Edit : Topik ini aslinya diposting di Forum Mahayana, tetapi karena beberapa member menyebutkan kalau ini berasal dari Aliran Maitreya dan bukan Ajaran Buddhisme maka dipindahkan ke Forum Perbandingan Buddhisme dengan Agama, Kepercayaan, Tradisi dan Filsafat lain. Jika di kemudian hari terbukti bahwa tulisan di bawah ini bukan Aliran Maitreya, maka bisa dikembalikan ke Forum Asal. Silahkan membandingkan tulisan di bawah ini dengan Buddhisme.
Karuna Murti
Ceramah yang diberikan oleh Biksu Cuan Cing di Aula Nan Hai Pu Tuo San
Singapore pada April 1987
Para Bhiksu, para Pemuka masyarakat dan para hadirin sekalian:
Hari ini kita dapat bertemu dan berkumpul di sini, berkat rahmat Buddha dank arena kita semua mempunyai hubungan erat dengan Buddha, dan pertalian ini telah kita pupuk sejak kelahiran kita yang lalu bahkan beberapa kelahiran yang lalu, maka hari ini kita memperoleh kesempatan bersua, bertatap muka.
Dengan kesempatan ini saya akan menceritakan pengalaman diriku di Ci Le Se Cie (Surga Sukhavati), dan semua yang saya lihat dan dengar di Surga Sukhavati akan saya sampaikan kepada para hadirin semuanya.
Yang akan saya bicarakan hari ini dapat disimpulkan dalam 5 point sebagai berikut:
1. Bagaimana saya dapat pergi dan sampai di Surga Sukhavati mengapa saya memperoleh kesempatan ke Surga Sukhavati? Lamanya saya berkunjung di Surga Sukhavati, dari awal sampai pulang, menurut perasaanku kurang lebih 20 jam. Tetapi sesungguhnya mulai dari saya meninggalkan dunia sampai dengan saya kembali di dunia ini adalah selama lebih dari 6 tahun 5 bulan.
2. Dalam perjalanan menuju ke Surga Sukhavati, terlebih dahulu saya singgah di Gua Arahat, Khayangan Trayastrimaas, Khayangan Tusita, terakhir sampai di Surga Sukhavati. Surga Sukhavati terbagi 3 tingkat yaitu: Teratai Atas, Teratai Tengah, Teratai Bawah, lalu masing-masing tingkat terbagi lagi menjadi sub bagian, secara terinci terbagi 9 tingkat alam. (9 tingkat alam yaiti: 9 negeri teratai, 9 padma ksetra terinci sebagai berikut: Varga Atas Atas, Varga Atas Tengah, Varga Atas Bawah, Varga Tengah Atas, Varga Tengah Tengah. Varga Tengah Bawah, Varga Bawah Atas, Varga Bawah Tengah, Varga Bawah Bawah).
3. Manusia yang bagaimanakah yang akan lahir di tingkat mana di Surga Sukhavati? Dengan kata lain, manusia di dunia ini dengan kriteria apa, sesuai dengan jasa dan perbuatannya/karmanya, kelak akan menempati di Varga mana di Surga Sukhavati? Serta akan saya uraikan keadaan di setiap Varga. Umpanya bentuk tubuh dan ciri khas dari penghuni di masing-masing Varga, tentang sandang pangan, tata hidup, luas dan tingginya di masing-masing Varga.
4. Penghuni di Surga Sukhavati dari Varga rendah ingin naik ke tingkat Varga yang lebih tinggi, usaha atau kebaktian apa yang harus mereka lakukan? Setingkat demi setingkat, dari bawah ke atas, sehingga mencapai Kebuddhaan, penghuni disana tetap harus berusaha maju sampai ke Varga tertinggi.
5. Ada kenalanku yang menjadi penghuni di sana berpesan dan mengirim salam serta nasehat kepada familinya di dunia fana, ketika saya pamit pulang ke dunia.
KEMUKJIZATAN DI PERJALANAN
(KWAN ING PHU SA MEMBAWA SAYA KE ALAM SUCI)
PERJALANAN AWAL
Peristiwa ini terjadi tahun 1967 bulan 10 tanggal 25 penanggalan Imlek. Hari itu saya sedang bermeditasi di Vihara Mai Sie Yen (Biksu Chuan Cing saat itu menjabat kepala biara di Vihara tersebut), tiba-tiba terdengar ada orang memanggil dan mendorong saya berjalan maju terus ke depan. Saya seolah-olah sedang mabuk dan tanpa sadar terus keluar dari Vihara. Samar-samar saya diberitahu akan berangkat ke Tek Hue (jarak antara Vihara Mai Sie Yen dan Ciu Sien San di Tek Hue kurang lebih 100 km) saya berjalan dan terus berjalan. Saya tidak merasa lelah dan lapar. Jika haus saya menadah air sumber dengan kedua tanganku, dan meminumnya sampai hilang dahagaku. Entah berapa lama berlalu, pendek kata, sepanjang perjalanan itu saya tidak pernah beristirahat dan tidur. Menurut ingatanku, hari tidak pernah gelap.
Saat itu revolusi kebudayaan sedang berkecamuk di seluruh Tiongkok. Ketika saya berjalan mendekati Ciu Sien San, seolah-olah mendengar kata orang di perjalanan, " hari ini bulan 10 tanggal 25", pada masa revolusi kebudayaan keadaan dimana-mana kacau balau. Sebaiknya kita pilih waktu malam hari untuk bepergian, saya pun tidak terkecuali...."
Saya ingat esok harinya jam 03.00 pagi. Saya bersua dengan seorang Bhiksu Tua (belakangan saya tahu beliau adalah penjelmaan Kuan Ing Phu Sa). Mula-mula kita tidak saling mengenal, karena beliau mengenakan jubah bhiksu, dengan sendirinya saya menyambutnya dengan merangkapkan kedua tangan (anjali). Beliaupun menjawab sambutan saya dengan sikap serupa.
Setelah saya memperkenalkan nama saya, Bhuksu tua lalu memperkenalkan diri, "Saya bernama Yen Kwan, hari ini saya berjodoh dapat ketemu dengan anda. Marilah kita sama-sama melancong ke Ciu Sien San, Sudikah Anda?"
Karena kami sama tujuannya, maka saya mengangguk kepadanya, mengatakan setuju.
Kemudian kami berjalan sambil bercakap-cakap. Beliau seolah-olah mengetahui riwayatku sedetail-detailnya. Beliau bercerita banyak tentang hukum karma. Cerita-ceritanya sangat menarik seperti legenda. Beliau mengungkapkan kelahiran-kelahiranku pada masa lampau. Misalnya Beliau menunjuk pada saya bahwa pada kelahiranku yang keberapa tepat pada jaman apa, berada di kota apa, dan peristiwa apa yang terjadi pada diriku pada saat itu. Setiap katanya sangat mengesankan, saya ingat semua petunjuk-petunjuknya (7 tahun kemudian Bhiksu Chuan Chin menelurusuri setiap pelosok Tiongkok sesuai dengan petunjuk Bhiksu Tua itu. Setiap kelahiran saya yang lampau betul-betul terbukti pernah ada orangnya, waktu dan tempat semua tepat sesuai dengan petunjuk Beliau. Hampir seluruh kelahrian- kelahiranku yang lampau hidup sebagai Bhiksu. Kecuali sekali sebagai Upasakha yang saleh, lahir pada Dinasti Ching jaman Kaisar Gong Hi (Gong Si), tahun 1662-1722,bertempat tinggal di daerah Sang Yung, desa Kueke, waktu itu bernama The Wan Shi (Cen Yen Shi), berputra 6 laki-laki dan 2 perempuan, diantara putra-putranya ada seorang yang memperoleh gelar Sarjana 'Cin Shi'. Beliau telah menyelidiki alamat, kuburan-kuburan mereka serta waktu semuanya cocok dan sampai sekarang ada 121 keluarga, berjumlah lebih dari 450 orang)
Kami bercakap-cakap sepanjang jalan, tanpa terasa sudah sampai di Ciu Sien San (Gunung Sembilan Dewa ini adalah gunung tertinggi di Propinsi Hok Kien). Di atas gunung tersebut banyak terdapat gua-gua, yang terbesar bernama Gua Maitereya, gua inilah tempat tujuan kami. Di dalam gua terdapat sebuah altar dengan sebuah rupang Buddha Maitreya untuk dipuja. Oleh karenanya dinamakan Gua Maitreya.
Akan tetapi ketika kami naik sampai dipertengahan gunung Ciu Cien, suatu pemandangan luar biasa, ajaib tampak di depan mata kami.
Jalan pegunungan yang sempit di depan kami, tiba-tiba berubah menjadi sebuah jalan yang lebar terbuat dari batu-batu rata dan halus disusun dengan sangat rapi dan bagus. Karena halusnya jalan itu sehingga dapat memantulkan sinar remang-remang. Kami berjalan terus sampai ke ujung gunung, di depan kami bukan lagi Gua Maitreya yang lama, melainkan suatu alam dunia dari pada yang lain terpampang di muka kami.
Pandangan di depan kami menjadi dataran luas, sebuah vihara yang besar yang sangat megah dan mewah, jauh lebih megah dari istana kuno di Beijing. Dua pagoda tinggi berada di kanan kiri Vihara. Tidak lama lagi kami tiba di gapura depan Vihara.
Gapura terbuat dari batu putih, gaya rancangannya halus dan megah. Di atas gapura terpampang papan nama terukir beberapa aksara berwarna emas yang tidak saya kenal (bukan aksara Cina), berkilau-kilau sinar keemasan. Di muka gapura telah berdiri empat Bhiksu berjubah merah, pinggang mereka dengan ikatan sabuk emas, tampaknya agung dan mulia. Mereka segera menyambut kami dengan berlutut dan sembah sujud di depan kami, dan kami pun segera membalas sambutannya dengan membungkukan badan. Saya heran dan aneh, belum pernah saya jumpai pakaian seragam yang dikenakan oleh Bhiksu penyambut itu, sedikit mirip jubah para Lama di Tibet.
Mereka sambut kami dengan senyum dan berkata "Selamat Datang ! Selamat Datang!" lalu mempersilahkan kami masuk.
Memasuki gapura melaluii beberapa bangunan-bangunan megah dan berkilau-kilau bagaikan istana. Kami berjalan ke dalam lagi, sebuah lorong menjulur panjang ke dalam. Di kedua sisinya di hiasi tanaman bunga yang segar dan warna-warni serta pepohonan hijau. Melalui jendela kami lihat banyak pagoda dan balai pertemuan serta aneka macam bangunan.
Tidak lama lagi rombongan kami sampai di sebuah aula istana yang besar, terpampang 4 aksara emas, yang berkilau-kilau keemasan, di depan aula, bukan bahasa Cina, juga bukan bahasa Inggris, saya tidak mengerti apa artinya, lalu saya bertanya kepada Bhiksu Yen Kwan,menurut beliau artinya "Arahat Lokha di Langit Tengah". Dugaan saya ini adalah tempat kebaktian para arahat, salah satu sarana bagi mereka untuk memperdalam Dharma. Sampai sini saya sadar bahwa disini bukan lagi dunia fana yang kita huni. Sekarang saya hanya masih ingat salah satu dari 4 aksara itu, tiga aksara lainnya sudah lupa.
Saat saya berjumpa Bhiksu Yen Kwan kira-kira jam 3 pagi. Dan saat ini telah mendekat fajar, banyak orang keluar masuk istana, segala ras bangsa berkumpul di sini, ada yang berkulit kuning, putih, coklat, hitam, hampir semua ras di dunia fana berkumpul disini, namun yang mayoritas adalah kulit kuning. Laki-laki, perempuan, tua, muda semuanya ada. Kostum dan pakaian mereka beraneka ragam, semuanya bersinar-sinar. Mereka membentuk kelompok-kelompok, setiap kelompok terdiri dari beberapa orang, ada yang melatih silat , ada yang bersenang-senang dengan menari, ada yang asik ebrmain catur, ada yang duduk bersamadi, dll. Mreka semua bersuka ria, mreka tersenyum ramah serta mengangguk-anggukkan kepalanya ketika bertatap muka dengan kami, tetapi kami tidak diajak berbicara atau diwawancara.
Masuk ke dalam Aula, saya lihat 4 aksara esar lagi, Bhiksu Yen Kwan mengatakan kepada saya bahwa artinya adalah "Aula Pahlawan Bear". Segera ada dua Bhiksu tua mendekati dan menyambut kami, salah satu Bhiksu berjenggot putih panjang, dan satunya tidak. Mereka lihat kedatangan Bhiksu Yen Kwan, segera tiarap di depan Beliau, menunjukkan penghormatan yang tertinggi. Saya mulai berpikir "Siapa gerangan sang Bhiksu tua ini? Beliau pasti bukan bhiksu sembarangan, sehingga para arahat di Langit Tengah memberikan penghormatan yang tinggi kepada Beliau?"
Saat masuk ke dalam Aula, saya mengamati isi dan keadaan di dalam ruangan besar ini, hanya tampak asap putih dupa melingkar di atas, dan mengharumkan seluruh ruangan Aula. Lantainya mengkilat terbuat dari batu putih, yang mengherankan saya yaitu di dalam Aula tidak ada altar dan tidak ada sama sekali Rupang Buddha, tidak seperti lazimnya sebuah Vihara. Namun di atas meja besar penuh dengan persembahan, terutama bunga-bunga sebesar bola basket, bundar bulat, dan masih segar-segar. Serta macam-macam lentera berwarna-warni, indah sekali.
Kami duduk di ruangan tamu, segera bocah itu keluar mengantarkan dua gelas air, rambut si bocah itu di belah dua, diikat dan dirias menjadi dua konde kecil yang rapi bagaikan dua tanduk di kepalanya. Ia mengenakan baju hijau, pinggannya diikat dengan pita emas, tampaknya bagus sekali. Bhiksu Tua yang berjenggot memperilahkan kami minum air putih yang dibawa bocah tadi. Saya sekali teguk segera habis setengah gelas, rasanya manis, sejuk, segar. Bhiksu Yen Kwan ikut minum juga. Sehabis minum badanku merasa menjadi semangat, rasanya tenagaku berlipat ganda, sekujur badanku merasa segar bugar, dan hilanglah semua lelah.
Setelah Bhiksu Yen Kwan membisiki sesuatu kepada Bhiksu berjenggot, segera bocah itu disuruh mengantar saya ke kamar mandi, di sana terletak sebuah ember putih terbuat dari kuningan, isi penuh dengan air bersih, selesai cuci muka dan mandi, lalu saya mengenakan jubah abu-abu yang telah disiapkan. Batin saya merasa luar biasa enak dan senang. Saat ini saya sadar bahwa saya sedang berada di alam suci, kegembiraanku sungguh sulit dilukiskan.
Kembali ke ruang tamu, saya segera berlutut di depan Bhiksu berjenggot, dan bernaskara 3 kali, lalu saya mohon Beliau memberikan petunjuk tentang hari depan perkembangan agama Buddha. Beliau tanpa menjawab sepatah katapun, mengangkat Mao-Pit (kuas pena Cina) dan menulis 8 aksara Cina di secarik kertas sebagai berikut:
Fo Ce Sin Cuo
Ciau Yu Mo Cu
Lalu kertas itu diberikan kepada saya. Keika saya amati arti 8 aksara Cina ini, Bhiksu yang lain menjelaskan, "Anda boleh membaca 8 aksara ini mulai dari manapun, dari kiri ke kanan, atau kanan ke kiri, dari atas ke bawah, ataupun dari bawah ke atas, sekarang saya memberikan 36 kalimat sebagai contoh, dengan 36 kalimat ini, anda dapat mengetahui perkembangan agama Buddha dalam abad ini, jika anda meningkatkan secara permutasian (pertukaran) 8 aksara ini dapat membentuk kalimat sebanyak 840 buah yang tidak sama, dari isyarat 840 buah kalimat itu, anda akan mengetahui perkembangan Agama Buddha di seluruh dunia sepanjang masa, sampai lenyapnya Agama Buddha."
Sementara ini saya beritahukan 18 kalimat yang pertama, yang meramalkan peristiwa-peristiwa yang sudah lalu/ terjadi, 18 kalimat berikutnya masih menunggu situasi dan kondisi apabila mengijinkan. (Penjelasan 18 kalimat pertama lihat di lampiran). Selesai pembahasan, Bhiksu mempersilahkan saya istirahat. Bocah kecil membawa saya ke sebuah kamar, di dalam kamar tidak ada ranjang hanya sebuah bangku besar. Tempat duduk bagian atas dibungkus kain sutra halus. Duduklah saya di atas bangku itu, nyamannya luar biasa, seolah-olah mengambang di udara, seperti duduk tanpa alas.
Tidak lama saya dengar suara Bhiksu Yen Kwan memanggil saya, saya segera keluar kamar. "Mari kita ke Khayangan Tusita (langit ke-4 di Karma Dhatu), bersembah sujud kepada Maitreya Bodhisattva, serta guru Anda Bhiksu Si Yin (Xu Yun). "Saya berterima kasih kepada Bhiksu Yen Kwan dan menunjukkan kegembiraan saya. Ketika saya ingin berpamitan dengan kedua Bhiksu Tua, "Tidak usah, waktu tidak banyak!" kata Bhiksu Yen Kwan, maka kami meninggalkan Arahat Loka tanpa pamitan, segera menuju ke kayangan Tusita.
BERJUMPA BHIKSU SI YIN DI TUSITA
Sepanjang perjalanan kami terlihat banyak bangunan gapura, istana, dan pagoda yang semuanya berkilau keemasan, saking banyaknya bangunan yang indah-indah mata kami tidak sempat menikmati satu persatu. Lagipula Bhiksu Yen Kwan berkali-kali mendesak supaya mempercepat perjalanan kami. Beliau selalu berkata, "Waktu sangat sedikit !" (Belakangan saya baru sadar bahwa waktu di Kahyangan berbeda dengan waktu di dunia kita. Kita tidak boleh mampir di suatu alam terlalu lama. Andaikata kita tidak cepat-cepat, saat pulang ke bumi boleh jadi sudah beberapa ratus atau ribu tahun berlalu.)
Kami melalui jalanan yang terbuat dari batu putih yang mengkilat, beraneka jenis bunga dan rerumputan di lereng bukit, harum semerbak terbawa oleh angin sepoi-sepoi, badan kami menadi segar dan bersemangat.
Entah melewati berapa tikungan dan berjalan beberapa kilometer, tiba-tiba di depan kami terpampang sebuah jembatan besar, aneh bin ajaib, hanya bagian tengah dari jembatan yang terlihat, tanpa dua ujung kaki, seolah-olah jembatan itu terapung di udara. Saya sedang kebingungan entah harus naik dari mana. Melihat ke bawah jembatan, wah sangat mengerikan, jurang lebar dalam tak terlihat dasarnya.
Ketika saya sedang maju mundur dan terus bertanya dalam hati, bagaimana mungkin saya dapat menyeberang, Bhiksu Yen Kwan menegur saya, "Sehari-hari Sutra apa saja yang anda baca?", "Biasanya saya membaca Surangama Dharani". Beliau menyuruh saya segera memanjatkan mantra. Saya mulai komat-kamit mengucapkan mantra. Seluruh mantra Suranggama Dharani terdapat 3000 kata. Saya baru mengucapkan 20 s/d 30 kata, pemandangan di depan kami dengan segera berubah. Tiba-tiba jembatan itu memanjang dan kedua ujung kaki menyambung ke darat. Warna jembatan menjadi kuning emas, dan memancarkan sinar keemasan. Jembatan emas itu dihiasi pula tujuh macam intan permata yang berharga, bagaikan pelangi berwarna tujuh melengkung di angkasa, megah indah tiada taranya. Pagar pada dua sisi jembatan dihiasi lampu-lampu dari mutiara yang terang benderang, memancarkan sinar warna-warni. Di atas pintu gerbang jembatan terpampang 5 aksara besar mirip dengan aksara yang terpampang di istana yang baru kami singgah tadi. Tebakanku artinya adalah, "Jembatan Arahat Loka di Langit Tengah". Sesudah menyeberangi jembatan, kami istirahat sejenak di pavillion persinggahan. Saya tanya kepada Bhiksu Yen Kwan tentang peristiwa tadi, "emgapa sesudah dibacakan mantra, kedua ujung kaki jembatan baru tampak?". Beliau menjelaskan, "Karena sebelum mantra dipanjatkan, jati dirimu yang murni masih terselubung, sehingga menghalangi padanganmu dan Anda tidak dapat melihat alam yang suci, alam yang hakiki . Berkat kekuatan mantra menyapu bersih kabut-kabut gelap karma burukmu, maka jati dirimu yang murni bersih tanpa halangan dan dapat melihat alam yang hakiki. Seperti orang bangun dari mabuk/sesat. Sebuah pepata kuno berbunyi demikian, "10 ribu mil angkasa pun kulihat, itulah sebabnya."
Kami melanjutkan perjalanan kami, sambil berjalan saya memanjatkan mantra, tiba-tiba sebuah bunga teratai mengalasi kakiku, setiap kelopaknya bagaikan lazuardi memancarkan sinar hijau kebiru-biruan, daun-daunnya juga berkilau-kilau kehijauan. Saya berdiri di atas bunga teratai bagaikan lepas landas naik ke angkasa melaju cepat seperti angin kencang. Telingaku mendengar angin menderu, namun badan saya tidak merasa di terpa angin. Kecepatannya melebihi pesawat, terlihat benda-benda, bangunan, pepohonan dan pemandangan lain di depan dengan cepat merebah ke belakang.
