Bolehkah Umat Buddha Menjadi Tentara?

Started by Hikoza83, 07 December 2007, 01:23:20 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Indra

Quote from: Mr. pao on 03 June 2010, 10:14:26 AM
Quote from: upasaka on 03 June 2010, 09:40:13 AM
Bila seorang bhikkhu "melepas jubah" dan menjadi seorang umat awam, kemudian ikut berperang; maka bhikkhu tersebut sebenarnya tidak fokus pada tujuan kebhikkhuannya. Saya sendiri ragu apakah boleh bila seorang bhikkhu "lepas jubah" kemudian ikut berperang, kemudian ingin "memakai jubah" lagi...

Kalo keadaan sangat terdesak bisa jadi om. Contohnya, para perampok udah mengepung vihara.
Tapi semua itu juga tergantung bhikku tsb. Kalo bhikku tersebut mempunyai kelebihan "kemampuan" untuk mendinginkankan situasi, tentu saja tidak akan lepas jubahnya.
Repot nanti upasampada lagi.

saya jadi bingung dengan kata "lepas jubah" apakah hanya dengan melepaskan jubah (literally) berarti seseorang sudah bukan bhikkhu lagi? kalau dalam pengertian "kembali ke kehidupan duniawi" bukankah harus melalui prosedur lepas jubah yg melibatkan Sangha? kecuali bhikkhu itu melakukan pelanggaran parajika yg mana tidak memerlukan prosedur resmi, tapi dalam kasus ini dia tidak lagi diperbolehkan menjadi bhikkhu dalam kehidupan itu.

Nevada

Quote from: Mr. pao on 03 June 2010, 10:14:26 AM
Kalo keadaan sangat terdesak bisa jadi om. Contohnya, para perampok udah mengepung vihara.
Tapi semua itu juga tergantung bhikku tsb. Kalo bhikku tersebut mempunyai kelebihan "kemampuan" untuk mendinginkankan situasi, tentu saja tidak akan lepas jubahnya.
Repot nanti upasampada lagi.

Saya pikir, bhikkhu yang bisa "lepas jubah" dan kemudian "ikut berperang" hanyalah bhikkhu yang belum teguh dalam penghidupan suci. Kalau ingin menjadi bhikkhu, sebaiknya seseorang melepaskan semua hal duniawi termasuk "berperang" melawan penjahat. Kalau ingin ikut "berperang", maka tidak perlu jadi bhikkhu lagi. Jadi tidak semudah itu untuk "pakai-lepas" jubah.


Quote from: Indra on 03 June 2010, 10:21:13 AM
saya jadi bingung dengan kata "lepas jubah" apakah hanya dengan melepaskan jubah (literally) berarti seseorang sudah bukan bhikkhu lagi? kalau dalam pengertian "kembali ke kehidupan duniawi" bukankah harus melalui prosedur lepas jubah yg melibatkan Sangha? kecuali bhikkhu itu melakukan pelanggaran parajika yg mana tidak memerlukan prosedur resmi, tapi dalam kasus ini dia tidak lagi diperbolehkan menjadi bhikkhu dalam kehidupan itu.

"Lepas jubah" ini maksudnya tidak lagi menjadi bhikkhu (Mr. pao sudah mengklarifikasi di halaman sebelumnya).

Indra

Quote from: upasaka on 03 June 2010, 10:30:01 AM
Quote from: Indra on 03 June 2010, 10:21:13 AM
saya jadi bingung dengan kata "lepas jubah" apakah hanya dengan melepaskan jubah (literally) berarti seseorang sudah bukan bhikkhu lagi? kalau dalam pengertian "kembali ke kehidupan duniawi" bukankah harus melalui prosedur lepas jubah yg melibatkan Sangha? kecuali bhikkhu itu melakukan pelanggaran parajika yg mana tidak memerlukan prosedur resmi, tapi dalam kasus ini dia tidak lagi diperbolehkan menjadi bhikkhu dalam kehidupan itu.

"Lepas jubah" ini maksudnya tidak lagi menjadi bhikkhu (Mr. pao sudah mengklarifikasi di halaman sebelumnya).

jika dilakukan sesuai prosedur yg benar, apakah ada waktu untuk itu?

Nevada

Quote from: Indra on 03 June 2010, 10:33:14 AM
jika dilakukan sesuai prosedur yg benar, apakah ada waktu untuk itu?

Bisa saja ada.

Indra

Quote from: upasaka on 03 June 2010, 10:35:04 AM
Quote from: Indra on 03 June 2010, 10:33:14 AM
jika dilakukan sesuai prosedur yg benar, apakah ada waktu untuk itu?

Bisa saja ada.

kalau ada waktu itu artinya bukan situasi darurat, para bhikkhu bisa memilih untuk pergi meninggalkan tempat.

