comotan dari blog tetangga

Started by bond, 27 July 2009, 11:11:16 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

williamhalim

Quote from: markosprawira on 03 August 2009, 01:26:24 PM
QuoteXXVI:25 Force of habit (Pilinda Vaccha)

Venerable Pilinda Vaccha had a very offensive way of addressing people. He would often say, 'Come here, you wretch,' or 'Go there, you wretch' and such other things. One day several bhikkhus complained about his conduct to the Buddha.

The Buddha sent for Vaccha, and spoke to him on the matter. Then on reflection, he found that for many past existences, Vaccha had been born only in the family of brahmins, who regarded themselves as being superior to other people. So the Buddha explained, 'Bhikkhus! Don't be offended with Vaccha. He addresses as 'wretch' only by force of habit acquired in the course of his many previous existences as a brahmin, and not out of malice. He has no intention of hurting others, for an Arahant does not harm others.'


Jadi sebenarnya sudah jelas bhw sebenarnya Bhikkhu Pilinda Vaccha "bicara kasar" bukan karena memang dia INGIN (ada kehendak/cetana) namun lebih karena kebiasaan dari banyak kehidupan lampaunya yg selalu terlahir di keluarga brahmana

hal ini bisa kita jumpai juga misal kalo di jawa, kata "diancuk" itu artinya sangat kasar namun kalo di surabaya, sesama teman terbiasa utk memanggil "cuk".....

Kira2 demikianlah pendapat saya, mari kita diskusi........  _/\_


anumodana Bro Markos atas cuplikan sutta nya dan juga sekaligus penjelasannya yg bermanfaat.

Mungkin bisa dianalogikan Arahat Batak yg selalu ngomong pake kata "KAU" untuk "kamu" dan  bikkhu2 lainnya orang Jawa... jadinya Bhikkhu2 Jawa ketakutan dan keberatan melihat cara bicara dan nada si Arahat Batak.

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

bond

#196
Ok, terima kasih om Kainyn dan om Markos atas rujukan tentang Pilinda Vaccha.

Mungkin rujukan yg di quote berikutnya oleh bro Markos sudah cukup menjelaskan . Saya hanya menambahkan saja .

Sang Buddha sudah menjelaskan tentang mengapa Pilinda Vaccha memanggil orang dengan kata Vassala. Perlu dipahami sebuah ucapan kasar yang dimaksud Jmb8 adalah mengandung akusala didalam pikirannya. akusala dalam pikirannya sama dengan tidak sesuai dengan pikiran benar(samma sankappa) dan pikiran ini adalah benih dari ucapan dan tindakan. Nah bagaimana dengan Pilinda Vaccha. Karena Sang Buddha yang sudah menjelaskan dengan Luar biasa baik dan terbaik, maka saya tidak perlu repot-repot menjelaskan lebih jauh. Itu hanya cara dia memanggil saja...karena latar belakang saja. Dan apa yg dilakukan Pilinda Vaccha tidak bertentangan dengan jmb 8. Tapi saran saya jangan digeneralisasi dan dipelintir ya.... ^-^ karena sekarang sudah tidak ada Sang Buddha..Yang pasti kmb 8 maknanya saling berkaitan dan berhubungan dan tidak bisa terpisahkan satu sama lain.

_/\_
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

K.K.

Quote from: bond on 03 August 2009, 01:46:14 PM
Ok, terima kasih om Kainyn dan om Markos atas rujukan tentang Pilinda Vaccha.

Mungkin rujukan yg di quote berikutnya oleh bro Markos sudah cukup menjelaskan . Saya hanya menambahkan saja .

Sang Buddha sudah menjelaskan tentang mengapa Pilinda Vaccha memanggil orang dengan kata Vassala. Perlu dipahami sebuah ucapan kasar yang dimaksud Jmb8 adalah mengandung akusala didalam pikirannya. akusala dalam pikirannya sama dengan tidak sesuai dengan pikiran benar(samma sankappa) dan pikiran ini adalah benih dari ucapan dan tindakan. Nah bagaimana dengan Pilinda Vaccha. Karena Sang Buddha yang sudah menjelaskan dengan Luar biasa baik dan terbaik, maka saya tidak perlu repot-repot menjelaskan lebih jauh. Itu hanya cara dia memanggil saja...karena latar belakang saja. Dan apa yg dilakukan Pilinda Vaccha tidak bertentangan dengan jmb 8. Tapi saran saya jangan digeneralisasi ya....karena sekarang sudah tidak ada Sang Buddha..Yang pasti kmb 8 maknanya saling berkaitan dan berhubungan dan tidak bisa terpisahkan satu sama lain. ^-^

_/\_

:)

Jika seseorang berpegang teguh HARUS lewat JMB 8, maka tidak akan dapat menjelaskan kisah Pilinda Vaccha (tidak sesuai Samma Vaca), Angulimala (tidak sesuai Samma Sankappa, Samma Kammanta), Ariya (Samma Ajiva) dan kasus-kasus kontroversial lainnya. Sejauh-jauhnya, hanya sebatas penjelasan "jangan men-generalisasi, itu kasus khusus."

Lain halnya dengan Sankhitta Sutta, dari semua kisah sutta yang pernah saya baca, semua pencapaian kesucian pasti bersesuaian dengan sutta tersebut. Oleh karena itulah JMB 8 bagi saya masih kalah universal dibanding Sankhitta Sutta dan itu sebabnya saya tidak menggunakan JMB 8 sebagai acuan, terutama jika ditanya oleh umat lain yang ingin "menyerang". JMB 8 adalah bersesuaian dengan Buddha Dhamma, namun merupakan pondasi yang lemah untuk dijadikan "batu penjuru" Buddha Dhamma.

