[Akusala] garuka-kamma, termasuk menghina buddha kah?

Started by marcedes, 22 August 2009, 05:58:17 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

markosprawira

Mengenai akusala garuka kamma bisa dibaca di Parikuppa Sutta; Anguttara Nikaya 5.129.


"There are these five inhabitants of the states of deprivation, inhabitants of hell, who are in agony & incurable. Which five?
One who has killed his/her mother,
one who has killed his/her father,
one who has killed an arahant,
one who — with a corrupted mind — has caused the blood of a Tathagata to flow, and
one who has caused a split in the Sangha.
These are the five inhabitants of the states of deprivation, inhabitants of hell, who are in agony & incurable."


Kalau mengenai kusala garuka kamma sih selama ini biasanya baca di abhidhammattasangaha, belom pernah ketemu sutta-nya

markosprawira

Quote from: Kainyn_Kutho on 02 October 2009, 04:53:14 PM
Kusala garuka kamma, saya tidak punya rujukan sutta-nya. Bahkan yang akusala pun tidak tahu ada di mana, hanya saja sering dibicarakan. Kalau dilihat dari "berat"-nya, sepertinya kebaikan dan keburukan yang dilakukan terhadap orang tua atau para ariya, tetap menghasilkan kamma berat. Hanya saja lebih umum dikenal akusala garuka kamma karena bersifat anantariya atau pasti terjadi pada kehidupan sekarang/berikutnya, sedangkan tidak demikian dengan garuka kusala kamma. Misalnya mencapai jhana termasuk kusala garuka kamma, tetapi tidak termasuk anantariya kamma. Contohnya Devadatta yang telah mencapai semua lokiya jhana, tidak terlahir di alam Brahma, namun di Avici.

Setahu saya, kusala kamma yang bersifat anantariya adalah pencapaian kesucian, di mana ketika seseorang mencapai kesucian, akar untuk melakukan anantariya akusala garuka kamma sudah hancur sama sekali, serta kamma apa pun tidak akan merintangi pencapaian kearahatannya. 




sifat anantariya yg pasti akan berbuah di 1 kehidupan yg akan datang, juga dimiliki oleh para pencapai jhana, bro....

hal ini dikarenakan konsentrasi mereka sudah sedemikian kuat, mereka sudah ahli dalam konsentrasi sehingga saat akan meninggal, citta terakhir yg muncul adalah jhana citta (mahagatta kusala citta 9) dan batin mereka akan selaras dengan alam brahma dan menjadi jhanalabhi (mahluk jhana)

kira2 demikian penjelasan mengenai anantariya untuk jhana


markosprawira

Quote from: upasaka on 02 October 2009, 05:54:25 PM
Untuk dapat terlahir di Alam Brahma, seseorang harus meninggal dalam kondisi jhana. Seseorang yang sudah mencapai jhana namun bila meninggal dalam kondisi penuh kebencian pun sebenarnya bisa terlahir di Alam Niraya.

Saya sampai saat ini juga belum menemukan rujukan sutta tentang Garuka Kamma. Namun dalam Teks Tipitaka seh memang ditunjukkan secara implisit; bahwa membunuh ayah, membunuh ibu, memecah-belah Sangha, membunuh Arahanta, melukai Sang Buddha, akan mengakibatkan terlahir di Avici. Banyak sutta yang menceritakan hal ini; seperti kehidupan lalu Mahamoggalana yang membunuh kedua orangtuanya sehingga ia akhirnya diceritakan bertumimbal lahir di Avici. Juga Devadatta yang memecah-belah Sangha dan melukai Sang Buddha, juga diceritakan bertumimbal-lahir di Avici.

Karena belum jelasnya rujukan ini, seringkali kita menderngar referensi yang menyatakan bahwa menyebarkan ajaran sesat juga bisa mengakibatkan si pelaku bertumimbal lahir di Niraya Avici.

sayangnya di parikuppa sutta hanya menyebutkan 5 akusala garuka kamma aja bro..... mengenai ajaran sesat, itu ada di mazhab lain yg saya juga sering dengar, bahwa ajaran sesat itu masuk avici

markosprawira

Quote from: upasaka on 02 October 2009, 11:18:40 PM
Sekadar pendapat pribadi; menurut saya akusala garuka kamma adalah tindakan yang pasti akan menyebabkan kelahiran kembali di Niraya Avici. Di luar itu, seseorang juga bisa terlahir ke Niraya Avici apabila melakukan banyak sekali kamma buruk. Jadi tidak harus melakukan salah satu dari akusala garuka kamma untuk dapat terlahir di Niraya Avici.

dear bro

berikut referensi yg saya dapat dari abhidhammattasangaha:

Pembagian akusala kamma dalam alam neraka:
1. membunuh manusia : terlahir di alam sanjiva niraya dan kalasutta niraya
2. membunuh binatang : terlahir di alam sanghata niraya dan roruva niraya
3. mencuri : terlahir di alam maharoruva niraya
4. membakar kota : terlahir di alam tapana niraya
5. mempunyai pandangan salah : terlahir di alam mahatapana niraya
6. 5 akusala garuka kamma : terlahir di alam avici niraya

Nevada

Quote from: markosprawira on 03 October 2009, 01:59:45 AM
Quote from: upasaka on 02 October 2009, 05:54:25 PM
Untuk dapat terlahir di Alam Brahma, seseorang harus meninggal dalam kondisi jhana. Seseorang yang sudah mencapai jhana namun bila meninggal dalam kondisi penuh kebencian pun sebenarnya bisa terlahir di Alam Niraya.

