comotan dari blog tetangga

Started by bond, 27 July 2009, 11:11:16 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

K.K.

Quote from: g.citra on 07 August 2009, 05:16:13 PM

Yah tentu saja pikiran dalam menangkap, merasa dan mempersepsikan dan bereaksi pada obyek-obyek luar maupun dalam ... :)

Dalam arti lainnya yang saya maksud adalah nama (batin) ...



Kalau "pikiran" yang itu, tentu saja tidak akan berhenti. Bathin seorang ariya, khususnya Arahat, tetap belum berhenti (sebelum parinibbana), tetapi sudah tidak sama lagi dengan orang biasa. Misalnya perasaan bathin sudah tidak gembira/sedih, tetapi senantiasa tenang seimbang, sementara perasaan tubuh/rupa tentu saja masih seperti manusia biasa (merasakan sakit dan nyaman). Menerka bathin seorang arahat dan prosesnya, tentu saja lebih baik tidak dilakukan karena hanya akan menjadi spekulasi tanpa akhir (dan gangguan jiwa, menurut Acinteyya Sutta).


g.citra

^ nah makanya saya bilang menghentikan pikiran itu cuma masalah penulisan aja koq ... Lha wong pikiran selalu bekerja koq ... :))

Dari tulisan bro Morpheus (kutipan ceramah bhante Pannya) di page 18 (bawah), 'sadar' yang dimaksud apakah pikiran terhenti ? Tidak bukan ? Arus pikiran kearah tertentu saja yang berhenti dan muncul arus pikiran pemotong (sadar, eling) sebagai sebuah arus pikiran lagi (mgkn penjelasannya ada di abhidhamma) ... Tapi tidak akan berhenti dan akan terus berproses ...

Saya setuju untuk tidak menerka batin dan proses batin dari seorang arahat, karena itu memang selalu akan menimbulkan spekulasi dan yang terpenting, bukankah karena hal itu, kita jadi 'menunda diri' untuk 'sadar' ... :)

salam,

ryu

Mau kutip Sutta ahh tentang PIKIRAN ;D

VITAKKASANTHANA SUTTA (20)
(Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya I,
Oleh : Tim Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit Hanuman Sakti, Jakarta, 1996)

1.      Demikianlah saya dengar:
     Pada suatu ketika Sang Bhagava berada di Jetavana, taman milik Anathapindika, Savatthi. Di sana Beliau menyapa para bhikkhu: "Para bhikkhu." "Ya, Bhante," jawab mereka.
     Selanjutnya, Sang Bhagava berkata:

2. "Para bhikkhu, apabila seorang bhikkhu sedang mengembangkan batin yang lebih tinggi, ada lima tanda yang dapat diperhatikan olehnya dari saat ke saat. Apakah kelima tanda tersebut?"
 
3. (i) "Para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu memperhatikan beberapa tanda, dan berdasarkan pada tanda itu, muncul dalam dirinya pikiran-pikiran buruk dan jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan, maka ia harus memperhatikan beberapa tanda lain yang berhubungan dengan apa yang baik. Bilamana ia memperhatikan kepada beberapa tanda lain yang berhubungan dengan apa yang baik, maka pikiran-pikiran buruk dan jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan akan ditinggalkan dan lenyap darinya. Dengan meninggalkan hal-hal itu, pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi. Bagaikan seorang tukang kayu atau pembantunya yang dapat mengeluarkan, memindahkan dan mengganti sebuah pasak kasar dengan pasak halus, begitu pula ... ketika seorang bhikkhu memperhatikan beberapa tanda lain yang berhubungan dengan apa yang baik ... maka pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi."

4. (ii) "Apabila, ketika ia sedang memperhatikan tanda lain yang berhubungan dengan apa yang baik, namun dalam dirinya masih muncul pikiran-pikiran buruk yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan, maka ia harus memeriksa bahaya dalam pikiran-pikiran itu, sebagai berikut: 'Pikiran-pikiran ini buruk, patut dicela dan menyebabkan penderitaan.' Ketika ia memeriksa bahaya dalam pikiran-pikiran itu, maka pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan ditinggalkan dan lenyap darinya. Dengan meninggalkan hal-hal itu, pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi. Bagaikan seorang pria atau wanita, muda, remaja, yang menyenangi perhiasan, akan ketakutan, menderita dan muak jika bangkai ular, anjing atau mayat digantungkan di lehernya, begitu pula ... ketika seorang bhikkhu memeriksa bahaya dalam pikiran-pikiran itu ... maka pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi."