Mr. pao

Kalo spesificnya berlu bhante yang menjawab hal ini.
Kalo pemahaman gw sich, saat terdesak jika tidak ada jalan keluar, satu2nya lepas jubah dan melawan untuk tujuan yang mulia, ini lebih baik dari melanggar dengan membawa sila dan jubah.
Jika ada yang menampar pipi kananku aku akan segera memberikan pipi kirinya telapak kananku, karena dengan demikian hutang karma kita akan segera selesai ditempat. ;D

Indra

Quote from: Mr. pao on 03 June 2010, 10:48:39 AM
Kalo spesificnya berlu bhante yang menjawab hal ini.
Kalo pemahaman gw sich, saat terdesak jika tidak ada jalan keluar, satu2nya lepas jubah dan melawan untuk tujuan yang mulia, ini lebih baik dari melanggar dengan membawa sila dan jubah.


yg jadi masalah pada saat terdesak itu apakah masih mungkin melakukan upacara lepas jubah? sekedar membuka jubah bukan berarti ia bukan bhikkhu lagi, apakah seorang bhikkhu yg mandi adalah bukan bhikkhu?

Hasan Teguh

Quote from: Indra on 03 June 2010, 10:51:28 AM
Quote from: Mr. pao on 03 June 2010, 10:48:39 AM
Kalo spesificnya berlu bhante yang menjawab hal ini.
Kalo pemahaman gw sich, saat terdesak jika tidak ada jalan keluar, satu2nya lepas jubah dan melawan untuk tujuan yang mulia, ini lebih baik dari melanggar dengan membawa sila dan jubah.


yg jadi masalah pada saat terdesak itu apakah masih mungkin melakukan upacara lepas jubah? sekedar membuka jubah bukan berarti ia bukan bhikkhu lagi, apakah seorang bhikkhu yg mandi adalah bukan bhikkhu?
=))

Hasan Teguh

Quote from: Indra on 03 June 2010, 10:51:28 AM
Quote from: Mr. pao on 03 June 2010, 10:48:39 AM
Kalo spesificnya berlu bhante yang menjawab hal ini.
Kalo pemahaman gw sich, saat terdesak jika tidak ada jalan keluar, satu2nya lepas jubah dan melawan untuk tujuan yang mulia, ini lebih baik dari melanggar dengan membawa sila dan jubah.


yg jadi masalah pada saat terdesak itu apakah masih mungkin melakukan upacara lepas jubah? sekedar membuka jubah bukan berarti ia bukan bhikkhu lagi, apakah seorang bhikkhu yg mandi adalah bukan bhikkhu?
Disini terlihat bahayanya jika kita salah menangkap esensi yang dimaksud oleh penulisnya via berbagai lisan dan tulisan.

Indra

Quote from: Hasan Teguh on 03 June 2010, 11:05:41 AM
Quote from: Indra on 03 June 2010, 10:51:28 AM
Quote from: Mr. pao on 03 June 2010, 10:48:39 AM
Kalo spesificnya berlu bhante yang menjawab hal ini.
Kalo pemahaman gw sich, saat terdesak jika tidak ada jalan keluar, satu2nya lepas jubah dan melawan untuk tujuan yang mulia, ini lebih baik dari melanggar dengan membawa sila dan jubah.


yg jadi masalah pada saat terdesak itu apakah masih mungkin melakukan upacara lepas jubah? sekedar membuka jubah bukan berarti ia bukan bhikkhu lagi, apakah seorang bhikkhu yg mandi adalah bukan bhikkhu?
Disini terlihat bahayanya jika kita salah menangkap esensi yang dimaksud oleh penulisnya via berbagai lisan dan tulisan.

ok mungkin saya salah paham, sudikah Bro Hasan menjelaskan esensi yang dimaksudkan?

Hasan Teguh

Quote from: Indra on 03 June 2010, 11:08:05 AM
Quote from: Hasan Teguh on 03 June 2010, 11:05:41 AM
Quote from: Indra on 03 June 2010, 10:51:28 AM
yg jadi masalah pada saat terdesak itu apakah masih mungkin melakukan upacara lepas jubah? sekedar membuka jubah bukan berarti ia bukan bhikkhu lagi, apakah seorang bhikkhu yg mandi adalah bukan bhikkhu?
Disini terlihat bahayanya jika kita salah menangkap esensi yang dimaksud oleh penulisnya via berbagai lisan dan tulisan.
ok mungkin saya salah paham, sudikah Bro Hasan menjelaskan esensi yang dimaksudkan?
Anda memahami arti sebenarnya dari "lepas jubah", yang dalam hal ini tidak sama dengan membuka jubah untuk mandi.