Tak lama lagi, badan merasa semakin hangat, kami tiba di sebuah bangunan yang mirip Tian An Men, tetapi lebih luas dan lebih megah dari Tian An Men, pilar-pilar berukir naga dan phoenik, semuanya gemerlapan, berbentuk wuwungan genteng ala istana lama di Beijing, tetapi seluruhnya berwarna putih perak, seperti sebuah benteng raksasa terbuat dari perak putih, agung, dan megah.
Pintu gerbang istana perak putih yang tinggi esar, di atasnya terukir aksara-aksara dalam 5 bahasa, baris yang paling atas tertulis 3 huruf Cina "Nan Tien Men" (Pintu Langit Selatan, di bagian selatan Caturmaharajakayika yang dibawah pimipnan Maharaja Virudhaka). Di dua sisi dalam pintu gerbang berdiri banyak dewa-dewa penyambut, yang berkostum pejabat sipil, mirip kostum pejabat Dinasti Ching (Manchuria), penuh hiasan intan mustika berkilau-kilau, indah megah berdiri di satu sisi, di sisi lainnya berdiri yang berkostum militer, kostumnya seperti baju baja kuno, bersinar kemilai, berdiri tegap gagah berwibawa. Mereka semuanya beranjali menyambut kedatangan kami, tetapi tidak mengucapkan sepatah katapun dengan kami.
Sepuluh langkah dari pintu masuk, terpampang sebuah cermin besarm, guna mencermin atma/sukma kita untuk membedakan yang bersih dan yang kotor. Tiada suatu atma yang kotor dapat mengelabui sorotan dari cermin ini.
Saya lihat banyak pula padangan-pandangan yang serba aneh, benda seperti pelangi, seperti bola, seperti bunga, seperti kilat, berpapasan melewati sisi badanku. Dibalik mega dan kabut, remang-remang terlihat puncak-puncak bangunan, wuwungan genting istana, pucuk lancip pagoda, tinggi rendah, jauh dekat, seperti rimba dan pegunungan Bhiksu Yen Kwan berkata "itulah kahyangan alam dewa Triyamsa (tingkatan alam dewa kedua dari Karmadhatu), setingkat lebih tinggi dari Catur maharajakayika. Dibawah pimpinan Giok Hong Tai Te, beliau menguasai 4 penjuru, meliputi 32 alam dewa."
Tanpa mampir, kami dengan terburu-buru langsung melalui beberapa tingkatan alam dewa, tiba-tiba terdengar Bhiksu Yen Kwan berkata, "sekarang kita telah tiba di alam Tusita". Sekejab mata kami sudah berada di depan pintu gerbang istana, kurang lebih 20 orang berdiri disana menyambut kedatangan kami, diantaranya seorang yang tidak dapat saya lupakan, yaitu mahaguru Bhiksu Si Yin (salah satu Bhiksu yang paling terkenal di tiongkok pada abad ke 20). Tak terduga Bhiksu Miau Lien dan Master Fu Yung juga berada di antranya, mereka semuanya mengenakan jubah sutra yang merah, indah, dan mewah sekali.
Saya segera berlutut menyembah sujud kepada guru Si Yin, saya hampir menagis tak dapat menahan keharuan karena dapat bertemu kembali dengan guru yang kucintai. Sang guru segera menenangkan saya, " tenanglah, tenang! Tiada sesuatu yang perlu digembirakan dan disedihkan !, tahukah anda, siapa beliau yang membawa anda kesini?. Beliau Bhiksu Yen Kwan, jawabku spontan, saya terkejut setelah guru mengungkapkan jatidiri Bhiksu Yen Kwan, Beliau adalah yang disebut-sebut anda dari hari ke hari yaitu NAMO TA CHE TA PEI CIU KHU CIU NAN KWAN SHE ING PHU SAT (Namo Maha Maitri Maha Karuna Sang Penolong AVALOKITESVARA BODHISATTVA). "
Bukan kepalang kagetnya saya ! Segera saya bernamaskara di depan Bhiksu Yen Kwan yang merupakan manifestasi (jelmaan) KWAN SHE ING PHU SAT. Dalam batinku, saya mohon ampun beribu ampun, namun karena merasa luar biasa sehingga saya tidak dapat mengutarakan setengah patah katapun, benar-benar seperti dikatakan makhluk kecil tidak dapat mengenal benda sebesar gunung Thai.
Makhluk yang terlahir di alam dewa Tusita, tidak sama dengan manusia di bumi. Tinggi badan yang terlahir di alam Tusita mempunyai tinggi badan 3 Cang (sama dengan 10 meter) namun berkat bantuan dari Bhiksu Yen Kwan (Namo Kwan She Ing Phu Sat) badan saya ikut menjadi besar sesuai dengan keadaan disana, tinggi badanku menjadi 10 meter setinggi makhluk-makhluk di sana.
Pesan sang guru kepada saya, bahwa sepulang ke alam dunia (manusia), saya harus rajin berbakti dan melatih kesabaran, ketabahan (menjalankan Virya Paramita dan Ksanti Paramita), dengan melalui banyak cobaan, karma buruk kita baru akan tercuci bersih sedikit demi sedikit, juga pesan untuk merenovasi Vihara-Vihara tempat ibadah yang rusak.
Di alam Dewa Tusita juga terdapat laki-laki dan perempuan, tua dan muda mereka mengenakan baju mirip mode baju dinasti Ming.
PETUNJUK MAITREYA BODHISATTVA
Kemudian, kami bersamaan masuk ke halaman dalam di Alam Dewa Tusita untuk memberi sujud dan hormat kepada Maitreya Bodhisattva, di dalam aula Istana Maitreya yang besar dan megah tak dapat dilukiskan dengan kata-kata, dimana-mana berkemilauan warna keemasan, di atas pintu gerbang istana tertulis 3 huruf cina besar "To Suai Tien" (Alam Dewa Tusita), dengan warna emas cerah dan berikutnya 4 baris aksara bahasa lain saya tak mengenalnya. Di aula itulah saya bertemu dan melihat dengan mata kepala sendiri Maitreya Bodhisattva.
Di luar dugaan bahwa rupa Maitreya Bodhisattva jauh berbeda dengan rupang Maitreya yang kita puja di dunia, yang berbadan gemuk, perut buncit, selalu tertawa dengan mulut yang lebar. Maitreya Bodhisattva yang saya temui sesungguhnya sedikit keren, berwibawa dengan Dvatrimsa-maha-purusa-laksana-nya (32 tanda fisik agung) serta Asityanuvjinjani-nya (80 bentuk keindahan buddha) benar-benar sangat langka dan mengagumkan sekali.
Di dua sisi Aula dipenuhi dengan para Bodhisattva, ada yang duduk dan ada yang berdiri, mereka mengenakan jubah dan kostum yang beraneka ragam, namun mereka kebanyakan mengenakan Kasaya merah yang gemerlapan. Mereka masing-masing mempunyai singgasana teratai sebagai tempat duduk atau alas kaki. Saya maju ke depan berlutut dan bernamaskara di hadapan Maitreya Bodhisattva, lalu mohon petunjuk Beliau. Beliau bersabda, " Pada masa yang akan datang Aku akan menjelma di dunia fana (60.000.000.000.000,- enam puluh triliun tahun), setelah "Lung Hwa San Hwe" (Persamuan Puspa Naga ke-3). Saat itu tiada pegunungan yang tinggi di planet Bumi. Daratan merata bagaikan telapak tangan, Dunia Fana akan menjelma menjadi tanah suci dan damai. Aku anjurkan antar agama di bumi jagalah kerukunan, saling hormat-menghormati, saling dorong mencari kemajuan, jangan saling memfitnah dan merusak. Lebih-lebih antar sekte seAgama Buddha tidak boleh saling menjelekkan, harus saling membenarkan kesalahan masing-masing.." (Beberapa petunjuk dari Beliau saya tidak ingat lagi.) kemudian saya mohon diri, dan mengucapkan banyak terima kasih atas petunjuk-petunjuk Beliau.
Selanjutnya Guru Si Yin, membawa saya ke sebuah gedung bertingkat, didepan gedung seorang perwira berseragam perwira tinggi jaman Dinasti Ming mirip dengan Maharaja Virudhaka sedang bertugas. Perwira tersebut memimpin kami masuk ke dalam sebuah ruangan, dan menyuguhkan kami kue-kue. Saya mencicipi sepotong kue, rasanya harum, manis, gurih dan renyahnya luar biasa. Saya lahap sampai kenyang seraya tenaga dan semangat badan saya bertambah berlipat ganda.
Master Fu Yung menjelaskan, "DI Alam Dewa, madu dan polen bunga adalah makanan pokok kami. Kue-kue dan makanan ini adalah persembahan dari dewa-dewi di halaman depan, mereka membuatnya dari perpaduan beraneka macam madu bunga, maka rasanya lezat sekali. Manusia Bumi makan selai madu bunga ini, akan hilang penyakitnya dan panjang umur, yang tua akan menjadi muda, anda makanlah sebanyak mungkin akan bermanfaat bagi anda. Kemudian hari, badanku betul-betul merasa lebih muda dan bertenaga sampai hari ini saya belum pernah minum obat sekalipun."
Master Fu Yung melanjutkan, " Orang di Alam Dewa hidup mewah dan santai. Mereka tidak suka kerja keras, jarang melakukan kebaktian, tidak suka mempelajari Dharma, seperti orang kaya di Bumi, lupa sembahyang, lupa melakukan kebaikan, apalagi bertapa menjadi biarawan. Mereka hanya tahu bersuka ria menikmati kesenangan pada saat makmur sekarang. Mereka lupa mereka masih belum lepas dari Triloka (Karma Dhatu, Rupa Dhatu, dan Arupa Dhatu). Beliau keluar dari 6 alam samsara, belum terbebas dari siklus hidup dan mati. Kami di sini mengikuti ajaran Maitreya Bodhisttva, dan pada masa yang akan datang kami akan ikut Beliau menitis (menjelma) di Bumi, membantu membebaskan lautan samsara, dengan menempuh jalan Kebodhisattvaan ini, barulah kami dapat mencapai penerangan sempurna.
Guru Si Yin berpesan pula, "Pada akhir jaman ini, kita harus lebih tabah dan gigih, untuk mempertahankan misi suci kita, pada situasi dan kondisi paling tabah dan gigih, untuk memepertahankan misi suci kita pada situasi dan kondisi paling buruk pun, untuk menolong makhluk-makhluk derita. Jangan serakah dan mabuk dalam kenikmatan pada saat yang senang, dan usaha menghindari kewajiban pada saat yang buruk. Kita wajib menyadarkan orang yang jahat, supaya mereka dapat berpaling pada kebajikan. Dengan demikian orang baik baru dapat hidup dengan tenang, melakukan kebaktian, pertapaan tanpa halangan. Pada masa yang paling buruk, orang yang tetap tekun melakukan, mengamalkan Dharma Buddha, Prajna Paramita, adalah orang yang sungguh-sungguh menjalankan Kebodhisatvaan. Sesudah anda pulang ke bumi, tolong sampaikan pesanku kepada sudara-saudara se-dharma, dan saudara sesekte pada khususnya, bahwa Sila Vinaya adalah guru sejati, mempertahankan disiplin-disiplin yang lama, jangan sok modern, merobah-robah sistem Sangha seenaknya. Orang jaman moderen, ada yang mengatakan bahwa "Suranggama Dharani" itu palsu. Ada yang merubah bentuk dan potongan kasaya (jubah biarawan), ada yang tidak percaya pada hukum karma, ada pula yang mengatakan bahwa telor adalah sayur (bukan daging). Mereka enggan bertapa meneladani orang awam, malahan menghasut, menyelewengkan Buddha Dharma, dengan kata-kata muluk untuk mencari keuntungan pribadi. Orang-orang demikian adalah jelmaan Mara khusus untuk mencabut akar Prajna Tathagata (Akar Kebijaksanaan Buddha) di Bumi, mereka merajalela merusak mental manusia. Anda sekembali ke bumi, Anda akan berkotbah keliling dunia. Walaupun keadaan di Cin Tan (Cina) masih buruk, harap anda memugar kembali Vihara-vihara yang saya dirikan, ketika saya masih berada di bumi, pada saat Anda masih menjadi muridku, kuberikan nama "Fu Sin" (yang artinya bangun kembali), anda pasti mengerti maksudku, sadar akan harapanku terhadapmu."
Berhenti sejenak, Guru Si Yin dengan suara lantang melafalkan syair sekata demi sekata sebagai berikut:
Cing sung siang ye i cien tou
Bekat salju dingin membeku, Pinus makin keras, hijau
Hai tien i se pien san cien
Laut, angkasa menyatu padu, biru meliputi trisahasra lokha dhatu.
Kemudian Bhiksu Yen Kwan membawa saya keluar menuju halaman muka istana. Saya terpukau pada pemandangan Alam Dewa yang gemerlapan penuh dengan aneka warna cahaya. Satwa yang aneh dan fauna alam Dewa yang beterbangan nyani dengan sukaria, kicauan burung, bunyi lembut binatang serta desiran angin, dari jauh ke dekat, terpadu suatu sonata musik alam yang merdu. Bocah Alam Dewa, Laki-laki dan perempuan, mengenakan baju sorgawi yang halus tipis berwarna-warni. Mereka membentuk barisan-barisan yang rapi. Baris demi baris meluncur dengan asyik membentuk figur-figur yang indah. Disana-sini bunga-bunga berkembang subur, berwarna-warni seakan- akan berlimpah keindahan sangat terpesona. Pavillion, teras, istana, dan pagoda, jauh dan dekat, semuanya memancarkan sinar yang mengagumkan, indahnya pemandangan di bumi tidak dapat menandingi seperseribunya.
Saya sedang mengagumi pemandangan seraya memuji-mujinya, Bhiksu Yen Kwan menunjuk sebuah pagoda raksasa yang lebih besar dari gunung Gun Lun, yang memancarkan seratus warna cahaya dan berkata, " Disitulah Thai Siong No Kun (Thay Sang Lau San = Lau Tza) bersemayam dan disitu beliau mengolah obat." "Saya segera memandang ke sana, terlihat pagoda pengolah obat yang megah dan tinggi, ditutupi mega awan, remang-remang, hanya terlihat salah satu bagian dari pagoda, namun bagian yang terlihat sudah tak terhitung tingkatannya. Bagaikan raksasa terhadang di depan kami. Kami hanya lihat-lihat dari jauh, tak sempat berkunjung ke dalamny. Bhiksu Yen Kwan menjelaskan, "Pagoda ini adalah tempat tinggal para Dewa tingkat atas, disekitarnya tedapat banyak "Lin Yuen Su" (Pohon Sukma) dan banyak bunga-bunga, buah-buahan empat musim. "Menurut cerita orang bahwa seorang petama ilmu Dewata, jika mereka berhasil, maka pohon sukmanya di Alam Dewa akan tumbuh dengan baik, sebaliknya, jika mereka lakukan tidak sesuai dengan ajaran, maka pohon Sukmanya akan layu dan kering."
Saat ini Bhiksu Yen Kwan mendesak saya dan berkata, "Waktu sangat terbatas, sudah saatnya saya membawa Anda ke Sukhavati Loka, pemandangan sana jauh lebih indah dari sini, lebih-lebih bumi tidak dapat menandingi sepersepuluh ribunya."
MENGUNJUNGI SUKHAVATI LOKA BERNAMASKARA KEPADA AMITABHA BUDDHA
Meninggalkan Alam Dewa Tusita, saya memanjatkan Stathagatosnisam Sitata Patram Aparajitam Pratyyungiram Dharani (Surangama Dharani), dan di bawah kaki kami segera muncul singgasana teratai, dengan secepat kilat terbang ke angkasa, sepanjang perjalanan hanya mendengar suara angin menghembus ke telinga, namun kami tidak merasakan terpaan angin. Tingginya kecepatan sungguh tidak dapat dilukiskan, hnya terlihat pemandangan indah di depan dengan cepat sekali terlempar ke belakang. Kira-kira 15 menit, kami melihat daratan di bawah kaki dan teratai diliputi pasir dari emas. Dan barisan pohon raksasa yang tingginya lebih kurang 100 meter berjajar dengan rapi. Pohon-pohon tersebut, bedahan dan beranting emas, namun daun-daunnya terbuat dari jade (giok), bentuk daun ada yang segitiga, ada yang segilima, dan ada yang segitujuh, semuanya berkilau-kilau dan berbunga. Terlihat pula banyak burung-burung bermacam-macam jenis beterbangan, bulu-bulunya bersinar berwarna indah. Ada burung berkepala dua, tiga, dan beberapa buah. Ada yang mempunyai dua pasang sampai beberapa sayap. Mereka beterbangan dengan bebas, sambil bernyani memuji kebesaran Buddha Amitabha. Sekelilingnya dipagari dengan pagar tujuh warna. Bhiksu Yen Kwan bertutur, "Berdasarkan apa yang disebut Sang Buddha dalam Amitabha Sutra, '... Tujuh susun jala, tujuh baris jajaran pohon mustika...,' adalah pemandangan alam ini."
Telingaku mendengar banyak suara percakapan, tetapi saya tidak mengerti semuanya. "Amitabha Buddha mengerti semuana.." kata Bhiksu Yen Kwan. Di perjalanan saya jumpai banyak pagoda-pagoda tinggi yang terbuat dari 7 jenis mustika, bersinar samar-samar. Kami berjalan maju terus, akhirnya tiba di depan sebuah gunung emas yang luar biasa besarnya, entah berapa ribu kali lebih besar dari Gunung Oh Mei di Tiongkok.
Tidak ragu lagi, kami telah tiba di pusat Sukhavati Loka. Tiba-tiba Bhiksu Yen Kwan menunjuk ke depan dan berkata, "Kita sudah tiba, di depanmu adalah Amitabha Buddha, Lihatlah Anda !" Saya bertanya dengan heran, "Di mana? Saya hanya melihat sesosok tembok besar di hadapan saya."
Sekarang engkau sedang berdiri di pucuk ujung jari kaki Buddha Amitabha!" Jawaban Bhiksu Yen Kwan yang tak terduga, sangat mengejutkan saya.
Saya memohon, "Badan sang Buddha begitu besar dan tinggi, apa mungkin saya dapat melihat Beliau?"
Sesungguhnya, keadaanku sekarang seperti seekor semut kecil, berdiri di bawah pencakar langit Gedung Empire Amerika. Biar bagaimanapun saya mendongak kepalaku tak mungkin bisa melihat seluruh gedung pencakar langit itu.
Bhiksu Yen Kwan menganjurkan saya cepat berlutut dan memohon berkah dari Sang Buddha Amitabha. Dengan tulus dan ikhlas saya mohon berkali-kali, tiba-tiba badan saya terus berkembang menjadi besar, sehingga sampai setinggi pusar Beliau.
Dengan ketinggian badan saat itu, barulah saya dapat melihat sang Buddha Amitabha sesungguhnya, betul-betul Beliau berada di depan mata saya Beliau berdiri di sebuah singgasana teratai, entah berapa jumlah kelopaknya, bersusun bertingkat-tingkat. Setiap kelopak mempunyai sebuah alam tersendiri, ada istana, pagoda, dan lain-lainnya memancarkan sinar beribu-ribu warna. Dan setiap utas cahaya menjelma seorang Buddha duduk di tengah lingkarang cahaya emas. Saya melontarkan pandangan mataku sejauh mungkin, saya melihat sebuah istana luar biasa besarnya yang bersinar cemerlang keemasan, dan lebih jauh lagi saya melihat seluruh bentuk luar Sukhabvati Loka.
Pada saat ini, Bhiksu Yen Kwan telah kembali ke bentuk semula-Nya, Kwan Se Ing Phu Sa. Seluruh badan beliau tembus pandang, berwarna keemasan, jubahnya memancarkan beribu-ribu jenis cahaya, tidak jelas Beliau laki-laki atau perempuan. Tinggi badan Beliau saat ini lebih tinggi dari saya, kira-kira setinggi pundak Sang Buddha Amitabha.
Saya berdiri ternganga melihat peristiwa yang unik dan luar biasa ini, tercengan dan berbisu seribu kata. Jika saya diharuskan melukiskan atau menceritakan keadaan saat itu dengan terinci, mungkin membutuhkan waktu 7 hari 7 malam lamanya. Khusus melukiskkan tanda fisik Sang Buddha Amitabha yang sangat istimewa dan ajaib saja waktu setengah hari tidak akan cukup. Misalnya, mata Beliau yang seluas tujuh samudra di bumi kita.
Menurut cerita Buddha Sakyamini di dalam Sutra, bahwa jarak antra bumi kita dengan Sukhabati Loka kami harus melalui ratusan ribu koti (10 juta) Buddha Ksetra. Jauhnya betul-betul di luar jangkauan daya pikir manusia. Jika kita naik pesawat secepat cahaya, untuk mencapai Sukhavati Loka harus kita tempuh dalam waktu 15 miliar tahun. Maka dengan umur manusia yang begitu singkat, tidak mungkin terjadi seorang manusia hidup sampai di Sukhavati Loka dengan badan kasarnya. Namun jika anda betul-betul tulus dan ikhlas berpranidhana (bertekad/prasetya), hanya dalam sekejab mata anda sudah sampai di Sukhavati Loka. Andaikata Anda mempunyai umur sepanjang umur bumi, dari hari jadinya bumi sampai kiamat, juga belum cukup waktu untuk mencapai Sukhavati Loka. Satu-satunya jalan mencapai Sukhavati Loka yaitu keimanan, kekuatan pranidhana dirimu, ditambah karunia kekuatan Adhistana Buddha Amitabha. Betul-betul dengan sekejab mata, secepat pikiran kita, kita akan sampai di Sukhavati Loka.
