Forum Dhammacitta

Topik Buddhisme => Diskusi Umum => Topic started by: tesla on 18 September 2008, 09:25:13 PM

Title: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 18 September 2008, 09:25:13 PM
Ajaan Sao (1861-1941) bersama dengan muridnya Ajaan Mun (1870-1949) memulai tradisi Kammatthana. Sebuah praktek tapa hutan sesungguhnya, Ajaan Sao tidak meninggalkan satupun tulisan tentang ajarannya. Untungnya, salah satu muridnya — Phra Ajaan Phut Thaniyo — melakukannya, sedikit cacatan mengenai ajaran Ajaan Sao's Teaching: Sebuah Kenangan dengan Phra Ajaan Sao Kantasilo, memberikan kita kesempatan melihat cara mengajar Ajaan Sao yang gayanya sederhana namun sangat kuat/tegas.
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 18 September 2008, 09:28:33 PM

(https://forum.dhammacitta.org/proxy.php?request=http%3A%2F%2Fupload.wikimedia.org%2Fwikipedia%2Fcommons%2F6%2F62%2F03_Ajahn_Sao.jpg&hash=c62e07947c9ef4414bc5618ce694a44a861b1a20)
Ajaan Sao's Teaching:
A Reminiscence of Phra Ajaan Sao Kantasilo

transkrip dari:Phra Ajaan Phut Thaniyo
terjemahan bebas: tesla

Di masa sekarang ini, latihan dg pergi ke hutan untuk bermeditasi dan menjalankan praktik pertapa dhutanga dimulai oleh Phra Ajaan Sao Kantasilo bersama muridnya, Ajaan Mun dan bersama rekannya Phra Ajaan Singh dan Phra Ajaan Lee. Ajaan Sao memiliki sifat bukan pembicara, namun adalah seorang pelaksana (more action less talk). Ketika ia mengajari muridnya, ia berbicara sangat sedikit. Dan yg kebanyakan yg belajar darinya langsung sekarang menjadi sesepuh yg berbicara sedikit seperti gurunya. Jadi, secara Ajaan Sao bukan seorang yg banyak bicara, saya ingin berbagi bagaimana cara dia mengajarkan meditasi.

Bagaimana Phra Ajaan Sao mengajar? JIka seseorang mencarinya dan berkata, "Pak, saya ingin belajar meditasi, bagaimana saya melakukannya?". maka dia akan menjawab, "Bermeditasilah dg kata 'Buddho'."

Jika orang itu bertanya, "Apa artinya 'Buddho'?" Ajaan Sao akan menjawab, "Jangan tanyakan."

"Apa yg akan terjadi setelah saya bermeditasi dg kata 'Buddho'?"

"Jangan tanyakan. Tugasmu adalah sesederhana mengulangi kata 'Buddho' terus menerus dalam hatimu."

Demikianlah ia mengajar: singkat, tanpa penjelasan yg panjang.

Kemudian, jika muridnya mengikuti instruksinya dan dg konsisten berlatih dalam pengulangan, jika pikirannya menjadi tenang dan jernih dari memasuki konsentrasi, dan dia datang bertanya kepada Ajaan Sao: "Ketika bermeditasi dg 'Buddho', pikiran saya menjadi begini dan begitu... Apa yg harus saya lakukan?" Jika latihan itu telah benar, dia hanya akan menjawab, "Teruskan bermeditasi." jika tidak, dia akan menjawab, "Kamu harus melakukan begini dan begitu. Apa yg kamu sedang lakukan tidak tepat."

Misalnya, ketika saya menjadi murid pemulanya, seorang bhikkhu senior dari sekte Mahanikaya datang dan mengajukan dirinya sebagai murid pemula di bawah Ajaan Sao. Ajaan Sao mengajarkan meditasi dg 'Buddho'. Ketika bhikkhu itu cukup dg 'Buddho', pikirannya menjadi tenang dan jernih. Kemudian dia berhenti mengulangi kata 'Buddho'. Di titik ini, pikirannya kosong. Kemudian dia menaruh perhatiannya keluar mengikuti cahaya, banyak penglihatan yg muncul. arwah orang yg telah mati, setan-setan lapar, mahkluk langit, manusia, binatang, gunung, hutan... Kadang-kadang seperti ia atau pikirannya meninggalkan tubuhnya dan pergi menjelajahi hutan dan alam liar dan melihat berbagai macam hal tadi. Lalu, ia datang pada Ajaan Sao dan menceritakannya.

Langsung saja Ajaan Sao menjawab, "Itu tidaklah tepat, pikiran yg mengelana, mengetahui dan melihat keluar tidaklah tepat. Kamu harus membuatnya utk melihat ke dalam."

Bhikkhu itu menjawab, "Bagaimana saya membuatnya utk melihat ke dalam?"

"Ketika pikiran jernih seperti tadi, ketika ia telah meninggalkan repetisi dan hanya duduk diam, lihatlah ke nafas. Jika sensasi nafas muncul dalam kesadaranmu, fokuslah pada nafas itu sebagai objek dan kemudian ikutilah. ikutilah sampai pikiran menjadi bahkan lebih jernih lagi."

dan mengikuti instruksi Ajaan Sao, bhikkhu itu memasuki tingkat konsentrasi -- upacara samadhi --, mengikuti nafas yg semakin halus, dan akhirnya hilang. Sensasi ia memiliki tubuh juga hilang, tinggal dalam kondisi ini, pikirannya duduk sangat diam, kondisi kesadarannya sangat jernih, dg tidak dikenal apa yg maju/mundur (bergerak), tidak dikenal dimana letak pikirannya, karena dalam kondisi itu hanya ada pikiran, itu saja. Dia datang kembali utk bertanya ke Ajaan Sao, "Ketika pikiran saya menjadi lebih tenang dan jernih, saya menetapkan perhatian pada nafas dan mengikutinya sampai saya benar-benar diam, hening. jadi ketika tidak ada apa apa yg tersisa, nafas tidak muncul, sensasi tubuh hilang, hanya ada pikiran yg berdiri, jernih dan diam. Seperti demikian, apakah benar atau salah?"

Ajaan Sao menjawab, "Terlepas dari apakah ini benar atau salah, jadikan ini standarmu. Berusahalah agar kamu dapat melakukannya sesering mungkin, dan ketika kamu sudah terampil, datanglah padaku."

Bhikkhu tsb meneruskan instruksinya lagi dan kemudian dia menjadi ahli dalam menenangkan pikirannya. Setelah ia berulang kali membuat pikirannya begini, konsentrasinya menjadi sangat kuat sampai menimbulkan abhiñña (?)

Setelah ia keluar dari tingkat konsentrasi ini, ia datang kepada Ajaan Sao. Dia diberitahu oleh Ajaan Sao, "Tingkat konsentrasi demikian adalah tetap -- appana samadhi."
"Kamu dapat menetap dalam konsentrasi ini, tetapi tidak ada apa apa di sana. Hanya ada kejernihan dan keheningan. Jika pikiranmu selamanya di sana, ia akan tersangkut di sana. Jadi... ketika pikiranmu seperti ini, perhatikan interval untuk dimana keluar dari konsentrasi. Seketika pikiran memiliki rasa, itu adalah awal dari ia mengambil objek — tidak perduli objek apapun yg muncul pertama — fokus pada aksi mengambil objek ini. dan itulah yang harus kamu selidiki."

Bhikkhu itu terus mengikuti instruksi Ajaan Sao dan dia mengalami kemajuan dalam pikirannya.

Inilah contoh bagaimana Phra Ajaan Sao mengajarkan muridnya — pengajaran dengan hanya sedikit waktu, memberi waktu lebih utk melatih pikiran, seolah-olah yg dia katakan hanyalah, "Lakukan ini dan ini" tanpa penjelasan apapun. Kadang-kadang saya meragukan cara mengajarnya. Ketika itu saya membandingkan dg buku-buku yg telah saya baca atau dg ceramah dhamma yg telah saya dengar dari guru lain. Misalnya Phra Ajaan Singh menulis sebuah buku kecil tentang cara berlatih meditasi, dg judul, Berlindung Tiga Permata (Buddha, Dhamma & Sangha) dan Teknik Meditasi. di buku tsb dikatakan dalam berlatih meditasi kamu harus, sebelum semuanya, duduk dg badan tegap dan perhatian penuh ke depan. Begitulah ia menulisnya, namun Ajaan Sao tidak. Walau yg diajarkan masih sama, perbedaannya Ajaan Sao bukanlah pembicara, jadi dia tidak menggunakan begitu banyak gaya bahasa.

Yg dijelaskannya kepada saya adalah: "Ketika kita membuat pikiran kita mengulangi 'Buddho', perbuatan itu sendiri membangun kewaspadaan. Ketika kita terus berpikir 'Buddho'  dan tidak membiarkannya pergi dari 'Buddho', pikiran kita telah menjadi sehat dan kuat. Selalulah perhatikan pikiran utk tetap pada 'Buddho'. Begitu ketika pikiran kita keluar, lupa berpikir 'Buddho' dan memikirkan yg lain, itu adalah tanda adanya kegagalan dalam kewaspadaan kita. Jika kita bisa menjaga kewaspadaan kita pada pengulangan 'Buddho' tanpa jeda, barulah kewaspadaan kita telah cukup kuat... Berpikirlah suatu objek, sampai pikiran menyatu dg itu, itulah cara membangun kewaspadaan." Itulah yg dijelaskannya padaku.

Ini adalah salah satu contoh bagaimana saya melihat dan mendengar Phra Ajaan Sao mengajarkan meditasi, dan seharusnya sudah cukup untuk melayani kita sebagai makanan utk pikiran.
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: Edward on 19 September 2008, 11:09:07 AM
Nice post Tesla....
Apakah ini menggambarkan bahwa, dalam semua meditasi, pada akhirnya kita akan meninggalkan semua teori2, dan hanya berfokus pada objek kita?
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 19 September 2008, 12:42:50 PM
Quote from: Edward on 19 September 2008, 11:09:07 AM
Nice post Tesla....
Apakah ini menggambarkan bahwa, dalam semua meditasi, pada akhirnya kita akan meninggalkan semua teori2, dan hanya berfokus pada objek kita?
sepertinya begitu... kalau lagi meditasi kita berpikir yg lain, itu artinya ada kegagalan dalam kewaspadaan... (kata Ajaan Sao) :P
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: markosprawira on 19 September 2008, 12:46:22 PM
Setiap orang akan mempunyai kecocokan dengan metode masing-masing

Sungguh disayangkan kalau meditator yang seharusnya mengikis LDM, justru memperbanyak Lobha dengan mempertahankan bahwa metodenyalah yang paling benar........  _/\_

Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: bond on 19 September 2008, 01:20:58 PM
Quote
Setelah ia keluar dari tingkat konsentrasi ini, ia datang kepada Ajaan Sao. Dia diberitahu oleh Ajaan Sao, "Tingkat konsentrasi demikian adalah tetap -- appana samadhi."
"Kamu dapat menetap dalam konsentrasi ini, tetapi tidak ada apa apa di sana. Hanya ada kejernihan dan keheningan. Jika pikiranmu selamanya di sana, ia akan tersangkut di sana. Jadi... ketika pikiranmu seperti ini, perhatikan interval untuk dimana keluar dari konsentrasi. Seketika pikiran memiliki rasa, itu adalah awal dari ia mengambil objek — tidak perduli objek apapun yg muncul pertama — fokus pada aksi mengambil objek ini. dan itulah yang harus kamu selidiki."
[/b]

Yg di bold adalah saat mulai bervipasana.