5. (iii) "Apabila, sementara ia memeriksa bahaya dari pikiran-pikiran itu, namun dalam dirinya masih muncul pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan, maka ia harus berusaha melupakan dan harus tidak memperhatikan pikiran-pikiran itu.

     Ketika ia berusaha melupakan dan tidak memperhatikan pikiran-pikiran itu, maka pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan ditinggalkan dan lenyap darinya. Dengan meninggalkan hal-hal itu, pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi. Bagaikan orang bermata baik yang tidak mau melihat bentuk-bentuk yang terjangkau oleh pandangan akan menutup mata atau memalingkan pandangannya, begitu pula ... ketika seorang bhikkhu berusaha melupakan dan tidak memperhatikan pikiran-pikiran itu ... maka pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi.

6. (iv) "Apabila, sementara ia melupakan dan tidak memperhatikan pikiran-pikiran itu, namun dalam dirinya masih muncul pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan, maka ia harus memberi perhatian untuk menenangkan bentuk-bentuk pikiran dari pikiran-pikiran itu. Ketika ian memberikan perhatian untuk menenangkan bentuk-bentuk pikiran dari pikiran-pikiran itu, maka pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan ditinggalkan dan lenyap darinya. Dengan meninggalkan hal-hal itu, pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi. Bagaikan seseorang berjalan cepat berpikir: 'Mengapa saya berjalan cepat? Bagaimana bila saya berjalan perlahan?' dan ia akan berjalan perlahan; kemudian ia berpikir: 'Mengapa saya berjalan perlahan? Bagaimana bila saya berdiri?' dan ia akan berdiri; kemudian ia berpikir: 'Mengapa saya berdiri? Bagaimana bila saya duduk?' dan ia akan duduk; kemudian ia berpikir: 'Mengapa saya duduk? Bagaimana bila saya berbaring?' dan ia akan berbaring. Dengan melakukan seperti itu, ia akan mengganti setiap posisi yang kasar dengan yang halus; begitu pula ... ketika seorang bhikkhu memberi perhatian untuk menenangkan bentuk-bentuk pikiran dari pikiran-pikiran itu ... maka pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi.
 
7. (v) "Apabila, ketika ia memberikan perhatian untuk menenangkan bentuk-bentuk pikiran dari pikiran-pikiran itu, namun dalam dirinya masih muncul pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan, maka dengan menggertak gigi dan lidah menekan langit-langit mulutnya, maka ia harus memukul, mendesak dan menghancurkan pikiran dengan pikiran. Ketika, dengan menggertak gigi dan lidah menekan langit-langit mulutnya, ia memukul, mendesak dan menghancurkan pikiran dengan pikiran, maka pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan ditinggalkan dan lenyap darinya. Dengan meninggalkan hal-hal itu, pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi. Bagaikan seseorang kuat menangkap kepala atau bahu dari orang lemah dan memukulnya, memaksanya, dan menghancurkannya begitu pula ... ketika seorang bhikkhu memberi perhatian untuk menenangkan bentuk-bentuk pikiran dari pikiran-pikiran itu ... maka pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi."