Saya bernamaskara berkali-kali kepada Buddha Amitabha mohon kekuatan, kecerdasan, supaya saya dapat bebas dari siklus lahir dan mati. Beliau bersabda, "Kwan Ing Phu Sha menjemput anda kemari, berkunjung kemana-mana, pergilah mengikuti Beliau, jangan menyia-nyiakan kesempatan yang baik ini. Tetapi anda tetap harus kembali ke dunia fana."
Saat itu, makin saya mengagumi kebersihan, kedamaian, dan kebahagiaan di Sukhabvati Loka, makin saya muak akan kejorokan, kekacauan, dan penderitaan di dunia fana. Saya tidak ingin pulang ke bumi, saya mohon berkali-kali dengan sedikit merengek, " Di Sukhavati Loka terlalu indah dan menyenangkan, saya betul-betul tidak ingin pulang, mohon kasihanilah saya, ijinkanlah saya tinggal di sini, terimalah saya tetap di sini."
Beliau berkata, "Tidak, bukan saya tidak mau menerimamu disini ,dan memaksa kamu pulang. Sebenarnya pada dua kalpa yang lalu, engkau sudah tinggal di sini. Dan pada saat itu engkau telah berjanji, berpranidhana (berprasetya) dengan tekad kembali ke dunia fana, untuk menolong mereka yang sedang menderita disana. Untuk menunaikan nadarmu, mau tidak mau engkau harus pulang ke dunia fana. Dengan kunjunganmu kali ini di Sukhavati Loka, dan meyakinkan mereka bahwa Sukhavati Loka betul-betul ada."
Kemudian Beliau mengucapkan Gatha (syair) sebagai berikut:
NI I WANG SEN EL CIE CIEN
Jauh pada dua kalpa yang lalu, Kau telah lahir di Sukhavati Loka
CE ING FA YEN TU CUNG SEN
Berhubung tekad pranidhanamu, untuk menolong makhluk-makhluk fana.
LEI SHE FU MU CHI CIN SHU
Mereka beryuga-yuga yang lampau, bagaikan ayah bunda sanak saudara.
SHE CIU TUNG KUI CIU PING LIEN
Nazarmu yang luhur, untuk menyeberangkan mereka ke Sukhavati Loka.
Setelah mendengar gatha Sang Buddha Amitabha , seluruh badanku gemetar teringat hal ihwal peristiwa dua kalpa yang lalu, seperti gambar hidup yang tampil di depan mataku dengan jelas dan terang.
Kemudian beliau berpesan kepada Kwan She Ing Phu Sat, "Silahkan anda membawa dia berkunjung ke mana saja". Saya bernamaskara kepada beliau tiga kali, lalu kwan she ing phu sat membawa saya keluar dari panggung mimbar.
Pada saat itu, saya mengamati semua pintu, lorong, tepi kolam, pagar, gunung dan lahan terayam, semua bertatah dengan tujuh jenis intan mustika dan semuanya bersinar-sinar bagaikan dop lampu dan neon. Aneh bin ajaib, benda-benda seperti terbuat dari bahan materi yang bebentuk, namun semuanya tembus pandang, dapat dilewati tanpa halangan. Di atas pintu gerbang tertulis 4 aksara emas yang besar dan di kedua sisi pintu terdapat dua kalimat syair yang saya tidak kenal dan mengerti. Sekarang saya masih ingat satu aksara berbentuk " ", dan lainnya saya lupa. Kwan She Ing Phu Sat menjelaskan, 4 aksara tersebut artinya "Istana Pahlawan Maha Perkasa", juga boleh diartikan "AMITAYUS" ( umur tak terbatas).
Aula itu memancarkan sinar keemasan dengan gilang gemilang, besar megah bisa menambung beratus-ratus ribu hadirin. Di dalam aula terlihat banyak Bodhisattva hadir di sana, ada yang duduk, ada yang berdiri, ada juga yang di luar aula, mereka semuanya berbadan kristal warna keemasan. Tinggi badan Bodhisattva lebih pendek dari Buddha, diantara mereka terlihat juga Mahasthama Prapta Bodhisattva dan Nitya Virya Bodhisattva.
"Marilah, kita mengunjungi ke sana, ke setiap tingkat alam di Surga Sukhavati dari tingkat terendah sampai ke tingkat tertinggi", ajak Kwan She Ing Phu Sat.
Dalam perjalanan tak terasa badan kami menjadi makin kecil, ketika mengetahui peristiwa aneh ini saya bertanya kepada Kwan She Ing Phu Sat. Beliau menjelaskan "Alam Surga Sukhavati terbagi sembilan tingkat, setiap tingkat berbeda-beda keadaan alamnya. Untuk menyesuaikan dengan keadaan alam di masing-masing tingkat, maka kondisi fisik penghuni harus berbeda. Tadi kami berangkat dari tingkat alam yang tertinggi menuju ke tingkat alam yang terendah. Antara 9 tingkat alam negeri teratai ini, tingkat yang teratas penghuniyna lebih besar dan tinggi dari penghuni di tingkat alam tengah, dan penghuni di tingkat alam tengah lebih besar dan tinggi dari penghuni di tingkat alam rendah. Dan kita sekarang sedang turun ke bawah. Umpamanya penghuni di bumi tinggi badannya lebih dari dua meter setengah, sedangkan penghini alam tertinggi badannya lebih dari 10 meter".
NEGERI TERATAI TINGKAT TERBAWAH DIHUNI OLEH PEMBAWA KARMA
Sekarang kita sudah tiba di negeri teratai tingkat Bawah. Daratan di sana merata bagaikan telapak tangan, tanah berwarna kuning emas yang berkilau-kilau, namun tembus cahaya bagaikan kaca kristal. Sebentar lagi sebuah lapangan luas besar terlihat di depan mata kami, terlihat di sana banyak anak gadis berumur 13-14 tahun, diatas kepala mereka semua berias sepasang konde kecil, dihiasi bunga ungu, paras dan potongan badan mereka cantik-cantik semua. Mereka tidak hanya berpakaian seragam, tinggi badan dan raut muka mereka hampir sama dan serupa.
Dalam batinku bertanya, "Mengapa di negeri ini banyak terdapat penghuni yang perempuan?" lalu saya bertanya kepada Kwan She Ing Phu Sat, "Menurut Sutra bahwa penghuni Surga Sukhavati tiada jenis kelamin, mengapa disini banyak perempuannya?"
"Sutra tidak salah, lihatlah tampang dirimu sekarang!" jawabnya. Sungguh mengejutkan sampai saya tidak percaya dengan penglihatan sendiri, saya sudah menjelma menjadi anak perempuan yang mirip dengan mereka, baik pakaian seragam, maupun berdandan rias seperti mereka "mengapa jadi demikian?" saya menjadi bengong.
Kwan She Ing Phu Sat menjelaskan," di negeri ini dipimpin oleh seorang Bodhisattva, beliau sebagai penguasa di sini, jika beliau ingin waraganya perempuan, maka warganya semua menjadi perempuan. Sebaliknya jika beliau ingin laki-laki maka semua warganya menjadi laki-laki. Sesungguhnya badan penghuni disini bukan dibentuk dari daging darah yang bersifat materia, lihat semua benda-benda, makhluk-makhluk disini semuanya bening tembus cahaya bagaikan kristal. Bentuk tubuh mudah berubah, dapat berbentuk perempuan atau laki-laki, namun sifat intinya tidak berbeda".
Saya amati tubuhku, seperti apa yang diterangkan oleh Kwan She Ing Phu Sat, tidak terlihat kulit, daging, kuku, tulang, dan darah, hanya sesosok tubuh kristal yang putih kuning.
Manusia yang lahir di Sukhavati Lokha Varga Bawah-bawah, semuanya bersih batinnya, mereka membawa serta karma, sifat kebiasaan mereka masing-masing. Mereka baik laki-laki atau perempuan, tua, atau muda, "Penjelmaan Teratai" di negeri teratai Varga Bawah-Bawah ini, semuanya menjadi bocah yang berumur 13-14 tahun, menjadi muda belia, sangat ramah tamah, dan cantik indah. Bentuk luarnya bisa saja laki-laki atau perempuan, namun hakekatnya tidak berbeda.
"Mengapa manusia di bumi yang lahir disini berbentuk sama dan usia juga sama?" saya bertanya kepada Kwan She Ing Phu Sa.
"Sifat Buddha yang ada pada setiap makhluk adalah sama, tiada perbedaan. Berkat kekeuatan pranidhana (prasetya) Sang Buddha Amitabha, mereka dapat lahir di sini, dan mereka di beri hak dan kewajiban yang sama. Tidak memandang ketika di bumi sudah kakek-kakek, nenek-nenek, setengah tua atau masih muda belia, setelah penjelmaan teratai, semuanya sama rata berumur 13-14 tahun, dan bentuk luarnya hampir sama. Hal ini sama dengan bayi baru lahir di bumi, bentuk badan dan raut mukanya juga hampir sama.", Penjelasan beliau.
Penghini di Varga Bawah-bawah setelah penjelmaan teratai, di dalam teratai, setiap hari di beri 2 jam pelajaran Dharma, yang memberi ceramah adalah seorang Bodhisattva Mahasattva. Ketika genta berbunyi, jam pelajaran Dharma dimulai, penghuni di kolam teratai, di gedung, di pavillion, semuanya keluar dari tempat kediamannya berkumpul di Aula. Mereka berseragam dan berbentuk serupa, oleh karena mereka telah dikendalikan oleh kekuatan Bodhisattva Mahasattva. Sang Bodhisattva ingin mereka berpakaian merah, semuanya merah, ingin berpakaian kuning, semuanya kuning; ingin hijau semuanya hijau.
Penghuni di sini pada siang hari, mereka keluar dari bunga teratainya bermain-main, menyani, menari, melakukan kebaktian, membaca sutra, atau kegiatan lainnya. Jika jam istirahat mereka kembali ke bunga teratai masing-masing. Pendek kata, bunga teratai terbuka pada siang hari, menutup pada malam hari. Waktu istirahat kegiatan mereka di dalam bunga teratai juga bermacam-macam, ada yang menyebut-nyebut nama Sang Buddha, ada yang bermimpi indah. (Mereka lahir di sini, berkat karunia Sang Buddha, ada yang terbawa kekotoran batin, sehingga mereka ketika tanpa sadar sering mengenang perbuatan atau peristiwa mereka pada masa lampau di bumi.)
Kwan She Ing Phu Sa berkata, "Mari kita melihat-lihat di lapangan sana."
Kami tiba di lapangan, mula-mula terlihat kurang lebih 20 orang anak gadis, kemudian jumlahnya terus bertambah dari puluhan, ratusan, ribuan, sehingga ratusan ribu anak gadis yang hampir serupa memenuhi semua gedung, aula, dan lapangan. Penampilan mereka seolah-olah untuk tontonan kami. Dalam sekejab mata mengumpulkan orang sebanyak ratusan ribu orang di sana sangat mudah. Andai kata di bumi kita ingin mengundang atau mengerahkan masa sebanyak puluhan ribu saja harus persiapan sampai beberapa hari.
Kemudian kami berada di kolam teratai, terlihat air kolam berbeda dengan air kolam di bumi, air sana tidak berbentuk cairan, melainkan merupakan gas.
"Mandilah engkau di kolam sana!" anjur Kuan She Ing Phu Sa. "Bagaimana kalau baju saya basah kuyup nanti?" Saya ragu-ragu dan takut karena saya tidak bisa berenang. "Jangan khawatir, air di sini berbeda dengan air di dunia sana." Tutur Beliau.
Saya menuruti anjuran Beliau, dengan sedikit gemetar, perlahan-lahan turun ke kolam. Sungguh benar kata Beliau bajuku tidak basah. Di samping itu pula, ketakukatan hilang, yang mula-mula saya khawatir bisa tenggelam di bawah kolam. Eh, tidak disangka saya bisa berenang. Saya bisa timbul, menyelam, belok kanan, dan belok kiri menurut kehendak-ku. Saya berputar-putar di dalam kolam, alangkah nikmat dan gembiranya. Terdorong oleh naluri ingin tahu, saya coba ir kolam seteguk, luar biasa segar dan manis, kemudian saya minum sepuas hati. Badan saya terasa makin kuat dan segar, dan semangatku menjadi berlipat ganda. Badanku seolah-olah menjadi ringan bisa terbang. Saya coba lagi memegang-megang bajuku sama sekali tidak basah. Saat ini saya makin berani menjauhi tepi kolam. Ketika saya berenang sampai di tengah kolam, terlihat banyak sekali bunga teratai, semuanya indah-indah berkembang dengan cemerlang. Saya menjumpai beberapa kuntum bunga teratai yang berhuni bocah yang sedang rajin menyebut nama Sang Buddha. Saya menjumpai juga beberapa bunga teratai yang layu, yang patah kelopak atau tangkainya, bahkan ada yang sudah mati kering. Belakangan saya baru diberi tahu bahwa yang disebut dalam Amitabha Sutra tentang Air delapan pahala (Pa Kung Te Sui), yaitu air kolam yang saya selami dan minum air sepuas-puasnya.
DELUSI PENGHUNI DI NEGERI TERATAI VARGA BAWAH TINGKAT BAWAH
Pada umumnya, penghuni di negeri teratai varga bawah-bawah, ketika masa hidupnya di dunia fana, mereka sangat tekun menyebut nama sang Buddha Amitabha, dan berkeyakinan keras mereka akan lahir di Sukhavati Loka sesuai dengan Pranidhana-Nya Yang Maha Karuna. Namun mereka lahir di Sukhavati Loka masih membawa karma-karma buruknya (Tai Ye Wang Sheng).
"Apakah maksudnya sebutan 'Pembawa serta karma-karam lahir di Surga Sukhavati Loka itu?'"
Penghuni Sukhavati Loka, pada masa hidupnya di dunia fana yang silam, pernah berbuat jahat (karma buruk), misalnya membunuh, mencuri, menipu, memfitnah, mencelakakan orang, mengadu domba, berzina, dan lain-lain. Sebenarnya, pelaku Dasakusala (Sepuluh Kejahatan) tidak diperbolehkan lahir di Tanah Suci, namun mereka pada hari tuanya, memperoleh mitra yang baik, bijaksana, dan memberkenalkan tentang Dharma, mengajar mereka membaca Sutra, sehingga mereka menyesal kesalahan mereka yang lampau, dan betul-betul bertobat, pada sisa masa hidupnya tekun menyebut nama Sang Buddha Amitabha, berkat kekuatan Pranidhana Sang Amitabha, mereka diterima lahir di Sukhavati Loka Varga Bawah-bawah. (Negeri teratai Bagian Bawah di sektor yang Bawah)
Sukhavati Loka dibagi 9 Varga atau 9 tingkat. Penghuni Varga bawah-bawah (Tingkat Bawah) jika ingin meningkat naik ke Varga Atas-atas (Tingkat Teratai Atas), mereka harus bertapa selama 12 kalpa. Satu kalpa sama dengan 16.798.000 tahun, maka mereka yang dari Varga Bawah-Bawah meningkat ke Barga Atas-Atas membutuhkan waktu 201.576.000 tahun. Namun kita yang hidup di dunia fana, harus bersyukur, karena bila selalu menghindari perbuatan jahat, melakukan kebaikan, tekun melakkukan meditasi, mungkin dalam 35 tahun kita dapat mencapai Varga Tengah, atau Varga Atas. Bahkan bila kita pada masa kelahiran yang lampau telah menanam bibit kebajikan, mungkin pada masa kelahiran ini, kita sudah dapat mencapai ke-Buddha-an.
Sesungguhnya "Badan Manusia Sungguh Sulit Diperoleh"., perkataan Sutra ini sangat benar, maka kita harus menghargai masa hidup sebagai manusia ini, jangan menyia-nyiakan masa emas ini. Maka tekunlah bermiditasi pada kesempatan yang baik ini, dengan kemungkinan besar kita akan lahir di Varga Atas-Atas, Ketika "Bunga Teratai Berkembang Akan Menjumpai Buddha" (Hua Kuai Cien Fo). Bhuksu Yin Kwan dan Bhiksu Hong Ti adalah contoh hidup (nyata), mereka lahir di Varga Atas-Atas. (hal ini akan saya terangkan di belakng).
Ketika kembali menceritakan dunia fana yang kita alami. Pada umumnya makhluk atau manusia di dunia fana terdapat 8 (delapan) delapan jenis penderitaan, yaitu lahir, tua, sakit, mati, yang diinginkan tidak tercapai, berpisah dengan yang dicintai, berkumpul dengan yang dibenci, pembaraan api panca skanda. Penderitaan-penderitaan tersebut tidak terdapat di Sukhavati Loka, biarpun di Varga Bawah-Bawah juga tidak menemukan penderitaan, di Sukhavati Loka hanya ada Suka tiada Duka, Maka disebut Dunia Suka Ria. Walaupun penghuni di Varga bawah-bawah untuk mencapai Varga Atas-Atas membutuhkan waktu 12 kalpa lamanya. Namun dijamin pasti akan meningkat setingkat demi setingkat, sampai tercapai Kebudhaan disana tidak ada jalan mundur, dan tidak perlu khawatir terjerumus kembali ke alam samasara. Seluruh proses pertapaan, dari awal sampai akhir, semuanya berlangsung dalam keadaan "Sangat Gembira".
Bunga Teratai di Varga Bawah-bawah jauh berbeda dengan teratai di Bumi. Besarnya antara setengah sampai satu setengah kilometer persegi. Tingginya setinggi gedung 4 tingkat. Semua teratai memancarkan cahaya terang. Jika penghuni di dalam teratai merenungkan masa lampau, atau menimbulkan macam-macam delusi, maka warna bunga teratai segera pudar dan hilang sinarnya. Kebalikannya jika mereka tidak mengingat kembali karma-karma masa lampaunya, dalam batinnya bersih bening tanpa delusi, maka bunganya akan memancarkan aneka macam cahaya.
Berikutnya saya menceritakan dua contoh yang nyata: Kwan She Ing Phu Sa berkotbah, "Insan berperasaan pada beryuga-yuga (kelahiran-kelahiran) yang lampau, telah berulang-ulang membuat aneka macam karma. Karma yang berulang-ulang menjadi sifat./penyakit kronis, sampai terbawa mati, ikut serta lahir di Sukhavati Loka, kekotoran batin/delusi karma mereka pada waktu istirahat, dengan tidak terasa sering terpantul keluar dan tampil di layar bayangan mereka Hal demikian paling banyak terjadi pada penghuni Varga Bawah-Bawah. Mereka makin meningkat pada Varga Bawah Tengah, lalu Varga Bawah Atas, kotoran batin/delusi karmanya semakin berkurang dan hilang. Karma-karma yang sulit mereka lupakan pada umumnya cinta kasih yang mendalam terhadap orang maupun bernda yang dicintai/disayangi yang mereka tinggalkan di dunia fana. Misalkan cinta kasihnya terhadap ayah bunda, saudara-saudara, kekasih, dan lain-lain, atau kenikmatan terhadap kesohoran, pujian, makanan, minuman, harta benda yang mereka pernah miliki. Hal-hal tersebut sering terpantul kembali bagaikan impian. Mari saya membawa anda menyaksikan sendiri kenyataan tentang pantulan karma/delusi."
Melalui berberapa belokan, kami menemukan bunga teratai yang pudar warnanya. Kami masuk ke dalam bunga teratai, terlihatlah sebuah gedung bertingkat yang besar dan megah, lebih megah ke dalam dari istana, mempunyai taman bunga yang ditata rapi dan indah sekali, benda-benda antik di ruang tamu halus-halus, dan tak ternilai harganya, semua dekorasi dalam ruang kamar halus mewah berselera tinggi, bagaikan rumah kediaman Perdana Menteri. Di dalam gedung dihuni puluhan sanak saudara (keluarga), orang, tua muda, laku-laku perempuan, semuanya berpakaian mewah-meah. Banyak pula pelayan-pelayan keluar masuk, hiruk pikuk, seperti sedang mempersiapkan suatu pesta besar.
Saya bertanya kepada Kwan She Ing Phu Sa, "Mengapa di sini masih ada orang hidup berkeluarga seperti di bumi?"
Beliau menjelaskan," Orang in iwaktu mendekati ajalnya ,tekun melakukan kesucian, tulus berbakti kepada Buddha Amitabha, akhirnya berhasil lahir di Sukhavati Loka, namun sifat atau kebiasaan yang telah sangat melekat pada dirinya yang berkalpa-kalpa lamanya sulit dibersihkan dengan seketika.
Orang-orang di dalam rumahnya adalah ayah bundanya, isterinya, kekasihnya, saudara-saudaranya, anak cucunya, serta famili-familinya yang amat ia cintai pada masa lalu di dunia fana. Kasih ayangnya yang mendalam kepada mereka, sungguh sulit baginya untuk melupakan dan melepaskan mereka. Maka setiap waktu istirahat di dalam bunga teratainya, kerinduannya terhadap sanak keluarga dan orang-orang yang dicintai muncul, dengan seketika mereka berkumpul di sekelilingnya.