Quote
Nice post Tesla....
Apakah ini menggambarkan bahwa, dalam semua meditasi, pada akhirnya kita akan meninggalkan semua teori2, dan hanya berfokus pada objek kita?

Sesungguhnya Ajahn Sao sendiri sebelumnya memahami teori2 yg diajarkan Sang Buddha dengan pengertian benar. Jadi sebenarnya teori tersebut tidak ditinggalkan tetapi telah teraplikasikan. Karena dalam teori tersebut pun juga isinya adalah bagaimana cara melakukan tugas kita sebagai meditator/pelaksana. Disini banyak berpengertian rancu meninggalkan teori yg diartikan sebagai  tidak digunakan sama sekali atau tidak berguna sama sekali. Atau dianggap tidak dipikirkan dalam meditasi. Jadi sebenernya teorinya memang diajarkan untuk tidak memikirkan teori.

Jadi apa yg ditinggalkan dan yg tidak ditinggalkan itu adalah istilah yg kurang tepat. Yg ada bagaimana panna menyikapi setiap fenomena dalam meditasi ataupun dalam kehidupan sehari2 dalam tiap momen saat ini. Kalau ada dikatakan "meninggalkan" berarti masih terpaku pada sesuatu yg ada lalu menjadi tiada(terpaku pada konsep atta/aku). Yg sebenarnya semuanya hanyalah perubahan.
_/\_




Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: markosprawira on 19 September 2008, 01:52:02 PM
Quote from: bond on 19 September 2008, 01:20:58 PM
Sesungguhnya Ajahn Sao sendiri sebelumnya memahami teori2 yg diajarkan Sang Buddha dengan pengertian benar. Jadi sebenarnya teori tersebut tidak ditinggalkan tetapi telah teraplikasikan. Karena dalam teori tersebut pun juga isinya adalah bagaimana cara melakukan tugas kita sebagai meditator/pelaksana. Disini banyak berpengertian rancu meninggalkan teori yg diartikan sebagai  tidak digunakan sama sekali atau tidak berguna sama sekali. Atau dianggap tidak dipikirkan dalam meditasi. Jadi sebenernya teorinya memang diajarkan untuk tidak memikirkan teori.

Jadi apa yg ditinggalkan dan yg tidak ditinggalkan itu adalah istilah yg kurang tepat. Yg ada bagaimana panna menyikapi setiap fenomena dalam meditasi ataupun dalam kehidupan sehari2 dalam tiap momen saat ini. Kalau ada dikatakan "meninggalkan" berarti masih terpaku pada sesuatu yg ada lalu menjadi tiada(terpaku pada konsep atta/aku). Yg sebenarnya semuanya hanyalah perubahan.
_/\_

sangat inspiratif sekali........  ^:)^

GRP sent..........
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: Hendra Susanto on 19 September 2008, 02:13:33 PM
QuoteSesungguhnya Ajahn Sao sendiri sebelumnya memahami teori2 yg diajarkan Sang Buddha dengan pengertian benar. Jadi sebenarnya teori tersebut tidak ditinggalkan tetapi telah teraplikasikan. Karena dalam teori tersebut pun juga isinya adalah bagaimana cara melakukan tugas kita sebagai meditator/pelaksana. Disini banyak berpengertian rancu meninggalkan teori yg diartikan sebagai  tidak digunakan sama sekali atau tidak berguna sama sekali. Atau dianggap tidak dipikirkan dalam meditasi. Jadi sebenernya teorinya memang diajarkan untuk tidak memikirkan teori.

Jadi apa yg ditinggalkan dan yg tidak ditinggalkan itu adalah istilah yg kurang tepat. Yg ada bagaimana panna menyikapi setiap fenomena dalam meditasi ataupun dalam kehidupan sehari2 dalam tiap momen saat ini. Kalau ada dikatakan "meninggalkan" berarti masih terpaku pada sesuatu yg ada lalu menjadi tiada(terpaku pada konsep atta/aku). Yg sebenarnya semuanya hanyalah perubahan.

ko bonk mantep "jempol"
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: ryu on 19 September 2008, 02:43:37 PM
Hmm kalo gitu tidak ada bedanya dengan orang karesten yang bilang Yesus terus dalam hatinya? atau Allah? apakah mereka melakukan meditasi kalau diambil dalam sudut pandang Buddhist?
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 19 September 2008, 02:57:25 PM
Quote from: bond on 19 September 2008, 01:20:58 PM
Jadi apa yg ditinggalkan dan yg tidak ditinggalkan itu adalah istilah yg kurang tepat. Yg ada bagaimana panna menyikapi setiap fenomena dalam meditasi ataupun dalam kehidupan sehari2 dalam tiap momen saat ini. Kalau ada dikatakan "meninggalkan" berarti masih terpaku pada sesuatu yg ada lalu menjadi tiada(terpaku pada konsep atta/aku). Yg sebenarnya semuanya hanyalah perubahan.
_/\_

setuju, pada ultimatenya memang tidak ada teori-teori yg ditinggalkan... mengapa?
karena pikiran itu sendiri lah teori-teori itu.

sebuah rumah tidak mungkin meninggalkan tiang-tiang, atap & lantai... mengapa?
karena tanpa semua itu, tidak ada rumah :)

demikian juga pikiran kita.

baik rumah maupun pikiran beserta objek berkondisi lainnya selalu mengalami perubahan. itulah yg harus kita perhatikan. dalam gaya Ajahn Sao, ia menekankan pada konsentrasi terlebih (pikiran yg diam pada satu titik) dahulu, yg saya yakini selaras dg meningkatnya konsentrasi kewaspadaan jg ikut meningkat. setelah cukup, baru ia mengajarkan vipassana/insight.

oke, kalau berkesempatan saya ingin menampilkan lanjutannya, Ajahn Mun...
mudah2an ada kondisi mendukung.

_/\_
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 19 September 2008, 03:00:33 PM
Quote from: ryu on 19 September 2008, 02:43:37 PM
Hmm kalo gitu tidak ada bedanya dengan orang karesten yang bilang Yesus terus dalam hatinya? atau Allah? apakah mereka melakukan meditasi kalau diambil dalam sudut pandang Buddhist?
boleh juga dibilang begitu, namun apakah intensitasnya memadai?
jika ia dapat terus berpikir hanya "Yesus" saja dalam waktu yg cukup, saya yakin ia akan meningkatkan konsentrasinya. mudah2an konsentrasi tersebut dapat menjadi fondasi utk meditasi berikutnya penyelidikan tubuh & jiwa/roh.
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: ryu on 19 September 2008, 03:07:30 PM
Quote from: tesla on 19 September 2008, 03:00:33 PM
Quote from: ryu on 19 September 2008, 02:43:37 PM
Hmm kalo gitu tidak ada bedanya dengan orang karesten yang bilang Yesus terus dalam hatinya? atau Allah? apakah mereka melakukan meditasi kalau diambil dalam sudut pandang Buddhist?
boleh juga dibilang begitu, namun apakah intensitasnya memadai?
jika ia dapat terus berpikir hanya "Yesus" saja dalam waktu yg cukup, saya yakin ia akan meningkatkan konsentrasinya. mudah2an konsentrasi tersebut dapat menjadi fondasi utk meditasi berikutnya penyelidikan tubuh & jiwa/roh.
Tapi saya rasa tidak akan semudah itu, orang yang beragama lain yang tidak mengenal apa yang namanya meditasi/Anata keknya tanpa pengetahuan anata susah untuk merealisasi nibbana.
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 19 September 2008, 03:12:51 PM
Quote from: ryu on 19 September 2008, 03:07:30 PM
Quote from: tesla on 19 September 2008, 03:00:33 PM
Quote from: ryu on 19 September 2008, 02:43:37 PM
Hmm kalo gitu tidak ada bedanya dengan orang karesten yang bilang Yesus terus dalam hatinya? atau Allah? apakah mereka melakukan meditasi kalau diambil dalam sudut pandang Buddhist?
boleh juga dibilang begitu, namun apakah intensitasnya memadai?
jika ia dapat terus berpikir hanya "Yesus" saja dalam waktu yg cukup, saya yakin ia akan meningkatkan konsentrasinya. mudah2an konsentrasi tersebut dapat menjadi fondasi utk meditasi berikutnya penyelidikan tubuh & jiwa/roh.
Tapi saya rasa tidak akan semudah itu, orang yang beragama lain yang tidak mengenal apa yang namanya meditasi/Anata keknya tanpa pengetahuan anata susah untuk merealisasi nibbana.

saya sih taunya Katholik yah...
menurut saya kontemplasi, seperti baca doa 'Bapa Kami' atau 'Bunda Maria' terus menerus sambil menggeser biji rosario juga salah satu bentuk meditasi samatha kok...
entah kenapa sekarang saya jarang menemui yg seperti itu lagi...
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: markosprawira on 19 September 2008, 03:14:40 PM
Quote from: tesla on 19 September 2008, 03:00:33 PM
Quote from: ryu on 19 September 2008, 02:43:37 PM
Hmm kalo gitu tidak ada bedanya dengan orang karesten yang bilang Yesus terus dalam hatinya? atau Allah? apakah mereka melakukan meditasi kalau diambil dalam sudut pandang Buddhist?
boleh juga dibilang begitu, namun apakah intensitasnya memadai?
jika ia dapat terus berpikir hanya "Yesus" saja dalam waktu yg cukup, saya yakin ia akan meningkatkan konsentrasinya. mudah2an konsentrasi tersebut dapat menjadi fondasi utk meditasi berikutnya penyelidikan tubuh & jiwa/roh.


dear tesla,

salah satu dalam jalan utama berunsur 8 adalah Konsentrasi yang benar (samma sati)

Kolaborasi yang sesuainya, adalah dengan Pandangan Benar/samma ditthi, sehingga membentuk Samma Samadhi

Ini sudah pernah disebut dalam Miccha Samadhi di http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4204.0

Jadi selama tidak memahami konsep Anatta yang benar, maka dia akan terus berputar dalam samsara  _/\_
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: markosprawira on 19 September 2008, 03:19:45 PM
Quote from: tesla on 19 September 2008, 03:12:51 PM
saya sih taunya Katholik yah...
menurut saya kontemplasi, seperti baca doa 'Bapa Kami' atau 'Bunda Maria' terus menerus sambil menggeser biji rosario juga salah satu bentuk meditasi samatha kok...
entah kenapa sekarang saya jarang menemui yg seperti itu lagi...

dear tesla,

Dalam Visuddhimagga dikatakan terdapat 40 obyek meditasi Samatha.