8. "Para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu memberikan perhatian pada beberapa tanda, dan berdasarkan pada tanda itu dalam dirinya muncul pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan, kemudian ketika ia memberikan perhatian pada beberapa tanda lain yang berhubungan dengan apa yang baik, maka pikiran-pikiran buruk jahat ditinggalkan dan lenyap, dengan meninggalkan pikiran-pikiran itu pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi. Ketika ia memeriksa bahaya dari pikiran-pikiran itu .... Ketika ia berusaha melupakan dan tidak memperhatikan pikiran-pikiran itu .... Ketika ia memberikan perhatikan untuk menenangkan bentuk-bentuk pikiran dari pikiran-pikiran itu ....Ketika, dengan menggertak gigi dan menekankan lidah pada langit-langit mulutnya, ia memukul, mendesak dan menghancurkan pikiran dengan pikiran, maka pikiran-pikiran buruk jahat ditinggalkannya ... dan pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi. Bhikkhu ini disebut sebagai ahli pikiran kasar. Ia akan memikirkan pikiran apa pun yang ingin ia pikirkan dan ia tidak memikirkan apa yang ia tidak ingin pikirkan. Ia telah memutuskan keinginan (tanha), menghempaskan belenggu-belenggu (samyojana), dan dengan sempurna menembus kesombongan (mana) ia melenyapkan penderitaan.

     Demikianlah yang dikatakan oleh Sang Bhagava. Para bhikhu merasa puas dan gembira dengan apa yang dikatakan Sang Bhagava.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

williamhalim

^
Perfect...

Begitulah, Sang Buddha memberikan pengertian yg jelas dan bertahap kepada kita...

Jika ingin merealisasi 'Akhir Dukkha' pertama-tama kita 'mesti bisa menilai' atau tepatnya 'dibutuhkan kejujuran untuk menilai kondisi batin kita' masing2... apakah kondisi batin kita telah tepat untuk melatih 'sadari saja' atau kita masih membutuhkan banyak latihan alih2 hanya sekedar 'sadari saja'.

Apakah kita merasa bahwa kita masih membutuhkan 'latihan moral, meditasi nafas, pembelajaran melalui buku2, berdana, ikut baksos, pelimpahan jasa, disamping melatih kesadaran (sati)?' Atau kita merasa bahwa 'sadari saja' (tidak perlu latihan yg lain) sudah cukup mumpuni untuk mengantar kita ke akhir dukkha?

Terpulang pada diri kita masing2...

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

ryu

kalo andelannya Bahiya ama mulapariya ya susah sih, yang laen ga akan di anggap :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

7 Tails

pertama emang sadari saja,, cuma kalau konsentrasi nya sudah jauh.. alias uda berlatih lama bgt
alias point 8.. gak usah bla bla bla lagi dah.. yakin gw, udah pasti sangat bijaksana dia    :
korban keganasan

K.K.

Bagi yang awam, agar jangan tercampur istilah "pikiran" dalam Vitakkasanthana Sutta dan Mulapariyaya Sutta.
Pada Mulapariyaya Sutta, yang dimaksud adalah "maññati" sebuah proses berpikir membentuk suatu ide/bentukan pikiran, sedangkan pada Vitakkasanthana Sutta, dibahas adalah "vitakka". Vitakka adalah semua objek pikiran yang muncul dari ingatan masa lalu. Terhentinya "vitakka" adalah seperti dalam jhana II, sementara terhentinya "maññati" adalah ketika seorang arahat melakukan vipassana.

Konteks pembicaraan kedua sutta juga sangat berbeda. Mulapariyaya Sutta membahas mengenai proses pencerapan objek saat ini, sementara Vitakkasanthana Sutta membahas objek masa lampau (yang ditelah sebelumnya dicerap), yang tidak bermanfaat (akusala) dan diatasi dengan Vitakka lain lagi yang bermanfaat.


bond

Quote from: morpheus on 08 August 2009, 01:22:17 AM
Quote from: bond on 07 August 2009, 10:16:40 PM
Tuh kan, pengecut, bisanya bawa2 bhante untuk dijadikan bemper. Manusia tidak bertanggung jawab... khotbahnya juga diambil sepotong-sepotong. Katanya tidak ada tiratna, koq bawa2 anggota sangha....

Nanti ditanya ini jawab itu, dijawab itu jawab ini.......buang ludah....dijilat lagi.....sudah dijilat dibuang lagi...

Bangun tidur.....tidur lagi....