Saya sampai saat ini juga belum menemukan rujukan sutta tentang Garuka Kamma. Namun dalam Teks Tipitaka seh memang ditunjukkan secara implisit; bahwa membunuh ayah, membunuh ibu, memecah-belah Sangha, membunuh Arahanta, melukai Sang Buddha, akan mengakibatkan terlahir di Avici. Banyak sutta yang menceritakan hal ini; seperti kehidupan lalu Mahamoggalana yang membunuh kedua orangtuanya sehingga ia akhirnya diceritakan bertumimbal lahir di Avici. Juga Devadatta yang memecah-belah Sangha dan melukai Sang Buddha, juga diceritakan bertumimbal-lahir di Avici.

Karena belum jelasnya rujukan ini, seringkali kita menderngar referensi yang menyatakan bahwa menyebarkan ajaran sesat juga bisa mengakibatkan si pelaku bertumimbal lahir di Niraya Avici.

sayangnya di parikuppa sutta hanya menyebutkan 5 akusala garuka kamma aja bro..... mengenai ajaran sesat, itu ada di mazhab lain yg saya juga sering dengar, bahwa ajaran sesat itu masuk avici


Ya, seringkali banyak referensi yang simpang-siur seputar hal ini. Tapi karena Parikuppa Sutta sudah menguraikannya, maka hal ini sudah menjadi jelas kiranya.


Quote from: markosprawira on 03 October 2009, 02:04:40 AM
Quote from: upasaka on 02 October 2009, 11:18:40 PM
Sekadar pendapat pribadi; menurut saya akusala garuka kamma adalah tindakan yang pasti akan menyebabkan kelahiran kembali di Niraya Avici. Di luar itu, seseorang juga bisa terlahir ke Niraya Avici apabila melakukan banyak sekali kamma buruk. Jadi tidak harus melakukan salah satu dari akusala garuka kamma untuk dapat terlahir di Niraya Avici.

dear bro

berikut referensi yg saya dapat dari abhidhammattasangaha:

Pembagian akusala kamma dalam alam neraka:
1. membunuh manusia : terlahir di alam sanjiva niraya dan kalasutta niraya
2. membunuh binatang : terlahir di alam sanghata niraya dan roruva niraya
3. mencuri : terlahir di alam maharoruva niraya
4. membakar kota : terlahir di alam tapana niraya
5. mempunyai pandangan salah : terlahir di alam mahatapana niraya
6. 5 akusala garuka kamma : terlahir di alam avici niraya

Terimakasih atas referensinya. :)

K.K.

Quote from: markosprawira on 03 October 2009, 01:57:47 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 02 October 2009, 04:53:14 PM
Kusala garuka kamma, saya tidak punya rujukan sutta-nya. Bahkan yang akusala pun tidak tahu ada di mana, hanya saja sering dibicarakan. Kalau dilihat dari "berat"-nya, sepertinya kebaikan dan keburukan yang dilakukan terhadap orang tua atau para ariya, tetap menghasilkan kamma berat. Hanya saja lebih umum dikenal akusala garuka kamma karena bersifat anantariya atau pasti terjadi pada kehidupan sekarang/berikutnya, sedangkan tidak demikian dengan garuka kusala kamma. Misalnya mencapai jhana termasuk kusala garuka kamma, tetapi tidak termasuk anantariya kamma. Contohnya Devadatta yang telah mencapai semua lokiya jhana, tidak terlahir di alam Brahma, namun di Avici.

Setahu saya, kusala kamma yang bersifat anantariya adalah pencapaian kesucian, di mana ketika seseorang mencapai kesucian, akar untuk melakukan anantariya akusala garuka kamma sudah hancur sama sekali, serta kamma apa pun tidak akan merintangi pencapaian kearahatannya. 




sifat anantariya yg pasti akan berbuah di 1 kehidupan yg akan datang, juga dimiliki oleh para pencapai jhana, bro....

hal ini dikarenakan konsentrasi mereka sudah sedemikian kuat, mereka sudah ahli dalam konsentrasi sehingga saat akan meninggal, citta terakhir yg muncul adalah jhana citta (mahagatta kusala citta 9) dan batin mereka akan selaras dengan alam brahma dan menjadi jhanalabhi (mahluk jhana)

kira2 demikian penjelasan mengenai anantariya untuk jhana



Yang saya maksud adalah setelah seseorang mencapai jhana, lalu kehilangan jhananya seperti hal-nya devadatta, maka garuka kamma tersebut tidak berbuah dalam kehidupan berikutnya.
Berbeda dengan seseorang melakukan anantariya akusala garuka kamma, seperti halnya Ajatasattu, yang walaupun sudah tidak membenci ayahnya dan juga berbuat jasa sangat banyak terhadap Buddha-sasana, tetap saja kamma itu berbuah dalam kehidupan selanjutnya. Jadi apa pun yang diperbuat selanjutnya, tetap tidak bisa menghalanginya berbuah (anantariya).