Ke 40 obyek itu terdiri dari :
10 obyek kasina
10 obyek yang menjijikkan (asubha)
10 obyek perenungan (anussati)
4 obyek kediaman luhur (brahmavihara)
4 obyek tanpa bentuk (arupa)
10 obyek perenungan terhadap makanan (aharepatikulasana) dan
1 obyek empat unsur (catu dathu vatana).


Kasina berarti keseluruhan.
Dengan kata lain, saat mempraktekkan meditasi dengan obyek kasina, anda harus memusatkan pikiran pada obyek yang berbentuk lingkaran. Sebagai langkah awal dapat dilakukan dengan mata.
Anda dapat menggunakan obyek kasina saat mempraktekkan meditasi Samatha.
Misal, tanah (pathavi kasina), air (apo kasina), api (tejo kasina), udara (vayo kasina), cahaya (aloka kasina), warna merah (lohita kasina), biru (nila kasina), kuning (pita kasina), putih (odata kasina) dan obyek angkasa (akasa 0kasina).

Sedang 10 obyek yang menjijikkan (asubha) meliputi :

Uddhumataka asubha, merupakan obyek yang diambil dari mayat manusia, atau bangkai binatang yang membengkak atau kembung oleh angin.
Vinilaka asubha, obyek yang diambil dari mayat yang sudah kebiru-biruan (campuran warna biru, hijau, putih). Kadang mengandung nanah dan cairan serta kotoran lain yang terdapat dalam jasad.
Vipubbaka asubha, obyek yang diambil dari mayat yang sudah bernanah dan juga sudah dibedah sehingga terlihat nanah yang berceceran keluar dari mata, hidung, telinga dan muka.
Vicchiddaka asubha, obyek yang diambil dari mayat yang sudah terbelah menjadi dua bagian.
Vikkhayitaka asubha, obyek yang diambil dari mayat yang sudah digerogoti binatang kecil ataupun yang dimakan binatang buas.
Vikkhitaka asubha, obyek yang diambil dari mayat yang sudah hancur atau terpotong-potong, tapi masih ada dagingnya.
Hatavikkhitaka asubha, obyek yang diambil dari mayat yang sudah busuk dan hancur/terpotong besar/kecil dan masih ada daging.
Lohitaka asubha, obyek yang diambil dari mayat yang mengeluarkan darah, cairan atau kotoran lain.
Puluvaka asubha, obyek yang diambil dari mayat yang penuh belatung dan menggerogoti mayat dari luar dan dalam sehingga berlubang-lubang sampai habis.
Atthika asubha, obyek yang diambil dari mayat yang sudah tinggal tengkorak.

Adapun 10 obyek perenungan (anussati) meliputi :

Buddhanussati, perenungan terhadap Sang Buddha yang telah terbebas dari lobha (keserakahan), dosa (kebencian) dan moha (kegelapan batin).
Dhammanussati, perenungan terhadap Dhamma yang tidak terkena lobha, dosa dan moha.
Sanghanussati, perenungan terhadap Ariya Sangha, bahwa beliau-beliau telah terbebas dari lobha, dosa dan moha.
Silanussati, perenungan terhadap sila yang dilakukan oleh diri sendiri.
Caganussati, perenungan terhadap dana yang telah dilaksanakan.
Devatanussati, perenungan terhadap makhluk agung (brahma, dewa).
Maranussati, perenungan terhadap kematian yang akan dialami.
Kayagatanussati, perenungan terhadap kekotoran jasmani.
Anapanasati, perenungan terhadap keluar-masuknya napas.
Upasamanussati, perenungan terhadap Keadaan nibbana yang terbebas dari kekotoran batin dan penderitaan.

Nah dari sini, bisa dicek apakah obyek yang digunakan sudah selaras dengan yang dimaksud dengan Samatha Bhavana dalam VisuddhiMagga  _/\_
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: markosprawira on 19 September 2008, 03:22:35 PM
Biar lebih selaras, bagi seseorang yg akan melaksanakan meditasi Samatha Bhavana, ia harus memilih objek meditasi yg sesuai dengan karakter atau wataknya (carita). Semua orang memiliki watak yg merupakan pembawaannya sejak lahir (yg dihasilkan oleh karmanya). Secara umum watak manusia ada tujuh buah yaitu:
1. Ragacarita (watak kenafsuan besar): sensitif dengan nilai2 keindahan & keharmonisan, mudah sekali terpengaruh dengan kecantikan wanita atau ketampanan pria, menyukai keindahan musik,dll yg pada umumnya memuaskan nafsu indera. Objek meditasi yg sesuai adalah 10 Asubha dan Kayagatasati (perenungan thd jasmani).
2. Dosacarita (watak kebencian): mudah tersinggung, mudah terkena hasutan yg sekecil apapun, mudah merasa bosan, jengkel, kesal, marah, cemburu, iri, benci dan dendam. Objek meditasi yg sesuai adalah 4 Kasina warna dan 4 Appamana.
3. Mohacarita (watak ketidaktahuan): berprilaku konyol (tindakannya banyak yg nampak tidak wajar). Objek meditasi yg sesuai adalah Anapanasati (perenungan tentang pernapasan).
4. Vitakkacarita (watak berpikiran yg tidak terkendali/kacau): sering cemas akan kesukaran2, mudah sekali berubah prinsip, pendiriannya mudah goyah. Objek yg sesuai adalah Anapanasati (perenungan tentang pernapasan).
5. Saddhacarita (watak yg mudah percaya): mudah menerima segala sesuatu yg ia dengar walaupun belum jelas informasinya. Ia menganggap semua yg didengarnya adalah fakta tanpa meneliti lebih lanjut sehingga mudah sekali ditipu. Objek meditasi yg sesuai adalah 6 anussati (perenungan tentang Buddha, Dharma, Sangha, Sila, Caga (kedermawanan) dan Devata.
6. Buddhicarita (watak kecerdasan): selalu menolak pandangan/informasi yg tidak masuk akal, pikirannya selalu bekerja, selalu menganggap pandangannya yg paling benar. Objek meditasi yg sesuai adalah Maranasati (Perenungan tentang kematian), Upasamanussati (perenungan tentang ketenangan), Aharapatikulasanna (perenungan bahwa makanan itu menjijikan) dan Catudhatuvavatthana (analisa thd 4 unsur yg ada dlm badan jasmani).
7. Sabbacarita (watak campuran/kombinasi dari keenam watak di atas). Objek yg sesuai adalah 6 Kasina wujud dan 4 Arupa.

Anda termasuk orang yg berwatak apa?

Setelah menentukan apa watak anda, pilihlah objek yg sesuai dengan watak anda tsb agar dapat dengan mudah menenangkan pikiran dan dengan demikian pemusatan pikiran akan lebih mudah terpenuhi.

Bila objek meditasi tidak sesuai dengan watak kita, maka pemusatan pikiran akan sulit dicapai. Hal ini bagaikan orang jurusan bahasa namun belajar matematika.

Maaf jadi rada "ga nyambung".  :-[
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 19 September 2008, 03:24:42 PM
dear markos,

dalam hal ini saya ada sedikit perbedaan.
bagi saya konsentrasi objeknya dapat apa aja, kriterianya adalah kenetralan perasaan yg muncul thd objek itu. mis: meditasi 'Buddho' Ajaan ChahSao... Bagi saya itu bukan Buddhanusati, karena Ajaan bahkan tidak ingin berdiskusi tentang arti Buddho... itu murni hanyalah pengulangan...

_/\_






ralat: kurang sati... Sao jadi Chah :hammer:
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: markosprawira on 19 September 2008, 03:40:31 PM
dear tesla,


the choice is yours, bro  _/\_

sebagai putthujhana, yang saya bisa hanyalah merujuk pada Tipitaka, bukan pengalaman pribadi atau cuap2 sembarangan  :-[
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 19 September 2008, 03:47:38 PM
yup, pada akhirnya semua kembali ke diri sendiri... _/\_
umat Buddha berpegang pada Tipitaka, umat kr****n berpegang pada Alkitab, dst...
dalam hal ini semua agama seimbang saja...

sebagai yg tidak mengetahui, saya hanyalah melakukan penyelidikan (ehipassiko) dengan kemampuan terbatas yg saya miliki.

Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan,
oleh diri sendiri seseorang menjadi suci.
Suci atau tidak suci tergantung pada diri sendiri.
Tak seseorang pun yang dapat mensucikan orang lain.
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: Sukma Kemenyan on 19 September 2008, 03:48:03 PM
Kalau gw boleh kurang ajar...
Yang diajarkan Ajahn Sao itu metoda Samatha...
lebih tepatnya Anapanasati

Kita semua disini cuma terpaku pada kata "Buddho"
padahal ada satu lage yg diminta Ajahn Sao untuk diperhatikan...

dan yg satu lage itu mo Objek apapun selalu berakhir ksono...
Mungkin "satu lage itu" bahasa kerennya nimitta



Secara gamblang...
Kalao dari yg gw baca...

Ajahn Sao nyuruh focus ke:
1. Buddho...
Quote from: Ajahn Sao "Bermeditasilah dg kata 'Buddho'."

2. Nafas
Quote from: Ajahn Sao"Ketika pikiran jernih seperti tadi, ketika ia telah meninggalkan repetisi dan hanya duduk diam, lihatlah ke nafas. Jika sensasi nafas muncul dalam kesadaranmu, fokuslah pada nafas itu sebagai objek dan kemudian ikutilah. ikutilah sampai pikiran menjadi bahkan lebih jernih lagi."

3. nimitta
Quote from: Ajahn Sao"Kamu dapat menetap dalam konsentrasi ini, tetapi tidak ada apa apa di sana. Hanya ada kejernihan dan keheningan. Jika pikiranmu selamanya di sana, ia akan tersangkut di sana. Jadi... ketika pikiranmu seperti ini, perhatikan interval untuk dimana keluar dari konsentrasi. Seketika pikiran memiliki rasa, itu adalah awal dari ia mengambil objek — tidak perduli objek apapun yg muncul pertama — fokus pada aksi mengambil objek ini. dan itulah yang harus kamu selidiki."