Anda tidak salah paham, bro.  ;)

Mr. pao

Quote from: Indra on 03 June 2010, 10:51:28 AM

yg jadi masalah pada saat terdesak itu apakah masih mungkin melakukan upacara lepas jubah? sekedar membuka jubah bukan berarti ia bukan bhikkhu lagi, apakah seorang bhikkhu yg mandi adalah bukan bhikkhu?
Kalo yang itu belum dapat refrensinya.
beberapa tahun yang lalu gw dapat dari satu cerita majapahit.
isinya kurang lebih begini :
Dulu di kerajaan pernah terjadi kerusuhan, dan ada sekumpulan perampok datang ke desa menjarah, memperkosa dan membunuh. Saat itu desa2 pada takut. Karena mereka semua beragama buddha, mereka jadi bingung, takut.. Ada yang mengatakan untuk mempertahankan sila, mereka memilih mengungsi ke hutan, ada yang memilih tetap tinggal ke desa, ada yang memilih pindah ke desa yang lain. Situasi menjadi tidak terkendali. Dan ada umat yang pergi berlindung ke vihara yang tidak jauh dari desa. Setelah banyak masyarakat kumpul di vihara, ada seorang anak yang cerdik, dia mengunjungi ke kepala vihara dan menanya bagaimana sikap seorang umat buddha dalam menghadapi situasi ini. jawab kepala vihara, agar umat tetap mempertahankan keamanan desanya, jika umat membiarkan situasi berlanjut tanpa pertahanan, maka akan memberikan kesempatan pada perampok tuk terus melakukan kekerasan. Jika kita pasrah n membiarkan orang lain membunuh kita n keluarga, ini bearti kita  telah menyebabkan pembunuhan.
Tanya lanjut anak itu bagaimana jika para perapok sampai datang ke vihara untuk melakukan kekerasan?
Jawab kepala wihara, kalo  perampok sampai datang kevihara untuk melakukan aksi kekerasan, maka saya akan melepas jubah dan sila, serta mengambil tongkat untuk melawan perampok.

Cerita ini ada kemiripan dengan kejadian kerusuhan beberapa puluh tahun lalu, maka gw ceritakan disini.
Jika ada yang menampar pipi kananku aku akan segera memberikan pipi kirinya telapak kananku, karena dengan demikian hutang karma kita akan segera selesai ditempat. ;D

Nevada

Quote from: Indra on 03 June 2010, 10:41:55 AM
kalau ada waktu itu artinya bukan situasi darurat, para bhikkhu bisa memilih untuk pergi meninggalkan tempat.

Maksudnya seperti ini... Misalkan sekarang ada keributan regional. Lalu ada seorang bhikkhu yang memutuskan untuk "lepas jubah", supaya bisa ke kampung halamannya untuk melindungi keluarganya.


Quote from: Mr. pao on 03 June 2010, 10:48:39 AM
Kalo spesificnya berlu bhante yang menjawab hal ini.
Kalo pemahaman gw sich, saat terdesak jika tidak ada jalan keluar, satu2nya lepas jubah dan melawan untuk tujuan yang mulia, ini lebih baik dari melanggar dengan membawa sila dan jubah.

Bro, ketika seseorang memutuskan menjadi bhikkhu, maka pilihan hidupnya adalah menjalankan kehidupan spiritual. Dalam kehidupan spiritual, tentu seharusnya tidak ada yang namanya kekerasan. Oleh karena itu, sebagai seorang bhikkhu, meskipun nyawanya terancam oleh penjahat; ia tetap tidak boleh melakukan kekerasan. Bhikkhu Mahamoggalana saja tidak melawan ketika sejumlah pembunuh bayaran menyerangnya.

Ketika seorang bhikkhu ingin membalas kekerasan dengan kekerasan, meskipun dengan motivasi mempertahankan diri; itu tetap saja pikiran tidak baik (akusala citta). Akusala citta adalah pemikiran yang perlu dilepaskan oleh bhikkhu. Jika seorang bhikkhu ingin "lepas jubah" kemudian ikut berperang (melakukan kekerasan / perlawanan), kemudian "pakai jubah" lagi; bukankah itu cara yang tidak terpuji?

Ketika seseorang menjadi bhikkhu, dia juga harus menjalani kehidupannya dengan tujuan untuk melepaskan segala kekerasan dan mengembangkan cinta kasih; apapun keadaannya. Bila akhirnya dia kembali mengembangkan kekerasan, bukankah percuma saja bila dia menjadi bhikkhu? 

Mr. pao

jika upasaka sebagai kepala vihara tersebut, bagaimana upasaka bertindak?
Orang yang datang ke vihara untuk berlindung banyak lho.
Jika ada yang menampar pipi kananku aku akan segera memberikan pipi kirinya telapak kananku, karena dengan demikian hutang karma kita akan segera selesai ditempat. ;D

Nevada

Quote from: Mr. pao on 03 June 2010, 11:40:13 AM
jika upasaka sebagai kepala vihara tersebut, bagaimana upasaka bertindak?
Orang yang datang ke vihara untuk berlindung banyak lho.

Saya akan berkata: "Perjuangkan apa yang bisa kalian perjuangkan, sedangkan saya akan memerjuangkan apa yang bisa saya perjuangkan." :)