Quote from: upasaka on 02 October 2009, 05:54:25 PM
Untuk dapat terlahir di Alam Brahma, seseorang harus meninggal dalam kondisi jhana. Seseorang yang sudah mencapai jhana namun bila meninggal dalam kondisi penuh kebencian pun sebenarnya bisa terlahir di Alam Niraya.

Saya sampai saat ini juga belum menemukan rujukan sutta tentang Garuka Kamma. Namun dalam Teks Tipitaka seh memang ditunjukkan secara implisit; bahwa membunuh ayah, membunuh ibu, memecah-belah Sangha, membunuh Arahanta, melukai Sang Buddha, akan mengakibatkan terlahir di Avici. Banyak sutta yang menceritakan hal ini; seperti kehidupan lalu Mahamoggalana yang membunuh kedua orangtuanya sehingga ia akhirnya diceritakan bertumimbal lahir di Avici. Juga Devadatta yang memecah-belah Sangha dan melukai Sang Buddha, juga diceritakan bertumimbal-lahir di Avici.

Karena belum jelasnya rujukan ini, seringkali kita menderngar referensi yang menyatakan bahwa menyebarkan ajaran sesat juga bisa mengakibatkan si pelaku bertumimbal lahir di Niraya Avici.

Pikiran sesaat sebelum meninggal tergolong dalam Asanna Kamma, bukan garuka kamma. Tanpa melakukan akusala garuka kamma pun, jika sesaat sebelum meninggal pikirannya terarah pada hal yang tidak baik, bisa terlahir di alam yang sangat buruk, termasuk Avici Niraya. Contohnya adalah Ratu Malika yang pikirannya sangat kacau karena mengingat kebohongannya pada Raja Pasenadi, terlahir di Avici Niraya selama 7 hari.

Mencapai alam Brahma juga bukan hanya dengan jhana menjelang kematian. Ketika seseorang meninggal dengan pikiran penuh kasih (metta/karuna/mudita), pikiran seimbang (upekkha), atau tanpa nafsu indriah, walaupun belum mencapai jhana, maka ia bisa terlahir di antara Brahma. Misalnya kisah dalam Dhammapada Atthakatha 338-343, di mana seorang putri raja yang melihat belatung di kakus, ia menyadari "kekotoran tubuh", dan ketika meninggal, ia terlahir kembali di alam Brahma.


Nevada

Quote from: Kainyn_Kutho on 03 October 2009, 09:39:54 AM
Quote from: upasaka on 02 October 2009, 05:54:25 PM
Untuk dapat terlahir di Alam Brahma, seseorang harus meninggal dalam kondisi jhana. Seseorang yang sudah mencapai jhana namun bila meninggal dalam kondisi penuh kebencian pun sebenarnya bisa terlahir di Alam Niraya.

Saya sampai saat ini juga belum menemukan rujukan sutta tentang Garuka Kamma. Namun dalam Teks Tipitaka seh memang ditunjukkan secara implisit; bahwa membunuh ayah, membunuh ibu, memecah-belah Sangha, membunuh Arahanta, melukai Sang Buddha, akan mengakibatkan terlahir di Avici. Banyak sutta yang menceritakan hal ini; seperti kehidupan lalu Mahamoggalana yang membunuh kedua orangtuanya sehingga ia akhirnya diceritakan bertumimbal lahir di Avici. Juga Devadatta yang memecah-belah Sangha dan melukai Sang Buddha, juga diceritakan bertumimbal-lahir di Avici.

Karena belum jelasnya rujukan ini, seringkali kita menderngar referensi yang menyatakan bahwa menyebarkan ajaran sesat juga bisa mengakibatkan si pelaku bertumimbal lahir di Niraya Avici.

Pikiran sesaat sebelum meninggal tergolong dalam Asanna Kamma, bukan garuka kamma. Tanpa melakukan akusala garuka kamma pun, jika sesaat sebelum meninggal pikirannya terarah pada hal yang tidak baik, bisa terlahir di alam yang sangat buruk, termasuk Avici Niraya. Contohnya adalah Ratu Malika yang pikirannya sangat kacau karena mengingat kebohongannya pada Raja Pasenadi, terlahir di Avici Niraya selama 7 hari.