Ini seperti bagaimana guru-guru lainnya mengatakan apa itu Anapanasati,
Hanya bedanya Ajahn Sao mengaplikasikannya dalam gaya khas'nya
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 19 September 2008, 04:04:22 PM
Quote from: Kemenyan on 19 September 2008, 03:48:03 PM
Kalau gw boleh kurang ajar...
Yang diajarkan Ajahn Sao itu metoda Samatha...
lebih tepatnya Anapanasati

Kita semua disini cuma terpaku pada kata "Buddho"
padahal ada satu lage yg diminta Ajahn Sao untuk diperhatikan...
yg diajarkan oleh Ajahn Sao menurut saya murni hanya pengulangan kata 'Buddho', tidak ada penjelasan lebih dari itu.
yg diajarkan oleh Ajahn Thate juga meditasi 'Buddho', namun ada penjelasannya... kapan2 deh :P

meditasi pengulangan dapat dijumpai dalam Kitap Pali, sebelum Siddhattha menjadi Buddha... kedua gurunya mengajarkan pengulangan... namun setelah sampai jhana, berhenti saja di sana.
di sini saya melihat bahwa tingkat konsentrasi dapat dilakukan dg pengulangan kata (pikiran terpusat pada 1 objek & tidak berpindah-pindah).

Quote
dan yg satu lage itu mo Objek apapun selalu berakhir ksono...
Mungkin "satu lage itu" bahasa kerennya nimitta
mengenai pengambilan objek oleh pikiran, mungkin yg memahami Abhidhamma bisa lebih menjelaskannya...

Anumodana _/\_

Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 19 September 2008, 04:09:16 PM
Quote from: Kemenyan on 19 September 2008, 03:48:03 PM
2. Nafas
Quote from: Ajahn Sao"Ketika pikiran jernih seperti tadi, ketika ia telah meninggalkan repetisi dan hanya duduk diam, lihatlah ke nafas. Jika sensasi nafas muncul dalam kesadaranmu, fokuslah pada nafas itu sebagai objek dan kemudian ikutilah. ikutilah sampai pikiran menjadi bahkan lebih jernih lagi."

mungkin juga yg diajarkan Ajahn Sao bisa dikategorikan Anapanasati...
setahu saya & seingat saya, meditasi yg dimulai dg men-label-kan nafas "keluar" & "masuk" pada tahapan berikutnya, pelabelan itu jg dihentikan. cukup menyadari nafas keluar & masuk. sepertinya penggunaan kata seperti "keluar-masuk" atau "buddho" adalah stage yg lebih mudah utk membangun konsentrasi dasar. namun karena utk mengucapkan kata (dalam hati) itu masih cukup rumit (byk proses berpikir), stage berikutnya hanyalah menyadari...
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: ryu on 19 September 2008, 04:12:26 PM
apakah ada bedanya meditasi di hutan dengan di kota :))
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 19 September 2008, 04:16:10 PM
Quote from: ryu on 19 September 2008, 04:12:26 PM
apakah ada bedanya meditasi di hutan dengan di kota :))

di hutan ransangan indra lebih sedikit... yg banyak malah bahaya alam liar (mis: binatang buas).
tapi kita2 yg udah melekat dg ransangan indra di kota seperti mall/shopping center, lampu2, peralatan elektronik praktis... sepertinya berat sekali utk ke hutan yah :))
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: ryu on 19 September 2008, 04:21:13 PM
Quote from: tesla on 19 September 2008, 04:16:10 PM
Quote from: ryu on 19 September 2008, 04:12:26 PM
apakah ada bedanya meditasi di hutan dengan di kota :))

di hutan ransangan indra lebih sedikit... yg banyak malah bahaya alam liar (mis: binatang buas).
tapi kita2 yg udah melekat dg ransangan indra di kota seperti mall/shopping center, lampu2, peralatan elektronik praktis... sepertinya berat sekali utk ke hutan yah :))
Bahayanya lebih sedikit tapi kemelekatan yang banyak :))
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: Sukma Kemenyan on 19 September 2008, 04:28:40 PM
Quote from: tesla on 19 September 2008, 04:04:22 PMsebelum Siddhattha menjadi Buddha... kedua gurunya mengajarkan pengulangan... namun setelah sampai jhana, berhenti saja di sana.
Pada murid Ajahn Sao sebelumnya...
Tidak dikatakan bahwa Bhikku tersebut mencapai Jhana...
Jauh lebih tepat bila dikatakan Bhikku tersebut kehilangan Objek apapun,
dan menjadi mengikuti Objek External...

Ajaan Sao mengajarkan meditasi dg 'Buddho'. Ketika bhikkhu itu cukup dg 'Buddho', pikirannya menjadi tenang dan jernih. Kemudian dia berhenti mengulangi kata 'Buddho'. Di titik ini, pikirannya kosong. Kemudian dia menaruh perhatiannya keluar mengikuti cahaya, banyak penglihatan yg muncul. arwah orang yg telah mati, setan-setan lapar, mahkluk langit, manusia, binatang, gunung, hutan... Kadang-kadang seperti ia atau pikirannya meninggalkan tubuhnya dan pergi menjelajahi hutan dan alam liar dan melihat berbagai macam hal tadi.

Lalu, ia datang pada Ajaan Sao dan menceritakannya.

Langsung saja Ajaan Sao menjawab,
"Itu tidaklah tepat!
pikiran yg mengelana, mengetahui dan melihat keluar tidaklah tepat.
Kamu harus membuatnya utk melihat ke dalam."

"Ketika pikiran jernih seperti tadi, ketika ia telah meninggalkan repetisi dan hanya duduk diam, lihatlah ke nafas. Jika sensasi nafas muncul dalam kesadaranmu, fokuslah pada nafas itu sebagai objek dan kemudian ikutilah. ikutilah sampai pikiran menjadi bahkan lebih jernih lagi."
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: Sukma Kemenyan on 19 September 2008, 04:34:45 PM
Quote from: tesla on 19 September 2008, 04:09:16 PMsepertinya penggunaan kata seperti "keluar-masuk" atau "buddho" adalah stage yg lebih mudah utk membangun konsentrasi dasar.
Mungkin seperti itulah adanya,

Namun,
Saya kurang setuju dengan yg ini
Quotenamun karena utk mengucapkan kata (dalam hati) itu masih cukup rumit (byk proses berpikir), stage berikutnya hanyalah menyadari...
Dikarenakan ketika konsentrasi terfocus,
Akan ada buah konsentrasi, akan ada "cerminan konsentrasi" yg disebut dengan nimitta
dan sejauh apa saya membaca buku2x meditasi...
kebanyakan menyarankan untuk memperhatikan nimitta

memperhatikan disini bukan hanya menyadari,
bahkan mengendalikan...

Namun pada kasus Ajahn Sao diatas di jelaskan dengan perkataan:
"fokus pada aksi mengambil objek ini. dan itulah yang harus kamu selidiki."

Selidiki memiliki banyak arti...
dan selidiki itu aktif, bukan hanya pasif (read: menyadari)
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 19 September 2008, 04:38:43 PM


(https://forum.dhammacitta.org/proxy.php?request=http%3A%2F%2Fi256.photobucket.com%2Falbums%2Fhh193%2F%253Cbr%2520%2F%253E%253Cbr%2520%2F%253Ebengalskimrmot%2F0A2bAjahnMunSit.jpg&hash=c96f176d34e00a34631735683d414fe5dee7ba32)

Phra Ajaan Mun Bhuridatto(1870-1949)

Ajaan Mun lahir tahun 1870 di Baan Kham Bong, sebuah desa pertanian di provinsi Ubon Ratchathani, timur laut Thailand. Menjadi bhikkhu pada tahun 1893. ia menghabiskan sisa hidupnya mengelana antara Thailand, Burma dan Laos, kebanyakan dalam bagian dalam hutan, serius berlatih dalam meditasi. Dirinya menarik perrhatian banyak murid. Dan bersama dg gurunya, Ajahn Sao, mereka membentuk tradisi meditasi dalam hutan (Kammatthana tradition) yg nantinya menyebar sampai ke Thailand dan beberapa negara tetangganya. Ia meninggal tahun 1949 di Wat Suddhavasa, provinsi Sakon Nakhorn.

diambil dari: A Heart Released.

Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: Sukma Kemenyan on 19 September 2008, 04:39:50 PM
Maaf tesla,
kalau thread ini dipindahkan ke Meditasi gmana?

rasanya kontennya lebih tepat dsono...

tapi entah juga...
Gw ragu dengan apa yg dibahas di thread ini,
Apakah membahas apa metoda meditasi yang diajarkan Ajahn Sao (Samatha/Vipasanna/etc) ?
ataukan... bagaimana "metoda guru" dalam mendidik ?


edit...
nevermind dech...
Saya kira yg dibahas bukan "apa metoda meditasi yg diajarkan Ajahn Sao"
melainkan, Bagaimana contoh seorang guru mengajarkan yang tanpa bekal konsep
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: ryu on 19 September 2008, 04:48:01 PM
Quote from: Kemenyan on 19 September 2008, 04:39:50 PM
Maaf tesla,
kalau thread ini dipindahkan ke Meditasi gmana?

rasanya kontennya lebih tepat dsono...

tapi entah juga...
Gw ragu dengan apa yg dibahas di thread ini,
Apakah membahas apa metoda meditasi yang diajarkan Ajahn Sao (Samatha/Vipasanna/etc) ?
ataukan... bagaimana "metoda guru" dalam mendidik ?


edit...
nevermind dech...
Saya kira yg dibahas bukan "apa metoda meditasi yg diajarkan Ajahn Sao"
melainkan, Bagaimana contoh seorang guru mengajarkan yang tanpa bekal konsep
:)) betul, masing2 punya pandangan atau cara mengajar yang berbeda, yang menjadi masalah adalah mungkin adanya kekeraskepalaan dari pengajar yang mempertahankan prinsipnya dengan cara menolak ajaran2 meditasi yang lain itu seakan2 tidak sesuai dengan ajaran sang guru.
Yang kadang membingungkan hasil praktek dari meditasi itu apa :))
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 19 September 2008, 04:51:46 PM
Quote from: Kemenyan on 19 September 2008, 04:34:45 PM
Namun,
Saya kurang setuju dengan yg ini
Quotenamun karena utk mengucapkan kata (dalam hati) itu masih cukup rumit (byk proses berpikir), stage berikutnya hanyalah menyadari...
Dikarenakan ketika konsentrasi terfocus,
Akan ada buah konsentrasi, akan ada "cerminan konsentrasi" yg disebut dengan nimitta
dan sejauh apa saya membaca buku2x meditasi...
kebanyakan menyarankan untuk memperhatikan nimitta

menurut saya malah bukan nimitta... kalau masuk nimitta kan akan masuk ke tingkat konsentrasi berikutnya yg "tidak ada apa-apa di sana" (baca: jhana) itu.

menurut saya yg diminta ukt menyelidiki itu malah sifat pikiran kita ketika mengambil objek-objek...

Quote
memperhatikan disini bukan hanya menyadari,
bahkan mengendalikan...

Namun pada kasus Ajahn Sao diatas di jelaskan dengan perkataan:
"fokus pada aksi mengambil objek ini. dan itulah yang harus kamu selidiki."

