Kebenaran adalah satu atau banyak!

Started by Peacemind, 13 April 2010, 02:48:47 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

ronin

kalau menurut saya..kebenaran cuma ada 1 yaitu nibana..Sang Buddha menjelaskan segala sesuatu pasti disesuaikan dgn kondisi dr batin penerima khotbah..thx
:))

sukuhong

Kebenaran adalah satu.
dari awal sampai ujung2 nya yang dimaksud semua adalah NIBBANA
kam sia

Jerry

Dikatakan "Nibbanam paramam sukham", nibbana adalah kebahagiaan tertinggi. Jika nibbana identik dengan kebahagiaan (sukha) dan samsara identik dengan penderitaan (dukkha). Sedangkan kebenaran hanya 1 yaitu Nibbana, bagaimana dengan dukkha? Apakah dukkha itu bukan sebuah kebenaran?
appamadena sampadetha

seniya

Dalam konsep Mahayana, Nirvana (Nibbana) tidak berbeda dengan samsara. Maka jika Nirvana adalah kebenaran,tentu samsara (dukkha) juga adalah kebenaran yang sama.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

seniya

Dalam konsep Mahayana, Nirvana (Nibbana) tidak berbeda dengan samsara. Maka jika Nirvana adalah kebenaran,tentu samsara (dukkha) juga adalah kebenaran yang sama.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Nevada

Quote from: Peacemind on 14 April 2010, 03:52:47 PM
Penjelasan yang luar biasa. Namun saya melihat penjelasan mengenai kebenaran hanya ada satu hanya mencakup tentang tentang kebenaran dukkha, sebab dukkha dan jalan untuk melenyapkan dukkha saja. Segala sesuatu timbul karena sebab: 'segala sesuatu = dukkha, karena sebab = dukkhasamudaya. Sementara itu, kalimat, 'ada cara untuk menghentikan penyebab selanjutnya' merupakan kata lain sebagai dukkhanirodhagaminipatipada / jalan untuk melenyapkan dukkha. Dalam penjelasan ini, dukkhanirodha / lenyapnya dukkha / nibbāna tidak disebutkan.

Pendapat Anda benar. Namun saya ingin menambahkan, bahwa...

Jika dikatakan "ada cara atau jalan untuk menghentikan penyebab selanjutnya", itu artinya "ada cara atau jalan untuk mencapai pembebasan (Nibbana)". Jika cara atau jalan ini merupakan salah satu Kebenaran, maka buah dari jalan ini pun merupakan Kebenaran. Jadi Nibbana merupakan Kebenaran juga, walaupun dinyatakan secara tersirat di syair itu.

Peacemind

Quote from: upasaka on 15 April 2010, 01:23:00 PM
Quote from: Peacemind on 14 April 2010, 03:52:47 PM
Penjelasan yang luar biasa. Namun saya melihat penjelasan mengenai kebenaran hanya ada satu hanya mencakup tentang tentang kebenaran dukkha, sebab dukkha dan jalan untuk melenyapkan dukkha saja. Segala sesuatu timbul karena sebab: 'segala sesuatu = dukkha, karena sebab = dukkhasamudaya. Sementara itu, kalimat, 'ada cara untuk menghentikan penyebab selanjutnya' merupakan kata lain sebagai dukkhanirodhagaminipatipada / jalan untuk melenyapkan dukkha. Dalam penjelasan ini, dukkhanirodha / lenyapnya dukkha / nibbāna tidak disebutkan.

Pendapat Anda benar. Namun saya ingin menambahkan, bahwa...

Jika dikatakan "ada cara atau jalan untuk menghentikan penyebab selanjutnya", itu artinya "ada cara atau jalan untuk mencapai pembebasan (Nibbana)". Jika cara atau jalan ini merupakan salah satu Kebenaran, maka buah dari jalan ini pun merupakan Kebenaran. Jadi Nibbana merupakan Kebenaran juga, walaupun dinyatakan secara tersirat di syair itu.

Hmm... it makes sense. Setuju!

Btw, sebagai informasi saja, menurut kitab komentar, empat paramatthadhamma dalam Abhidhamma yang disebut di awal thread ini  terutama dalam hal ini citta, cetasika dan rūpa dikatakan sebagai kebenaran tertinggi karena mereka hanya menunjukkan hakekat sesungguhnya fenomena  tanpa adanya embel-embel 'diri / aku'. Ini juga bisa diartikan bahwa ketika seseorang melihat fenomena batin dan jasmani sebagai mana adanya tanpa campur tangan, bahwa mereka "milikku, aku dan diriku", di sana yang memanifestasikan sifat alamnya adalah hanya citta, cetasika dan rupa. Oleh karena itu, tiga hal ini pun dikatakan sebagai kebenaran tertinggi.