Mencapai alam Brahma juga bukan hanya dengan jhana menjelang kematian. Ketika seseorang meninggal dengan pikiran penuh kasih (metta/karuna/mudita), pikiran seimbang (upekkha), atau tanpa nafsu indriah, walaupun belum mencapai jhana, maka ia bisa terlahir di antara Brahma. Misalnya kisah dalam Dhammapada Atthakatha 338-343, di mana seorang putri raja yang melihat belatung di kakus, ia menyadari "kekotoran tubuh", dan ketika meninggal, ia terlahir kembali di alam Brahma.

Benar. Saya tidak menyatakan bahwa pikiran yang penuh kebencian adalah kusala garuka kamma. Yang saya sampaikan di postingan sebelumnya adalah; bahwa karena pikiran yang penuh kebencian menjelang kematian, seseorang juga bisa terlahir ke Alam Niraya.

Benar lagi. Sang Buddha dalam Digha Nikaya pernah menyatakan kepada beberapa brahmana muda, bahwa sifat dari makhluk brahma adalah penuh metta, karuna, mudita, dan upekkha. Maka dengan mengembangkan keempat hal ini (Brahmavihara), seseorang sudah mengondisikan kehidupannya menjadi lebih baik; dan membuka kesempatan baginya untuk terlahir di Alam Brahma. Saya juga berpendapat bahwa batin seseorang yang berada dalam Brahmavihara menjelang kematian, bisa mengakibatkan dirinya terlahir kembali ke Alam Brahma.

Jadi saya ingin meralat sedikit tentang postingan saya sebelumnya. Bahwa seseorang yang meninggal dalam kondisi jhana akan mengakibatkan dirinya terlahir kembali di Alam Brahma. Namun batin orang yang berada dalam Brahmavihara, juga bisa mengakibatkan dirinya terlahir di Alam Brahma. :)

Lily W

#82
Quote from: Kainyn_Kutho on 03 October 2009, 09:39:54 AM
Quote from: markosprawira on 03 October 2009, 01:57:47 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 02 October 2009, 04:53:14 PM
Kusala garuka kamma, saya tidak punya rujukan sutta-nya. Bahkan yang akusala pun tidak tahu ada di mana, hanya saja sering dibicarakan. Kalau dilihat dari "berat"-nya, sepertinya kebaikan dan keburukan yang dilakukan terhadap orang tua atau para ariya, tetap menghasilkan kamma berat. Hanya saja lebih umum dikenal akusala garuka kamma karena bersifat anantariya atau pasti terjadi pada kehidupan sekarang/berikutnya, sedangkan tidak demikian dengan garuka kusala kamma. Misalnya mencapai jhana termasuk kusala garuka kamma, tetapi tidak termasuk anantariya kamma. Contohnya Devadatta yang telah mencapai semua lokiya jhana, tidak terlahir di alam Brahma, namun di Avici.

Setahu saya, kusala kamma yang bersifat anantariya adalah pencapaian kesucian, di mana ketika seseorang mencapai kesucian, akar untuk melakukan anantariya akusala garuka kamma sudah hancur sama sekali, serta kamma apa pun tidak akan merintangi pencapaian kearahatannya.  




sifat anantariya yg pasti akan berbuah di 1 kehidupan yg akan datang, juga dimiliki oleh para pencapai jhana, bro....

hal ini dikarenakan konsentrasi mereka sudah sedemikian kuat, mereka sudah ahli dalam konsentrasi sehingga saat akan meninggal, citta terakhir yg muncul adalah jhana citta (mahagatta kusala citta 9) dan batin mereka akan selaras dengan alam brahma dan menjadi jhanalabhi (mahluk jhana)

kira2 demikian penjelasan mengenai anantariya untuk jhana



Yang saya maksud adalah setelah seseorang mencapai jhana, lalu kehilangan jhananya seperti hal-nya devadatta, maka garuka kamma tersebut tidak berbuah dalam kehidupan berikutnya.
Berbeda dengan seseorang melakukan anantariya akusala garuka kamma, seperti halnya Ajatasattu, yang walaupun sudah tidak membenci ayahnya dan juga berbuat jasa sangat banyak terhadap Buddha-sasana, tetap saja kamma itu berbuah dalam kehidupan selanjutnya. Jadi apa pun yang diperbuat selanjutnya, tetap tidak bisa menghalanginya berbuah (anantariya).





Quote from: upasaka on 02 October 2009, 05:54:25 PM
Untuk dapat terlahir di Alam Brahma, seseorang harus meninggal dalam kondisi jhana. Seseorang yang sudah mencapai jhana namun bila meninggal dalam kondisi penuh kebencian pun sebenarnya bisa terlahir di Alam Niraya.