Selidiki memiliki banyak arti...
dan selidiki itu aktif, bukan hanya pasif (read: menyadari)

sip... indahnya perbedaan :)

saya sendiri jg tidak tahu, menyadari itu pasif atau aktif...
yg menganjurkan pasif & pasrah itu kan Pak Hudoyo :))
sepertinya menyadari & menyelidik (baca: vipassana) adalah gerakan aktif deh...
mungkin kalau masuk ke state jhana baru saya anggap pasif...

tapi sekali lagi, menurut saya yg diminta utk diperhatikan bukan nimitta...
keluar dari konsentrasi, menurut saya kondisi pikiran masih merasakan ketenangan...
di sana pikiran kembali mengambil objek misalnya suara, cahaya, dsb...
nah gerakan mengambil objek dari pikiran itu yg diselidiki...

_/\_
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 19 September 2008, 04:53:45 PM
Quote from: Kemenyan on 19 September 2008, 04:39:50 PM
Maaf tesla,
kalau thread ini dipindahkan ke Meditasi gmana?

rasanya kontennya lebih tepat dsono...

tapi entah juga...
Gw ragu dengan apa yg dibahas di thread ini,
Apakah membahas apa metoda meditasi yang diajarkan Ajahn Sao (Samatha/Vipasanna/etc) ?
ataukan... bagaimana "metoda guru" dalam mendidik ?


edit...
nevermind dech...
Saya kira yg dibahas bukan "apa metoda meditasi yg diajarkan Ajahn Sao"
melainkan, Bagaimana contoh seorang guru mengajarkan yang tanpa bekal konsep

tujuannya mo memperkenalkan tradisi hutan ^-^
rencana saya mo translate yg lain... tapi kapan2
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: nyanadhana on 19 September 2008, 04:54:59 PM
mungkin dari situlah asal mula kontroversi...maka sebagai seorang panutan haruslah ia melihat cara dia berpikir sebelum ia mengucap karena banyak hal yang berbahaya dan tak terduga yang membuat seorang yogi hancur meditasinya.
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: ryu on 19 September 2008, 04:58:02 PM
Btw, menurut praktek yang sudah pengalaman meditasi itu bagaimana? Apa Mengamati saja paling baik daripada Meneliti? Tambahan pertanyaan, apa saja manfaat dari meditasi?
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: Sukma Kemenyan on 19 September 2008, 05:06:10 PM
Gw ga geto pengalaman...
tapi... ada yg perlu diperjelas...
Apa Mengamati saja paling baik daripada Meneliti?
Mengamati apa?
cerita-ceritera dongeng yg muncul dari Delusi pikiran?
atau... Timbul tenggelamnya Delusi Pikiran?
atau... Timbul tenggelamnya Sakit?
atau... Timbul tenggelamnya citta?
atau... etc... etc....

Manfaat meditasi ? -- Melepaskan
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: gajeboh angek on 19 September 2008, 05:09:41 PM
Para Abhidhammawan mungkin bisa mengkoreksi pernyataan saya ini :

Menyadari itu aktif, kalo nggak namanya tidur.
_/\_
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: ryu on 19 September 2008, 05:12:47 PM
Kan katanya ada yang udah capai jhana berapa bisa tersesat gitu, dia sangka sudah menemukan pencerahan padahal blon apa2, bener gak ?
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 19 September 2008, 05:14:07 PM
Quote from: karuna_murti on 19 September 2008, 05:09:41 PM
Para Abhidhammawan mungkin bisa mengkoreksi pernyataan saya ini :

Menyadari itu aktif, kalo nggak namanya tidur.
_/\_
:backtotopic:

btw tidur jg aktif kok...
kalau tidur kita masih bisa denger bunyi weker, masih bisa guling2 kalau panas... ;D
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: ryu on 19 September 2008, 05:16:04 PM
kalo melamun sama menyadari beda dimananya ;D
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: gajeboh angek on 19 September 2008, 05:16:41 PM
Kontroversi modernisme tradisi Bhikkhu Hutan Thailand boleh dibahas juga dong.
Ajahn Mun -> Eternalisme
Ajahn Buddhadasa -> Nihilisme

_/\_
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: Hendra Susanto on 19 September 2008, 05:18:01 PM
nimitta itu apa ya???

sepanjang yang gw lakukan, pada saat dikeheningan itu kan dikatakan pengambilan objek

QuoteHanya ada kejernihan dan keheningan. Jika pikiranmu selamanya di sana, ia akan tersangkut di sana. Jadi... ketika pikiranmu seperti ini, perhatikan interval untuk dimana keluar dari konsentrasi. Seketika pikiran memiliki rasa, itu adalah awal dari ia mengambil objek — tidak perduli objek apapun yg muncul pertama — fokus pada aksi mengambil objek ini. dan itulah yang harus kamu selidiki."

pengambilan object itu kembali ke 'buddho'
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: Sukma Kemenyan on 19 September 2008, 05:21:55 PM
Quote from: ryu on 19 September 2008, 05:12:47 PMKan katanya ada yang udah capai jhana berapa bisa tersesat gitu, dia sangka sudah menemukan pencerahan padahal blon apa2, bener gak ?
Betul...
Maka dari itu...
Yang dilatih dalam Samatha adalah...
Mencapai Jhana, Keluar dari Jhana
dan seenak perut naek turun, mengatur berapa lama dan keluar masuk Jhana...

dan bukan menetap kekal dalam Jhana
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 19 September 2008, 05:28:37 PM
Quote from: karuna_murti on 19 September 2008, 05:16:41 PM
Kontroversi modernisme tradisi Bhikkhu Hutan Thailand boleh dibahas juga dong.
Ajahn Mun -> Eternalisme
Ajahn Buddhadasa -> Nihilisme

_/\_

sip sip...
silahkan...

saya selaku TS hanya posting terjemahan bebas
plus plus opini pribadi...

jadi, belum tentu saya jadi pembela tim bhikkhu hutan...
secara saya aja bukan bhikkhu, apalagi di hutan ;D
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: ryu on 19 September 2008, 05:29:07 PM
Quote from: Kemenyan on 19 September 2008, 05:21:55 PM
Quote from: ryu on 19 September 2008, 05:12:47 PMKan katanya ada yang udah capai jhana berapa bisa tersesat gitu, dia sangka sudah menemukan pencerahan padahal blon apa2, bener gak ?
Betul...
Maka dari itu...
Yang dilatih dalam Samatha adalah...
Mencapai Jhana, Keluar dari Jhana
dan seenak perut naek turun, mengatur berapa lama dan keluar masuk Jhana...

dan bukan menetap kekal dalam Jhana
Ic Ic mbah, lebih baik mana, mengetahui dasar2 teori meditasi atau tidak mengetahui dasar2 meditasi :)
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: ryu on 19 September 2008, 05:30:30 PM
Btw ini yang post momod smua euy :)) aye satu2nya orang luar kakakakak
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 19 September 2008, 05:30:52 PM
Quote from: ryu on 19 September 2008, 05:12:47 PM
Kan katanya ada yang udah capai jhana berapa bisa tersesat gitu, dia sangka sudah menemukan pencerahan padahal blon apa2, bener gak ?
katanya seh begitu... saya sendiri belon tau jhana itu bagaimana...

Quote from: ryu on 19 September 2008, 05:16:04 PM
kalo melamun sama menyadari beda dimananya ;D
kalau lagi melamun, ga tau sedang ngapain
kalau lagi sadar, tau sedang ngapain
kalau tau tadi melamun, berarti udah sadar ;D
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 19 September 2008, 05:34:01 PM
Quote from: Hendra Susanto on 19 September 2008, 05:18:01 PM
nimitta itu apa ya???

sepanjang yang gw lakukan, pada saat dikeheningan itu kan dikatakan pengambilan objek

QuoteHanya ada kejernihan dan keheningan. Jika pikiranmu selamanya di sana, ia akan tersangkut di sana. Jadi... ketika pikiranmu seperti ini, perhatikan interval untuk dimana keluar dari konsentrasi. Seketika pikiran memiliki rasa, itu adalah awal dari ia mengambil objek — tidak perduli objek apapun yg muncul pertama — fokus pada aksi mengambil objek ini. dan itulah yang harus kamu selidiki."

pengambilan object itu kembali ke 'buddho'


kalau menurut saya bukan kembali ke buddho...
keknya pagar utk tetap pada buddho/nafas dilepaskan (keluar dari konsentrasi)...

trus amatin bagaimana pikiran kita mengambil objek2...
kalau dalam sehari-hari, perhatikan bagaimana kita beralih dari 1 hal ke hal lain, misalnya lagi kerjakan laporan, trus pindah ke dhammacitta, trus pindah ke games, etc...

_/\_
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: ryu on 19 September 2008, 05:35:24 PM
Dari mana datangnya lamunan :)
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: Sukma Kemenyan on 19 September 2008, 05:35:39 PM
Quote from: ryu on 19 September 2008, 05:29:07 PMlebih baik mana, mengetahui dasar2 teori meditasi atau tidak mengetahui dasar2 meditasi :)
"Tidak mengetahui Teori" -- lebih baik dari pada menganalisa teori dalam meditasi

Namun,
Kalau mnurut gw "Yang terbaik" adalah...
1. Tidak mengetahui terlalu banyak teori (sehingga tidak menebak-menebak kita udah sampe mana dalam meditasi)
2. Memiliki guru seperti layaknya Ajahn Sao, yg memberikan petunjuk sesuai dengan level meditator
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: ryu on 19 September 2008, 05:38:12 PM
ujung2na pertanyaan akhir, apakah rakit dibutuhkan atau tidak :))
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 19 September 2008, 05:39:19 PM
Quote from: ryu on 19 September 2008, 05:35:24 PM
Dari mana datangnya lamunan :)

wah ini pertanyaan yg benar-benar sulit...
saya ga tau :P

menurut saya, kita tidak tahu kenapa kita terlahir
kenyataannya sekarang adalah kita sudah di sini,
mengalami penderitaan dalam perjalanan hidup kita,
nah ada yg memberitahu cara keluar dari sini...
berhubung kita udah disini yah cobain aja... ;D
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 19 September 2008, 05:40:56 PM
Quote from: ryu on 19 September 2008, 05:38:12 PM
ujung2na pertanyaan akhir, apakah rakit dibutuhkan atau tidak :))

lihat nanti saja... sekarang kan kita belum sampe ke pantai seberang :))
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: ryu on 19 September 2008, 05:45:30 PM
Quote from: tesla on 19 September 2008, 05:39:19 PM
Quote from: ryu on 19 September 2008, 05:35:24 PM
Dari mana datangnya lamunan :)