Sesuai dengan sebutannya, di Sukhavati Loka suka ria tanpa duka derita, maka penghuninya ingat ayah bundanya, ingat isteri datanglah isterinya, ingat gedung mewah, muncullah gedung mewah, ingin makan enak, hidangan enak lezat segera berada di depannya. Macam-macam peristiwa akan tampil bila ia hendaki, bagaikan impian ketika kita sedang tidur. Saat kita bermimpi kita menganggap segala peristiwa di dalam alam impian adalah sungguh dan nyata, namun setelah kita terbangun baru menyadari peristiwa-peristiwa, orang, gedung, harta benda.. dan sebagainya yang terjadi di dalam impian, hanyalah khayalan kosong belaka. Hal demikian disebut pantulan karma atau delusi adalah bayangan kosong, dan sesungguhnya keluarganya di bumi sedikitpun tidak mengetahui hal-hal tersebut."
Uraian Kuan She Ing Phu Sat sangat bermakna. Coba kita renungkan hidup kita di bumi ini, bukankah suatu impian yang panjang, keitka sukma kita meninggalkan jasad, segala harta benda, orang-orang yang kita miliki dan cintai tidak dapat kita bawa serta,dan bukan lagi milik kita, bagaikan suatu impian panjang dan pada akhirnya menjadi kosong hampa.
Kuan She Ing Phu Sat melanjutkan, "penghuni di Varga Bawah-Bawah mempunyai delusi dan lamunan melebihi keinginannya di bumi. Karena di dunia fana adalah dunia materi yang banyak dan besar hambatannya. (misalnya, terhalang selembar kertas tipis saja, kita tidak dapat melihat benda di belakang kertas. Zat materi selalu berubah seperti metabolisme. Jika persyaratan cukup menjadi hidup, jika persyaratan kurang menjadi mati atau musnah), maka banyak hal dan benda dikehendaki tidak bisa diperoleh, sehingga timbul resah dan penderitaan! Di Sukhavati Loka tidak terjadi hal demikian, karena dunia ini bukan dunia materi. Apa yang kau inginkan (delusi), segera akan kau memperolehnya. Dan akan engkau nikmati tidak terbatas. Sukhavati Loka adalah Sunyata (kosong, hakekat), meliputi seluruh Dharma Dhatu. Alam Dewata (kayangan) tergolong alam Astral (mental, spiritual), walau penghunji sana memiliki kesaktian, namun masih terbatas. Masih ada tidak bisa tercapai. Dunia fana bersifat materi, mempunyai hambatan berlapis-lapis, maka yang diinginkan oleh manusia sulit tercapai.
"Apa bedanya Alam Delusi (impian) di dunia kita dengan alam hakiki yang murni bersih yang dicapai oleh sang Tathagata?", tanya saya kepada Kuan She Ing Phu Sat?"
Petunjuk Beliau adalah," Alam hakiki adalah alam kekal yang tidak pernah lahir pun tidak akan musnah. Alam tersebut senantiasa memancarkan beraneka macam cahaya. Dunia delusi adalah dunia yang tidak tetap, selalu berubah, tidak dapat memancarkan cahaya, setelah makhluk itu terbangun, akhirnya mereka baru sadar segala sesuatunya yang terjadi hanya khayalan kosong belaka. Seperti makhluk bumi bermimpi melihat gunung, sungai, manusia, benda, gedung-gedung dan kota, ketika mereka bangun dari impian, semuanya hilang lenyap. Maka peristiwa-peristiwa di dunia fana dikelabui oleh delusi menjadi fanatik terhadap materi, kuasa, dan nama. Mereka demi harta benda, sejengkal tanah, 'kehormatan' mengorbankan jiwa raganya, namun sampai akhir hayatnya, tidak sesuatupun terbawa oleh mereka, melainkan kedua tangan hampa saja. Lebih malang lagi sukmanya selalu berputar-putar di alam samsara tidak bisa bebas. Dan sesuai dengan karma mereka masing-masing memperoleh ganjaran yang setimpal. Ingin terbebas dari lautan derita (alam samasara), cepatlah bangun, maka pantai seberang tidak akan jauh lagi. "
Menurut Kuan She Ing Phu Sat bahwa tuan rumah tadi sekampung dengan saya, dia orang dari propinsi Hik Kien, Kabupaten Phu Tien, berbahasa sama dengan saya. Lalu Kwan She Ing Phu Sat mengajak saya masuk ke dalam gedung.
Sesuai dengan penjelasan Kuan She Ing Phu Sat beberapa waktu yang lalu, bahwa timbulnya fenomena (kejadian yang khayal) disebabkan oleh delusi-delusi (pantulan karma yang terbawa dari masa-masa hidupnya di dunia fana), maka delusi musnah, fenomena juga segera hilang.
Di ruangan tamu terlihatlah banyak meja-meja penuh dengan hidangan yang lezat, kira-kira sedang mengadakan pesta besar. Kurang lebih 70 orang menghadiri pesta itu hiruk-pikuk, ramai sekali. Di tengah-tengah ruangan tamu seorang tua berusia 70-an,wajahnya penuh dengan senyum gembira, gayanya ala orang kaya di bumi. Saya tebak dia pasti tuan rumahnya. Melihat saya datang, dia menerima saya dengan ramah- tamah, dan mempersilahkan saya duduk.
Dia bertanya, "Dari manakah anda?"
"Saya baru datang dari Hik Kien, Phu Tien, kita adalah sekampung halaman." Saya jawab dengan bahasa daerah Pu Tien.
Seketika dia mendengar sekampung halaman dengannya, luar biasa gembiranya ia mengangguk-anggukkan kepalanya tidak berhenti-henti, "Bagus ! Bagus!"
"Eh, ada pesta apa ini?" tanya saya.
Dia tersenyum simpul, balik bertanya, "Bagaimana anda bisa datang kemari?"
Lalu saya menunjuk Bhiksu Yen Kwan (Kwan She Ing Phu Sat) yang berdiri di dekat pintu, dan memperkenalkan sekalian, "Berkat bantuan besar Kuan She Ing Phu Sa, saya bisa datang ke sini, dan mengunjungi rumah anda."
Setelah mendengar nama Kuan She Ing Phu Sat, si tuan rumah seolah-olah tersentuh aliran listrik, mukanya yang riang gembira segera berubah menjadi malu dan merasa bersalah, karena masih belum bisa meninggalkan kebiasaan yang tidak baik warisan hidup masa lampau.
Dengan seketika gedung mewah, tamu-tamu, keluarga yang kurang lebih 70 orang, suasana hiruk pikuk, hilang tanpa bekas.
Tuan rumah yang berumur 70-an,dengan sekejab berubah menjadi bocah 13-14 tahun, ia duduk tegak di atas bunga teratai, seluruh tubuhnya menjadi putih bening bagaikan kristal, yang amat elok indah.
Sesuai dengan penjelasan Kuan She Ing Phu sa, beberapa saat yang lalu, bahwa timbulnya fenomena (kejadian yang khayal) disebabkan oleh delusi-delusi (pantulan karma yang terbawa dari masa-masa hidupnya di dunia fana), maka delusi musnah, segera fenomena juga hilang.
Orang tersebut di atas pada masa silam masih terbawa sifat-sifatnya yang suka pamer, suka pesta yang sudah mendarah daging, sulit dihilangkan, kebiasaan-kebiasaan tersebut sering kambuh, maka fenomena pantulan karma dahulu selalu terjadi di bawah sadar.
Kemudian dia memperkenalkan diri kepada saya, " Saya berasal dari Hok Kien, Bhu Dien, desa Han Ciang Tuo Tuo, bernama Lim Tao Yi, lahir di keluarga yang kaya, dan tersohor di desa Tuo Tuo. Masa hari tuaku telah memperoleh bimbingan dari seorang umat yang bijaksana, beliau menganjurkan saya senantiasa memenjatkan doa dan menyebut-nyebut nama Sang Buddha Amitabha, dan pada akhir hayatku saya dapat menyebut nama Sang Buddha Amitaba sebanyak 10 kali dengan tenang, akhirnya diterima lahir di Sukhavati Loka, namun sayang sekali hambatan karmaku bertumpuk, cinta kasihku terhadap keluarga dan keinginan terhadap harta benda, kesenangan duniawi belum bisa ditinggalkan semua, kekotoran batin ini sering mengacaukan jati diriku, lalu timbul delusi-delusi macam-macam. Kuan She Ing Phu Sa pernah dua kali memberi petunjuk kepada saya, cara membersihkan delusi-delusi yang sangat melekat pada diriku itu. Tetapi penyakit kronis ini suka kambuh, sungguh sulit dihilangkan, dan membuatku malu!"
Ketika kami pamit untuk berpisah, dia pesan kepadaku agar membawakan kabar untuk anaknya, yang bernama A Wang bertempat tinggal di Singapore, bahwa dia (Ayah A Wang) telah meninggal dunia di Tiongkok, dan lahir di Sukhavati Loka.
Kuan She Ing Phu Sa sering menganjurkan kepada yang lahir di Sukhavati Loka Varga Bawah-bawah, sering mandi dengan Air Delapan Jasa Pahala, supaya delusi, kotoran batin mereka dapat tercuci bersih, dan batinnya lambat laun akan menjadi bersih cerah bercahaya, maka jati dirinya akan tampil dengan 'muka aslinya'.
Saya mengikuti Kuan She Ing Phu sa datang ke sebuah tebing yang curam. Saat ini saya menjumpai suatu peristiwa yang anaeh, seorang perempuan kurang lebih 20 tahun , mengenakan baju hitam, menangis tersedu-sedu di atas tebing tinggi itu. Hal ini sangat mengejutkan saya. "Mengapa di dunia suka ria yang tanpa duka, bisa ada orang menangis dengan sedih-pedih yang sangat memilukan?"
Kuan She Ing Phu Sa seolah-olah telah membaca isi hatiku. Beliau menganjurkan saya langsung bertanya saja kepada si dia. Saya segera mendekati dia sambil merangkapkan kedua tanganku dan menyapa, "Nona,mengapa anda menangis?" Ia segera mendongak kepalanya dan memandang kepada saya, ia tidak menangis, malahan tersenyum kepada saya dan berkata, " Saya terkejut melihat tebing tinggi ini, segera mengingatkan saya peristiwa masa lampau yang sulit saya lupakan, sehingga timbul delusi tadi." Selesai perkataannya segera menjelma menjadi gadis 13-14 tahun duduk tegak di atas sebuah bunga teratai yang berada di tengah-tengah kolam, seluruh tubuh menjadi putih bening bagaikan kristal, seraya tebing tinggi menjadi hilang tanpa bekas.
Kemudian ia menceritakan riwayatnya kepada saya, "Saya berasal dari Hok Kien, Kabupaten Suen Jhang, Bernama X X X, umur 21 tahun, saya adalah upasikha yang telah berlindung kepada Sang Buddha, pada tahun 1960 saya bertekad meninggalkan segala keduniawian menjadi biarawati, namun selalu dihalang-halangi orang, niat saya digagalkan, dengan pikiran sesat saya bunuh diri melompat dari tebing yang curam tadi. Berkat Maha Karuna Kuan She Ing Phu Sa, mengigatkan ketulusan hatiku, saya ditolong oleh-Nya, sehingga saya dapat lahir di Sukhavati Loka. Karena saya baru saja lahir di sini, maka delusi kotoran batin masih melekat padaku, kadang kala saya tidak dapat mengendalikan emosi diri, peristiwa masa yang lalu dengan sendirinya terpantul kembali, bagaikan mimpi buruk di dunia Saha, sehingga dalam batinku sering tampil peristiwa yang menakutkan dan mengejutkan. Walaupun Kuan She Ing Phu Sa sering menguraikan Dharma kepada kami, tetapi susah sekali melupakan peristiwa tadi."
Saya menyampaikan simpatiku kepadanya sambil mengenalkan Kuan She Ing Phu Sa, "Lihatlah anda, bukankan Kuan She Ing Phu Sa sudah berada di samping kita."
Ia segera bernamaskara kepada Kuan She Ing Phu Sa, Beliau mengajurkannya, "Cepat pergi ke kolam, mandi dengan Air Delapan Jasa Pahala, banyak mandi dengan air tersebut, karma burukmu pada masa silam akan berangsur-angsur tercuci bersih."
Di dalam kolam teratai terlihat beberapa bunga teratai yang layu dan kering, saya bertanya kepada Kuan She Ing Phu Sa, "Mengapa bisa sampai demikian?"
Beliau menjelaskan, "Beberapa bunga teratai yang layu bahkan ada yang mati, oleh karena penghuni Sukhavati Loka, pada mula-mulanya sangat tekun mempelajari Dharma, rajin menyebut nama Sang Buddha Aamitabha, mereka juga telah menabur bibit ke-Buddhaan (Teratai di Sukhavati Loka), dan bibit tersebut tumbuh dengan baik dan subur. Namun belakanangan hari ia telah mundur, malas melakukan kebaktian, imannya terhadap Buddha telah koyak, bahkan membuat 10 kejahatan. Bunga teratai yang layu itu adalah milik si XXX, ia mula-mula berlindung kepada Buddha, belakangan menjadi pejabat, karena sibuk tidak pernah membaca, tidak menyebut nama Sang Buddha, tidak bermeditasi, tidak pantang makan daging (Cia Cay), akhirnya ia melakukan kejahatan, dihukum mati oleh pemerintah, maka tangkai teratainya telah putus.
Teratai yang kering mati lainnya, dimiliki oleh seorang berasal dari kabupaten Yung Tai, ia berlindung kepada Triratna, juga telah diberkahi oleh seorang Bhiksu, tekun belajar Dharma selama 3 tahun, mula-mula bunga teratainya tumbuh dengan subur dan indah, di kemudian hari ia lupa akan ajaran Buddha, dengan segala akal muslihat ia mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, tetapi akhirnya ia jatuh bangkrut, hutangnya bertumpuk, dan dikejar-kejar orang, dan mengakhiri hayatnya dengan membunuh diri, maka bunga teratai menjadi kering dan mati.
Saya bertanya, "Menurut almarhum Bhiksu Jhan Liang, kita menyebut sekali nama Buddha dapat menghapuskan dosa-dosa sebanyak butir pasir di sungai Gangga, dan orang tersebut tadi telah menyebut-nyebut nama Buddha selama 3 tahun, mengapa tidak ada pahalanya?"
Beliau menjelaskan, "Orang awam tidak pernah mendekati Dharma, ia berbuat jahat karena avidya (tidak pengertian), setelah memperoleh petunuk dari umat yang bijaksana ia sadar akan kesalahan, betul-betul bertobat, dengan tulus ikhlas berdoa, mohon pengampunan atas kesalahannya, dengan tekun menyebut-nyebut nama Buddha. Kekuatan doa yang tulus ikhlas demikian tak terhitung banyaknya. Selanjutnya dengan keteguhan imannya terhadapa Sang Buddha, sampai akhir hayatnya, ia lahir di Sukhavati Loka Varga Bawah-Bawah, walau membawa karma-karmanya yang lampau, namun telah bebeas dari kekuatan hukum karma, maka ia telah terjamin tidak akan mundur dan maju terus sampai tercapainya ke-Buddha-an."
Berhenti sejenak, Beliau melanjutkan, "Ada sebagian orang yang menyebut nama Sang Buddha hanya dibibir, namun dibalik hatinya berbisa seperti ular, dengan sembunyi-sembunyi mencelakakan orang, membuat kejahatan-kejahatan lainnya. Orang demikian tidak bisa lahir di Sukhavati Loka. Mereka yang telah menabur bibit bunga teratai di Sukhavati Loka, bila bibit baik mereka masih ada dan belum musnah, asalkan mereka menyadari kembali, mengaku kesalahannya, bunga teratainya akan segar bugar kembali memancarkan cahaya beraneka warna."
Menurut Kuan She Ing Phu Sa, orang di dunia Saha baik kaya miskin, tinggi rendah pangkatnya, baik buruk tampangnya, pandai atau bodoh, tua atau muda, maupun laki-laki atau perempuan, dari semua lapisan masyarakat dan bangsa, asalkan mereka bertulus ikhlas, rajin membaca sutra, menyebut nama Sang Buddha, berhenti melakukan semua perbuatan jahat, banyak melakukan kebaikan, ucapan sesuai dengan hatinya, melakukan prinsip-prinsip ini sebaik-baiknya, niscaya bunga teratainya di tanah suci pasti tumbuh dengan kokoh dan subur, dan pada akhir hayatnya pasti dijemput Sang Buddha Amitabha, melalui proses penjelmaan Bunga Teratai lahir di Sukhavati Loka. Jika ragu-ragu, tidak konsisten, kadang-kadang rajin, kadang-kadan malas, biarpun bunga teratainya telah tumbuh, namun tidak akan subur dan indah. Apalagi mereka berbuat jahat, dan matinya karena 10 kejahatan, mereka tidak akan bebas dari alam samsara, pasti tidak dapat lahir di Sukhavati loka.
Sesaat kemudian tiba-tiba seorang biarawati mendekati sampai di depan saya, saya segera ingat dan kenal dia. Dia adalah Abbot di Vihara Cu San Yun di Propinsi Ciang Si, umurnya lebih dari 30 tahun. Ketika ia bertemu dengan saya, saking gembiranya ia menyapa saya dengan sedikit berteriak. "Hai! Cuan Cing She Siung (kakak seperguruan/ Saudara sedharma), Selamat Datang! Selamat Datang! Kung Si! Kung Si! (Ucapan Selamat)."
"Kapan anda lahir di sini, mengapa saya tidak memperoleh kabar?" tanya saya.
Ia menceritakan, pada tahun 1971, saya dipaksa keluar dari Vihara, dan saya tidak boleh menjalankan hidup suci (biarawati), saya tolak paksaan itu lalu saya ceburkan diri ke dalam sungai. Saya tahu tindakan bunuh diri termasuk tindakan 10 kejahatan, namun demi membela Dharma dan kesucian diri, saya tetap memilih membunuh diri. Berkat Maha Maitri Karuna Sang Buddha Amitabha, ingat teguhnya imanku, Beliau menerima saya lahir di Sukhavati Loka, saya juga pendatang baru."
"Semua penghuni Sukhavati Loka Varga Bawah-Bawah telah menjelma menjadi bocah berumur 13 tahun, mengapa anda tetap dengan tampang seperti dahulu di dunia fana?" tanya saya.
"Saya mendengar kabar kedatangan anda, saya segera ingat kita bertemu pada masa lampau di bumi, maka segera kembali ke bentuk masa yang lampau, dan supaya mempermudahkan anda mengenal saya. Bagaimana kabar Saudara Cuan Chong (saudara seperguruan dari Bhiksu Cuan Ching) ?" Jika bertemu dia, tolong sampaikan keadaanku disini, agar mendorong dia lebih tekun berbakti, dan rajin melakukan pertapaan."
PAGODA VIMALA VIPASSANA DAN BAHASA DHARANI
Tiba-tiba terdengar bunyi genta, Kuan She Ing Phu Sa memberitahu saya, bahwa bunyi genta itu menandakan khotbah akan dimulai. Saat ini terlihat berpuluhan ribu bocah laki-laki berumur 13-14 tahun, mengenakan baju merah, pinggangnya diikat dengan pita kuning emas, kepala berkonde dua, semuanya berseragam, berbaris dengan rapi, badan, kepala, tangan, kaki mereka semuanya putih bening bagaikan kristal. Mereka lari berkumpul di bawah podium teratai. Mereka saling beranjali, saling memberi hormat. Kemudian musik dimulai, riang merdu terpesona, segera burung-burung beraneka warna melayang-layang mengitari di atas band musik, dan berkicau bernyani mengikuti irama musik, dalam syairnya seolah-olah menyebut nama Sang Buddha. Tidak lama kemudian dari podium muncul seorang Bodhisattva. Beribu-ribu jenis cahaya terpencar dari tubuhnya, sungguh indah dan mengagumkan.
"Beliau adalah Mahasthamaprapta Bodhisattva yang pada hari ini memperoleh giliran memimpin tata cara serta memberi khotbah.: Bisik Kuan She Ing Phu Sa.
Saat ini beraneka warna bunga turun dari angkasa. Hujan bunga indah ini disertai berbagai macam benda aneh cantik dan amat berharga. Bocah-bocah mengangkat tepi bawah salju untuk menadahi bunga-bunga dan benda-benda yang turun Kemudian ruang langit yang luas itu dipenuhi dengan kilauan ribuan kilat, sinar laser yang beraneka warna, membentuk bunga, figura, macam-macam bagaikan kembang api luar biasa indahnya.
Di Varga Bawah-bawah ada sebuah "Aula Dharani Bahasa". Maksudnya Dharani Bahasa adalah setiap kata yang diucapkan oleh Sang Bodhisattva di Aula tersebut akan dimengerti oleh setiap hadirin seperti bahasa itu sendiri, walaupun para hadirin terdiri dari berbagai bangsa yang hanya mengerti bahasa bangsanya masing-masing. Dharani Bahasa ini tanpa melalui penterjemah para pendengar dapat langsung mengerti sejelas bahasa sendiri.
Di samping aula Dharani Bahasa ada lagi sebuah pagoda yang sangat tinggi sekali, yang disebut "Pagoda Vimala Vipassana" (Pagoda Visualisasi Kemurnian). Bagi penghuni di dalam pagoda yang ingin naik ke atas atau turun ke abwah tidak menggunakan lift seperti di bumi, melainkan mereka hanya menggunakan kekuatan batin. Batin mereka memerintahkan naik segera mereka naik, turun langsung turun. Seperti yang telah kami sebut tadi, bahwa badan mereka bukan terbentuk dari daging darah melainkan dari gas yang tembus pandang. Maka mereka kapan saja di mana saja, walaupun terhadang oleh tembok tebal, tiang emas yang besar, mereka dapat menembusi seolah-olah bergerak di alam hampa tanpa kesulitan. Walau dalam sebuah ruang sempit yang kira-kira dapat berisi ratusan orang, lalu ditambah sampai ribuan orang, bahkan ratusan ribu orang, namun kita yang di dalam ruang tidak merasa terimpit dan berdesak-desakan.