Bangun lagi ...tidur lagi....kayak lagunya mbah surip ha...ha....ha (ketawa ala mbah surip dah )
daripada sibuk menyerang pribadinya, lebih baik menanggapi isi tulisannya yuk :)

kalo melihat kotbah bhante panna yg ini:
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12059.0.html
emang bener kok, bhante mengajak kita melangkah lebih dari sekadar berbuat baik, lebih jauh lagi, yaitu mencoba sadar/sati/aware... tidak perlu berkelahi, tidak perlu memberantas, tidak perlu perang, tidak perlu mikir2 konsep agama. hanya sadar...

saya kutipkan sedikit:
"Bagaimana mengurangi keakuan, merontokkan keakuan? Dengan menyadari, dengan memperhatikan, mengawasi. Jadi, kalau keakuan Saudara muncul, "Aku sudah selesai menjalankan kewajibanku sebagai ketua panitia, aku sudah selesai memenuhi janji, aku sudah selesai menulis buku, aku sudah selesai membayar lunas uang masuk anakku yang mau masuk perguruan tinggi, aduh, sebagai ayah aku merasa lega" – tidak dikeluarkan, tidak diucapkan, tetapi muncul dalam pikiran. Waspada! – "Diberantas, Bhante?" – Tidak usah. – "Lho, katanya aku berbahaya, kok tidak boleh diberantas?" – Amat-amati saja, ketahui saja, "Oh, pikiran muncul." Selesai. Selesai, Saudara. Itulah sati, itulah awareness. Tidak usah dianalisis, "Kok aku saya muncul, dari mana tiba-tiba aku ini kok muncul; aku sudah kenal Agama Buddha dua puluh tahun, akuku kok masih gede-gede, tidak usah. Aku malu, aku ini harus dihantam, aku harus dimengerti, dengan anatta, tidak benar, aku ini salah," – lha, nanti pikirannya ribut sendiri, perang sendiri di dalam pikiran, ramai di dalam pikirannya, bertengkar sendiri. – "Jadi bagaimana, Bhante?" – Dilihati saja, "Oh, aku muncul." Selesai. – Mudah, Saudara? Tidak mudah. ... Tidak perlu doa, tidak perlu paritta, tidak perlu menyebut Buddha, Dhamma, Sangha, tidak perlu ingat Triratna, tidak perlu ingat anatta. Mungkin seseorang tidak mengerti anatta sekalipun, tetapi kalau keakuannya muncul, dia ngonangi—ngonangi berarti mengetahui—akunya muncul, dia mengetahui, akunya muncul, dia menyadari, akunya muncul, dia menyadari. Itulah cara dukkha-nirodha, lenyapnya penderitaan, dengan mencabut akar penderitaan, kelengketan pada keakuan."


Ok dah. karena Anda ingin berdiskusi tentang isi khotbah bhante Panna. Karena khotbah beliau konsisten, walaupun mirip tapi tak sama dengan si PH.

Isi dari uraian bhante panna sudah jelas 'aku berhenti' saat ada sati tetapi saat sati itu bekerja  bukan berarti 'berhentinya pikiran' (bhante tidak pernah mengatakan itu) tetapi 'Mengetahui'/'menyadari saja sebagai observer agar kita tidak terperangkap dalam  Konsep dan konsep ini bercampur dengan kilesa sehingga membentuk ego dan ketika melihat bentukan ini kita menanggap 'miliku'/aku atau sebagai diri/atta.
Dan apa yg dimaksud lenyapnya dukkha nirodha oleh bhante adalah setelah akarnya tercabut bukan muncul dan lenyapnya aku.  Dan orang yg terlatih dalam hal sati dalam kehidupan sehari-hari difungsikan untuk menekan intervensi kilesa pada persepsi/konsep saat sebelum, beberapa kilesa, atau keseluruhan kilesa hancur.

Bagaimana bentukan konsep  menjadi tidak murni, ini bisa dilihat dalam vipasana ketika 'knowing' bisa membedakan mana sanna/persepsi dan sankhara. Dari situ seseorang sudah mulai mengetahui tentang bagaimana menggunakan persepsi murni.Persepsi/konsep murni inilah yg digunakan arahat ketika harus berkomunikasi,  berinteraksi dan mengajar. Artinya tidak ada lagi kilesa yg mempengaruhi kenetralan konsep ketika diperlukan. Jadi arahat bisa mengetahui ini dengan sadar penggunaan konsep tanpa terlibat dengan konsep itu sendiri. Arahat bisa menggunakan dan mengenali bagian-bagian citta sesuai fungsi masing-masing tanpa ada intervensi kilesa(karena memang sudah tidak ada) atau vipaka karma lampau. Walaupun arahat bisa menerima vipaka/buah karma masa lampau tetapi batinnya tidak terpengaruh. Dan batinnya hanya berfungsi sesuai fungsi masing2 oleh karena itulah disebut kiriya.