Kebetulan sekitar 2 bulan yang lalu saya pernah bertanya ke seorang ahli Abhidhamma Nina Van Gorkom tentang mengapa citta, cetasika dan rūpa juga merupakan kebenaran tertinggi. Ia menjawab karena ketiga hal ini sudah tidak bisa dibagi lagi.

Ada pendapat?

Peacemind

Quote from: seniya on 15 April 2010, 12:43:57 PM
Dalam konsep Mahayana, Nirvana (Nibbana) tidak berbeda dengan samsara. Maka jika Nirvana adalah kebenaran,tentu samsara (dukkha) juga adalah kebenaran yang sama.

Bhikshu Nagarjuna mengatakan nirvana dan samsara sama atas dasar karena keduanya adalah sunyata / kosong. Tapi  apakah jika alam samsara yang masih ada LMD bisa disamakan sebagai nibbāna yang bebas dari LMD? Tampaknya harus tetap dibedakan. :D

Kelana

Saya sependapat dengan Sdr. Tesla dan Sdr. Upasaka. Singkatnya, kebenaran itu hanya satu, namun cara mempresentasikannya yang bermacam-macam.
GKBU

_/\_ suvatthi hotu


- finire -

seniya

Quote from: Peacemind on 15 April 2010, 07:42:59 PM
Quote from: seniya on 15 April 2010, 12:43:57 PM
Dalam konsep Mahayana, Nirvana (Nibbana) tidak berbeda dengan samsara. Maka jika Nirvana adalah kebenaran,tentu samsara (dukkha) juga adalah kebenaran yang sama.

Bhikshu Nagarjuna mengatakan nirvana dan samsara sama atas dasar karena keduanya adalah sunyata / kosong. Tapi  apakah jika alam samsara yang masih ada LMD bisa disamakan sebagai nibbāna yang bebas dari LMD? Tampaknya harus tetap dibedakan. :D

Bukankah adalah suatu kebenaran tertinggi bahwa semua dharma adalah kosong/sunyata,termasuk samsara,pancaskandha,maupun Nirvana?
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

hendrako

Quote from: seniya on 15 April 2010, 10:16:09 PM
Quote from: Peacemind on 15 April 2010, 07:42:59 PM
Quote from: seniya on 15 April 2010, 12:43:57 PM
Dalam konsep Mahayana, Nirvana (Nibbana) tidak berbeda dengan samsara. Maka jika Nirvana adalah kebenaran,tentu samsara (dukkha) juga adalah kebenaran yang sama.

Bhikshu Nagarjuna mengatakan nirvana dan samsara sama atas dasar karena keduanya adalah sunyata / kosong. Tapi  apakah jika alam samsara yang masih ada LMD bisa disamakan sebagai nibbāna yang bebas dari LMD? Tampaknya harus tetap dibedakan. :D

Bukankah adalah suatu kebenaran tertinggi bahwa semua dharma adalah kosong/sunyata,termasuk samsara,pancaskandha,maupun Nirvana?

                 ~o)
           .................

   .....Manteb, Bro/Sis.....
            (grp send)

               _/\_
yaa... gitu deh

fabian c

#41
Quote from: seniya on 15 April 2010, 10:16:09 PM
Quote from: Peacemind on 15 April 2010, 07:42:59 PM
Quote from: seniya on 15 April 2010, 12:43:57 PM
Dalam konsep Mahayana, Nirvana (Nibbana) tidak berbeda dengan samsara. Maka jika Nirvana adalah kebenaran,tentu samsara (dukkha) juga adalah kebenaran yang sama.

Bhikshu Nagarjuna mengatakan nirvana dan samsara sama atas dasar karena keduanya adalah sunyata / kosong. Tapi  apakah jika alam samsara yang masih ada LMD bisa disamakan sebagai nibbāna yang bebas dari LMD? Tampaknya harus tetap dibedakan. :D

Bukankah adalah suatu kebenaran tertinggi bahwa semua dharma adalah kosong/sunyata,termasuk samsara,pancaskandha,maupun Nirvana?