Mungkin beberapa dari kalian tahu tentang paham "percaya satu agama dan selamat" sebagai syarat mutlak, yang ketika ditanya, "bagaimana dengan orang yang seumur hidupnya tidak berkesempatan bertemu agama tersebut?", akan dijawab bahwa itu "kasus khusus" dan berkenaan dengan ini, hukum yang berlaku berbeda yaitu dilihat dari perbuatan dan hati-nuraninya. Jika Buddha Dhamma adalah JMB 8 mutlak, namun masih pakai "pengecualian", tidak ada bedanya dengan ajaran itu bukan?


bond

Quote from: Kainyn_Kutho on 03 August 2009, 02:29:14 PM
Quote from: bond on 03 August 2009, 01:46:14 PM
Ok, terima kasih om Kainyn dan om Markos atas rujukan tentang Pilinda Vaccha.

Mungkin rujukan yg di quote berikutnya oleh bro Markos sudah cukup menjelaskan . Saya hanya menambahkan saja .

Sang Buddha sudah menjelaskan tentang mengapa Pilinda Vaccha memanggil orang dengan kata Vassala. Perlu dipahami sebuah ucapan kasar yang dimaksud Jmb8 adalah mengandung akusala didalam pikirannya. akusala dalam pikirannya sama dengan tidak sesuai dengan pikiran benar(samma sankappa) dan pikiran ini adalah benih dari ucapan dan tindakan. Nah bagaimana dengan Pilinda Vaccha. Karena Sang Buddha yang sudah menjelaskan dengan Luar biasa baik dan terbaik, maka saya tidak perlu repot-repot menjelaskan lebih jauh. Itu hanya cara dia memanggil saja...karena latar belakang saja. Dan apa yg dilakukan Pilinda Vaccha tidak bertentangan dengan jmb 8. Tapi saran saya jangan digeneralisasi ya....karena sekarang sudah tidak ada Sang Buddha..Yang pasti kmb 8 maknanya saling berkaitan dan berhubungan dan tidak bisa terpisahkan satu sama lain. ^-^

_/\_

:)

Jika seseorang berpegang teguh HARUS lewat JMB 8, maka tidak akan dapat menjelaskan kisah Pilinda Vaccha (tidak sesuai Samma Vaca), Angulimala (tidak sesuai Samma Sankappa, Samma Kammanta), Ariya (Samma Ajiva) dan kasus-kasus kontroversial lainnya. Sejauh-jauhnya, hanya sebatas penjelasan "jangan men-generalisasi, itu kasus khusus." Ini kan cara Anda mengartikan Pilinda Vaccha, Angulimala dll. Namanya Praktek Dhamma itu ada hasil yang step by step dan ada yg langsung, (kasus langsung ya punya parami yang cukup yg sebenarnya juga step by step cuma cepat sekali ). Jmb 8 itu direalisasi bukan seperti mengeja saat kita belajar membaca. Itu saja.Kalau Anda tidak percaya harus lewat Jmb 8 , itu terserah. Menjadi kontroversial karena Anda mengartikan secara harafiah, berbeda dengan Sang Buddha. Tapi kalau Anda anggap yg kontroversial disutta bukan ajaran Sang Buddha, lebih baik dicek kembali dengan berlatih atau praktek bukan hanya membaca sebatas intelektual. Dhamma itu kompleks dan tidak bisa dilihat hitam dan putih. Karena kompleksnya maka banyak yang terjebak. Itulah lihainya kilesa "sang pembuat rumah"

Lain halnya dengan Sankhitta Sutta, dari semua kisah sutta yang pernah saya baca, semua pencapaian kesucian pasti bersesuaian dengan sutta tersebut. Oleh karena itulah JMB 8 bagi saya masih kalah universal dibanding Sankhitta Sutta dan itu sebabnya saya tidak menggunakan JMB 8 sebagai acuan, terutama jika ditanya oleh umat lain yang ingin "menyerang". JMB 8 adalah bersesuaian dengan Buddha Dhamma, namun merupakan pondasi yang lemah untuk dijadikan "batu penjuru" Buddha Dhamma. Ini kan menurut Anda yg gemar membaca, cobalah dipraktikan dulu, sekali2 ikut retreat. Kalau hanya membanding-bandingkan sutta-sutta nanti cuma jadi scholar kitab saja. Sutta itu bukan untuk like and dislike tapi untuk diselidiki kebenarannya secara total. Kalau sudah like and dislike maka jadi subjektif. Masalah umat lain mau menyerang dari mana saja, itu terserah mereka. Dhamma bukan untuk menang dan kalah atau gagahan,tetapi mengundang untuk dilihat dan dibuktikan. Bukan pembuktian teori saja tetapi praktek.