Jadi tidak ada namanya arahat tidak bisa berkonsep dsb, ya saat dia bermeditasi tidak berkonsep. Semua orang tahu bahwa memang bervipasana tidak berkonsep tetapi dalam kehidupan sehari-hari itu perlu. Kemunculannya janganlah diartikan sebagai dukkha, kita harus tahu mengapa dukkha muncul sehubungan dengan bentukan konsep...

Bagaimana saat sotapanna sampai anagami, mereka dapat menggunakan persepsi murni dan tidak terlibat didalamnya sehubungan kilesa yang telah dihancurkan. Sehubungan dengan kilesa sisa maka ia dapat mengendalikannya/dengan mengendapkan agar sama sekali tidak muncul dan menggunakan persepsi murni dengan sati sampajana yg telah berkembang baik.

Hal ini hendaknya dilihat dengan jelas dengan kejernihan hati. Ini menyangkut Dhamma yang halus harus dilihat secara seksama.

Mari kita lihat :

Jika pikiran= aku, munculnya aku = dukkha. Maka artinya akan rancu jika masuk tataran arahanta.

Hal yg sebenarnya pikiran dan konsep adalah 2 hal yg berbeda sesuai fungsinya. Sebenarnya bhante sudah menjelaskan akarnya adalah 'melekat' bukan pada si 'aku' ini cuplikannya :
"
Mungkin seseorang tidak mengerti anatta sekalipun, tetapi kalau keakuannya muncul, dia ngonangi—ngonangi berarti mengetahui—akunya muncul, dia mengetahui, akunya muncul, dia menyadari, akunya muncul, dia menyadari. Itulah cara dukkha-nirodha, lenyapnya penderitaan, dengan mencabut akar penderitaan, kelengketan pada keakuan."

Dari sini jika mengatakan 'aku' sebagai pikiran yg berkonsep, konsep yg dicemari kelekatan inilah akar dukkha. Jadi muncul 'aku/konsep' bukanlah dukkha....hanya ketika ada intervensi kilesa/kemelekatan muncul konsep yg tidak murni yg menyebabkan dukkha.

Mengapa atta disebut ilusi karena intervensi kilesa, sehingga ilusi dianggap miliknya/bagian dari dirinya dsb.


Jadi kuncinya adalah dikilesa, bukan dikonsep, bukan di pikiran untuk melenyapkan dukkha. Magga dan phala harus diraih.

Ya kalau sekedar menyadari maka itulah MMD, sampai disana saja mentok-tok. Berbeda dengan Vipasana sesungguhnya. Bhante panna menggunakan kata 'aku' sudah proposional dan konsisten. Kebetulan MMD pake kata 'aku' maka diplintirlah kata-kata bhante. Jadi secara pribadi saya tidak ingin melibatkan Bhante Pannavaro dalam dilema MMD. Karena sebagai bhante beliau pasti netral dan tidak berpihak. Hanya oknum-oknum saja yg mencoba menarik sangha agar terlibat didalamnya. Yang Pasti Bhante Panna menerima Jmb 8 dan 4 km dan cara hidup yg diajarkan Sang Buddha. Bahkan sampai hari ini beliau tidak lepas jubah. Saya pribadi sudah jelas dengan perkataan bhante Pannavaro yg bijak.

Mungkin lebih tepat MMD = mimpi mengenal diri.   ^-^

Ngomong-ngomong bro Morph sudah praktek MMD?