wah ini pertanyaan yg benar-benar sulit...
saya ga tau :P

menurut saya, kita tidak tahu kenapa kita terlahir
kenyataannya sekarang adalah kita sudah di sini,
mengalami penderitaan dalam perjalanan hidup kita,
nah ada yg memberitahu cara keluar dari sini...
berhubung kita udah disini yah cobain aja... ;D
Betul tapi dari mana supaya kita dapat keyakinan bahwa jalan yang kita tempuh itu benar, masing2 agama mempunyai jalan :) menawarkan berbuat ini mendapat itu.
Darimana dapat keyakinan bahwa ada pantai sebrang, ada jalan ada yang bilang tanpa jalan :) , trus bagaimana membuktikan apa yang dikatakan sang Buddha benar atau salah :)
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 19 September 2008, 05:52:03 PM
Quote from: ryu on 19 September 2008, 05:45:30 PM
Quote from: tesla on 19 September 2008, 05:39:19 PM
Quote from: ryu on 19 September 2008, 05:35:24 PM
Dari mana datangnya lamunan :)

wah ini pertanyaan yg benar-benar sulit...
saya ga tau :P

menurut saya, kita tidak tahu kenapa kita terlahir
kenyataannya sekarang adalah kita sudah di sini,
mengalami penderitaan dalam perjalanan hidup kita,
nah ada yg memberitahu cara keluar dari sini...
berhubung kita udah disini yah cobain aja... ;D
Betul tapi dari mana supaya kita dapat keyakinan bahwa jalan yang kita tempuh itu benar, masing2 agama mempunyai jalan :) menawarkan berbuat ini mendapat itu.
Darimana dapat keyakinan bahwa ada pantai sebrang, ada jalan ada yang bilang tanpa jalan :) , trus bagaimana membuktikan apa yang dikatakan sang Buddha benar atau salah :)

ga perlu yakin kok...
coba-coba aja & nilai berdasarkan kemampuan yg ada...
mo dengar testi orang lain, semua bilang jalannya paling paten :))
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: ryu on 19 September 2008, 05:55:52 PM
Quote from: tesla on 19 September 2008, 05:52:03 PM
Quote from: ryu on 19 September 2008, 05:45:30 PM
Quote from: tesla on 19 September 2008, 05:39:19 PM
Quote from: ryu on 19 September 2008, 05:35:24 PM
Dari mana datangnya lamunan :)

wah ini pertanyaan yg benar-benar sulit...
saya ga tau :P

menurut saya, kita tidak tahu kenapa kita terlahir
kenyataannya sekarang adalah kita sudah di sini,
mengalami penderitaan dalam perjalanan hidup kita,
nah ada yg memberitahu cara keluar dari sini...
berhubung kita udah disini yah cobain aja... ;D
Betul tapi dari mana supaya kita dapat keyakinan bahwa jalan yang kita tempuh itu benar, masing2 agama mempunyai jalan :) menawarkan berbuat ini mendapat itu.
Darimana dapat keyakinan bahwa ada pantai sebrang, ada jalan ada yang bilang tanpa jalan :) , trus bagaimana membuktikan apa yang dikatakan sang Buddha benar atau salah :)

ga perlu yakin kok...
coba-coba aja & nilai berdasarkan kemampuan yg ada...
mo dengar testi orang lain, semua bilang jalannya paling paten :))
Menurut om yang dah coba2 bijimana? pengen denger nih testi om :))
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: Hendra Susanto on 19 September 2008, 05:56:57 PM
QuoteDarimana dapat keyakinan bahwa ada pantai sebrang, ada jalan ada yang bilang tanpa jalan Smiley , trus bagaimana membuktikan apa yang dikatakan sang Buddha benar atau salah Smiley

darimana = dari 'aku'

bagaimana membuktikannya = dari 'aku' ;D
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: ryu on 19 September 2008, 05:57:27 PM
haihhhh
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: bond on 19 September 2008, 06:40:24 PM
Penggunaan kata 'Buddho' diawal dan kemudian tidak digunakan lagi saat konsentrasi telah cukup atau hening sebenarnya adalah salah satu perenungan singkat tentang Buddha. Sama seperti kalau 'nien fo'

Mengapa ketika mencapai keheningan atau konsentrasi yg cukup kata buddho tidak dipergunakan lagi malah fokus pada keluar masuknya nafas. Ini dikarenakan perenungan terhadap Buddha dengan mengulang-ulang 'buddho, buddho' tidak dapat mencapai jhana. Oleh karena itu Ajahn Sao menulis hal seperti dibawah ini.

"Ketika pikiran jernih seperti tadi, ketika ia telah meninggalkan repetisi dan hanya duduk diam, lihatlah ke nafas. Jika sensasi nafas muncul dalam kesadaranmu, fokuslah pada nafas itu sebagai objek dan kemudian ikutilah. ikutilah sampai pikiran menjadi bahkan lebih jernih lagi."


Kemudian..




Setelah ia keluar dari tingkat konsentrasi ini, ia datang kepada Ajaan Sao. Dia diberitahu oleh Ajaan Sao, "Tingkat konsentrasi demikian adalah tetap -- appana samadhi."
"Kamu dapat menetap dalam konsentrasi ini, tetapi tidak ada apa apa di sana. Hanya ada kejernihan dan keheningan. Jika pikiranmu selamanya di sana, ia akan tersangkut di sana. Ini dalam jhana




Jadi... ketika pikiranmu seperti ini, perhatikan interval untuk dimana keluar dari konsentrasi. Seketika pikiran memiliki rasa, itu adalah awal dari ia mengambil objek — tidak perduli objek apapun yg muncul pertama — fokus pada aksi mengambil objek ini. dan itulah yang harus kamu selidiki."


'Keluar dari konsentrasi'= keluar dari jhana yaitu masuk ke upacara samadhi yg berlandaskan gema jhana yg begitu kuat, disitulah vipasana dilakukan. Kata 'selidiki' jangan diartikan secara harfiah, tetapi lebih kepada arti disitulah perhatian terhadap objek/fenomena2 itu terjadi(sangat jelas sekali dan disini bukan asal perhatian tetapi perhatian yg sangat tajam ibarat melihat bakteri dengan mikroskop) dan disinilah apa yg disebut "yathabhutananadassana"

_/\_

Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 20 September 2008, 11:18:18 AM


Kebenaran yg tak Lekang oleh Waktu
oleh: Phra Ajaan Mun Bhuridatta Mahathera

terjemahan bebas: tesla

1. Akar dari tema meditasi

Adakah yg ditahbiskan menjadi bhikkhu dalam agama Buddha tanpa belajar meditasi? Kita dpt mengatakannya tidak ada. Tidak satupun instruktur yg tidak mengajarkan meditasi ketika penahbisan sebelum memberikan mereka jubah. Jika ada instruktur yg tidak mengajarkan meditasi sebelumnya, dia boleh berhenti saja. Jadi setiap orang yg ditahbiskan dapat dikatakan sudah belajar meditasi. Tidak diragukan lagi...

Instruktur mengajarkan 5 tema meditasi: kesa, rambut di kepala; loma, rambut pada tubuh; nakha, kuku; danta, gigi; dan taco, kulit. Ke5 tema ini berakhir pada kulit. Kenapa kami hanya mengajar sampai pada kulit? Karena kulit adalah bagian yg sangat penting pada tubuh. Kita semua memiliki kulit yg membungkus kita, jika tidak, rambut kepala, rambut tubuh, kuku, gigi tidak akan berkumpul. Mereka semua berserakan. Daging, otot dan bagian lain tubuh tidak akan berkumpul. Mereka semua akan terpisah...

Ketika kita tertarik pada tubuh manusia, pada kulit lah kita tertarik. Ketika kita melihat tubuh itu indah, menarik, dan mengembangkan cinta, keinginan, dan melekatinya, itu adalah karena kita melihat kulit. Ketika melihat tubuh pulih, merah, gelap, dsb itu karena kita melihat warna pada kulit. Bagaimana jika sebuah tubuh tanpa kulit? siapa yg akan melihatnya indah & menarik lagi? Siapa yg mencintainya, menyukainya, menginginkannya? Tidak ada, kita membencinya, menjauhinya, menjijikkan... Jika tidak terbungkus kulit, daging, otot dan lainnya tidak bersatu dan tidak dapat melakukan apapun. itulah mengapa kami mengatakan kulit sangatlah penting. Kenyataannya adalah kita dapat hidup karena ada kulit ini. Kenyataannya adalah kita melihat tubuh indah & menarik karena kulit ini. itulah mengapa instruktur hanya mengajar sampai pada kulit.

Jika kita mengarahkan kesadaran kita utk memeriksa kulit sampai kita dapat melihat kulit sebagai sesuatu yg menjijikan dan mendapatkan penglihatan kulit tidaklah indah seperti yg dirasakan sebelumnya, disana kita dapat melihat kebenaran mengenai  ketidak-tetapan (anicca), penderitaan (dukkha), tidak-adanya-diri (anatta). Hal ini akan menyembuhkan delusi kita tentang kecantikan dan daya tarik yg dihasilkan dari kulit. Kita tidak lagi berpikir kulit sebagai sesuatu yg diinginkan, setelah kita melihat apa itu sebenarnya. Hanya ketika kita serius mengikuti instruksi dari instruktur kita, kita dapat melihat kebenaran ini. Jika tidak, kita tidak dapat menyembuhkan delusi ini dan malah terperangkap pada perangkap sebelumnya - lingkaran kelahiran.

Jadi kita sudah diajarkan dengan baik sejak hari kita ditahbiskan. Tidak ada alasan utk mencari hal lain lagi. Jika kita masih tidak pasti, dan masih mencari sesuatu, itu menandakan kita masih binggung dan tersesat. Jika tidak, apa lagi yg ingin kita cari? Seseorang yg tidak binggung lagi tidak akan mencari apapun. Hanya orang binggunglah yg mencari-cari. Semakin mereka mencari, semakin mereka tersesat. Jika seseorang tidak mencari, namun hanya memperhatikan apa yg ada sekarang, dia akan semakin melihat lebih jelas kebenaran yg utama yg tidak bergerak, bebas dari benih kelahiran dan kotoran.