Mungkin beberapa dari kalian tahu tentang paham "percaya satu agama dan selamat" sebagai syarat mutlak, yang ketika ditanya, "bagaimana dengan orang yang seumur hidupnya tidak berkesempatan bertemu agama tersebut?", akan dijawab bahwa itu "kasus khusus" dan berkenaan dengan ini, hukum yang berlaku berbeda yaitu dilihat dari perbuatan dan hati-nuraninya. Jika Buddha Dhamma adalah JMB 8 mutlak, namun masih pakai "pengecualian", tidak ada bedanya dengan ajaran itu bukan? Sama halnya orang memakan 3 piring nasi, lalu tetap Anda katakan rakus, padahal dia sudah 3 hari dalam kelelahan berjalan di padang gurun. Melihat sesuatu bukan pukul rata bro. Orang yang tidak pernah bertemu agama tsb masih bisa "selamat " contohnya pacekka Buddha. Bukankah bro sudah sepakat waktu itu dan sudah mengerti bahwa diagama mana saja asal mengandung jmb 8 maka bisa selamat walaupun tidak dalam format 8?" koq sekarang jadi bingung lagi?


Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

markosprawira

Quote from: Kainyn_Kutho on 03 August 2009, 02:29:14 PM
Quote from: bond on 03 August 2009, 01:46:14 PM
Ok, terima kasih om Kainyn dan om Markos atas rujukan tentang Pilinda Vaccha.

Mungkin rujukan yg di quote berikutnya oleh bro Markos sudah cukup menjelaskan . Saya hanya menambahkan saja .

Sang Buddha sudah menjelaskan tentang mengapa Pilinda Vaccha memanggil orang dengan kata Vassala. Perlu dipahami sebuah ucapan kasar yang dimaksud Jmb8 adalah mengandung akusala didalam pikirannya. akusala dalam pikirannya sama dengan tidak sesuai dengan pikiran benar(samma sankappa) dan pikiran ini adalah benih dari ucapan dan tindakan. Nah bagaimana dengan Pilinda Vaccha. Karena Sang Buddha yang sudah menjelaskan dengan Luar biasa baik dan terbaik, maka saya tidak perlu repot-repot menjelaskan lebih jauh. Itu hanya cara dia memanggil saja...karena latar belakang saja. Dan apa yg dilakukan Pilinda Vaccha tidak bertentangan dengan jmb 8. Tapi saran saya jangan digeneralisasi ya....karena sekarang sudah tidak ada Sang Buddha..Yang pasti kmb 8 maknanya saling berkaitan dan berhubungan dan tidak bisa terpisahkan satu sama lain. ^-^

_/\_

:)

Jika seseorang berpegang teguh HARUS lewat JMB 8, maka tidak akan dapat menjelaskan kisah Pilinda Vaccha (tidak sesuai Samma Vaca), Angulimala (tidak sesuai Samma Sankappa, Samma Kammanta), Ariya (Samma Ajiva) dan kasus-kasus kontroversial lainnya. Sejauh-jauhnya, hanya sebatas penjelasan "jangan men-generalisasi, itu kasus khusus."

Lain halnya dengan Sankhitta Sutta, dari semua kisah sutta yang pernah saya baca, semua pencapaian kesucian pasti bersesuaian dengan sutta tersebut. Oleh karena itulah JMB 8 bagi saya masih kalah universal dibanding Sankhitta Sutta dan itu sebabnya saya tidak menggunakan JMB 8 sebagai acuan, terutama jika ditanya oleh umat lain yang ingin "menyerang". JMB 8 adalah bersesuaian dengan Buddha Dhamma, namun merupakan pondasi yang lemah untuk dijadikan "batu penjuru" Buddha Dhamma.

Mungkin beberapa dari kalian tahu tentang paham "percaya satu agama dan selamat" sebagai syarat mutlak, yang ketika ditanya, "bagaimana dengan orang yang seumur hidupnya tidak berkesempatan bertemu agama tersebut?", akan dijawab bahwa itu "kasus khusus" dan berkenaan dengan ini, hukum yang berlaku berbeda yaitu dilihat dari perbuatan dan hati-nuraninya. Jika Buddha Dhamma adalah JMB 8 mutlak, namun masih pakai "pengecualian", tidak ada bedanya dengan ajaran itu bukan?



dear Kai,

sepertinya kembali bro Kai mengartikan JMB-8 secara teoritis/tekstual  dalam tipitaka saja tanpa menyelami pengertiannya secara praktek. Hal ini serupa dengan apa yg disebut PH yaitu 4KM/JMB8 berada di dalam domain intelek/pikiran, merupakan produk berpikir

Padahal sesungguhnya JMB-8 adalah LATIHAN BATIN, ini poin penting yang harus saya tekankan karena sudah pernah saya sebut di : http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12095.150.html

JMB-8 sebagai latihan batin pun sudah saya ulas di http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,8410.0.html, yang kesimpulannya sebagai berikut :
QuoteDari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa cetasika2 yg dlatih meliputi sabbacittasadharana 7, Pakinnaka 6 (cetasika yg berhubungan dengan Jhana), sobhanasadharana cetasika 19, virati cetasika 3 dan pannindriya cetasika 1)

Jadi disini  dapat dilihat bahwa dari setiap unsur dari Jalan Mulia Berunsur 8, ternyata sangat bermanfaat untuk melatih batin kita agar selalu berada dalam kondisi sobhana (Indah).