_/\_



Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

williamhalim

Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

ryu

Quote from: Kainyn_Kutho on 08 August 2009, 12:22:02 PM
Bagi yang awam, agar jangan tercampur istilah "pikiran" dalam Vitakkasanthana Sutta dan Mulapariyaya Sutta.
Pada Mulapariyaya Sutta, yang dimaksud adalah "maññati" sebuah proses berpikir membentuk suatu ide/bentukan pikiran, sedangkan pada Vitakkasanthana Sutta, dibahas adalah "vitakka". Vitakka adalah semua objek pikiran yang muncul dari ingatan masa lalu. Terhentinya "vitakka" adalah seperti dalam jhana II, sementara terhentinya "maññati" adalah ketika seorang arahat melakukan vipassana.

Konteks pembicaraan kedua sutta juga sangat berbeda. Mulapariyaya Sutta membahas mengenai proses pencerapan objek saat ini, sementara Vitakkasanthana Sutta membahas objek masa lampau (yang ditelah sebelumnya dicerap), yang tidak bermanfaat (akusala) dan diatasi dengan Vitakka lain lagi yang bermanfaat.


ohh, beda ya, kalau MMD berarti bertolak belakang dengan VITAKKASANTHANA SUTTA ya?



Quote from: williamhalim on 08 August 2009, 03:38:27 PM
:jempol: 100%

klik ah

::
:whistle:
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

morpheus

Quote from: bond on 08 August 2009, 01:23:02 PM
Ok dah. karena Anda ingin berdiskusi tentang isi khotbah bhante Panna. Karena khotbah beliau konsisten, walaupun mirip tapi tak sama dengan si PH.
aduh, saya gak berani mengadu konsep dengan bang bond. gak sanggup, energi saya tipis sekali...

saya cuma menggarisbawahi, memang betul kok yg dibilang pak hudoyo mengenai kotbah bhante panna. memang betul kok bhante mengajak kita untuk berpraktek lebih jauh lagi, lebih dari sekadar berbuat baik... gak salah kan? saya cuman mengarisbawahi fakta, gak pengen berdiskusi... jadi bang bond gak perlu membawa ke topik2 yg lain... kalo emang pernyataan pak hudoyo gak salah, gak perlu emosi main cemooh pake ludah/tidur/tanggungjawab, dll... kita boleh gak sepaham dengan orang lain, tapi gak perlu sampe sebenci itu kan?

sekali lagi saya tidak ada afiliasi apapun dengan pak hudoyo ataupun mmd. saya hanya pembaca yg netral, mengikuti thread2 heboh itu dari awal dan saya merasa yg ditulis pak hudoyo itu sesuai dengan pengalaman meditasi saya dan saya merasa orang yg mengerti prinsip2 meditasi itu akan mendapat kemajuan prakteknya...

dan sebenarnya apa yg ditulis pak hudoyo itu bukanlah barang baru, bukan original, gak juga kontroversial. banyak tulisan2 meditasi zen, artikel2 meditasi bhikkhu2 lain yg membahas prinsip2 yg sama..
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

bond

Quote from: morpheus on 08 August 2009, 07:10:26 PM
Quote from: bond on 08 August 2009, 01:23:02 PM
Ok dah. karena Anda ingin berdiskusi tentang isi khotbah bhante Panna. Karena khotbah beliau konsisten, walaupun mirip tapi tak sama dengan si PH.
aduh, saya gak berani mengadu konsep dengan bang bond. gak sanggup, energi saya tipis sekali...

Siapa yg mau mengadu konsep? ^-^ Anda yg mengajak menanggapi isi yg saya artikan berdiskusi, koq malah bilang ngak berani,adu konsep...dsb :)) Ya sudah anggap saja saya salah mengerti arti ajakan anda deh...lagian kasihan nanti anda kehabisan energi...apalagi sampai tidak tertolong.

Ini kalimat anda sendiri : "daripada sibuk menyerang pribadinya, lebih baik menanggapi isi tulisannya yuk"--> konsistenlah dengan apa  yg Anda katakan sendiri.


saya cuma menggarisbawahi, memang betul kok yg dibilang pak hudoyo mengenai kotbah bhante panna. memang betul kok bhante mengajak kita untuk berpraktek lebih jauh lagi, lebih dari sekadar berbuat baik... gak salah kan? saya cuman mengarisbawahi fakta, gak pengen berdiskusi... jadi bang bond gak perlu membawa ke topik2 yg lain... kalo emang pernyataan pak hudoyo gak salah, gak perlu emosi main cemooh pake ludah/tidur/tanggungjawab, dll... kita boleh gak sepaham dengan orang lain, tapi gak perlu sampe sebenci itu kan?