Saya sampai saat ini juga belum menemukan rujukan sutta tentang Garuka Kamma. Namun dalam Teks Tipitaka seh memang ditunjukkan secara implisit; bahwa membunuh ayah, membunuh ibu, memecah-belah Sangha, membunuh Arahanta, melukai Sang Buddha, akan mengakibatkan terlahir di Avici. Banyak sutta yang menceritakan hal ini; seperti kehidupan lalu Mahamoggalana yang membunuh kedua orangtuanya sehingga ia akhirnya diceritakan bertumimbal lahir di Avici. Juga Devadatta yang memecah-belah Sangha dan melukai Sang Buddha, juga diceritakan bertumimbal-lahir di Avici.

Karena belum jelasnya rujukan ini, seringkali kita menderngar referensi yang menyatakan bahwa menyebarkan ajaran sesat juga bisa mengakibatkan si pelaku bertumimbal lahir di Niraya Avici.

Pikiran sesaat sebelum meninggal tergolong dalam Asanna Kamma, bukan garuka kamma. Tanpa melakukan akusala garuka kamma pun, jika sesaat sebelum meninggal pikirannya terarah pada hal yang tidak baik, bisa terlahir di alam yang sangat buruk, termasuk Avici Niraya. Contohnya adalah Ratu Malika yang pikirannya sangat kacau karena mengingat kebohongannya pada Raja Pasenadi, terlahir di Avici Niraya selama 7 hari.

Mencapai alam Brahma juga bukan hanya dengan jhana menjelang kematian. Ketika seseorang meninggal dengan pikiran penuh kasih (metta/karuna/mudita), pikiran seimbang (upekkha), atau tanpa nafsu indriah, walaupun belum mencapai jhana, maka ia bisa terlahir di antara Brahma. Misalnya kisah dalam Dhammapada Atthakatha 338-343, di mana seorang putri raja yang melihat belatung di kakus, ia menyadari "kekotoran tubuh", dan ketika meninggal, ia terlahir kembali di alam Brahma.

Dalam proses kesadaran menjelang kematian ada kamma (perbuatan), kamma nimitta (simbol perbuatan), gati nimitta (symbol alam2 / tempat yg akan di tuju) sebagai obyek yg pasti.
Kamma Arammana (Obyek berupa perbuatan cth berdana dll), kamma nimitta Arammana (obyek berupa simbol perbuatan cth pisau dll), gati nimitta arammana (obyek berupa symbol alam2/tempat yg akan di tuju cth melihat api dll) yang salah satunya akan timbul dalam proses kesadaran menjelang kematian dan merupakan symbol untuk memberitahukan akan tumimbal lahir di alam kehidupan yang mana. Obyek-obyek itu timbul dengan 4 macam kekuatan kamma, yaitu :
1. Garuka kamma (kamma yg berat)
2. Asanna kamma (perbuatan baik & jahat yang dilakukan oleh seseorang sebelum saat ajalnya. Jika tidak ada garuka kamma, Asanna kamma ini memberikan hasil
3. Acinna Kamma (kamma kebiasaan yang baik dan jahat. Jika tidak ada Garuka kamma dan asanna kamma, acinna kamma yg memberikan hasil.
4. Katatta kamma (kamma yang tidak begitu berat di rasakan akibatnya dari perbuatan-perbuatan yang lampau. Jika tidak ada ke tiga macam kamma di atas, katatta kamma akan memberikan hasil).

Jadi...kalo tidak ada no. 1 (garuka kamma) maka yg terbayang adalah no. 2 (asanna kamma)...kalo tidak ada no. 2 maka yg terbayang adalah no. 3 (acinna kamma)....kalo tidak ada no. 3 maka yg terbayang adalah no. 4 (katatta kamma)... ;D

Oh yah...sebelumnya aku blm pernah dgr bahwa belum mencapai jhana, maka ia bisa terlahir di antara Brahma.

Quotekisah dalam Dhammapada Atthakatha 338-343, di mana seorang putri raja yang melihat belatung di kakus, ia menyadari "kekotoran tubuh", dan ketika meninggal, ia terlahir kembali di alam Brahma.

Kisah itu...ketika dia menyadari...apa yg terjadi di dlm batin dia? hmmm... :-?

_/\_ :lotus:

~ Kakek Guru : "Pikiran adalah Raja Kehidupan"... bahagia dan derita berasal dari Pikiran.
~ Mak Kebo (film BABE) : The Only way you'll find happiness is to accept that the way things are. Is the way things are

Tekkss Katsuo

wew.. mengerikan sekali terlahir sebagai manusia, salah salah masuk neraka, apalagi kalo menjelang kematian, jika tdk mampu mempertahankan kesadarannya ditujuhkan pada hal yg baik, maka yg tdk baik muncul, mengerikan

markosprawira

Quote from: Kainyn_Kutho on 03 October 2009, 09:39:54 AM
Quote from: markosprawira on 03 October 2009, 01:57:47 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 02 October 2009, 04:53:14 PM
Kusala garuka kamma, saya tidak punya rujukan sutta-nya. Bahkan yang akusala pun tidak tahu ada di mana, hanya saja sering dibicarakan. Kalau dilihat dari "berat"-nya, sepertinya kebaikan dan keburukan yang dilakukan terhadap orang tua atau para ariya, tetap menghasilkan kamma berat. Hanya saja lebih umum dikenal akusala garuka kamma karena bersifat anantariya atau pasti terjadi pada kehidupan sekarang/berikutnya, sedangkan tidak demikian dengan garuka kusala kamma. Misalnya mencapai jhana termasuk kusala garuka kamma, tetapi tidak termasuk anantariya kamma. Contohnya Devadatta yang telah mencapai semua lokiya jhana, tidak terlahir di alam Brahma, namun di Avici.