Semoga dengan penjelasan ini, membuat kita semakin yakin untuk menjalankan Jalan Utama Berunsur 8 karena akan membawa banyak manfaat bagi perkembangan batin kita semua

Kasus serupa mirip seperti Sila, bahwa secara harafiah seolah sila hanyalah apa yang tertulis di tipitaka saja dan yg tidak tertulis berarti boleh dilakukan.
Padahal sesungguhnya Sila adalah latihan kemoralan, bukan hanya teks yg tertulis

Jika hal2 seperti ini bisa dilihat secara keseluruhan, secara holistik, sesungguhnya semua sutta, abhidhamma dan vinaya akan saling mendukung, saling mengisi bukannya mana yg lebih universal dan mana yang tidak

Hal ini yang membuat PH hanya mengambil 3 sutta saja. Karena jika semua sutta, abhidhamma dan vinaya digabung utk mengartikan ketiga sutta maka apa yg dipraktekkan oleh MMD (menuju terhentinya pikiran) akan menjadi tidak berlaku lagi

Bro Kai sering mengambil sutta2 yg kontroversial, itu sesuatu yg bagus dalam rangka diskusi dengan para scholar nir praktek (textbook tanpa praktek) namun saya rasa, itu tidaklah perlu untuk selalu diungkit2 dalam banyak kesempatan/posting

semoga bs memperjelas  _/\_

K.K.

Quote from: bond on 03 August 2009, 03:56:33 PM
Ini kan menurut Anda yg gemar membaca, cobalah dipraktikan dulu, sekali2 ikut retreat. Kalau hanya membanding-bandingkan sutta-sutta nanti cuma jadi scholar kitab saja. Sutta itu bukan untuk like and dislike tapi untuk diselidiki kebenarannya secara total. Kalau sudah like and dislike maka jadi subjektif. Masalah umat lain mau menyerang dari mana saja, itu terserah mereka. Dhamma bukan untuk menang dan kalah atau gagahan,tetapi mengundang untuk dilihat dan dibuktikan. Bukan pembuktian teori saja tetapi praktek.

Entah bagaimana jadi praktek vs teori.
Tidak apa kalau anda merasa sudah praktek dan saya teoritis. Berarti kita tidak perlu lanjut lagi.


QuoteSama halnya orang memakan 3 piring nasi, lalu tetap Anda katakan rakus, padahal dia sudah 3 hari dalam kelelahan berjalan di padang gurun. Melihat sesuatu bukan pukul rata bro. Orang yang tidak pernah bertemu agama tsb masih bisa "selamat " contohnya pacekka Buddha. Bukankah bro sudah sepakat waktu itu dan sudah mengerti bahwa diagama mana saja asal mengandung jmb 8 maka bisa selamat walaupun tidak dalam format 8?" koq sekarang jadi bingung lagi?

Saya tidak pernah bilang dengan JMB 8 tidak bisa membebaskan. Yang saya katakan, orang bisa saja mencapai kebebasan tanpa melalui JMB 8. Mengenai ajaran lain dengan format berbeda, jika juga mengandung JMB 8, menurut saya, bisa menyelamatkan.
Namun apakah keseluruhan JMB 8 adalah Buddha Dhamma? Saya katakan tidak. 6 di antaranya adalah dhamma, hanya 2 di antaranya (samma ditthi & samma sati) yang merupakan Buddha Dhamma.



K.K.

Quote from: markosprawira on 03 August 2009, 04:20:32 PM
dear Kai,

sepertinya kembali bro Kai mengartikan JMB-8 secara teoritis/tekstual  dalam tipitaka saja tanpa menyelami pengertiannya secara praktek. Hal ini serupa dengan apa yg disebut PH yaitu 4KM/JMB8 berada di dalam domain intelek/pikiran, merupakan produk berpikir
Bro Markos keliru. Saya tidak pernah membedakan ada diskusi teori vs diskusi praktek. Semua diskusi bagi saya adalah dalam cakupan teori. Praktek tidak bisa didiskusikan.


QuotePadahal sesungguhnya JMB-8 adalah LATIHAN BATIN, ini poin penting yang harus saya tekankan karena sudah pernah saya sebut di : http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12095.150.html

JMB-8 sebagai latihan batin pun sudah saya ulas di http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,8410.0.html, yang kesimpulannya sebagai berikut :
QuoteDari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa cetasika2 yg dlatih meliputi sabbacittasadharana 7, Pakinnaka 6 (cetasika yg berhubungan dengan Jhana), sobhanasadharana cetasika 19, virati cetasika 3 dan pannindriya cetasika 1)

Jadi disini  dapat dilihat bahwa dari setiap unsur dari Jalan Mulia Berunsur 8, ternyata sangat bermanfaat untuk melatih batin kita agar selalu berada dalam kondisi sobhana (Indah).

Semoga dengan penjelasan ini, membuat kita semakin yakin untuk menjalankan Jalan Utama Berunsur 8 karena akan membawa banyak manfaat bagi perkembangan batin kita semua

Kasus serupa mirip seperti Sila, bahwa secara harafiah seolah sila hanyalah apa yang tertulis di tipitaka saja dan yg tidak tertulis berarti boleh dilakukan.
Padahal sesungguhnya Sila adalah latihan kemoralan, bukan hanya teks yg tertulis

Ya, JMB 8 adalah hal bermanfaat, tidak mungkin dipungkiri.
Yang ingin saya sampaikan adalah JMB 8 berisi dhamma &  Buddha-dhamma. Sila adalah dhamma, samadhi adalah dhamma. Panna-lah yang merupakan Buddha-dhamma. Kalau kita mencampur dhamma (sila/samadhi) dengan Buddha-dhamma (panna), maka akan terjebak dengan "kasus khusus" seperti Pilinda Vacha. Namun, kalau begitu, apakah sila tidak perlu? Saya belum cukup gila untuk mengatakan sila/samadhi (dhamma) tidak perlu.