Yg dibilang Bhante Panna memang benar dan gak salah...yg dikatakan PH terlihat benar karena yg terlihat cocok saja, coba lihat keseluruhan pengertian dalam gerilya nya....Katanya ngak mau bahas pribadinya, koq anda bahas lagi.....siapa yg emosi, siapa yg benci? yg benci itukan Master Anda sampe buat buku putih dan gerilya kemana-mana^-^ Jangan2 om morph emosi ya tokoh idolanya di kritik  ^-^


sekali lagi saya tidak ada afiliasi apapun dengan pak hudoyo ataupun mmd. saya hanya pembaca yg netral, mengikuti thread2 heboh itu dari awal dan saya merasa yg ditulis pak hudoyo itu sesuai dengan pengalaman meditasi saya dan saya merasa orang yg mengerti prinsip2 meditasi itu akan mendapat kemajuan prakteknya...

Ya sudah praktek saja om Morph supaya maju. Alasan anda dari dulu klise...netral, tidak afiliasi dengan PH dsb. Yg saya tanya Anda sudah praktek MMD?
tapi Anda menjawabnya lain... ^-^ ya sudahlah.


dan sebenarnya apa yg ditulis pak hudoyo itu bukanlah barang baru, bukan original, gak juga kontroversial. banyak tulisan2 meditasi zen, artikel2 meditasi bhikkhu2 lain yg membahas prinsip2 yg sama..

Memang tulisan PH bukan barang baru tapi barang tiruan(bukan original--Anda sendiri yg ngomong ya :)) ) yg dimodifikasi...sehingga prinsip/komponennya terlihat sama. Kalau sudah digunakan barang bekas yg dimodifikasi itu baru terlihat kualitasnya.


Ragu Pangkal Sesat!




Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

ryu

Quote from: Kainyn_Kutho on 08 August 2009, 12:22:02 PM
Bagi yang awam, agar jangan tercampur istilah "pikiran" dalam Vitakkasanthana Sutta dan Mulapariyaya Sutta.
Pada Mulapariyaya Sutta, yang dimaksud adalah "maññati" sebuah proses berpikir membentuk suatu ide/bentukan pikiran, sedangkan pada Vitakkasanthana Sutta, dibahas adalah "vitakka". Vitakka adalah semua objek pikiran yang muncul dari ingatan masa lalu. Terhentinya "vitakka" adalah seperti dalam jhana II, sementara terhentinya "maññati" adalah ketika seorang arahat melakukan vipassana.

Konteks pembicaraan kedua sutta juga sangat berbeda. Mulapariyaya Sutta membahas mengenai proses pencerapan objek saat ini, sementara Vitakkasanthana Sutta membahas objek masa lampau (yang ditelah sebelumnya dicerap), yang tidak bermanfaat (akusala) dan diatasi dengan Vitakka lain lagi yang bermanfaat.


Oh hampir lupa, jangan lupa juga konsep MMD adalah tanpa usaha, tanpa tujuan. berbeda dengan vitaka sutta
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

morpheus

kebiasaan lama anda keluar lagi. bang bond, sepertinya anda masih muda, energinya meluap2 :)
semoga anda maju prakteknya, bang bond...
cukup sampai di sini aja menanggapi anda.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

marcedes

btw, kalau kebisaan baru nya gimana? ^^ canda ya..biar segar-segar.....
saya pribadi tidak cocok dengan metode mmd, pernah di pratek dan hasilnya tidak membawa kebijaksanaan bagi saya....jadi saya stop...
entah kalau orang lain mungkin saya yang salah pratek,

dari pada ribut disini lebih baik kita bertanding siapa lebih dulu mencapai sotapana...
baru ngomong ^^ jadi ingat iklan rokok...
TALK LESS DO MORE...

all just my opinion....peace yu
metta.
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!