Dari pagoda Vimala Vipassana yang amat besar itu, kita dapat memantau planet-planet, bintang-bintang dari sepuluh penjuru di alam semesta. Misalnya kita ingin melihat bumi kita kemudian matahari. Mula-mula terlihat bumi hanya sebesar sebutir pasir kecil, namun kemudian batin kami ingin mengamati keadaan di bumi, andaikata kami ingin melihat keadaan di benua Asia, maka bagian benua Asia akan membesar sehingga jelas dipandang. Atau kami ingin lihat keadaan Tiongkok, tembok besar, propinsi Ho Kien, bahkan sebuah rumah sampai keadaan di dalam rumah, tempat atau benda yang ingin dilihat akan satu persatu tampil di depan mata. Seperti ada alat pengatur kaca pembesar di dalam teleskop yang super otomatis. Pendek kata Pagoda Vimala Vipassana tidak lain adalah sebuah observatorium untuk memantau seluruh alam semesta, tiada satu sudut pun yang tidak dapat dijangkau.
Penghuni di Varga Bawah Tengah, ketika masih hidupnya di bumi, mereka telah banyak berbuat kebaikan, memupuk akar-akar yang baik dan berkeinginan lahir di Sukhavati Loka. Berkat kekuatan Pranidhana Buddha Amitabha, mereka ditempatkan di tingkat alm kedua di Sukhavati Loka.
Varga Bawah Atas adalah tingkat alam ketiga di Sukhavati Loka, lebih tinggi setingkat dari Varga Bawah Tengah. Penghuni di Varga Bawah Atas ini, pada masa hidupnya di bumi, mereka telah menjalankan Pancasila dengan baik, dan tekun menjaga Delapan Larangan, serta giat melakukan kebaikan, berdana, dan bertindak sangat hati-hati sesuai dengan Ajaran Sang Buddha.
Sesudah mengelilingi Varga Bawah, Kuan She Ing Phu Sa mendesak kami pula, agar cepat meninggalkan Varga Bawah secepat mungkin, karena waktu kami sangat sempit.
NEGERI TERATAI VARGA TENGAH
Kami meninggalakan Varga Bawah, segera menuju Varga Tengah. Kami memanjatkan Surangama Dharani. Badanku terbang melayang seperti pesawat Dalam perjalanan kami melihat pancaran sinar gemerlapan dari gedung istana, dan puncak lancip pagoda-pagoda dengan kecepatan yang tinggi terbang berpapasan dengan kami. Badan saya semakin menjadi tinggi dan besar. Bunga teratai di Varga Tengah besar-besar, sebesar satu propinsi di Tiongkok kurang lebih 800 li (400 Km) diameternya. Jarak dari Singapore ke Kuala Lumpur hanya 180 li (90 km) saja. Maka 800 li kira-kira sama dengan jarak Singapore ke daerah tengah Thailand. Bunga teratainya begitu besar, maka penghuninya ikut menyesuaikan dengan keadaan, menjadi sebesar raksasa.
Kuan she Ing Phu Sa berkata, "Penghuni Varga Tengah kebanyakan asal dari empat kelompok masyarakat (Bhiksu, Bhiksuni, Upasaka, dan Upasika), maka tingkat kesadaran mereka lebih tinggi setingkat dari penghuni di Varga Bawah. Mereka pada masa hidup di bumi telah bertekad berusaha melepaskan belenggu Triloka. Ketika di bumi mereka tidak hanya rajin melakukan kebaktian, tekun menjalankan Sila Vinaya, disamping itu mereka sangat bersemangat memajukan pendidikan Buddha Dharma, membangun Vihara, mencetak buku-buku tentang Ajaran Agama Buddha untuk menyebar luaskan Dharma. Tindakan dan tutur kata mereka selalu sesuai dengan hati yang tulus ikhlas, berdasarkan Catvari Apramani (Empat kebajikan yang tak terhingga yaitu Maitri, Karuna, Mudita, dan Upheksa) sehingga pada akhir hayat mereka, berkat jasa pahala mereka dan bantuan trisuci di Sukhavati Loka. Mereka di tempatkan di Varga Tengah. Varga Tengah seperti Varga Bawahjuga dibagi 3 tingkat, yaitu Varga Tengah Atas, Varga Tengah-Tengah, Varga Tengah Bawah. Penempatan penghuni di ketiga tingkat itu menurut tingkat ketekunan mereka bertapa, serta jasa pahala yang mereka pupuk pada masa hidup di dunia fana.
Tak lama kemudian kami telah sampai di sebuah Aula Istana yang amat besar, saya segera bernamaskara kepada Bodhisattva yang berada di Aula. Sesudah dibawah, Kuan She Ing Phu Sa melanjutkan perjalanan kami, tahu-tahu kami tiba di sebuah kolam teratai. Wah! Alangkah besar dan indahnya kolam Teratai di Varga Tengah ini ! Dibandingkan dengan yang di Varga Bawah, entah berapa kali lebih besar, lebih indah, lebih megah dan lebih agung. Sekeliling tepi kolam bertahtahkan tujuh macam intan manikam, bunga teratai di dalam kolam luar biasa bagusnya, garis-garis urat setiap kelopak (mahkota) sangat indah dan halus sekali serta setiap garis berkilauan dengan warna masing-masing. Garis-garis yang beraneka warna saling bersilang membentuk gambar-gambar yang indah dan menarik, sungguh sulit dilukiskan dengan kata-kata.
Aneh bin ajaib! Setiap kuntum bunga teratai terdiri dari entah beberapa sap mahkota dan setiap sap terdiri entah beberapa mahkota, dalam setiap mahkota yang luas itu terdapat beraneka ragam bangunan, ada pavilion, teras, gedung bertingkat serta pagoda pagoda tinggi dan semuanya memancarkan puluhan jenis warna sinar sangat menakjubkan! Para penghuni di bunga teratai semua berbadan merah meas yang tembus cahaya bagaikan kristal, serta berkilau kilau oleh pantulan sinar, mereka mengenakan baju seragam dan mereka semua pemuda berumur kurang lebih 20 tahun, diantaranya tak ada orang tua atau anak kecil.
Keadaan orang-orang disekeliling kami mengingatkan saya terhadap badan diriku. Saya terperanjat menengok diriku, entah kapan keadaan diriku telah berobah bentuk dan tampang mukaku mirip dengan mereka dan bajuku juga seragam sama dengan mereka, Cuma Kwan She Ing Phu Sat yang tetap seperti keadaan semula.
Saya bertanya kepada Beliau, "Mengapa semua benda, orang di sini bersinar sesuai dengan warna cahaya masing-masing. Dang mengapa badanku juga berobah menjadi seperti mereka?"
Beliau menjelaskan, "Hal ini semuanya oleh karena Abhijina (kekuatan sakti) Sang Buddha Amitabha, sehingga semua benda makhluk di sini berkilau terpantul sinar Sang Amitabha yang tak terbatas. Dan kekuatan Abhijna Beliau merobah bentuk warna benda-benda, makhluk-makhluk di sini termasuk Anda dan mereka. Kecuali bila anda telah mempunyai kekuatan Abhijna pada dirimu, Anda dapat mempertahankan ciri khas kepribadianmu."
Di Varga Tengah kadang-kadang juga mempunyai gedung bertingkat yang agak suram, ini hanya suatu pemandangan delusi yang sementara jikalau si penghuni tiba-tiba mengigat keluarganya pada masa hidupnya di dunia fana. Kuan She Ing Phu Sa mengajak saya masuk ke sebuah gedung yang suram. Sekitar gedung itu dikelilingi taman bunga yang luas dan indah, ratusan bunga berkembang seolah-olah berlomba memamerkan keindahannya, burung-burung berkicau serta melompat dari dahan ke dahan, pemandangan taman demikian tidak beda dengan rumah mewah seorang yang kaya raya di dunia fana. Semua keluarganya sangat bertakwa kepada Triratna, di ruang tamu mereka terpampang altar yang indah dan rupang Trisuci adalah pujaan mereka. Ibu, bapak, istri, saudara, anak famili dan sebagainya semua berkumpul di ruang tamu yang luas itu. Mereka bersama-sama mengadakan kebaktian, membaca Sutra, menyebut-nyebut nama Sang Buddha. Laki perempuan, tua muda semuanya berjumlah lebih dari 20 orang.
Kuan She Ing Phu Sa bercerita, "Keluarga ini pada masa hidup di dunia fana, berkelakukan baik, suka berdana, menghayati Catvari Apramani yaitu Maitri, Karuna, Mudita, dan Upeksa. Antara mereka ada yang lahir di Varga Tengah, namun pertalian kasih sayang dengan keluarganya belum putus sama sekali, maka bayangan keluarga bearnya kadang-kadang terpantul di layar batinnya."
Menurut Kuan She Ing Phu Sa bahwa Sukhavati Loka terbagi tiga Varga dan setiap Varga terbagi lagi tiga tingkatan, maka jumlah semuanya 9 tingkat, penghuni-penghuni di Varga Bawah-Bawah dapat meningkat setingkat lebih tinggi dari Varga Bawah Tengah, melalui meditasi yang tekun, naik setingkat demi setingkat, bunga teratai yang dimilikinya di Varga Bawah Tengah bagaikan kendaraan dapat dipindahkan ke Varga Bawah Tengah. Peristiwa demikian seperti terjadi dalam Samadhi dari Dhayana pertama masuk ke Dhyana kedua, masuk ke Dhyana ketiga, terakhir sampai masuk ke Dhyana keempat, setahap demi setahap terakhir sampai pada Varga Atas Atas tidak perlu melompat lagi.
Tiba-tiba terdengar suara genta, bergema di angkasa, dengan sekejap mata, semua gedung, taman yang indah tadi lenyap tanpa bekas. Mereka memakai baju seragam. Jumlah orang makin lama makin banyak, sehingga tidak terhitung banyaknya memenuhi lapangan yang besar dan luas sekali.
Kuan She Ing Phu Sa memberitahu saya, "Hari ini Bodhisattva Mahasthamaprapta dan Bodhisattva Nityadukta akan memberikan khotbah tentang Sutra Sad Dharma Pundarika, maukah anda ikut mendengarkannya?"
"Saya paling gemar mendengar khotbah yang bertema Sad Dharma Pundarika, mari kita segera ke sana !" saya menjawab dengan gembira.
Sambil berbincang, kami telah sampai di podium. Di sekitar podium dikurung oleh jala-jala berkilau-kilau seperti ribuan pelangi silang menyilang melengkungi podium. Beribu-ribu mata jala bagaikan mutiara-mutiara warna-warni menghiasi sekitar podium yang tingginya puluhan meter terbuat dari emas, perak bertahtahkan denga tujuh jenis intan permata, luar biasa agung dan megah. Di dua sisi podium terdapat jajaran pohon besar setinggi pencakar langit di Amerika. Setiap dahan pohon terdapat bangunan teras pavilion, gedung bertingkat, dan lain sebagainya, di mana banyak Bodhisattva- Bodhisattva berkumpul menanti khotbah.
Kuan She Ing Phu Sat membawa saya naik ke podium, dan memperkenalkan saya kepada Bodhisattva Mahastamaprapta dan Bodhisattva Nityadyukta. Saya segera bersujud kepada mereka. Beliau mempersilahkan saya duduk dibaris samping podium. Saat ini asap wewangian entah dari mana berluik-liuk naik ke atas, harum dan segar sekali. Alunan musik kayangan yang merdu datang dari angkasa jauh. Banyak burung-burung cantik mungil beterbangan, menari-nari naik turun mengikuti tinggi renda nada irama musik. Setelah saling memberi salam Bodhisattva Mahastamaprapta berdirimengumumkan perjamuan dibuka dan khotbah dimulai.
Bodhisattva Nityadyukta memulai khotbahnya, :"Sutra Sad Dharma Pundarika Sutra adalah akar dan sumber dari semua Buddha di Negeri teratai, adalah pedoman dan dasar untuk mencapai ke-Buddha-an. Setiap insan yang bercita-cita mencapai Samyaksambodhi harus membaca Sutra ini. Pada pertemuan lalu telah saya jelaskan tentang 'Apakah Saddharma Pundarika itu?" Sad Dharma Pundarika Sutra suatu harta kekayaan yang tak ternilai harganya. Dan hari ini akan saya uraikan tentang fungsi-fungsinya.." Uraian Beliau hampir 1 jam lamanya.
Setelah saya mendengar kata-kata yang Beliau kutip dari Sutra Sad Dharma Pundarika berbeda dengan Sutra Sad Dharma Pundarika Sutra yang saya baca di dunia fana, saya lalu bertanya keapda Kuan She Ing Phu Sa mengenai keraguanku. Beliau menjelaskan, "Sutra Sad Dharma Pundarika sutra di bumi mienggunakan kata-kata dan contoh-contoh yang mudah dimengerti oleh orang di bumi, sedangkan sutra Sad Dharma Pundarika di sini lebih mendalam, namun bagi penghuni Sukhavati Loka yang pengetahuannya lebih luas malahan lebih mudah dipahami. Biarpun penggunaan kata-kata berbeda-beda, naumn arti yang terkandung sama. Hal ini sama dengan Alam Dewa yang tidak mengerti Alam Arahat, Arahat tidak mengerti Alam Bodhisattva, dan Bodhisattva tidak memahami alam Buddha. Anda tadi mendengarkan uraian Bodhisattva Nityadyukta, Beliau mengucapkan dengan satu bahawa saja, namun beribu-ribu bangsa dari manca negara mendengar dan memahami seperti bahasa mereka masing-masing. Inilah yang disebut Dharani/dharani Samaya."
Seusai khotbah, terjadilha suatu peristiwa yang tidak dapat dibayangkan oleh orang bumi. Saat ini banyak benda-benda aneh berguguran dari angkasa bagaikan hujan. Bunga-bunga warna-warni beraneka ragam serta macam-macam intan permata berkilau-kilau menggores angkasa bagaikan kembang api memancarkan beribu-ribu sinar beraneka warna yang menakjubkan. Para hadirin yang di bawah podium hampir semuanya mengulurkan tangannya atau mengangkat ujun g bajunya untuk menadahi bunga atau benda yang jatuh itu. Kemudian terdengan alunan musik yang merdu hening entah dari mana. Tiba-tiba para hadirin di bawah podium yang semuanya terdiri dari pemuda laki-laki berbaju merah dengan serentak menjelma menjadi pemudi-pemudi mengenakan blus hijau dan rok merah, pada pinggangnya diikat pita (sabuk) kuning emas, mereka melompat-lompat, menari-nari dengan riang gembira. Dengan sekejap mata mereka menghilang dan sekonyong-konyong lapangan yang penuh dengan gadis cantik menjelma menjadi taman bunga yang penuh dengan bunga teratai yang subur dan bulat-bulat, masing-masing memancarkan sinar berwarna indah sesuai dengan warna masing-masing. Beratus ribu bunga teratai beraneka warna berkilau-kilau memantulkan cahaya masing-masing yang mengagumkan bagaikan ombak-ombak panca warna di lautan luas. Tiba-tiba di atas setiap bunga teratai muncul seorang Bodhisattva bersila dengan tenang dan agung sekali. Dengan tidak terduga pula taman teratai dengan serentak menjadi rimba pagoda, pagoda emas, pagoda perak, dan warna-warna lainnya yang tidak terhitung banyaknya. Setiap pagoda memancarkan sinar ke empat penjuru sesuai dengan warna masing-masing. Pemandangan yang demikian indah menakjubkan mempesona sungguh tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata.
Ketika saya sedang terpaku pada pertjunjukan yang luar biasa itu, sekonyong-konyong beratus-ratus gadis ebrbagju hijau muncul dari angkasa melayang dengan cepat lalu menukik menuju gedung aula menembus atap, menerobos dinding dan pilar seolah-olah melayang di udara bebas tanpa halangan. Saya terkejut sekali dan bertanya kepada Kuan She Ing Phu Sa.
Beliau menjelaskan, "Sukhavati Loka adalah penjelmaan kekuatan Abijna Sang Buddha Amitabha, maka makhluk, benda, gedung, teras, pavilion, istana, pagoda maupun sungai, gunung, bunga rumput, pepohonan semuanya seperti kristal yang tembus cahaya, dan tiada satupun bersifat materi. Karena itulah mereka dapat menembusnya sebebasnya tanpa halangan, sekarang silakan anda coba sendiri."
Mengikuti sarannya, sya mencoba menancapkan tangaku pada dinding pilar, semuanya dapat kutembusi dengan mudah, Tangan, kaki dan Badanku dapat menembus masuk keluar dengan bebas, tetapi bila diraba dengan tangan, semua benda, bangunan seolah-olah barang nyata dan padat seperti benda-benda di bumi. Saat kita berniat menerobosnya maka kita dapat sesuka hati menerobosinya.
Selanjutnya Kuan She Ing Phu Sa membawa saya meninjau kedua tempat yang ajaib, yaitu Gunung Delapan Pemandangan Besar dan Pusat Pameran Dunia teratai.
GUNUNG DELAPAN PEMANDANGAN BESAR
Penghuni Varga Tengah Bawah pada umumnya masih mempunyai delusi sedikit namun sebagian kecil sudah bersih dari delusi. Tampang mereka rata-rata sama dan usianya antara 16 tahun sampai 20 tahun. Mereka berpakaian seragam, tak ada perbedaan jenis kelamin (bukan laki-laki dan juga bukan perempuan). Kegiatan harian mereka kebanyakan berkumpul melakukan puja bhakti bersama, menyani menari bersama, mereka suka hidup berkelompok. Bunga teratai di sana dibandingkan dengan yang di Varga Bawah jauh lebih besar, lebih super, sap (kelopak) nya lebih banyak, warnaya juga lebih banyak dan sinar-sinarnnya lebih cemerlang.
Di sini terdapat sebuah gunung ajaib yang disebut "Gunung Delapan Pemandangan Besar", delapan pemandangan tersebut melambangkan Parijana (8 indra, konsepsi, pencerapan) yaitu:
1. Caksur Vijnana : Indera penglihatan/mata
2. Srotra Vijnana : Indera pendengaran/telinga
3. Ghrana Vijnana: Indera Penciuman/hidung
4. Jihva Vijnana: Indera Rasa / lidah
5. Kaya Vijnana: Indera Penyentuhan / badan
6. Mano Vijnana : Indera pengertian/perasaan hati atau paham
7. Klisa-Mano Vijnana : Indera Diskriminasi/akal, pertimbangan, pembadingan, pembeda, serta kalkulasi.
8. Alaya Vijnana : Indera pengingatan.
Gunung 8 Pemandangan Besar ini didirikan oleh Buddha Amitabha khusus untuk mendeteksi, mengukur sisa-sisa delusi atau karma yang masih tertinggal di 8 Vijnana bagi pendatang baru di Varga Tengah Bawah. Penghuni di sini harus bertapa terus menerus sehingga tercapai sunyata (kosong,tanpa kilesa, tanpa delusi).
Pemandangan pertama disebut Dunia Sinar Terang yang melambangkan Caksur Vijnana (Indera Penglihatan) kita, di dalam alam pemandangan ini, kita dapat melihat dengan mata telanjang segala sesuatu yang terjadi di seluruh penjuru. Misalnya kita ingin melihat riwayat seseorang di dunia fana, tentang keadaannya pada kelahiran yang lalu, atau beberapa kelahiran yang lampau, dengan sekejab mata kita akan tampak suatu kejadian si anu pada beberapa kelahiran yang lalu ia adalah seekor babi, kemudian bertumimbal lahir menjadi pembantu, tumimbal lahir lagi menjadi orang kaya, sampai menjadi jendral, menteri atau raja... , semuanya tampil ke depan mata kita satu per satu seperti film serial. Bahkan keadaan tanah suci, Buddha Ksetra, alam dewa dan lain-lainnya seuanya dapat dipantau di sini.
Pemandangan kedua disebut "Dunia Suara Gema" yang melambangkan Srotra Vijnana (Indera Pendengaran) kita, dari alam kita dapat mendengar segala suara dari dunia di sepuluh penjuru. Di sini pendengaran kita menjadi sangat peka, suara dari jauh, suara semut pun dapat kita dengar dengan jelas, bahkan suara yang bising dan campuran dari beberapa suara dapat kita beda-bedakan terdiri dari suara apa saja. Kita pun dapat mendengar Sang Buddha sedang berkotbah di tempat jauh, sekarang Beliau sedang menguraikan Sutra apa?.. di bab apa?... kalimat apa? ... suaranya, intonasinya sangat jelas sehingga artinya dapat dimengerti dengan jelas.
Pemandangan ketiga disebut Dunia Harum Semerbak yang melambangkan Ghrana Vijnana (Indera Penciuman) kita, di dunia ini hidung kita menjadi sangat peka sekali, segala aroma bau setelah kita cium dengan hidung, kita segera dapat mengetahui beberapa wewangian yang terkandung di dalam bau itu. Misalnya dari bau wanita hamil, kita segera dapat mengetahui bayi di dalam kandungan itu bakal laki-laki atau perempuan. Dengan mencium sebatang logam aloi kita dapat mengetahui logam tersebut campuran emas, perak, besi, aluminium, dan lain-lain.
Pemandangan keempat disebut 'Dunia suara Kecap' yang melambangkan Jihva Vijnana (Indera Lidah), segala suara ataupun bahasa yang keluar dari mulut makhluk-makhluk di sepuluh penjuru, dari Buddha Dhatu sampai dengan Niraya Dhatu (neraka), dapat kita dengar dan mengerti dengan jelas.