QuoteJika hal2 seperti ini bisa dilihat secara keseluruhan, secara holistik, sesungguhnya semua sutta, abhidhamma dan vinaya akan saling mendukung, saling mengisi bukannya mana yg lebih universal dan mana yang tidak

Hal ini yang membuat PH hanya mengambil 3 sutta saja. Karena jika semua sutta, abhidhamma dan vinaya digabung utk mengartikan ketiga sutta maka apa yg dipraktekkan oleh MMD (menuju terhentinya pikiran) akan menjadi tidak berlaku lagi

Bro Kai sering mengambil sutta2 yg kontroversial, itu sesuatu yg bagus dalam rangka diskusi dengan para scholar nir praktek (textbook tanpa praktek) namun saya rasa, itu tidaklah perlu untuk selalu diungkit2 dalam banyak kesempatan/posting

semoga bs memperjelas  _/\_
Bagi saya, sutta-sutta yang saya ambil tidak kontroversial, karena kisah mana pun di mana ada pencapaian kesucian, pasti melalui Buddha-dhamma. Akan jadi kontroversial jika orang menyatukan dhamma dengan Buddha-dhamma.

Kalau kembali lagi ke praktek vs scholar, memangnya praktek apa yang bisa didiskusikan? Rasanya Jhana? :)

bond

#202
Quote from: Kainyn_Kutho on 04 August 2009, 03:32:17 PM
Quote from: bond on 03 August 2009, 03:56:33 PM
Ini kan menurut Anda yg gemar membaca, cobalah dipraktikan dulu, sekali2 ikut retreat. Kalau hanya membanding-bandingkan sutta-sutta nanti cuma jadi scholar kitab saja. Sutta itu bukan untuk like and dislike tapi untuk diselidiki kebenarannya secara total. Kalau sudah like and dislike maka jadi subjektif. Masalah umat lain mau menyerang dari mana saja, itu terserah mereka. Dhamma bukan untuk menang dan kalah atau gagahan,tetapi mengundang untuk dilihat dan dibuktikan. Bukan pembuktian teori saja tetapi praktek.

Entah bagaimana jadi praktek vs teori.
Tidak apa kalau anda merasa sudah praktek dan saya teoritis. Berarti kita tidak perlu lanjut lagi.


QuoteSama halnya orang memakan 3 piring nasi, lalu tetap Anda katakan rakus, padahal dia sudah 3 hari dalam kelelahan berjalan di padang gurun. Melihat sesuatu bukan pukul rata bro. Orang yang tidak pernah bertemu agama tsb masih bisa "selamat " contohnya pacekka Buddha. Bukankah bro sudah sepakat waktu itu dan sudah mengerti bahwa diagama mana saja asal mengandung jmb 8 maka bisa selamat walaupun tidak dalam format 8?" koq sekarang jadi bingung lagi?

Saya tidak pernah bilang dengan JMB 8 tidak bisa membebaskan. Yang saya katakan, orang bisa saja mencapai kebebasan tanpa melalui JMB 8. Mengenai ajaran lain dengan format berbeda, jika juga mengandung JMB 8, menurut saya, bisa menyelamatkan.
Namun apakah keseluruhan JMB 8 adalah Buddha Dhamma? Saya katakan tidak. 6 di antaranya adalah dhamma, hanya 2 di antaranya (samma ditthi & samma sati) yang merupakan Buddha Dhamma.




Pernah dengar ungkapan Buddha is Dhamma, Dhamma is Buddha.? :) silakan direnungkan... _/\_

Teori dan praktek harus merupakan kesatuan dalam melihat Dhamma. Jika hanya berada disatu sisi khususnya teori saja maka akan menjadi salah satu ekstrem demikian praktek saja tanpa menggunakan panna juga menjadi ekstrem lainnya. Jadi tidak ada teori vs praktek. Jika terjadi maka hal itu menjadi sia-sia dan tidak membawa kepada kemajuan batin.
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

markosprawira

#203
Berikut cuplikan terakhir dari Hudoyo dengan rekan di SP:

Quotemarkos prawira  to samaggiphala   

hudoyo1 <hudoyo [at] cbn.net.id> wrote: Yang penting JANGAN BERBUAT KARMA BARU --entah karma baik entah karma buruk-- SEKARANG.


Sangat prihatin dengan pernyataan diatas karena Buddha dalam Mahapadana sutta dan Ovada Patimokkha justru mengajarkan : Kurangi berbuat jahat, Perbanyak berbuat baik dan mensucikan batin

Mahapadana Sutta :

"Kesabaran adalah tapa yang paling tinggi
Para Buddha bersabda: "Nibbana yang tertinggi dari segala sesuatu"
Beliau bukanlah pertapa yang merugikan orang lain atau pertapa yang tidak menyebabkan orang lain menjadi susah.