Setahu saya, kusala kamma yang bersifat anantariya adalah pencapaian kesucian, di mana ketika seseorang mencapai kesucian, akar untuk melakukan anantariya akusala garuka kamma sudah hancur sama sekali, serta kamma apa pun tidak akan merintangi pencapaian kearahatannya. 




sifat anantariya yg pasti akan berbuah di 1 kehidupan yg akan datang, juga dimiliki oleh para pencapai jhana, bro....

hal ini dikarenakan konsentrasi mereka sudah sedemikian kuat, mereka sudah ahli dalam konsentrasi sehingga saat akan meninggal, citta terakhir yg muncul adalah jhana citta (mahagatta kusala citta 9) dan batin mereka akan selaras dengan alam brahma dan menjadi jhanalabhi (mahluk jhana)

kira2 demikian penjelasan mengenai anantariya untuk jhana



Yang saya maksud adalah setelah seseorang mencapai jhana, lalu kehilangan jhananya seperti hal-nya devadatta, maka garuka kamma tersebut tidak berbuah dalam kehidupan berikutnya.

Berbeda dengan seseorang melakukan anantariya akusala garuka kamma, seperti halnya Ajatasattu, yang walaupun sudah tidak membenci ayahnya dan juga berbuat jasa sangat banyak terhadap Buddha-sasana, tetap saja kamma itu berbuah dalam kehidupan selanjutnya. Jadi apa pun yang diperbuat selanjutnya, tetap tidak bisa menghalanginya berbuah (anantariya).

dear bro,

aturan dalam garuka kamma (sumber : abhidhammattasangaha) adalah bhw akusala garuka kamma lebih kuat dibanding kusala garuka kamma
hal inilah yg bisa kita lihat dalam kasus devadatta dimana akusala garuka kamma (melukai buddha, memecah belah sangha) yg berbuah terlebih dahulu dibanding kusala garuka kamma (jhana)
namun bukan berarti devadatta kehilangan jhananya loh...... namun kekuatan kusala garuka kamma-nya kalah dibanding akusala-nya

kalo dalam ajatasattu, sudah jelas bhw akusala garuka kamma-nya yg berbuah

namun dalam bnyk kisah pencapaian jhana tanpa ada akusala garuka kamma, sudah pasti menuju alam brahma

semoga pembedaanya jadi jelas yah bro

markosprawira

#85
Quote from: Kainyn_Kutho on 03 October 2009, 09:39:54 AM
Quote from: upasaka on 02 October 2009, 05:54:25 PM
Untuk dapat terlahir di Alam Brahma, seseorang harus meninggal dalam kondisi jhana. Seseorang yang sudah mencapai jhana namun bila meninggal dalam kondisi penuh kebencian pun sebenarnya bisa terlahir di Alam Niraya.

Saya sampai saat ini juga belum menemukan rujukan sutta tentang Garuka Kamma. Namun dalam Teks Tipitaka seh memang ditunjukkan secara implisit; bahwa membunuh ayah, membunuh ibu, memecah-belah Sangha, membunuh Arahanta, melukai Sang Buddha, akan mengakibatkan terlahir di Avici. Banyak sutta yang menceritakan hal ini; seperti kehidupan lalu Mahamoggalana yang membunuh kedua orangtuanya sehingga ia akhirnya diceritakan bertumimbal lahir di Avici. Juga Devadatta yang memecah-belah Sangha dan melukai Sang Buddha, juga diceritakan bertumimbal-lahir di Avici.

Karena belum jelasnya rujukan ini, seringkali kita menderngar referensi yang menyatakan bahwa menyebarkan ajaran sesat juga bisa mengakibatkan si pelaku bertumimbal lahir di Niraya Avici.

Pikiran sesaat sebelum meninggal tergolong dalam Asanna Kamma, bukan garuka kamma. Tanpa melakukan akusala garuka kamma pun, jika sesaat sebelum meninggal pikirannya terarah pada hal yang tidak baik, bisa terlahir di alam yang sangat buruk, termasuk Avici Niraya. Contohnya adalah Ratu Malika yang pikirannya sangat kacau karena mengingat kebohongannya pada Raja Pasenadi, terlahir di Avici Niraya selama 7 hari.