Pemandangan kelima disebut 'Dunia Tubuh Emas' yang melambangkan Kaya Vijnana (Indera Penyentuhan), di dunia ini indera penyentuhan kita luar biasa pekanya, kita dapat membedakan segala sesuatu dengan menyentuh saja kita dapat mengetahui bentuk warna benda tersebut dengan jelas seolah-olah kita lihat dengan mata. Dengan rasa sentuh kita dapat merasakan beradanya para Buddha Bodhisattva di Buddha Ksetra di Sepuluh Penjuru. Misalnya Dvatrimsa (Tiga puluh dua bentuk) penjelmaan Kuan She Ing Phu Sat dapat kita lihat dengan indera penyentuhan.
Pemandangan keenam disebut 'Dunia Batin' yang melambangkan Kaya Vijnana (Indera Pengertian, Kesadaran), di dunia ini kita dapat membatin, mengetahui jalan pertapaan para Buddha di segala penjuru, dari masa manusia mereka, sampai mencapai Ke-Buddha-annya. Semua peristiwa Beliau tampil di alam batin kita, dan kami dapat mengetahui dengan jelas riwayat tumimbal lahir Beliau sampai beribu-ribu kali seperti gambar bioskop tampil di layar batin kita.
Pemandangan kedelapan, disebut 'Dunia Luas Tanpa Batas' yang melambangkan Alaya Vijnana (Indera Pengingat), alam ini luas mencakup ruang dan waktu yang tak terbatas. Segala peristiwa yang terjadi di trirukun waktu, di sepuluh penjuru dharmadatu, tidak ada sesuatupun yang tak dapat dilihat, diketahui.
PUSAT PAMERAN NEGERI TERATAI
Pada umumnya, penghuni-penghuni di Varga Tengah-Tengah, pada masa hidupnya di dunia fana, mereka cukup mengerti Dharma, selalu menghayati dan mengamalkan Dharma. Mereka tekun bertapa, rajin menjalankan kebaktian, serta berdana tanpa pamrih, maka mereka telah menanam bibit baik di Varga Tengah-Tengah, serta memupuk akar baiknya (Kusala Mula) dengan baik sehingga bunga teratainya bertumbuh dengan subur. Pendeknya, penghini di Varga Tengah-Tengah baik dalam penghayatan ajaran Buddha, melakukan meditasi maupun dalam menjalankan pengamalan lebih maju dan rajin dari penghuni di Varga Bawah.
Di alam ini, gedung, pagoda, dan bangunan lainnya lebih banyak , lebih besar, dan lebih tinggi, serta lebih indah dan megah dari yang di Varga Bawah. Di sini setiap hari turun hujan bunga, dan penghuninya setiap hari memungut bunga-bunga yang indah itu untuk mempersembahkan kepada Para Buddha di Seluruh Penjuru. Bunga-bunga yang harum dan cantik itu entah berapa ribu kali lebih indah dari bunga-bunga di bumi. Alunan musik merdu, halus dan sentimental datang dari langit sungguh sulit melukiskan keindahan dengan kata-kata. Saya kutip beberapa kalimat dari Sutra sebagai berikut, saya kira paling sesuai dengan keadaan yang sebenarnnya, "Beribu-ribu jenis musik istana di dunia fana, tak dapat menandingi satu nada yang ada di Kerajan Pemutar Roda Dharma. Beribu-ribu jenis musik di Alam Dewa Travastrimsas, tidak dapat menandingi satu nada musik dari Alam Dewa Mahasvara, dan beribu-ribu jenis musik di Alam Dewa Mahasvara, tidak dapat menandingi satu nada musik dari tujuh baris jajaran pohon ajaib di Sukhavati Loka!"
Tubuh penghuni di Varga Tengah-tengah bagaikan kristal berwarna merah emas yang memancarkan sinar kemerah-emasan pula. Mereka dapat mendatangi setiap Ksetra Buddha melakukan kebaktian kepada Para Buddha di sepuluh penjuru dengan sekejab mata saja. Dan kembali ketempat asalnya dengan sekejab mata pula. Andaikan pada masa hidupnya di dunia fana, tidak berbuat kebajikan, menimbun banyak jasa pahala, tidak mungkin mereka dapat lahir di alam yang sangat indah ini.
Mereka yang memperoleh pahala lahir di Varga Tengah-Tengah, boleh dikatakan delusi mereka hampir tidak ada. Dan selera makan mereka kecil sekali, tidak seperti mereka yang berada di Varga Tengah Bawah, mereka masih sering berkeinginan makan, makanan mereka adalah kue yang terbuat dari madu bunga. Jika meditasi mereka makin meningkat, makin kecil kebutuhan mereka terhadap makanan.
Di Varga Tengah-Tengah terdapat Pusat Pameran Negeri-Negeri Teratai yang memamerkan aneka cara Para Buddha menjalankan pertapaan mereka untuk mencapai ke-Buddha-an.
Gedung pusat pameran tersebut bertingkat-tingkat, setiap tingkat menampilkan riwayat perjuangan salah satu Buddha, mulai dari masa manusianya sampai beliau mencapai ke-Buddha-an. Misalnya di salah satu tingkat yang menampilkan riwayat Sang Buddha Amitabha, mulai dari masa hidupnya di dunia fana Beliau masih bernama Bhiksu Dharmakara dan Beliau berguru pada Lokesvararaja Tathagata.
Saat itu pintu dharma mana yang beliau tekuni, dan Pranidhana apakah yang diikrarkan, semuanya dapat kita lihat dengan mata kepala sendiri peristiwa yang sesungguhnya. Bahkan kita dapat menyaksikan peristiwa-peristiwa sekian ribu kali tumimbal lahir sebelum Beliau mencapai ke-Buddha-an, bila kita inginkan. Jikta kita pergi ke lain tingkat kita dapat lihat riwayat hidup Bodhisattva Avalokitesvara (Kuan She Ing Phu Sa) pada setiap tumimbal lahirnya, serta bagaimana perjuangan-Nya untuk mencapai penerangan. Kita dapat menelusuri riwayat Buddha Sakyamuni, Buddha Bhaisajya, Buddha Samanthabhadra, Buddha Manjusri, dan lain sebagainya. Pada pokoknya di pusat pameran tersebut bagaikan ensiklopedi riwayat hidup yang lengkap dan terperinci para Buddha dan Bodhisattva, bahkan seba otomatis dan visualis.
NEGERI TERATAI VARGA ATAS BILA BUNGA BERKEMBANG MEKAR, BERJUMPALAH DENGAN BUDDHA
Meninggalkan Varga Tengah, kami memanjatkan mantra "Surangama Dharani", Bunga teratai yang kami kendarai terbang kencang ke atas, badanku terasa makin membesar sampai sebesar ketika bertemu dengan Sang Buddha Amitabha.
Kuan She Ing Phu Sa menjelaskan, "Penghuni Varga Atas Atas pada masa hidupnya di dunia fana, mereka rajin bertapa, tekun menjalankan Sila Vinaja bersih suci bagaikan mutiara putih tanpa noda. Mereka memperdalam Ajaran Buddha, menjauhi/memutuskan Sepuluh Perbuatan Jahat, dan melakukan/mengembangkan Sepuluh Perbuatan Baik, mentaati petunjuk-petunjuk Pintu Dharma yang mereka anut, dan menyelaminya satu demi satu secara lahiriah maupun batiniah maju terus pantang mundur, sepuluh tahun bagaikan sehari, sehingga akhir hayatnya ditambah pula mereka banyak melakukan kebaikan yang terbentuk/nyata, misalnya berdana, menolong orang sakit, miskin, derita, dan lain sebagainya telah menanam banyak jasa pahala. Maka pada saat mereka melepaskan napas terakhirnya, bunga teratainya telah tumbuh dengan subur di Varga Atas dan segera berpenjelmaan teratai di sana.
Mereka yang di Varga Atas boleh dikatakan telah bersih dari polusi duniawi tanpa ternoda oleh delusi karma-karma seperti di Varga Tengah dan Varga Bawah. Mereka telah membersihkan Enam Debu Indra, telah mencapai Alam Bodhisattva, dapat menjelma sesuka hati, dan dapat memperagakan Abbijna (kesaktian) dengan terampil. Para Bodhisattva berkumpul, mereka bisa bermain sesuka hati, ingin menjadi bunga, mereka semua menjadi bunga, menjadi pagoda, batu, pohon dan semuanay menjadi pagoda, batu, dan pohon.
Selanjutnya Kuan She Ing Phu Sa mengajak saya berkunjung ke kolam teratai. Kolam bunga Teratai di Varga Atas, betul-betul istimewa, luar biasa. Tepi-tepi kolam lebih bagus, lebih megah dari yang di Varga lainnya, dikelilingi baris-baris teratai yang segar semerbak di sekitar kolam yang menyejukkan hati. Pagoda-pagoda besar berdiri di tengah-tengah kolam bagaikan gunung menjulang tinggi, pagoda-pagoda tesebut berbentuk poligon memancarkan berjuta-juta sinar aneka warna. Di antara pagoda-pagoda dihubungi dengan jembatan-jembatan yang unik dan cantik sekali. Entah berapa luas kolam tersebut, bagaikan lautan yang tak dapat melihat ujung seberangnya. Di dalam kolam tidak hanya dihiasi berjuta-juta bunga teratai yang indah dan segar, juga dibayangi jutaan pemandangan indah. Di angkasa dipenuhi kanopi-kanopi Ratna yang bertatahkan beraneka macam intan permata berkilau. Setiap kuntum bunga teratai mempunyai mahkota (kelopak) bersap-sap yang tak terhitung banyaknya. Setiap sap mahkota mempunyai bangunan pagoda, teras veranda bertingkat dan lain sebagainya semuanya indah dan megah menakjubkan. Penghuni di sini semuanya berbadan kuning emas kristal, mengenakan baju anggun sekali yang dapat memancarkan sinar beraneka warna.
Tiba-tiba Kuan She Ing Phu Sa berkata, "Di sini ada seorang penghuni Bhiksu Yin Kwang (salah satu dari tiga Bhiksu agung tersohor di Tiongkok pada abad ke-20), apakah anda mengenal Beliau?"
"Di manakah Beliau sekarang? Sudah lama saya dengar nama besarnya, namun belum pernah menjumpainya." Kujawab dengan spontan.
Seusai perkataanku, segera muncul seorang pemuda berumur sekitar 30 tahun di depan kami, dan sekonyong-konyong beliau berubah menjadi seorang Bhiksu Tua, bentuk asal Bhiksu Yin Kwang ketika di dunia fana. Kami bertemu dengan suasana yang sangat hangat dan gembira, seolah-olah reuni dua sobat lama yang sudah lama berpisah. Kami saling memberi salam hormat dengan beranjali, beramah-tamah mesra akrab sekali. Dengan mempercakapkan masalah-masalah di dunia fana, khususnya mengenai Agama Buddha di Tiongkok. Namun sayang, saya tidak dapat ingat pembicaraanya seutuhnya, ada sebagian telah lupa. Beliau berulang-ulang berpesan "Saya harap sesudah anda pulang ke dunia fana, tolong sampaikan pesanku kepada saudara-saudara se-Dharma, bahwa Sila Vinaya adalah sokoguru, guru sejati bagi para pengamal Dharma, para petapa. Jalankanlah dengan sungguh-sungguh Sila Vinaya, menghayati sutra setiap hari, memanjatkan nama Sang Buddha dengan tulus ikhlas apabila mempunyai waktu luang, selalu mengingat Sang Buddha setiap tindakannya. Sraddha (berkeyakinan) , Pranidhana (berikrar melakukan kebajikan), dan Samsakara (melaksanakan) adalah tiga persyaratan mutlak penting bagaikan tiga mata rantai untuk mencapai penerangan, jika mereka menjalankan 3 persyaratan itu dengan konsekuen, mereka pasti dapat lahir di Sukhavati loka..., janganlah cepat menyombongkan diri setelah memperoleh sedikit kenamaan, mengira dirinya sudah lebih pandai dari orang lain, lalu merubah-rubah Sila Vinaya yang ditentukan Buddha Sakyamuni dan para Sesepuh Agama Buddha dengan sesuka hati. Jaman sekarang banyak orang suka merubah Vinaya dengan dalil 'pembaharuan', 'modernisasi', hanya untuk mencari kepoluleran, hal-hal demikian sungguh menyedihkan!"
Sepanjang perjalanan kami menuju istana besar bertingkat, kami berjumpa beraneka jenis burung yang langka beterbangan dan berkicau di dahan-dahan pohon emas erdaun 'jade (giok)'. Kicauan burung, panjatan mantra serta nyanyian pujian menjalin menjadi perpaduan suara yang merdu. Di mana-mana ada bunga-bunga bulat yang bertumbuh subur, wewangi bunga segar menyemerbakkan setiap partikel udara, lentera-lentera mutiara, koral, kristal yang beraneka warna berbaris-baris, berjajar-jajar, memancarkan sinar macam-macam warna, sehingga mataku tak keburu menikmati keindahannya.
Di dalam istana dihiasi, didekorasi dengan luar biasa megahnya membuat kami terpukau sejenak. Pilar, dinding, pintu, jendela, lantai, dan langit-langit semuanya menyilaukan warna emas, perak, mutiara, koral, safir, dan lain sebagainya. Setiap benda di dalam aula istana memancarkan sinar sesuai dengan warna masing-masing. Khususnya lantai dan langit-langit memantulkan sinar benda lain menjadi berwarna-warni yang indah semarak. Saya mengikuti Kuan She Ing Phu Sa naik ke tingkat atas, di salah satu ruangan tersimpan banyak jenis cermin kristal dan bermacam-macam bentuk ada yang besar, ada yang yang kecil. Di antara cermin-cermin tersebut terdapat sebuah cermin yang paling unik, paling besar dan menonjol. Kuan She Ing Phu Sa memberitahukan, "Cermin ini lain dari pada yang lain, dapat mencerminkan Jati Diri setiap orang yang berdiri di depannya. Bersih atau tidaknya jati diri seseorang tidak bisa luput dari sorotan tajam dari cermin ini. Dengan kata lain, ternoda atau tidaknya jati diri seseorang akan terlihat jelas di dalam cermin ini."
Di kedua sisi ruang ini terdapat dua baris kursi yang terbuat dari 7 macam intan manikam yang berkilau-kilau, dan berjajar dengan rapi sekali. Di atas sebuah meja terletak barang aneh yang tak tahu apa gerangan barang itu. Kuan She Ing Phu Sa seolah-olah tahu saya sedang lapar dan menawarkan, "Laparkah Anda?" "Ya, tetapi disini ada apa yang dapat dimakan?" saya jawab dengan spontan, karena saya betul-betul sudah lapar." Makanna disini sama dengan apa yang ada di Varga Bawah dan Varga Tengah. Apa yang anda sedang inginkan akan segera tersajikan (secara otomatis) !" kata Kuan She Ing Phu Sa. "Bagus sekali, saya minta nasi putih dan sup sayur putih saja, lain tidak!" perkataanku belum selesai, hidangan nasi putih dan sup sayur putih telah terletak di atas meja. Saya menawarkan kepada Beliau, "Mari kita makan bersama-sama!" Beliau menjawab, "Kami disini (penghuni Varga Atas), pada umumnya, tidak makan, silahkan anda makan sendirian."
Kebanyakan penghuni Varga Atas Atas, mereka telah mencapai ke-Bodhisattva-an, dan telah berkurang sekali gairah makannya, atau sama sekali tidak ada nafsu makan. Karena mereka sudah tanpa delusi, sudah bersih dari kebiasaan duniawi. Membandingkan diri dengan mereka, saya merasa malu, namun saya tetap makan sampai kenyang. Selesai makan saya letakkan mangkok dan sumpit di atas meja, dengan sekejap mata mangkok, piring, sendok, dan sumpit semuanya hilang tanpa bekas. Saya ternganga melihat kejadian tersebut "Mengapa Demikiran?" tanyaku.
Kuan She Ing Phu Sa menjelaskan, "Hal ini disebabkan delusi hidup sehari-harimu di dunia fana membuat anda merasa lapar dan ingin makan. Dan seperti anda sedang bermimpi merasa peristiwa itu serba nyata dan ada sungguh-sungguh, kemudian anda bangun dari mimpi dengan segera semuanya lenyap tanpa bekas. Waktu anda berangan-angan makan, maka makanan segera datang. Sesudah kenyang, angan-anganmu terhadap makanan hilang, maka semua makanan serta alat-alatnya ikut hilang juga!"
ah gk percaya..
sukhavati
seinget gw...gk gitu deh.. :P :))
aye khan sering ke carrefour sono beli minyak..
murah cuk... :))
sol,ini artikel made in Maitreya,ada di vihara mereka,kok postingan masuk ke Mahayana,apa gara2 Sukhavati?
Untuk dikaji
Kalimat awal diikuti dengan berkat Rahmat Buddha,umat Buddhist tidak pernah membuka ceramah dengan baegitu kecuali umat Maitreya yang menuliskan berkat rahmat Laumu,Buddha,Guru agung bla...bla...blaa
1. Berapa banyak kata Maitreya muncul sedangkan di Sukhvati tidak disebutkan keaddaanya seperti Sutra Sukhavati dan Sutra Amitabha original?
2. Maitreya bersabda mengenai kerukunan umat beragama,hal itu biasa diceramah org Maitreya mereka menganggap umat beragama lain tidak mau menerima keyakinan dan cari gara2 dengan mereka padahal mereka yang memutar balikkan ajaran org lain.
3. nama penulis adalah seorang maitreyanism pandita,hanya merubah kata pandita menjadi bahas buddhist yaitu biksu.
4. coba di cek kebenaran nama vihara di Singapore,vihara apakah itu?
5. ini adalah banyolan umat maitreya untuk membodoh2in umat Buddhist yang tidak mendalam pemahamannya agar bisa ditarik ke ajaran mereka melalui perkataan Maitreya.
6. Varga = kasta?Buddha sama sekali tidak mengajarkan kasta.
Penghini di Varga Bawah-bawah setelah penjelmaan teratai, di dalam teratai, setiap hari di beri 2 jam pelajaran Dharma, yang memberi ceramah adalah seorang Bodhisattva Mahasattva. Ketika genta berbunyi, jam pelajaran Dharma dimulai, penghuni di kolam teratai, di gedung, di pavillion, semuanya keluar dari tempat kediamannya berkumpul di Aula. Mereka berseragam dan berbentuk serupa, oleh karena mereka telah dikendalikan oleh kekuatan Bodhisattva Mahasattva. Sang Bodhisattva ingin mereka berpakaian merah, semuanya merah, ingin berpakaian kuning, semuanya kuning; ingin hijau semuanya hijau.
Penghuni di sini pada siang hari, mereka keluar dari bunga teratainya bermain-main, menyani, menari, melakukan kebaktian, membaca sutra, atau kegiatan lainnya. Jika jam istirahat mereka kembali ke bunga teratai masing-masing. Pendek kata, bunga teratai terbuka pada siang hari, menutup pada malam hari. Waktu istirahat kegiatan mereka di dalam bunga teratai juga bermacam-macam, ada yang menyebut-nyebut nama Sang Buddha, ada yang bermimpi indah. (Mereka lahir di sini, berkat karunia Sang Buddha, ada yang terbawa kekotoran batin, sehingga mereka ketika tanpa sadar sering mengenang perbuatan atau peristiwa mereka pada masa lampau di bumi.)
Ada yah di Sukhavati pake genta,bukannya tipikal kebaktian Aliran M,berartikebaktiannya cuman gedok gedok pala di lantai donk.pake seragam,hadoh setau aku yang pake seragam ya kebaktian sono.pembohongan Dhamma
[at] atas
koq sentimen amat sih sampe-sampe semua kejadian dikaitkan ama aliran Maitreya.
kayaknya cerita :ini ambil dari forum tetangga deh. :whistle:
Quote from: nyanadhana on 09 April 2008, 03:35:51 PM
sol,ini artikel made in Maitreya,ada di vihara mereka,kok postingan masuk ke Mahayana,apa gara2 Sukhavati?
Untuk dikaji
Kalimat awal diikuti dengan berkat Rahmat Buddha,umat Buddhist tidak pernah membuka ceramah dengan baegitu kecuali umat Maitreya yang menuliskan berkat rahmat Laumu,Buddha,Guru agung bla...bla...blaa
1. Berapa banyak kata Maitreya muncul sedangkan di Sukhvati tidak disebutkan keaddaanya seperti Sutra Sukhavati dan Sutra Amitabha original?
2. Maitreya bersabda mengenai kerukunan umat beragama,hal itu biasa diceramah org Maitreya mereka menganggap umat beragama lain tidak mau menerima keyakinan dan cari gara2 dengan mereka padahal mereka yang memutar balikkan ajaran org lain.
3. nama penulis adalah seorang maitreyanism pandita,hanya merubah kata pandita menjadi bahas buddhist yaitu biksu.
4. coba di cek kebenaran nama vihara di Singapore,vihara apakah itu?
5. ini adalah banyolan umat maitreya untuk membodoh2in umat Buddhist yang tidak mendalam pemahamannya agar bisa ditarik ke ajaran mereka melalui perkataan Maitreya.
