sumedho telah menyebutkan rujukan Sutta yang mengatakan bahwa tidak perlu Arahat untuk dapat memahami Anatta.

Hasan Teguh

Quote from: Sumedho on 22 May 2010, 04:00:32 PM
dengan Sutta yg sama, bisa membuat orang memahami dan hancurlah tanha dan tidak melekat lagi
Ada kemungkinan dengan Sutta yang sama, membuat si pendengar makin tersesat ?
(cuman minta pendapat saja) :D

fabian c

Quote from: Hasan Teguh on 22 May 2010, 06:01:07 PM
Quote from: Sumedho on 22 May 2010, 01:10:49 PM
Dikatakan bahwa orang yg meyakini bahwa pancakhanda bukan diri adalah dalam jalan pemasuk arus. Orang yg sudah melihat/mengalami itu adalah seorang pemasuk arus.
Disini menyakini = kepercayaan/iman belaka juga diperlukan ya?
Quote from: Hasan Teguh on 22 May 2010, 06:07:21 PM
Quote from: Sumedho on 22 May 2010, 04:00:32 PM
dengan Sutta yg sama, bisa membuat orang memahami dan hancurlah tanha dan tidak melekat lagi
Ada kemungkinan dengan Sutta yang sama, membuat si pendengar makin tersesat ?
(cuman minta pendapat saja) :D

Ikut nimbrung juga ah.... :)
Bro Hasan yang baik, pengalaman anatta sudah diterangkan oleh penguasa jagad Dhammacitta yaitu tidak harus arahat karena pengalaman ini berkaitan dengan pengalaman lain yang merupakan satu kesatuan, yaitu pengalaman anicca dan pengalaman dukkha.

Banyak siswa meditasi Vipassana mengalami hal ini. Jadi pengalaman membuktikan secara langsung mengenai anicca, dukkha dan anatta ini.

Ajaran Buddha bukan mendasarkan ajarannya pada keyakinan atau iman.
Ajaran Sang Buddha mendasarkan Ajarannya pada pengalaman praktek, pengertian dan kebijaksanaan (practice, wisdom dan understanding)

Demikian pentingnya praktek dan pengalaman ini, sehingga mereka yang belum mengalami kebenaran tertinggi (Ultimate Truth/Nibbana) bahkan belum dianggap siswa yang sesungguhnya (belum sekha). Mereka yang belum mengalami Kebenaran Tertinggi masih dianggap umat awam, walau ia mampu menghafal Tipitaka (yang berjumlah 41 buku) beserta komentar dan subkomentar yang jumlahnya bahkan lebih banyak dari Tipitaka.

_/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Jerry

Kalo menurut saya sih.. Arahant merealisasi anatta dalam pengalaman utuh sementara non-arahant masih dalam bentuk sepotong-potong. Sang Buddha tidak akan membuat pernyataan berbentuk dikotomi terpisahkan begitu saja tanpa solusi. Karena seorang arahant juga awalnya seorang awam belaka. Jadi tidak penting bagi Sang Buddha untuk membuat dikotomi demikian, melainkan lebih penting adalah bagaimana mencapai realisasi (pativedha) dari doktrin anatta sehingga seorang awam dapat menjadi arahant.

Anggaplah apa yang Bro HT quote itu benar, so what? ??? Apa point yang hendak disampaikan di situ? Sekadar pancingan debat intelektual antar sesama non-arahant?
appamadena sampadetha

Indra

Quote from: Jerry on 22 May 2010, 07:14:17 PM
Kalo menurut saya sih.. Arahant merealisasi anatta dalam pengalaman utuh sementara non-arahant masih dalam bentuk sepotong-potong. Sang Buddha tidak akan membuat pernyataan berbentuk dikotomi terpisahkan begitu saja tanpa solusi. Karena seorang arahant juga awalnya seorang awam belaka. Jadi tidak penting bagi Sang Buddha untuk membuat dikotomi demikian, melainkan lebih penting adalah bagaimana mencapai realisasi (pativedha) dari doktrin anatta sehingga seorang awam dapat menjadi arahant.

Anggaplah apa yang Bro HT quote itu benar, so what? ??? Apa point yang hendak disampaikan di situ? Sekadar pancingan debat intelektual antar sesama non-arahant?

saya paham maksud yg hendak anda sampaikan, tapi apa maksudnya sepotong-sepotong? apakah anatta sebagian? jasmani adalah tanpa diri kecuali bagian kepala, begitu?