Mencapai alam Brahma juga bukan hanya dengan jhana menjelang kematian. Ketika seseorang meninggal dengan pikiran penuh kasih (metta/karuna/mudita), pikiran seimbang (upekkha), atau tanpa nafsu indriah, walaupun belum mencapai jhana, maka ia bisa terlahir di antara Brahma. Misalnya kisah dalam Dhammapada Atthakatha 338-343, di mana seorang putri raja yang melihat belatung di kakus, ia menyadari "kekotoran tubuh", dan ketika meninggal, ia terlahir kembali di alam Brahma.

berikut dhammapada atthahatha 338 - 343 :

QuoteSyair 338-343 (XXIV:2. Kisah Seekor Induk Babi Muda)

Suatu kesempatan, ketika Sang Buddha sedang berpindapatta di Rajagaha, ia melihat seekor induk babi muda yang kotor dan Beliau tersenyum. Ketika ditanya oleh Ananda, Sang Buddha menjawab, "Ananda, babi ini dulunya adalah seekor ayam betina di masa Buddha Kakusandha. Karena ia tinggal di dekat ruang makan di suatu vihara, ia biasa mendengar pengulangan teks suci dan khotbah Dhamma. Ketika ia mati, ia dilahirkan kembali sebagai seorang putri.

Suatu ketika, saat pergi ke kakus, sang putri melihat belatung dan ia menjadi sadar akan sifat yang menjijikkan dari tubuh. Ketika ia meninggal dunia, ia dilahirkan kembali di alam Brahma sebagai brahma puthujjana; tetapi kemudian karena beberapa perbuatan buruknya, ia dilahirkan kembali sebagai seekor babi betina. Ananda ! Lihat, karena perbuatan baik dan perbuatan buruk tidak ada akhir dari lingkaran kehidupan."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 338 sampai dengan 343 berikut ini :

Sebatang pohon yang telah ditebang masih akan dapat tumbuh dan bersemi lagi apabila akar-akarnya masih kuat dan tidak dihancurkan. Begitu pula selama akar nafsu keinginan tidak dihancurkan, maka penderitaan akan tumbuh berulang kali.

Apabila tiga puluh enam nafsu keinginan di dalam diri seseorang mengalir deras menuju obyek-obyek yang menyenangkan, maka gelombang pikiran yang penuh nafsu akan menyeret orang yang memiliki pandangan salah seperti itu.

Dimana-mana mengalir arus (nafsu-nafsu keinginan); dimana-mana tanaman menjalar tumbuh merambat. Apabila engkau melihat tanaman menjalar (nafsu keinginan) tumbuh tinggi, maka harus kau potong akar-akarnya dengan pisau (kebijaksanaan).

Dalam diri makhluk-makhluk timbul rasa senang mengejar obyek-obyek indria, dan mereka menjadi terikat pada keinginan-keinginan indria. Karena cenderung pada hal-hal yang menyenangkan dan terus mengejar kenikmatan-kenikmatan indria, maka mereka menjadi korban kelahiran dan kelapukan.

Makhluk-makhluk yang terikat pada nafsu keinginan, berlarian kian kemari seperti seekor kelinci yang terjebak. Karena terikat erat oleh belenggu-belenggu dan ikatan-ikatan, maka mereka mengalami penderitaan untuk waktu yang lama.

Makhluk-makhluk yang terikat pada nafsu keinginan, berlarian kian kemari seperti seekor kelinci yang terjebak. Karena itu seorang bhikkhu yang menginginkan kebebasan diri, hendaknya ia membuang segala nafsu-nafsu keinginannya.

disini saya justru melihat bhw si putri mempraktekkan meditasi asubha karena dalam pernyataan diatas bhw si putri menjadi brahma putthujhana, bukan brahma yg sudah ariya puggala

jadi wajar jika si putri bisa menjadi brahma putthujhana dengan melaksanakan samatha dengan obyek asubha


markosprawira

Quote from: wangsapala on 03 October 2009, 12:02:37 PM
wew.. mengerikan sekali terlahir sebagai manusia, salah salah masuk neraka, apalagi kalo menjelang kematian, jika tdk mampu mempertahankan kesadarannya ditujuhkan pada hal yg baik, maka yg tdk baik muncul, mengerikan

kok ngeri sih bro? bukankah jika kita sudah diberi pilihan maka kita seharusnya bisa berjuang sekuatnya agar tidak masuk ke yg tidak baik?

lebih mengerikan mereka yg tidak mengenal dhamma loh..... karena sudah tidak tahu kusala/akusala, mereka juga tidak bisa latihan utk pikirannya karena misal dilatih pun, mereka akan bingung "ini buat apa yah?"