Bro Seniya yang baik, konsep kekosongan terhadap segala sesuatu berasal dari konsep maya. Sebenarnya ada perbedaan sedikit antara konsep Mahayana dengan Theravada mengenai hal ini. Pokok pemikiran Theravada berdasarkan Tipitaka tidak terlibat pada pemahaman kosong atau isi.

Selalu hanya dikatakan bahwa segala sesuatu akan berubah (anicca). Segala sesuatu ada pada waktu dia muncul, dan lenyap pada waktu dia berhenti. Segala sesuatu muncul dari suatu sebab, dan akan lenyap kembali.

Pernah ada suatu diskusi demikian, ada pendapat yang mengatakan seperti bro seniya, kita semua pada dasarnya tidak ada dan kosong, berarti si A kosong (tidak ada) dan si B juga kosong (tidak ada). Bila kedua-duanya kosong (tidak ada) maka bila si A membunuh si B seharusnya tidak berbuah kamma kan? Karena sebenarnya Si B tidak ada, berarti sebenarnya tidak ada yang dibunuh, jadi karena tak ada yang dibunuh berarti tak ada kamma vipaka.

Demikian juga dengan si A, karena si A pada dasarnya tidak ada maka sebenarnya tidak ada yang membunuh, ya kan...? Karena tidak ada yang membunuh, berarti sebenarnya tak ada pembunuhan, ya kan?

Demikian seterusnya, dan hal ini juga berlaku untuk hal-hal yang lain, misalnya mencuri, berdana dll.

Ini hanya sekedar bahan pemikiran untuk kita semua.

_/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

seniya

 [at] hendrako:
Thx,bro. Tp aku msh bro kok,gak jd sis. Wkwkwkwk....

[at] fabian:
Sungguh beruntung saya dapat berdiskusi dg anda. Secara pribadi saya menyukai tulisan anda tentang kosmologi Buddhis,apalagi saya memang tertarik dg hal2 berbau astronomi.

Menurut pemahaman saya (krn basic saya juga di Theravada),sunyata bukan berarti kosong/hampa atau tidak ada isinya,namun sunyata bermakna bahwa segala sesuatu hanyalah perpaduan unsur2 di mana tidak terdapat unsur substansial yg dapat berdiri sendiri & dikatakan sbg intinya (anatta). Mungkin ada perbedaan antara konsep anatta & sunyata yg tdk saya ketahui,namun secara mendasar keduanya sama memandang semua dharma adalah tanpa eksistensi sesuatu yg substansial.

Soal tanggung jawab moral tetap ada walaupun tidak ada substansi utama. Dlm Milinda Panha dikatakan bahwa melalui nama rupa ini suatu perbuatan/kamma dilakukan,karena kamma tsb nama rupa baru pada kehidupan mendatang terbentuk. Walaupun tidak ada sesuatu yg berpindah dari satu kehidupan ke kehidupan mendatang,namun kamma menghubungkan keduanya,karenanya nama rupa baru tetap bertanggung jawab atas perbuatan nama rupa sebelumnya. CMIIW (Penjelasannya singkat saja karena sepertinya sudah OOT)
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

wen78

 [at] fabian

untuk "kosong" dan "isi", rasanya paling tepat penganalogiannya menggunakan kedewasaan.

kita anggap kedewasaan adalah sebuah nirvana. dari kecil hingga dewasa belajar dan melatih untuk menjadi dewasa.
ketika kecil, kedewasaan adalah sesuatu yg "isi", ketika sudah menjadi dewasa, kedewasaan menjadi seolah2 sesuatu yg "kosong".
sewaktu kecil mengidam2kan sebuah kedewasaan, dan setelah mencapainya dan org lain menyebut "kamu sudah dewasa ya...".
kedewasaan sudah menjadi satu dengan diri yg menjadikan seolah2 kedewasaan itu tidak ada karena kedewasaan itu adalah bagian dari diri, tetapi kedewasaan ini tetap ada karena diri telah menjadi dewasa.

mungkin ini yg dimaksudkan oleh bro seniya, bahwa sebenarnya semuanya adalah "kosong".
"kosong" tapi "isi".
segala post saya yg tidak berdasarkan sumber yg otentik yaitu Tripitaka, adalah post yg tidak sah yg dapat mengakibatkan kesalahanpahaman dalam memahami Buddhism. dengan demikian, mohon abaikan semua statement saya di forum ini, karena saya tidak menyertakan sumber yg otentik yaitu Tripitaka.

ryu

kosong adalah kosong, isi adalah isi itu adalah yang benar
kalau kosong adalah isi dan isi adalah kosong sepertinya menunjukan pada dualitas.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))