Subjek ini bukanlah didasari oleh pertimbangan instruktur. Ini berasal dari ucapan Sang Buddha, bahwa instruktur yg menerima harus mengajarkan esensi meditasi ini. Jika tidak, penahbisan kita tidak menyebabkan kita melepaskan kehidupan perumah tangga dan keluarga hingga latihan kita bisa menghasilkan kebebasan. Penahbisan itu tidak lebih dari sebuah formalitas. Jadi Sang Buddha telah menetapkan hal ini dan semua instruktur seharusnya mengikuti tradisi ini dari dulu sampai sekarang. Yg diajarkan ini tidak salah, namun benar-benar benar. Hanya saja yg sering kita tidak sepenuh hati dalam ajaran ini. Kita tetap tinggal pada kesenangan dan delusi kita. -- Utk orang yg mengerti, mereka akan yakin bahwa ajaran ini adalah jalan sebenarnya menuju kesucian.
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 20 September 2008, 03:26:42 PM


2. Sila


silam sila viya
sila itu seperti batu karang


sila -- perilaku -- itu seperti batu karang, padat dan membentuk dasar pijakan. Seperti apapun angin berhembus, krang tidak goyah.

jika kita hanya berpegang pada kata "sila", kita masih bisa salah arah. kita perlu mengetahui dimana sila, apakah itu dan bagaimana menjaganya. Jika kita mengetahui faktor utk menjaganya, kita akan melihat bagaimana faktor pembentuk esensi dari sila. jika kita tidak mengerti sial, kita dapat salah arah dan terus berpegang pada sila yg ada di luar, percaya bahwa kita harus mencari sila, meminta sila dan kemudian kita memiliki sila. Jika kita harus mencari dan memintanya, bukankah itu menunjukkan kita tersesat? Bukankah itu tanda bahwa kita melekati sila yg ada di luar?

Orang yg tidak dibingungkan oleh sila, tidak mencari dan meminta, karena mereka telah mengerti bahwa sila ada pada diri mereka sendiri. Diri mereka sendirilah yg menjaga sila mereka dg menghindari melakukan perbuatan salah.

Kehendak adalah bentuk esensi dari sila. Apa itu kehendak (cetana)? Kita harus bermain dg kata cetana ini agar mengerti. gantilah "e" jadi "i", dan tambahkan "t" lain. Jadinya citta, kesadaran. seseorang tanpa kesadaran tidak dapat dikatakan orang. Jika kita hanya memiliki tubuh, apa yg bisa kita kerjakan? tubuh dan kesadaran saling bergantung satu sama lain. Jika kesadaran tidak baik, maka tubuh juga akan bersikap seperti itu. Inilah mengapa kita menyebut hanya ada 1 sila, itu adalah kesadaran. sila sederhananya menunjukkan perbuatan yg harus kita hindari. ketika kamu berhasil menghindari 5, 8, 10, atau 227 perbuatan, kamu berhasil menjaga sila yg satu ini. Jika kamu bisa menjaga sila satu ini, ucapan & perbuatanmu akan sempurna. Kesadaran akan menjadi wajar -- sederhana, kuat, dan tidak goyah.

sila ini bukanlah sesuatu yg harus kamu cari atau minta. ketika orang pergi mencari & meminta, itu tanda mereka miskin. mereka tidak memiliki apa2, sampai harus meminta2. mereka terus meminta sila berulang2. Semakin mereka minta, semakin mereka berkekurangan. Semakin lebih miskin lagi...

Kita telah memiliki tubuh dan kesadaran kita. Tubuh ini kita terima dari orang tua; kesadaran ini sudah bersama dengan kita, jadi kita memiliki semua yg kita butuhkan. Jika kita ingin tubuh dan kesadaran kita baik, kita harus berbuat baik juga. kita tidak harus berpikir tentang sila ini dan itu. Sila itu sudah ada pada kita. Akaliko: jika kita menjaganya sepanjang waktu, kita pun menuai hasilnya sepanjang waktu.

hal ini dapat dikonfirmasi dg referensi di zaman Buddha. ketika 5 murid: Ven. Yasa, orang tuanya, mantan istrinya, saudara laki-laki Kassapa dan pengikutnya; raja Bimbisara dan pengikutnya, mendengarkan ajaran Buddha, mereka tidak meminta sila sebelumnya. Buddha memulai mengajar mereka langsung. Lalu mengapa mereka dapat mencapai ariya magga-phala (jalan&buah kesucian)? Darimana sila, samadhi (konsentrasi), dan panna(pengertian) mereka datang? Buddha tidak pernah memberitahu mereka agar meminta sila, samadhi & panna. Ketika mereka merasakan rasa dari ajaran Buddha, sila, samadhi dan panna berkembang dalam diri mereka, bukan oleh permintaan atau pemberian. Tidak perlu mengambil dan mengumpulkan berbagai macam faktor untuk sang jalan, dalam setiap kasus, sila, samadhi dan panna adalah satu.

Jadi jika kita tidak terperangkap dalam pencarian sila diluar, kita dapat dikategorikan telah memiliki pengertian sebenarnya.

Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 20 September 2008, 08:28:33 PM


3. Potensi

Watak yg dibawa seseorang dari dulu dapat dibedakan dalam baik, jahat, dan netral. Potensi seseorang mengikuti watak mereka. kemungkinannya bisa lebih tinggi dari mereka yg sekarang, bisa lebih rendah, bisa juga sama. Seseorang yg punya potensi baik, namun bergaul dg orang bodoh, potensi mereka akan ikut malah berkembang dalam kebodohan (merosot). Yg lain yg lemah dalam potensi mereka, namun bergaul dg para bijaksana, potensi mereka meningkat dan mereka bahkan dapat menjadi bijaksana juga. Sebagian lagi bergaul dg orang-orang yg tidak baik ataupun jahat, tidak mengarahkan mereka utk berkembang ataupun merosot, potensi mereka juga tetap pada taraf tengah tersebut.

Utk alasan inilah, kita harus mencoba bergaul dg para bijaksana, orang2 bijaksana, sehingga kita meningkatkan potensi kita bertahap lebih baik, selangkah demi selangkah.
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 20 September 2008, 08:29:19 PM


4. Merenungkan tubuh

Kita telah datang ke sini utk belajar atas keinginan kita sendiri. Tidak ada yg mengundang kita. Jadi karena itu, kita benar2 harus memberi diri kita latihan, seperti yg dilakukan oleh Buddha dan para Arahat.

Pada mulanya, kamu harus merenungkan ke-4 kebenaran --- lahir, tua, sakit dan mati --- inilah yg direnungkan Buddha sebelum kita. Lahir: kita telah lahir. Apa tubuhmu kalau bukan hasil dari tumpukan kelahiran? Penyakit, tua dan kematian semua adalah masalah seterusnya dalam tumpukan ini. Ketika kita merenungkan keempat hal ini --- dalam meditasi duduk, berjalan, berdiri atau berbaring --- pikiran akan berkumpul dalam konsentrasi. Jika ia berkumpul dg baik, itu disebut konsentrasi sementara. Dg kata lain, pikiran berkumpul pada taraf tertentu untuk sementara waktu dan kemudian mundur. Jika kamu merenungkannya tanpa putus asa, sampai pada ada gambaran (uggaha nimitta --- gambaran awal/baru muncul) salah satu bagian tubuh muncul, renungkan gambaran itu sampai pikiran sendiri melepaskannya dan kembali ke taraf tadi dan berdiamlah di sana sebelum ia mundur/hilang. Konsentrasi pada taraf ini disebut konsentrasi sebagian.

Teruskan perenungan gambaran tadi sampai pikiran kembali ke posisi yg kuat dalam taraf itu. sampaikan pada ketunggalan pada level pertama dari jhana. Ketika pikiran mundur, renungkan lagi gambaran tadi berulang2 sampai gambaran itu menjadi patibhaga nimitta. Dg kata lain, renungkan bagaimana tubuh ketika mati. Ia akan tercerai sampai tinggal tulang saja. Fokuslah kenyataan pada dirimu --- seperti itu terjadi pada tubuhmu sendiri --- bukan seperti pada tubuh orang lain. Lihatlah berbagai bagian tubuhmu: "Ini rambut..." "Ini kuku..." "Ini gigi..." "Ini kulit..." Ada berapa banyak otot di sana? Ada brp byk tulang? Lakukan sampai kamu melihat hal ini dengan jelas. Visualisasikan tubuhmu datang --- duduk, berdiri, berjalan dan berbaring --- kemudian mati dan kembali ke keadaan aslinya. keadaan aslinya adalah sifat tanah, air, api dan angin.

Ketika merenung dg cara ini berulang2, baik dg atau tanpa memvisualisasikan tubuh baru mati, sudah lama mati, dimakan anjing dan burung pemakan bangkai. Pikiranmu akan mendapatkan intuisi pengertian sesuai dg potensimu.
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: Riky_dave on 21 September 2008, 09:50:42 AM
_/\_
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 22 September 2008, 09:18:38 AM
ralat terjemahan:

terjemahan kata 'sila, konsentrasi dan pengertian' saya kembalikan menjadi 'sila, samadhi dan panna'... kata sila-samadhi-panna lebih klop...

Quote
hal ini dapat dikonfirmasi dg referensi di zaman Buddha. ketika 5 murid: Ven. Yasa, orang tuanya, mantan istrinya, saudara laki-laki Kassapa dan pengikutnya; raja Bimbisara dan pengikutnya, mendengarkan ajaran Buddha, mereka tidak meminta sila sebelumnya. Buddha memulai mengajar mereka langsung. Lalu mengapa mereka dapat mencapai ariya magga-phala (jalan&buah kesucian)? Darimana sila, samadhi (konsentrasi), dan panna(pengertian) mereka datang? Buddha tidak pernah memberitahu mereka agar meminta sila, samadhi & panna. Ketika mereka merasakan rasa dari ajaran Buddha, sila, samadhi dan panna berkembang dalam diri mereka, bukan oleh permintaan atau pemberian. Tidak perlu mengambil dan mengumpulkan berbagai macam faktor untuk sang jalan, dalam setiap kasus, sila, samadhi dan panna adalah satu.
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: fran on 22 September 2008, 02:44:23 PM
Mengapa beliau menganjurkan untuk bermeditasilah dg kata 'Buddho' ?
Bolehkah diganti dgn dgn kata lain, misalnya 'Bullshit' ?
Ada apa dgn kata 'Buddho' ?


Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: nyanadhana on 22 September 2008, 03:03:31 PM
Quote from: fran on 22 September 2008, 02:44:23 PM
Mengapa beliau menganjurkan untuk bermeditasilah dg kata 'Buddho' ?
Bolehkah diganti dgn dgn kata lain, misalnya 'Bulls**t' ?
Ada apa dgn kata 'Buddho' ?




Kamu mau ganti bullshit juga boleh yang penting ada 2 nada untuk nafas masuk dan nafas keluar,itu cuman sebuah alat.