Tekkss Katsuo

Benar sich kt Bro Markos, kita selangkah lebih maju karena mengenal Dhamma, namun pikiran menjelang kematian pasti sgt sulit diarahkan, hahaha, makanya harus senantiasa menanamkan kebiasaan baik dan praktek Dhamma secara benar.. Semoga demikian menghindari kita jatuh di alamn menderita, dan bahkan kedepannya bisa merealisasikan Nibbana.

markosprawira

tenang aja bro, kalo kita ada keyakinan dengan perbuatan kita sendiri, perbuatan itu akan menjadi teman terbaik dalam mengarungi lautan kehidupan ini
bahkan dengan perbuatan baik, bisa membimbing sampai ke pacceka dan samma sambuddha

udah dinyatakan dengan jelas loh dalam nidhikanda sutta tuh :

Quote1 Walaupun harta seseorang ditimbun dalam-dalam di dasar sumur, Dengan tujuan : bila suatu saat diperlukan untuk pertolongan, harta yang disimpan itu dapat digunakan.

2 Atau ia berpikir : "Untuk pembebasan dari kemarahan raja, atau untuk uang tebusan bila aku ditahan sebagai sandera, atau untuk melunasi hutang-hutang bila keadaan sulit, atau mengalami musibah" Inilah alasan-alasan seseorang untuk menimbun harta.

3 Meskipun hartanya ditimbun dalam-dalam di dasar sumur, sama sekali tidak akan mencukupi semua kebutuhannya untuk selama-lamanya.

4 Jika timbunan harta itu berpindah tempat, atau ia lupa dengan tanda-tandanya, atau bila "Naga-Naga" mengambilnya, atau Yakkha-Yakkha mencurinya.

5 Mungkin juga timbunan harta itu dicuri oleh sanak keluarganya, atau ia tidak menjaganya dengan baik, atau bila buah KAMMA baiknya telah habis, semua hartanyapun akan lenyap.

6 Gemar berdana dan memiliki moral yang baik, dapat menahan nafsu serta mempunyai pengendalian diri, adalah timbunan "Harta" yang terbaik, bagi seorang wanita maupun pria.

7 "Harta" tersebut dapat diperoleh dengan berbuat kebajikan, kepada cetiya-cetiya atau Sangha, kepada orang lain atau para tamu, kepada Ibu dan Ayah, atau kepada orang yang lebih tua.

8 Inilah "Harta" yang disimpan paling sempurna, tidak mungkin hilang, tidak mungkin ditinggalkan, walaupun suatu saat akan meninggal, ia tetap akan membawanya.

9 Tak seorangpun yang dapat mengambil "Harta" itu, perampok-perampokpun tidak dapat merampasnya, oleh karena itu, lakukanlah perbuatan-perbuatan bajik, karena inilah "Harta" yang paling baik.

10 Inilah "Harta" yang sangat memuaskan, yang diinginkan para dewa dan manusia, dengan buah kebajikan yang ditimbunnya, apa yang diinginkan akan tercapai.

11 Wajah cantik dan suara merdu, kemolekan dan kejelitaan, kekuasaan dan pengikut, semua diperoleh berkat buah kebajikan itu.

12 Kedaulatan dan kekuasaan kerajaan besar, kebahagiaan seorang raja Cakkhavati, atau kekuasaan dewa di alam surga, semuanya diperoleh berkat buah kebajikan itu.

13 Setiap kejayaan manusia, setiap kebahagiaan surga, bahkan kesempurnaan Nibbana, semuanya diperoleh berkat buah kebajikan itu.

14 Memiliki sahabat-sahabat sejati, memiliki kebijaksanaan daan mencapai pembebasan, semuanya diperoleh berkat buah kebajikan itu.

15 Memiliki pengetahuan untuk mencapai pembebasan, mencapai kesempurnaan sebagai seorang siswa, menjadi Pacceka Buddha atau Samma Sambuddha, semuanya diperoleh berkat buah kebajikaan itu.

16 Demikian besar hasil yang diperoleh dari buah kebajikan itu, oleh karenanya orang Bijaksana selalu bertekad untuk menimbun "Harta" kebajikan.

sutta ini sangat bermanfaat sekali utk melihat betapa besar manfaat melaksanakan sila bagi batin kita

apalagi di saat ini dimana ada beberapa pandangan seolah yg terpenting HANYA meditasi saja, dan meremehkan pelaksanaan sila

Tekkss Katsuo

#89
 _/\_

Thanks untuk Sharingnya GRP + 1 untuk Bapak Markos, telah mengingatkan kita betapa pentingnya harta kebajikan....

Sila, Samadhi dan Panya adalah satu kesatuan yang perlu dilaksanakan untuk memperoleh kebahagiaan baik di alam manusia maupun di alam dewa, membawa ke alam Brahma, dan akhirnya mampu merealisasikan Nibbana.....
Emank ada juga org yg lebih berpatokan pada meditasi saja tanpa begitu memandang sila, namun sesungguhnya sila merupakan dasar untuk mempersiapkan batin agar mampu bermeditasi dgn baik...

Ayo semangat untuk menimbun harta kebajikan yang tdk akan pernah dicuri oleh siapapun

_/\_