Tidak melakukan kejahatan,
Mengembangkan kebajikan,
Mensucikan batin.
Itulah ajaran para Buddha

Tidak memfitnah, tidak menganiaya
Mengendalikan diri sesuai dengan peraturan
Makan dan tidur secukupnya, dan hidup menyepi
Senantiasa berpikir luhur
Itulah ajaran para Buddha." -> disini jelas bhw ajaran Buddha dari jaman Buddha Vipasi, Buddha Sikhi, Buddha Vessabhu, Buddha Kakusanda, Buddha Konagamana, Buddha Kassapa sampai Buddha Gautama adalah sama



Hal sama juga bisa dilihat di Ovada Patimokkha yang diucapkan di depan 1250 org bhikkhu yang semuanya Arahat
Cease to do evil,
cultivate that which is good;
purify the heart.
This is the Way of the Awakened Ones




On 8/4/09, hudoyo1 <hudoyo [at] cbn.net.id> wrote:
  --- In samaggiphala [at] yahoogroups.com, "willibordus" <williamhalim [at] ...> wrote:
>
<< Pak Hud merumuskan: Pikiran lah penyebab segala Dukkha, sehingga Pikiran perlu dihentikan maka Dukkha juga akan berhenti. Untuk menghentikan Pikiran ini Tanpa Usaha, sadari saja... >>
==============================
Ini ajaran Buddha dalam Mupapariyaya-sutta: "Setiap kali muncul YANG DIKENAL, jangan sampai timbul pemikiran, jangan sampai timbul aku, yang ingin memiliki & menyenangi YANG DIKENAL." Apakah YANG DIKENAL itu? Yang dikenal antara lain adalah "Buddha Dhamma".

<< Tapi apakah Dukkha (kilesa/Tanha) yg telah kita pupuk berkalpa2 bisa dikikis hanya dengan 'sadari saja' tanpa perlunya Usaha yg keras?
> Untuk tingkat batin Arahat, mungkin saja iya, hanya dengan sadari maka kita bisa merealisasi akhir dukkha.>>
==============================
Kilesa yang telah ada dari dulu tidak perlu dipikir-pikir, karena tidak ada apa pun yang bisa diperbuat untuk membatalkannya.

Yang penting JANGAN BERBUAT KARMA BARU --entah karma baik entah karma buruk-- SEKARANG.

Inilah yang diajarkan Sang Buddha dalam Mulapariyaya-sutta.

<< Tapi untuk umat awam seperti kita2, Teori "sadari saja dan tidak diperlukan usaha yg keras" hanya mempan untuk merealiasi ketenangan batin di meditasi duduk saja. Selepas itu, tanha kita kembali menggelora. Selepas dihimpit batu, rumput kembali berdiri.>>
==================================
Mulapariyaya-sutta bukan hanya untuk duduk diam saja, melainkan perlu diterapkan dalam kesadaran sehari-hari. Itu kekeliruan pandangan mendasar dari Willibordus terhadap Mulapariyaya-sutta.

<< Apakah kita hidup hanya untuk terus duduk diam bermeditasi hadir dalam keheningan mengkhayalkan "pikiran kita berhenti"? Tidak. Kita berhadapan dengan dunia, meditasi duduk hanya bbrp jam sehari.. Puluhan Jam berikutnya kita harus larut dalam kehidupan, kita akan berhadapan dengan vipaka2... kita memerlukan lebih dari sekedar "ketenangan duduk (istilah MMD: pikiran berhenti :)". Kita perlu USAHA dan DISIPLIN yg kokoh untuk mengikis kilesa kita, mengikis ketebalan Tanha kita nan telah kita pupuk berkalpa-kalpa lampau.
> Kita memerlukan latihan PENGENDALIAN untuk ini semua. Sila, Samadhi dan Panna adalah alat untuk mengendalikannya. Bukan hanya duduk diam berangan2 "pikiran sedang berhenti".>>
==================================
Usaha SI AKU seperti ini hanya bisa membawa orang ke alam brahma, tapi tidak menghasilkan pembebasan, SELAMA SI AKU MASIH BERPERAN, sebaik apa pun perannya.

Hudoyo



markosprawira

Quote from: Kainyn_Kutho on 04 August 2009, 03:43:42 PM
Quote from: markosprawira on 03 August 2009, 04:20:32 PM
dear Kai,

sepertinya kembali bro Kai mengartikan JMB-8 secara teoritis/tekstual  dalam tipitaka saja tanpa menyelami pengertiannya secara praktek. Hal ini serupa dengan apa yg disebut PH yaitu 4KM/JMB8 berada di dalam domain intelek/pikiran, merupakan produk berpikir
Bro Markos keliru. Saya tidak pernah membedakan ada diskusi teori vs diskusi praktek. Semua diskusi bagi saya adalah dalam cakupan teori. Praktek tidak bisa didiskusikan.

Baik jika demikian sudah clear bhw yg dimaksud adalah berdiskusi dalam tataran teoritis, sesuai tipitaka yah  :D

Quote from: Kainyn_Kutho on 04 August 2009, 03:43:42 PM
QuotePadahal sesungguhnya JMB-8 adalah LATIHAN BATIN, ini poin penting yang harus saya tekankan karena sudah pernah saya sebut di : http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12095.150.html

JMB-8 sebagai latihan batin pun sudah saya ulas di http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,8410.0.html, yang kesimpulannya sebagai berikut :
QuoteDari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa cetasika2 yg dlatih meliputi sabbacittasadharana 7, Pakinnaka 6 (cetasika yg berhubungan dengan Jhana), sobhanasadharana cetasika 19, virati cetasika 3 dan pannindriya cetasika 1)

Jadi disini  dapat dilihat bahwa dari setiap unsur dari Jalan Mulia Berunsur 8, ternyata sangat bermanfaat untuk melatih batin kita agar selalu berada dalam kondisi sobhana (Indah).