Di Kriya Yoga,kita menggunakan nama "So Ham" so untuk nafas masuk dan ham untuk nafas keluar, di kr****n yang masih mengenal meditasi mereka bisa menggunaka Yesus....metoda ini hanya alat untuk membantu kamu lebih gampang dalam konsentrasi,coba baca lebih lanjut ketika batin menjadi tenang,maka penggunaan buddho tidak digunakan lagi melainkan sudah mulai mengamati dan mencermati gerak pikiran.

kalo kata Bhante pembimbing saya,silahkan saja monggo mau ganti dengan nama Kwan Im,mau ganti nama tu Han mau pake om,mau pake ini itu yang penting ingat,ini hanya tools untuk mempermudah.
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 22 September 2008, 03:44:11 PM
Quote from: fran on 22 September 2008, 02:44:23 PM
Mengapa beliau menganjurkan untuk bermeditasilah dg kata 'Buddho' ?
Bolehkah diganti dgn dgn kata lain, misalnya 'Bulls**t' ?
Ada apa dgn kata 'Buddho' ?

menurut saya pribadi, carilah kata yg paling sederhana dan yg paling netral menurutmu. kalau kata Bullshit sederhana bagimu & tidak menimbulkan gejolak bathin, maka kamu boleh coba.

saya sendiri (anapanasati) dg kata 'masuk' & 'keluar'... kemudian tidak ada pelabelan, hanya menyadari nafas yg keluar & nafas yg masuk...

yg penting adalah mencobanya... sudahkah saudara fran mencoba? ;)
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: markosprawira on 22 September 2008, 04:26:18 PM
Quote from: tesla on 19 September 2008, 05:39:19 PM
wah ini pertanyaan yg benar-benar sulit...
saya ga tau :P

menurut saya, kita tidak tahu kenapa kita terlahir
kenyataannya sekarang adalah kita sudah di sini,
mengalami penderitaan dalam perjalanan hidup kita,
nah ada yg memberitahu cara keluar dari sini...
berhubung kita udah disini yah cobain aja... ;D

dear tesla,

siapa yang kasih tahu yah??  :whistle:

en gimana anda tahu kalau yang anda "cobain" itu, benar adalah cara untuk keluar???  :whistle:
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 22 September 2008, 05:14:38 PM
Quote from: markosprawira on 22 September 2008, 04:26:18 PM
Quote from: tesla on 19 September 2008, 05:39:19 PM
wah ini pertanyaan yg benar-benar sulit...
saya ga tau :P

menurut saya, kita tidak tahu kenapa kita terlahir
kenyataannya sekarang adalah kita sudah di sini,
mengalami penderitaan dalam perjalanan hidup kita,
nah ada yg memberitahu cara keluar dari sini...
berhubung kita udah disini yah cobain aja... ;D

dear tesla,

siapa yang kasih tahu yah??  :whistle:

en gimana anda tahu kalau yang anda "cobain" itu, benar adalah cara untuk keluar???  :whistle:

Buddha lah... (masa Pak Hudoyo :)) )
sekarang ini tidak tahu benar atau salah, cobain aja dulu

spoiler: oh ya, sebelumnya udah coba cara Yesus (berdoa terus tiap hari), Thi Kong (bakar 3 hio tiap malam), tapi saat ini pilih cara Buddha saja (opaniyako, melihat ke dalam diri sendiri)... so far seh, hidup lebih tenang dan agak jauh dari ambisi ;D
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 22 September 2008, 05:47:46 PM


5. Mensucikan pikiran

sacitta-pariyodapanam
etam buddhana-sasanam


utk mensucikan pikiran seseorang
ikutilan ajaran Buddha

Buddha, guru agung kita, mengajarkan mengenai tubuh, ucapan & pikiran. Dia tidak mengajarkan yg lain. Dia menganjurkan kita utk berlatih, melatih pikiran kita, agar kita menggunakannya utk menginvestigasi tubuh kita: Ini disebut perenungan terhadap tubuh. Kita dianjurkan utk menjaga kesadaran/kewaspadaan/keelingan kita dalam latihan investigasi ini --- ini disebut analisis pada fenomena2 (dhamma-vicaya, salah satu faktor Pencerahan) --- hingga mencapai satu taraf yg cukup. Ketika kita telah cukup menginvestigasi hingga kesadaran kita itu sendiri menjadi sebuah faktor pencerahan, pikiran kita akan memiliki konsentrasi dg sendirinya.

Ada 3 tingkat konsentrasi. Dalam konsentrasi sementara (khanika samadhi), pikiran berkumpul dan bertahan pada posisi ini kemudian beberapa saat mundur. Dalam konsentrasi sebagian (upacara samadhi), pikiran dapat bertahan beberapa waktu dan menyadari nimitta dan kemudian mundur. Dan dalam penetrasi tetap (apanna samadhi), pikiran bertahan tetap pada taraf tertentu dan kemudian berhenti dalam ketunggalan, diam sempurna --- tetap sadar, berdiam di sana --- dihadiri oleh 5 faktor jhana, yg kemudian semakin terasah menjadi lebih baik.

Ketika kita melatih pikiran kita seperti ini, Kita dikatakan telah meningkatkan kesadaran kita, seperti pada kalimat Pali:


adhicitte ca ayogo
etam buddhana-sasanam


utk meningkatkan kesadaran seseorang
ikutilah ajaran Buddha

Perenungan terhadap tubuh adalah latihan para bijaksana --- termasuk Sang Buddha --- yg telah dijelaskan melalui berbagai cara. Misalnya dalam Maha-satipatthana Sutta. Dalam akar tema meditasi, seorang instruktur harus mengajarkan pada permulaan upacara penahbisan. Pada Dhammacakkapavattana Sutta diajarkan kelahiran, tua dan mati adalah penderitaan.

Bukankah kita telah lahir sekarang? Ketika kita berlatih secara opaniyako --- melaksanakan ajaran ke dalam diri dan mengaplikasikannya pada diri kita sendiri --- kita tidak akan salah dalam latihan, sebab... Dhamma itu sendiri adalah akaliko, selalu ada; dan aloko, sangat jelas kapanpun itu, siang ataupun malam.


Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 23 September 2008, 09:56:19 PM


6. Metoda latihan utk orang yg belajar banyak

Orang yg telah belajar banyak tentang Dhamma dan Vinaya --- orang yg telah belajar dg berbagai cara --- ketika mereka melatih pikiran mereka, mereka dapat sulit berkonsentrasi. Mereka harus menyadari dahulu bahwa sebelumnya mereka harus meletakkan kembali apa yg mereka pelajari kembali ke rak buku. Mereka perlu utk berlatih mengetahui --- apa itu pikiran --- mengembangkan sati (kesadaran/keelingan/kewaspadaan) hingga menjadi sangat sati, panna (kebijaksanaan/pengertian) mereka menjadi sangat panna, sehingga mereka dapat melihat muslihat kebenaran konvensional dan asumsi umum yg menyebabkan sesuatu, menamakan "ini adalah ini" dan "itu adalah itu" --- siang, malam, bulan, tahun, bumi, langit, matahari, bulan, bintang2, semuanya --- semua hal yg merupakan hasil pemikiran, kondisi atau efek dari pikiran, menyusun mahkluk menjadi seperti ini ataupun itu.

Ketika pikiran telah dapat melihat efek dari pikiran, ini dikatakan mengetahui dukkha(penderitaan) dan penyebabnya. Ketika berlatih dan mengembangkannya sampai kamu dapat dgn cepat melihat hal ini, pikiran akan mudah sekali utk berkumpul (konsentrasi). Fokus dg cara ini dapat disebut mengembangkan Sang Jalan. Ketika sampai pada titik yg cukup, tidak perlu lagi utk mengatakan "ini adalah akhirnya dukkha", ia akan muncul dg sendirinya pada orang yg berlatih --- karena sila, samadhi & panna semua eksis dalam tubuh, ucapan dan perbuatan mu sendiri. Hal ini disebut akaliko: selalu ada. Opaniyako: Ketika meditator merenungkan apa yg memang ada pada mereka, kemudian --- paccattam --- mereka akan mengetahui sendiri. Dg kata lain, kita merenungkan tubuh kita sebagai sesuatu yg tidak menarik dan menvisualisasikan dg memisahkan sampai pada properti utamanya sebagai Dhamma yg utama, yg selalu jelas kapanpun, siang dan malam.

Ketika merenungkan kamu dapat menyimpan analogi ini: Ketika orang menanam padi, mereka menanamnya di bumi. Mereka harus bersusah payah berjalan dalam lumpur, terkena panas matahari dan hujan, sebelum mereka mendapatkan panen mereka, beras, nasi dan akhirnya dapat mereka makan. Ketika mereka melakukan ini, mereka mendapatkan semua nasi itu dari semua hal yg memang telah ada. Sama halnya, meditator harus mengembangkan sila, samadhi dan panna yg juga memang telah ada dalam setiap perbuatan, ucapan, dan pikiran setiap orang.

Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: dh14n on 25 September 2008, 12:25:01 AM
pingin tau nih,
apa di mazhab selain theravada mengenal tradisi hutan?
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: gajeboh angek on 25 September 2008, 08:55:50 AM
Di mazhab lain ada juga yang masih menjalankan praktik-praktik keras (yang diperbolehkan).
Tetapi istilah tradisi hutan memang hanya menunjuk kepada Theravada Thailand saja.
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: bond on 25 September 2008, 09:13:25 AM
Ternyata semua bhikkhu yg meditasinya mumpuni selalu mengatakan perlunya konsentrasi juga ya  ^-^
Kalo ngak perlu konsentrasi rasanya aneh.. ^-^

Bagus postinganya ttg Ajahn Mun. :)

Kalau diperhatikan entah Buddhisme tradisional ataupun yg Buddhisme modern , semua pondasinya sama ya.. CMIIW

Sekalian mo nanya sama bro tesla atau teman2 lainnya, kata eling dalam bahasa inggris dan palinya apa ya?  _/\_
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 25 September 2008, 02:53:33 PM
eling = mindfullness = sati

bahasa indonesia lainnya 'sadar' tapi kata sadar ini memiliki banyak arti pula, mis:
pingsan ---> bisa dikategorikan tidak sadar, padahal sati dalam Buddhisme ini sadar yg ... (gimana ya? :)) ) ga tau deh bahasa indonesia yg tepat :))
ada rekomendasi yg lebih baik?
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 25 September 2008, 02:55:55 PM
soal konsentrasi (samadhi), jelaslah perlu...

kalau dari gaya Ajahn Sao, penekanan tahap awal justru hanya pada konsentrasi,
sedangkan gaya Ajahn Mun, sila-samadhi-panna sebagai satu kesatuan.

yg gua tangkap seh begitu... CMIIW
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: Hendra Susanto on 25 September 2008, 03:12:08 PM
sati = sadar total :))
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: tesla on 25 September 2008, 03:29:55 PM
OOT

sati = sakit hati lebih pas deh

:))
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: markosprawira on 25 September 2008, 03:34:43 PM
tinggal tergantung mo pake pannati/konsep atau paramattha/hakekat aja, bro.......  _/\_

karena kalau sudah masuk ke pannati/konsep, yah akan banyak muncul istilah2 seperti pingsan = tidak sadar dimana ini berdasar karena ilmu pengetahuan hanya mengenal panca indera saja

sementara dalam buddhism, sadarnya ada di level indera pikiran.....

makanya ga nyambung  ;D
Title: Re: Tradisi Hutan
Post by: bond on 25 September 2008, 04:25:30 PM
Ok thanks bro tesla untuk padanan kata eling, kayaknya lebih enak tetep  pake kata  sati ya.. :)