6. Varga = kasta?Buddha sama sekali tidak mengajarkan kasta.
wah gw gk baca seh...
iya tah?
hmm...
emank seh...waktu gw member I Kuan Tao...mereka sering kesaksian ke surga gitu..-_-"
yg paling gw inget adalah...sebelum ke surga itu biasane mencret at least 7 kali...katane pembersihan raga...:hammer:
Quote from: SandalJepit on 09 April 2008, 06:14:20 PM
[at] atas
koq sentimen amat sih sampe-sampe semua kejadian dikaitkan ama aliran Maitreya.
bukan sentimen..tapi kenyataan!!
gk bisa bedain yak?
Quote from: SandalJepit on 09 April 2008, 06:14:20 PM
[at] atas
koq sentimen amat sih sampe-sampe semua kejadian dikaitkan ama aliran Maitreya.
kelihatan memang gitu ;)
[at] klonengan
keliatannya emank gitu..tapi khan gk gitu..
ada belajar critical thinking gk seh?!
Males baca topiknya, panjang bgt...
Tapi dari judulnya aja, lngsng ada pertanyaan, emank manusia isa k sukhvati, trus balik lgi?? ???
[at] atas
dongeng gk usah ditanggepin terlalu serius lage... :))
:)) sinetron ala tetangga kok dipercaya,malah masuk ke Mahayana lagi,bro chingik dimana neh
ga baca seh... cuman liat sukhavati jd post...
dari forum tetangga donk...ga mungkin Jack yang karang...
Thx buat Bro nyanadhana atas referensinya.. benar2 bermanfaat
_/\_ tunggu komentar dari moderator aja, chingik tolong konfirmasi dong... bener tidaknya...
Quote from: nyanadhana on 09 April 2008, 03:35:51 PM
sol,ini artikel made in Maitreya,ada di vihara mereka,kok postingan masuk ke Mahayana,apa gara2 Sukhavati?
Untuk dikaji
Kalimat awal diikuti dengan berkat Rahmat Buddha,umat Buddhist tidak pernah membuka ceramah dengan baegitu kecuali umat Maitreya yang menuliskan berkat rahmat Laumu,Buddha,Guru agung bla...bla...blaa
1. Berapa banyak kata Maitreya muncul sedangkan di Sukhvati tidak disebutkan keaddaanya seperti Sutra Sukhavati dan Sutra Amitabha original?
2. Maitreya bersabda mengenai kerukunan umat beragama,hal itu biasa diceramah org Maitreya mereka menganggap umat beragama lain tidak mau menerima keyakinan dan cari gara2 dengan mereka padahal mereka yang memutar balikkan ajaran org lain.
3. nama penulis adalah seorang maitreyanism pandita,hanya merubah kata pandita menjadi bahas buddhist yaitu biksu.
4. coba di cek kebenaran nama vihara di Singapore,vihara apakah itu?
5. ini adalah banyolan umat maitreya untuk membodoh2in umat Buddhist yang tidak mendalam pemahamannya agar bisa ditarik ke ajaran mereka melalui perkataan Maitreya.
6. Varga = kasta?Buddha sama sekali tidak mengajarkan kasta.
ini viharanya ada di singapore koq.. gw googling ya:
source: http://groups.yahoo.com/group/DharmaNews/messages/1786?xm=1&m=e&l=1
...
QuoteSamatha Retreat with Khenpo Rinpoche Pema Chophel
Date: 19 - 21 Mar 2004 (Friday to Sunday)
Start Time (3 days retreat): 9 a.m. 19 Mar (Fri) 2004
Start Time (2 days retreat): 9 a.m. 20 Mar (Sat) 2004
End Time: 6 p.m. 21 Mar (Sun) 2004
Venue: Nan Hai Pu Tuo Shan Temple at 825B Jln Limbok (Singapore)
Fee: S$60 per person for full 3 days
Keberadaan Vihara ini memang ada... cuman Kesaksian ini benar2 di saksikan di vihara ini ga?
Quote from: nyanadhana on 09 April 2008, 03:35:51 PM
sol,ini artikel made in Maitreya,ada di vihara mereka,kok postingan masuk ke Mahayana,apa gara2 Sukhavati?
Untuk dikaji
Kalimat awal diikuti dengan berkat Rahmat Buddha,umat Buddhist tidak pernah membuka ceramah dengan baegitu kecuali umat Maitreya yang menuliskan berkat rahmat Laumu,Buddha,Guru agung bla...bla...blaa
1. Berapa banyak kata Maitreya muncul sedangkan di Sukhvati tidak disebutkan keaddaanya seperti Sutra Sukhavati dan Sutra Amitabha original?
2. Maitreya bersabda mengenai kerukunan umat beragama,hal itu biasa diceramah org Maitreya mereka menganggap umat beragama lain tidak mau menerima keyakinan dan cari gara2 dengan mereka padahal mereka yang memutar balikkan ajaran org lain.
3. nama penulis adalah seorang maitreyanism pandita,hanya merubah kata pandita menjadi bahas buddhist yaitu biksu.
4. coba di cek kebenaran nama vihara di Singapore,vihara apakah itu?
5. ini adalah banyolan umat maitreya untuk membodoh2in umat Buddhist yang tidak mendalam pemahamannya agar bisa ditarik ke ajaran mereka melalui perkataan Maitreya.
6. Varga = kasta?Buddha sama sekali tidak mengajarkan kasta.
post yang menarik tetapi aneh koq bisa di katakan made in aliran maitreya ?
mo nanya ma bro nyanadhana, bila berpatokan dgn poin no:
1. -
2. apakah ceramah2 di vihara nyanadhana tidak pernah disinggung tentang kerukunan umat beragama?
3. darimana bro nyanadhana bisa yakin penulis adalah seorang pandita maitreya hanya dengan sebuah nama mandarin?
4. telah di jawab karena vihara tsb adalah vihara buddhist, untuk klarifikasi lebih lanjut bisa menghubungi vihara tsb di link yg tersedia
5. -
6. varga yg dimaksud disini saya menduga adalah tingkatan alam bukan kasta
Sebenarnya ini dipost di forum Mahayana, tapi sementara menunggu yang lebih kompeten, karena ada kecurigaan ini adalah postingan dari Aliran I Kuan Tao, maka dipindahkan.
Wow... Topic yang mengundang banyak kontroversi
Quote1. Berapa banyak kata Maitreya muncul sedangkan di Sukhvati tidak disebutkan keaddaanya seperti Sutra Sukhavati dan Sutra Amitabha original?
2. Maitreya bersabda mengenai kerukunan umat beragama,hal itu biasa diceramah org Maitreya mereka menganggap umat beragama lain tidak mau menerima keyakinan dan cari gara2 dengan mereka padahal mereka yang memutar balikkan ajaran org lain.
3. nama penulis adalah seorang maitreyanism pandita,hanya merubah kata pandita menjadi bahas buddhist yaitu biksu.
4. coba di cek kebenaran nama vihara di Singapore,vihara apakah itu?
5. ini adalah banyolan umat maitreya untuk membodoh2in umat Buddhist yang tidak mendalam pemahamannya agar bisa ditarik ke ajaran mereka melalui perkataan Maitreya.
6. Varga = kasta?Buddha sama sekali tidak mengajarkan kasta.
1. Keliatannya sama sekali tidak memahami sutra Amitabha:
gw kutip dari Sutra Amitabha:
QuoteDemikianlah telah kudengar, Pada suatu saat Hyang Buddha berdiam di Sravasti, di hutan Jeta, Taman Anthapindaka bersama dengan sekumpulan Bhikkhu ...........
....
......
"Juga O, Sariputra! Alam Sukhavati itu juga dihiasi dengan tujuh langkah bertingkat, tujuh baris jajaran pohon palma, dan jalinan-jalinan tali temali yang pada setiap ujungnya terdapat genta. Setiap sisinya berpagar indah, dan gemerlapan dengan empat macam permata, yakni: emas (suvarna), perak (rupya), batu hijau muda (vaidurya), dan kristal (sphatika). Dengan deretan kemuliaan yang khas untuk suatu negeri-Buddha itulah negeri-Buddha tersebut dihiasi"
"Juga O, Sariputra ! Dalam alam Sukhavati itu terdapat kolam-kolam teratai, yang dihiasi dengan tujuh macam permata, yaitu emas, perak, batu hijau kristal, mutiara merah (lohitamukti), berlian (asmagarbha) dan koral (usaragalva). Kolam tersebut penuh dengan air yang memiliki delapan sifat kebaikan , air kolam-kolam tersebut naik setinggi tempat arungan dan tempat mandi, sehingga burung-burung kakapeya pun dapat minum di sana; Kolam-kolam teratai ini, pada keempat tepinya terdapat empat tangga, yang indah gemerlapan dengan empat macam permata, yakni emas, perak, batu hijjau muda, dan kristal."
Dan pada setiap tepi kolam-kolam teratai tersebut tumbuh pohon-pohon permata yang indah dan gemerlapan dengan tujuh macam permata, yaitu emas, perak, batu hijau kristal, mutiara merah , berlian dan koral sebagai macam ketujuh. Dan di dalm kolam-kolam tersebut tumbuh bunga-bunga teratai, yang biru, berwarna biru, bersinar biru, nampak biru; yang kuning berwarna kuning, bersinar kuning, nampak kuning; yang merah, berwarna merah, bersinar merah, nampak merah; yang putih berwarna putih, bersinar putih, nampak putih;
.......
ceramah bhiksu Cuan Cing:
Quote
Tak lama kemudian kami telah sampai di sebuah Aula Istana yang amat besar, saya segera bernamaskara kepada Bodhisattva yang berada di Aula. Sesudah dibawah, Kuan She Ing Phu Sa melanjutkan perjalanan kami, tahu-tahu kami tiba di sebuah kolam teratai. Wah! Alangkah besar dan indahnya kolam Teratai di Varga Tengah ini ! Dibandingkan dengan yang di Varga Bawah, entah berapa kali lebih besar, lebih indah, lebih megah dan lebih agung. Sekeliling tepi kolam bertahtahkan tujuh macam intan manikam, bunga teratai di dalam kolam luar biasa bagusnya, garis-garis urat setiap kelopak (mahkota) sangat indah dan halus sekali serta setiap garis berkilauan dengan warna masing-masing. Garis-garis yang beraneka warna saling bersilang membentuk gambar-gambar yang indah dan menarik, sungguh sulit dilukiskan dengan kata-kata.
Aneh bin ajaib! Setiap kuntum bunga teratai terdiri dari entah beberapa sap mahkota dan setiap sap terdiri entah beberapa mahkota, dalam setiap mahkota yang luas itu terdapat beraneka ragam bangunan, ada pavilion, teras, gedung bertingkat serta pagoda pagoda tinggi dan semuanya memancarkan puluhan jenis warna sinar sangat menakjubkan!
Sutra amitabha:
Quote
Juga, O, Sariputra! Ketika jajaran pohon-pohon palma dan jalinan tali-temali yang pada setiap ujungnya terdapat genta di negeri-Buddha itu digerakkan oleh angin, maka terdengarlah suara yang merdu dan menawan hati, Ya, O Sariputra! seperti dari sebuah alat musik sorgawi yang mengandung seratus ribu koti jenis suara, ketika dimainkan oleh para Arya terdengarlah suara yang merdu dan menawan hati; suara yang merdu dan menawan hati itu terdengar dari jajaran pohon-pohon palma dan jalinan tali-temali yang pada setiap ujungnya terdapat genta yang digerakkan oleh angin. Ketika orang-orang mendengar suara tersebut, muncullah ingatan terhadap Buddha, muncullah ingatan terhadap Dharma, dan muncullah ingatan terhadap Sangha dalam batin mereka. Dengan deretan kemuliaan yang khas untuk suatu negeri-Buddha itulah, negeri-Buddha tersebut dihiasi"
Ceramah:
Quote
Di alam ini, gedung, pagoda, dan bangunan lainnya lebih banyak , lebih besar, dan lebih tinggi, serta lebih indah dan megah dari yang di Varga Bawah. Di sini setiap hari turun hujan bunga, dan penghuninya setiap hari memungut bunga-bunga yang indah itu untuk mempersembahkan kepada Para Buddha di Seluruh Penjuru. Bunga-bunga yang harum dan cantik itu entah berapa ribu kali lebih indah dari bunga-bunga di bumi. Alunan musik merdu, halus dan sentimental datang dari langit sungguh sulit melukiskan keindahan dengan kata-kata. Saya kutip beberapa kalimat dari Sutra sebagai berikut, saya kira paling sesuai dengan keadaan yang sebenarnnya, "Beribu-ribu jenis musik istana di dunia fana, tak dapat menandingi satu nada yang ada di Kerajan Pemutar Roda Dharma. Beribu-ribu jenis musik di Alam Dewa Travastrimsas, tidak dapat menandingi satu nada musik dari Alam Dewa Mahasvara, dan beribu-ribu jenis musik di Alam Dewa Mahasvara, tidak dapat menandingi satu nada musik dari tujuh baris jajaran pohon ajaib di Sukhavati Loka!"
Quote2. Maitreya bersabda mengenai kerukunan umat beragama,hal itu biasa diceramah org Maitreya mereka menganggap umat beragama lain tidak mau menerima keyakinan dan cari gara2 dengan mereka padahal mereka yang memutar balikkan ajaran org lain.
maksudnya ape? jadi agama Buddha tidak mengajarkan kerukunan umat beragama?
Quote
3. nama penulis adalah seorang maitreyanism pandita,hanya merubah kata pandita menjadi bahas buddhist yaitu biksu.
sembarangan aja , nulis harus ada buktinya lho
Quote4. coba di cek kebenaran nama vihara di Singapore,vihara apakah itu?
udah gw googling, ada tuh vihara di jalan limbok
Quote5. ini adalah banyolan umat maitreya untuk membodoh2in umat Buddhist yang tidak mendalam pemahamannya agar bisa ditarik ke ajaran mereka melalui perkataan Maitreya.
jangan sembarangan ngetik tanpa mikir dulu
Quote
6. Varga = kasta?Buddha sama sekali tidak mengajarkan kasta.
penafsiran yang sembarangan sekali
Menunggu konfirmasi dari Nyanadhana dan yang lainnya...
_/\_ seperti yang saya katakan,artikel ini adalah hasil buatan tangan Maitreyanism. bersembunyi dibalik sebuah vihara,nama biksu besar atau apa sajalah,saya udah bosan membaca ini dan tulisan ini selalu digunakan sebagai propaganda mereka untuk menarik umat aliran Sukhavati. saya udah sering melihat,membaca ini ketika mama saya dan beberapa anggota vihara di Vihara Sukhavati mulai diintimidasi dengan artikel ini. Saya tidak tahu apakah anda merupakan anggota aliran ini namun silahkan mencek ke vihara mereka,kalo ga salah tulisan ini udah lama sekali ,tahun 198x.
saya masih menyimpan copyan tulisan ini dan satu versi lagi mengenai perjalanan Chi Kung(Ji Gong). anda boleh marah2 kepada saya namun maaf kenyataan memang seperti itu dan saya tidak tahu umat mana yang memulai banyolan konyol ini. bisa saja umat yang terlalu semangat untuk mengajak banyak umat.sekali lagi,tulisan ini tidak dapat dipertanggungjawabkan penulisnya namun tulisan ini datang dari vihara Anda.Terima kasih
_/\_ berhubung saya merasa bahwa pembahasan soal Maitreya adalah puter-puter tiada habisnya, saya akan menelan pahit semua fakta yang ada dengan memilih jalan diam.
Semoga di kesempatan yang baik,semua kerusakan Buddhism dan penggerogotannya bisa anda pulihkan lagi seperti sedia kala tanpa menciptakan sensasi berlebihan dan penafsiran yang bermacam-macam mengenai Dhamma.
Mulai sekarang saya tidak akan membeberkan apa-apa lagi ,semua fakta silahkan cari sendiri dan ehipassiko. jika ingin belajar Buddhadhamma, pelajari Dhamma dengan baik,bila ingin belajar Taoism,belajar Taoism yang baik agar tidak ada pihak yang merasa kecopetan dan tidak sesuai dengan pengajarannya.
Terima kasih _/\_ ^:)^
Intinya adalah segala penyimpangan Sutta-sutta Buddhism, maka jelas kita tolak salah aja lha, daripada yg aliran maitreya berdalih-dalih ini itu dan jika dijelaskan tidak mau ngerti, kita harus bersikap tegas.Dan pembahasan aliran maitreya adalah untuk membuat umat Buddha dan diantara kita mengerti apa itu Dhamma dan bukan Dhamma. Dan saya simpulkan saja selama masih ngutipnya ngak benar tetap salah, ngak usah mereka berlindung pada perbuatan mereka baik atau tidak baik. Yg kita kritik adalah "domplengnya" . Kalau mereka ngak suka dikritik, jawabnya emang gua pikirin(EGP). Yg penting kita berbicara fakta dan nyata juga berdasarkan niat tulus daripada nyari2 umat. Mereka yg menanggap kita menyerang aliran Maitreya, harus sadar masih banyak orang yg tidak memahami Dhamma dengan tidak benar, ini adalah tugas kita mempertahankannya hingga titik darah terakhir sekalipun Dhamma ini suatu saat akan hilang, paling tidak kita melakukan sesuatu atas dasar niat baik dan cinta kasih untuk memberikan pandangan benar. Dan kalau mereka dikritik adalah konsekwensi mereka akibat mendompleng.
Bahkan di agama Tao pun mereka dikritik sebagai agama gado2. Karena ini forum Buddhis maka saya pribadi tidak akan membahas mengenai penyimpangan ajaran Tao aliran maitreya.
_/\_
Sekedar info, dua pentolan Buddhisme Mahayana, yakni Master Hsuan Hua dan bhiksu Chinkung pernah ditanyakan mengenai ceramah perjalanan ke Sukhavati dari bhiksu Kuangchin ini.
Dari hasil pengamatan, mereka menolaknya, dan menasihati utk tidak perlu terlalu percaya dengan kisah2 yang tidak sesuai dengan isi Sutra.
Kalo mau percaya juga terserah. Paling2 jika suatu saat terbukti tidak benar, maka merasa kecewa, gitu aja.
Butuh pengorbanan besar dalam proses pembelajaran
_/\_ bro chingik akhirnya kamu muncul juga untuk memberikan klarifikasi. ^:)^
Nah itu yang ditunggu-tunggu klarifikasi.
Berarti topik ini tetap diperbandingan, karena tidak sesuai sutra Mahayana.
Quote from: chingik on 14 April 2008, 11:44:04 AM
Sekedar info, dua pentolan Buddhisme Mahayana, yakni Master Hsuan Hua dan bhiksu Chinkung pernah ditanyakan mengenai ceramah perjalanan ke Sukhavati dari bhiksu Kuangchin ini.
Dari hasil pengamatan, mereka menolaknya, dan menasihati utk tidak perlu terlalu percaya dengan kisah2 yang tidak sesuai dengan isi Sutra.
Kalo mau percaya juga terserah. Paling2 jika suatu saat terbukti tidak benar, maka merasa kecewa, gitu aja.
Butuh pengorbanan besar dalam proses pembelajaran
waks... :o baru tau ada klarifikasi kayak gini... :o
_/\_ makanya gunakan kebijaksanaan untuk memilah.
Quote from: nyanadhana on 14 April 2008, 08:40:26 AM
_/\_ seperti yang saya katakan,artikel ini adalah hasil buatan tangan Maitreyanism. bersembunyi dibalik sebuah vihara,nama biksu besar atau apa sajalah,saya udah bosan membaca ini dan tulisan ini selalu digunakan sebagai propaganda mereka untuk menarik umat aliran Sukhavati. saya udah sering melihat,membaca ini ketika mama saya dan beberapa anggota vihara di Vihara Sukhavati mulai diintimidasi dengan artikel ini. Saya tidak tahu apakah anda merupakan anggota aliran ini namun silahkan mencek ke vihara mereka,kalo ga salah tulisan ini udah lama sekali ,tahun 198x.
saya masih menyimpan copyan tulisan ini dan satu versi lagi mengenai perjalanan Chi Kung(Ji Gong). anda boleh marah2 kepada saya namun maaf kenyataan memang seperti itu dan saya tidak tahu umat mana yang memulai banyolan konyol ini. bisa saja umat yang terlalu semangat untuk mengajak banyak umat.sekali lagi,tulisan ini tidak dapat dipertanggungjawabkan penulisnya namun tulisan ini datang dari vihara Anda.Terima kasih
gw kagak ada hubungan apapun dgn aliran M ye... gw cuma coba men-googling dan mencari tahu kebenaran dari artikel ini..
Akhirnya suhu chingik nongol,mantap.Bener khan melenceng juga dari sutra mahayana ^:)^
Sebenarnya kisah Perjalanan Ke Surga Sukhavati ini tidak perlu ditanggapi scr berlebihan. Jika mengasumsikan bahwa kisah ini benar dituturkan secara apa adanya oleh orang yang mengalaminya, maka sebenarnya ini hanyalah sebuah perjalanan kebatinan yang biasa. Sama seperti halnya pngalaman yg dialami oleh orang yg sedang menjalani terapi hipnosis, gambaran2 dari pengalaman yg dialami oleh orang yg bersangkutan ada kalanya berbeda-beda pd masing2 level. Orang yg menjalani regresi hipnosis dpt menggambarkan kehidupan2 masa lampau, walaupun gambaran tsb sama pd bagian tertentu namun deskripsi tsb ada kalanya berbeda satu sama lain dgn isi kitab suci. Kisah pengalaman meditasi juga berbeda-beda satu sama lain, yg biasanya dipengaruhi oleh persepsi dan sensasi2 yg berkaitan dengan masa lalu dari pengalaman pribadi org yg bersangkutan. Kemudian ada orang yang percaya dengan alam neraka lantaran stelah mengalaminya melalui mimpi yg tidak biasa. Namun ada kalanya gambaran mimpi tsb berbeda-beda bahkan jauh berbeda dari gambaran yg disebutkan dalam kitab suci. Ada pula yg mengalami perjalanan mati suri lantas seperti telah mengunjungi alam surga. Namun gambaran2 surga tsb ternyata berbeda2 satu sama lain dengan isi kitab suci, walaupun ada mirip-mirip sedikit. Tentu semua ini tidak terlepas dari campuran delusi yang imajinatif dalam kekotoran batin orang yg bersangkutan.