Semoga dengan penjelasan ini, membuat kita semakin yakin untuk menjalankan Jalan Utama Berunsur 8 karena akan membawa banyak manfaat bagi perkembangan batin kita semua

Kasus serupa mirip seperti Sila, bahwa secara harafiah seolah sila hanyalah apa yang tertulis di tipitaka saja dan yg tidak tertulis berarti boleh dilakukan.
Padahal sesungguhnya Sila adalah latihan kemoralan, bukan hanya teks yg tertulis

Ya, JMB 8 adalah hal bermanfaat, tidak mungkin dipungkiri.
Yang ingin saya sampaikan adalah JMB 8 berisi dhamma &  Buddha-dhamma. Sila adalah dhamma, samadhi adalah dhamma. Panna-lah yang merupakan Buddha-dhamma. Kalau kita mencampur dhamma (sila/samadhi) dengan Buddha-dhamma (panna), maka akan terjebak dengan "kasus khusus" seperti Pilinda Vacha. Namun, kalau begitu, apakah sila tidak perlu? Saya belum cukup gila untuk mengatakan sila/samadhi (dhamma) tidak perlu.


QuoteJika hal2 seperti ini bisa dilihat secara keseluruhan, secara holistik, sesungguhnya semua sutta, abhidhamma dan vinaya akan saling mendukung, saling mengisi bukannya mana yg lebih universal dan mana yang tidak

Hal ini yang membuat PH hanya mengambil 3 sutta saja. Karena jika semua sutta, abhidhamma dan vinaya digabung utk mengartikan ketiga sutta maka apa yg dipraktekkan oleh MMD (menuju terhentinya pikiran) akan menjadi tidak berlaku lagi

Bro Kai sering mengambil sutta2 yg kontroversial, itu sesuatu yg bagus dalam rangka diskusi dengan para scholar nir praktek (textbook tanpa praktek) namun saya rasa, itu tidaklah perlu untuk selalu diungkit2 dalam banyak kesempatan/posting

semoga bs memperjelas  _/\_
Bagi saya, sutta-sutta yang saya ambil tidak kontroversial, karena kisah mana pun di mana ada pencapaian kesucian, pasti melalui Buddha-dhamma. Akan jadi kontroversial jika orang menyatukan dhamma dengan Buddha-dhamma.

Kalau kembali lagi ke praktek vs scholar, memangnya praktek apa yang bisa didiskusikan? Rasanya Jhana? :)


Istilah kontroversial sesungguhnya saya merujuk pada perbedaan yg muncul jika dibandingkan dengan tipitaka pada umumnya seperti yg anda sebut bhw Pilinda itu "mengucapkan omongan kasar" padahal sudah arahat

Boleh tahu rujukan anda menyebutkan Sila adalah Dhamma, samadhi adalah Dhamma sedangkan Panna adalah Buddha-Dhamma? karena bagi saya, apa yang dimaksud dengan Buddha Dhamma sesungguhnya adalah semua yang mengikis LDM, yang mengarah ke pembebasan/nibbana
Jadi termasuk Sila sebagai latihan bagi batin, juga samadhi yang notabene merupakan latihan batin

mohon tanggapannya  _/\_

K.K.

Quote from: bond on 04 August 2009, 03:55:57 PM
Pernah dengar ungkapan Buddha is Dhamma, Dhamma is Buddha.? :) silakan direnungkan... _/\_

Pada perayaan Asadha 2 Minggu lalu, Bhante Pannavaro mengatakan, "tidak berbuat jahat, berbuat baik, bukanlah ajaran Buddha. Itu adalah pengetahuan umum." Saya tidak bisa tidak cocok dengan pendapat bhante, jadi maaf, perenungan demikian tidak cocok buat saya.   _/\_


QuoteTeori dan praktek harus merupakan kesatuan dalam melihat Dhamma. Jika hanya berada disatu sisi khususnya teori saja maka akan menjadi salah satu ekstrem demikian praktek saja tanpa menggunakan panna juga menjadi ekstrem lainnya. Jadi tidak ada teori vs praktek. Jika terjadi maka hal itu menjadi sia-sia dan tidak membawa kepada kemajuan batin.

Demikianlah mengapa saya tidak membedakan perkataan seseorang adalah "teoritis" atau "praktis".  Praktek bukanlah saat meditasi, bukan saat baca Tipitaka, diskusi atau mencerna ceramah. Praktek adalah bagaimana seseorang menerapkan dhamma dalam hidupnya saat ini. Adalah sia-sia jika seseorang mengaku praktisi, menguasai kitab, mahir berdebat, tetapi tidak bisa menyadari ketika keserakahan, kebencian, dan kebodohan bathin timbul dalam pikirannya.


Indra

Quote from: Kainyn_Kutho on 04 August 2009, 04:48:41 PM
Pada perayaan Asadha 2 Minggu lalu, Bhante Pannavaro mengatakan, "tidak berbuat jahat, berbuat baik, bukanlah ajaran Buddha. Itu adalah pengetahuan umum." Saya tidak bisa tidak cocok dengan pendapat bhante, jadi maaf, perenungan demikian tidak cocok buat saya.   _/\_

Namun bagi kita yang belajar dari Tipitaka, jelas bahwa ITU ADALAH AJARAN SEMUA BUDDHA

bond

#207
Quote from: Kainyn_Kutho on 04 August 2009, 04:48:41 PM
Quote from: bond on 04 August 2009, 03:55:57 PM
Pernah dengar ungkapan Buddha is Dhamma, Dhamma is Buddha.? :) silakan direnungkan... _/\_

Pada perayaan Asadha 2 Minggu lalu, Bhante Pannavaro mengatakan, "tidak berbuat jahat, berbuat baik, bukanlah ajaran Buddha. Itu adalah pengetahuan umum." Saya tidak bisa tidak cocok dengan pendapat bhante, jadi maaf, perenungan demikian tidak cocok buat saya.   _/\_


Ngak masalah...kalau tidak cocok untuk direnungkan. karena mungkin bro lebih senang Dhamma yang cocok. Saya sih ngerti maksud bhante Pannavaro, tapi karena adanya Dhamma yg cocok maka saya tidak perlu lagi mengshare arti pernyataan bhante lebih jauh. ^-^ . Cluenya ada di jawaban Betara Indra.  _/\_
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

K.K.

Quote from: markosprawira on 04 August 2009, 04:36:24 PM
Baik jika demikian sudah clear bhw yg dimaksud adalah berdiskusi dalam tataran teoritis, sesuai tipitaka yah  :D
Betul, kira-kira begitu.


QuoteKasus serupa mirip seperti Sila, bahwa secara harafiah seolah sila hanyalah apa yang tertulis di tipitaka saja dan yg tidak tertulis berarti boleh dilakukan.
Padahal sesungguhnya Sila adalah latihan kemoralan, bukan hanya teks yg tertulis

Ya, betul. Tipitaka bukanlah kitab hukum yang harus detail, tetapi acuan agar seseorang bisa mengembangkan diri menjadi pribadi yang lebih baik.



QuoteIstilah kontroversial sesungguhnya saya merujuk pada perbedaan yg muncul jika dibandingkan dengan tipitaka pada umumnya seperti yg anda sebut bhw Pilinda itu "mengucapkan omongan kasar" padahal sudah arahat

Boleh tahu rujukan anda menyebutkan Sila adalah Dhamma, samadhi adalah Dhamma sedangkan Panna adalah Buddha-Dhamma?

Enam dari 8 faktor, yang manakah tidak bisa ditemukan dalam ajaran lain?


Quotekarena bagi saya, apa yang dimaksud dengan Buddha Dhamma sesungguhnya adalah semua yang mengikis LDM, yang mengarah ke pembebasan/nibbana
Jadi termasuk Sila sebagai latihan bagi batin, juga samadhi yang notabene merupakan latihan batin

Sama dengan tanggapan di atas, semua latihan pengembangan bathin dari 6 faktor JMB 8 dapat ditemukan di ajaran lain. Sila dan Samadhi, adalah benar selalu kondusif bagi perkembangan bathin seseorang, yang dengan menjalankannya, akan terlahir kembali di alam bahagia. Tetapi dhamma memang "hanya" akan membawa seseorang sejauh itu, sejauh "baik" dan "buruk", bukan pada berakhirnya kelahiran kembali.

Buddha dhamma adalah melampaui "baik" dan "buruk" yang dikatakan sebagai "bukan kamma gelap maupun terang, dan menuju pada lenyapnya penderitaan".



williamhalim

#209
Quote from: Kainyn_Kutho on 04 August 2009, 05:30:31 PM
Buddha dhamma adalah melampaui "baik" dan "buruk" yang dikatakan sebagai "bukan kamma gelap maupun terang, dan menuju pada lenyapnya penderitaan".

Apa yg ditulis oleh Bro Kai ada benarnya. Tapi kita harus mempertimbangkan apa yg sy tulis berikut ini:

Tingkatan batin setiap manusia berbeda2. Kilesa tiap orang berbeda.
Bagi para Arya, mungkin sedikit Sutta saja, sudah dapat menjernihkan kesadarannya, karena para Arya sudah berusaha sejak lama; kehidupan ini dan banyak kehidupan2 lampau. Namun, bagi yg kilesanya tebal (putthujanna), perlu usaha yg berlapis untuk bisa mengikisnya.

Sekarang, tergantung kita, apakah kita masing2 bisa menilai secara jujur 'tingkat kerusakan' kita? Apakah rasa2nya saya bisa tercerahkan hanya dengan 'sadari saja'? Ataukah saya merasa saya sangat bebal, emosian, tidak tenang, sombong, penuh nafsu, sehingga saya merasa saya memerlukan latihan pengendalian diri, perenungan, latihan konsentrasi (meditasi), untuk bisa sedikit demi sedikit mengikis tanha2 saya yg tebal ini?

Bahkan ada diantara kita yg memerlukan tambahan ritual2, misalnya mempersembahkan bunga, air, menyalakan dupa, dll setiap harinya. Kegiatan2 ini sudah pasti akan diketawakan oleh praktisi MMD. Namun jangan salah, kegiatan ini bagi sebagian orang sangat bermanfaat: batin mereka menjadi lebih bersih, lebih tenang dan siap untuk menerima Dhamma yg lebih tinggi.

Saya masih tetap menilai: Ajaran "Dalam melihat hanya ada melihat, mendengar, mengecap.. dstnya" (Melihat segala sesuatu sebagaimana adanya) *) adalah ajaran tertinggi.. untuk bisa merealisasi itu, kita2 -yg merasa diri putthujhana- tetap memerlukan SILA SAMADHI dan PANNA.

---

*) yatha-bhutam-nana-dassanamyatha-bhuta-nana-dassanam; seeing things as they are, not as they appear to be; melihat dan menerima segala sesuatu sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yg kita inginkan (pembahasan soal ini ada di thread lain di forum ini)

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)