Kita cukup mengkategorikan kisah perjalanan ke surga Sukhavati ini sama seperti halnya pengalaman2 kebatinan biasa. Menjadi tidak relevan jika menjudgenya sebagai sesat. Cukup menyebutkan bahwa kisah seperti itu sama seperti kisah2 komersial yg laris dijual seperti ttg perjalanan astral, regresi kehidupan lampau melalui hipnosis, pengalaman mati suri , pengalaman melihat hantu, dsb. Kisah2 pengalaman seperti itu memang banyak dan seolah2 sama seperti isi kitab suci, namun ada juga yang berbeda-beda.
Nasihat dari para sesepuh masih cukup relevan, yakni jangan terlalu percaya dengan hal2 yang tidak sesuai dengan isi kitab suci, tetapi tetap perlu eling dan arif utk menentukan mana yg benar dan salah.
Cukup mengambil hikmahnya dan tetap berpegang pada jalur mainstream: Sravakayana, Pratyekayana, Bodhisatvayana (bukan melekat pada yana-nya, tapi fokuskan pada sari ajarannya).
Seandainya kisah perjalanan ke surga sukhavati bukan sebuah pengalaman langsung , melainkan sbh karangan fiktif, maka anggap saja sebagai novel fiktif bak sandiwara SungGokong atau Liaozhai. Seandainya bukan dua2nya, maka tentu perlu ditanyakan apa tujuan penulisan kisah yg tidak berdasar. Namun apapun tujuannya, jika kita bersandar pada 4 hal seperti yang dinasihati oleh Hyang Buddha, niscaya kita tidak akan terjatuh pada pandangan sesat. Apakah ke 4 hal tersebut:
1.Bersandar pada dharma, jangan pada orang/individu
2.Bersandar pada kearifan (dari hasil pandangan terang), jangan bersandar pda kesadaran indriawi.
3.Bersandar pada Makna tersirat, jangan bersandar pada kata2 harfiah.
4. Bersandar pada prinsip yg ultimit, jangan bersandar pada prinsip yang tidak ultimit.
Disaat banyak orang mempertanyakan keberadaan sukhavati, apakah yang dilakukan oleh para sesepuh mahayana untuk menjelaskan keberadaan Sukhavati? Sebaliknya, para sesepuh mahayana sendiri menolak pengalaman pribadi sang Bhiksu.... sangat mengherankan. dan berpotensi menimbulkan polemik besar: Sukhavati itu ada atau tidak? kalau ada bagaimana cara membuktikan? :-?
_/\_ bukan menolak keberadaan Sukhavati karena itu jelas-jelas pembodohan batin yang sedang terjadi dengan mengaku-ngaku telah mengunjungi alam Sukhavati.
namun banyak orang diluar jalur mahayana mempertanyakan tentang sukhavati... apa yang harus dilakukan?
... sedangkan disini ada seorang yang mengaku mengunjungi sukhavati.
ini adalah sebuah polemik besar
_/\_ berhubung yang memberikan pernyataan adalah org yang tidak bisa dipertanggungjawabkan maka artikel ini dianggap sebagai tulisan iseng ,tidak dipakai untuk edukasi mengenai Pure Land. ada beberapa artikel yang dapat dipertanggungjawabkan dan beberapa cerita kisah nyata yang telah dikonfirmasi seperti contoh manusia dengan kulit ular setelah ia rajin melafal Amitabha,ia dapat meninggal dunia dengan tenang seminggu sebelum kematiannya malah ia merasakan rasa tenang melafalkan nama Amitabha. gitu deh.lagian itu artikel bikinan IKT
Quote from: SandalJepit on 16 April 2008, 05:06:21 PM
namun banyak orang diluar jalur mahayana mempertanyakan tentang sukhavati... apa yang harus dilakukan?
... sedangkan disini ada seorang yang mengaku mengunjungi sukhavati.
ini adalah sebuah polemik besar
Apa sebuah kesaksian begitu berarti?
Menurut saya yang terpenting pengalaman diri sendiri, ehipassiko dulu.
Quote from: SandalJepit on 16 April 2008, 05:06:21 PM
namun banyak orang diluar jalur mahayana mempertanyakan tentang sukhavati... apa yang harus dilakukan?
... sedangkan disini ada seorang yang mengaku mengunjungi sukhavati.
ini adalah sebuah polemik besar
kebenaran itu dibuktikan dengan cara mengalaminya sendiri.
yang lebih sulit lagi, apakah yg kita alami itu benar2x yg dimaksud. Nanti jadi kek si master2x itu yg tidak diakui pulak lagi. ;D
Quotenamun banyak orang diluar jalur mahayana mempertanyakan tentang sukhavati... apa yang harus dilakukan?
... sedangkan disini ada seorang yang mengaku mengunjungi sukhavati.
ini adalah sebuah polemik besar
Atas dasar pengetahuan teman-teman di sini (yg. ex Mi Le Fo) memang tulisan di atas dipindahkan ke perbandingan bukan karena isinya bertentangan, tetapi niat yang mengutarakan dipertanyakan.
Banyak orang bawa-bawa Buddhis, bahkan mengutip Sutta/Sutra tetapi niatnya malah tidak baik.
Karena itu ada emosi, ada curahan hati sampai jadi panas di sini ;D
Quote from: nyanadhana on 16 April 2008, 05:20:22 PM
_/\_ berhubung yang memberikan pernyataan adalah org yang tidak bisa dipertanggungjawabkan maka artikel ini dianggap sebagai tulisan iseng ,tidak dipakai untuk edukasi mengenai Pure Land. ada beberapa artikel yang dapat dipertanggungjawabkan dan beberapa cerita kisah nyata yang telah dikonfirmasi seperti contoh manusia dengan kulit ular setelah ia rajin melafal Amitabha,ia dapat meninggal dunia dengan tenang seminggu sebelum kematiannya malah ia merasakan rasa tenang melafalkan nama Amitabha. gitu deh.lagian itu artikel bikinan IKT
di ceramah , orang ini melafalkan sutra shurangama, yang merupakan salah satu sutra utama mahayana, aliran IKT tidak mengenal sutra shurangama. Apakah dengan hati yang penuh kebencian pada IKT, maka segala sesuatu dapat dihubungkan dengan aliran IKT?
Quote from: ryu on 16 April 2008, 05:22:35 PM
Quote from: SandalJepit on 16 April 2008, 05:06:21 PM
namun banyak orang diluar jalur mahayana mempertanyakan tentang sukhavati... apa yang harus dilakukan?
... sedangkan disini ada seorang yang mengaku mengunjungi sukhavati.
ini adalah sebuah polemik besar
Apa sebuah kesaksian begitu berarti?
Menurut saya yang terpenting pengalaman diri sendiri, ehipassiko dulu.
maksudnya? bagaimana cara ber-ehipassiko ke sukhavati? bagaimana membuktikan sukhavati itu ada?
_/\_ saya pikir tidak perlu memperpanjang masalah anda,saya tidak benci IKT namun saya sudah menjelaskan ini produk IKT, Sutra Shurangama juga dikenal di IKT, dalam arti IKT lebih dekat dengan produk Chinese Buddhism karena memang asalnya dari sana. kita tidak membenci hanya menyayangkan kenapa mereka gemar membaut kepalsuan dalam BuddhaDhamma. IKT juga dalam beberapa kebaktian mengajak org membaca PrajnaParamita Sutra (Xin Cing)serta Vajrachedika Sutra(Diamond Sutra) tentunya isinya telah dimodifikasi berbeda dari originalnya dan tentunya umat Buddhist yang tidak paham apalagi kita org Chinese akan melihat wah ini kan dari Chinese,segaris,maka org2 akan tertarik namun tetap saja mereka tidak akan mendapat pengertian benar.
Sekali lagi,saya hanya menyajikan apa yang memang fakta sebenarnya buatan mereka. bahkan ada beberapa artikel Mahayana yang ditulis oleh umat dan biksu terlaklu mengada-ngada dan keluar konteks Buddhism,ini juga akan dibetulkan kembali sesuai jalur jelasnya.
Mohon baca sejarah terbentuknya IKT, agar anda mengerti bahwa aliran ini bersumber darimana,dari Dhamma atau dari kegiatan cultnya org Chinese
Salam nyana _/\_
Quote from: SandalJepit on 17 April 2008, 10:21:44 AM
Quote from: ryu on 16 April 2008, 05:22:35 PM
Quote from: SandalJepit on 16 April 2008, 05:06:21 PM
namun banyak orang diluar jalur mahayana mempertanyakan tentang sukhavati... apa yang harus dilakukan?
... sedangkan disini ada seorang yang mengaku mengunjungi sukhavati.
ini adalah sebuah polemik besar
Apa sebuah kesaksian begitu berarti?
Menurut saya yang terpenting pengalaman diri sendiri, ehipassiko dulu.
maksudnya? bagaimana cara ber-ehipassiko ke sukhavati? bagaimana membuktikan sukhavati itu ada?
Pengalaman diri sendiri juga bisa menipu, apalagi hanya 'kata orang'. Apa sebegitu perlunya untuk membuktikan sukhavati?
Untuk membuktikan dhamma sang Buddha bukankan bisa di lihat dalam kehidupan sehari2, jangan jauh2 ke sukhavati lah , yang biasa2 aja dulu, jangan berbuat kejahatan, kembangkanlah kebajikan. Jangan berbuat baik karena di iming2i surga sukhavati lah, atau takut berbuat jahat karena di ancam hukuman neraka.
Quote from: SandalJepit on 17 April 2008, 10:21:44 AM
Quote from: ryu on 16 April 2008, 05:22:35 PM
Quote from: SandalJepit on 16 April 2008, 05:06:21 PM
namun banyak orang diluar jalur mahayana mempertanyakan tentang sukhavati... apa yang harus dilakukan?
... sedangkan disini ada seorang yang mengaku mengunjungi sukhavati.
ini adalah sebuah polemik besar
Apa sebuah kesaksian begitu berarti?
Menurut saya yang terpenting pengalaman diri sendiri, ehipassiko dulu.
maksudnya? bagaimana cara ber-ehipassiko ke sukhavati? bagaimana membuktikan sukhavati itu ada?
in my opinion dalam membina tidak perlu terpukau pada hal2 seperti kegaiban, kemujizatan atau pengalaman pribadi seperti kisah diatas, ada tidaknya alam sukhavati tidak akan mempengaruhi jalan kita untuk mencapai pencerahan/kesucian, tetapi ambil sisi moral yang terkandung/tersirat jadikan sebagai penyemangat diri anda dalam membina
keberadaan sukhavati mohon maaf tidak dapat dibuktikan, apabila seseorang masih di dalam duniawi ini, toh andaikata bila anda benar2 mengalami kisah seperti diatas saya juga tidak harus percaya kepada anda
Quote from: SandalJepit on 17 April 2008, 10:21:44 AM
maksudnya? bagaimana cara ber-ehipassiko ke sukhavati? bagaimana membuktikan sukhavati itu ada?
Pertama,
Kita harus menetapkan TUJUAN kita dalam mengikuti ajaran Sang Buddha. Biasanya tujuan kita adalah INGIN MENCAPAI KEBAHAGIAAN/TERBEBAS DARI PENDERITAAN.
Kedua,
Segala TINDAKAN kita diarahkan supaya SESUAI dengan tujuan kita tadi. Ehipassiko-lah Dhamma kedalam keseharian kita. Apakah ajaran2 yg ditawarkan Beliau terbukti benar? Misalnya: Penderitaan muncul karena keinginan yg melekat. Jika terbukti 'ya', maka kita meneruskan ke ajaran Beliau yg berikut.
Jadi, apakah 'pembuktian' Sukhavati ada/tidak, benar2 perlu bagi KEBAHAGIAAN kita? IMO, Sukhavati ada/tidak tidak ada hubungannya dengan kebahagiaan/penderitaan kita.
Lebih uregent kiranya menata batin kita sendiri untuk meningkatkan kebahagiaan kita.
::
tambahan lagi: kecuali bila yang anda maksud pasar seni sukhavati/sukawati yang ada di bali :hammer: OOT ya :P
Quote from: Sumedho on 16 April 2008, 09:22:19 PM
yang lebih sulit lagi, apakah yg kita alami itu benar2x yg dimaksud. Nanti jadi kek si master2x itu yg tidak diakui pulak lagi. ;D
Setelah mengalaminya, kemudian timbul kemelekatan, merasa telah mengalami hal yang tidak sanggup dialami orang lain, merasa telah mencapai tahapan yang lebih tinggi dari orang lain. Maka walaupun melihat Sukhavati, itu tetap palsu.
Setelah mengalaminya, semakin sadar akan hakikat batin sejati, tidak melekat pada wujud dan nonwujud, batin semakin murni dan jauh dari kemelekatan duniawi,
Sukhavati benar2 muncul dalam batin. maka itu adalah asli.
Bagaimanapun, pembuktian tidak dapat diungkapkan secara konkrit. Seperti halnya orang membuktikan telah mengunjungi alam dewa, alam neraka. Penjelasan lisan apapun tidak dapat memuaskan kecuali orang mengalaminya sendiri. Seperti halnya orang membuktikan telah merealisasi nibbana, penjelasan lisan apapun tidak slalu dapat memuaskan kecuali orang menyelaminya sendiri.
Satu-satunya pembuktian yang paling mendekati adalah sikap dan prilaku orang yang bersangkutan telah menjauhi hal2 yang berkaitan dengan kemelekatan duniawi dan aspek2 batin yang dualistik seperti keuntungan dan kerugian, pujian dan celaan, penderitaan dan kesenangan.
Quote from: chingik on 17 April 2008, 11:30:02 AM
Satu-satunya pembuktian yang paling mendekati adalah sikap dan prilaku orang yang bersangkutan telah menjauhi hal2 yang berkaitan dengan kemelekatan duniawi dan aspek2 batin yang dualistik seperti keuntungan dan kerugian, pujian dan celaan, penderitaan dan kesenangan.
:yes:
Bro Chingik benar sekali.
Peningkatan perilaku seseorang kearah yg lebih baik adalah bukti nyata ia sudah dijalan yg benar / tidak.
Demikian juga ke diri kita sendiri. Kita dapat menilai kita sudah menerapkan jalan yg benar / tidak adalah dari KEBAHAGIAAN kita.
~ "Apakah kebahagiaan kita sudah lebih banyak dibanding dulu?"...
Jika sekarang kita malah semakin kacau, semakin pemarah, semakin egois, berarti ada sesuatu yg salah dalam praktik/pemahaman kita. Harus cepat dikoreksi.
::
definisi sukhavati jadi tambah blur ^-^
Quote from: Sumedho on 17 April 2008, 12:24:46 PM
definisi sukhavati jadi tambah blur ^-^
yang 'hakiki' aja bisa blur, apalagi yg 'konsep' :))
::
QuoteSukhavati benar2 muncul dalam batin
???
Quote from: nyanadhana on 17 April 2008, 10:31:17 AM
_/\_ saya pikir tidak perlu memperpanjang masalah anda,saya tidak benci IKT namun saya sudah menjelaskan ini produk IKT, Sutra Shurangama juga dikenal di IKT, dalam arti IKT lebih dekat dengan produk Chinese Buddhism karena memang asalnya dari sana. kita tidak membenci hanya menyayangkan kenapa mereka gemar membaut kepalsuan dalam BuddhaDhamma. IKT juga dalam beberapa kebaktian mengajak org membaca PrajnaParamita Sutra (Xin Cing)serta Vajrachedika Sutra(Diamond Sutra) tentunya isinya telah dimodifikasi berbeda dari originalnya dan tentunya umat Buddhist yang tidak paham apalagi kita org Chinese akan melihat wah ini kan dari Chinese,segaris,maka org2 akan tertarik namun tetap saja mereka tidak akan mendapat pengertian benar.
Sekali lagi,saya hanya menyajikan apa yang memang fakta sebenarnya buatan mereka. bahkan ada beberapa artikel Mahayana yang ditulis oleh umat dan biksu terlaklu mengada-ngada dan keluar konteks Buddhism,ini juga akan dibetulkan kembali sesuai jalur jelasnya.
Mohon baca sejarah terbentuknya IKT, agar anda mengerti bahwa aliran ini bersumber darimana,dari Dhamma atau dari kegiatan cultnya org Chinese
Salam nyana _/\_
setau saya PrajnaParamita Sutra (Xin Cing) dan Vajrachedika Sutra(Diamond Sutra) memang dipakai di aliran IKT, namun saya tidak pernah mendengar sutra Shurangama dan sutra Amitabha dipakai di aliran IKT.
berbeda dengan aliran Mahayana- Pureland, aliran IKT juga tidak pernah memakai sutra Amitabha.
Quote from: chingik on 17 April 2008, 11:30:02 AM
Quote from: Sumedho on 16 April 2008, 09:22:19 PM
yang lebih sulit lagi, apakah yg kita alami itu benar2x yg dimaksud. Nanti jadi kek si master2x itu yg tidak diakui pulak lagi. ;D
Setelah mengalaminya, kemudian timbul kemelekatan, merasa telah mengalami hal yang tidak sanggup dialami orang lain, merasa telah mencapai tahapan yang lebih tinggi dari orang lain. Maka walaupun melihat Sukhavati, itu tetap palsu.
Setelah mengalaminya, semakin sadar akan hakikat batin sejati, tidak melekat pada wujud dan nonwujud, batin semakin murni dan jauh dari kemelekatan duniawi,
Sukhavati benar2 muncul dalam batin. maka itu adalah asli.
Bagaimanapun, pembuktian tidak dapat diungkapkan secara konkrit. Seperti halnya orang membuktikan telah mengunjungi alam dewa, alam neraka. Penjelasan lisan apapun tidak dapat memuaskan kecuali orang mengalaminya sendiri. Seperti halnya orang membuktikan telah merealisasi nibbana, penjelasan lisan apapun tidak slalu dapat memuaskan kecuali orang menyelaminya sendiri.
Satu-satunya pembuktian yang paling mendekati adalah sikap dan prilaku orang yang bersangkutan telah menjauhi hal2 yang berkaitan dengan kemelekatan duniawi dan aspek2 batin yang dualistik seperti keuntungan dan kerugian, pujian dan celaan, penderitaan dan kesenangan.
maksudnya sukhavati, alam-alam dewa dan sebagainya itu sama sekali tidak bisa dibuktikan?
_/\_ ada,yaitu Perjalanan ke Alam Sukhavati dibawakan oleh Ji Gong(Chi Kung), Shurangama sebagai Sutra yang diturunkan untuk akhir dunia,karena sutra pertama yang lenyap adalah Shurangama dimana dijelaskan serangkaian kata-kata rahasia yang dipakai menurut versi mereka.
Artikel yang ditulis kemaren sudah pernah saya baca ketika join disana dan sama persis ketika mereka memakai itu untuk mengajak anggota keluarga saya untuk ikut pergi kebetulan mereka keluarga saya cuman mengerti kalo Buddhism ya Amitabha. _/\_
maksudnya sukhavati, alam-alam dewa dan sebagainya itu sama sekali tidak bisa dibuktikan?
secara teoritis,kita mengenal alam ini melalui Sutta Buddha, maksud bro chingik adalah meskipun banyak yang berkesaksian begini dan begitu adalah lebih baik ber-ehipassiko sendiri. Surga atau alam-alam ini bisa dilihat oleh mereka yang rajin mengembangkan meditasi dan memiliki abhinna. sama halnya saya makan apel dan menceritakan manisnya rasa apel ke kamu.pasti akan bingung kan.lebih enak anda ambil apel dan makan apel.
Quote from: SandalJepit on 17 April 2008, 01:54:25 PM
maksudnya sukhavati, alam-alam dewa dan sebagainya itu sama sekali tidak bisa dibuktikan?
belum ada teknologi yg bisa membuktikan keberadaan alam2 tsb
::
Quote from: Sumedho on 17 April 2008, 01:43:48 PM
QuoteSukhavati benar2 muncul dalam batin
???
memang sulit dipahami ya ;D
inilah salah satu ciri khas filosofi mahayana. Kudu pelajari filosofi madhyamika dan yogacara dulu.
secara konsep sih mengerti hanya saja agak berbeda dengan pandangan main stream, maka itu jadi rancu maksudnya :)
Quote from: chingik on 17 April 2008, 02:09:16 PM
Quote from: Sumedho on 17 April 2008, 01:43:48 PM
QuoteSukhavati benar2 muncul dalam batin
???
memang sulit dipahami ya ;D
inilah salah satu ciri khas filosofi mahayana. Kudu pelajari filosofi madhyamika dan yogacara dulu.
Maaf Bro Chingik,
Jika pengertian Sukhavati adalah: muncul dalam batin, berarti nggak beda dengan Nibbana dong yah... Nibbana bisa muncul beberapa saat dalam batin, ketika batin kita tidak terkondisi oleh LDM.
Apakah pengertian Sukhavati ini = Nibbana?
::
Quote from: nyanadhana on 17 April 2008, 01:57:05 PM
_/\_ ada,yaitu Perjalanan ke Alam Sukhavati dibawakan oleh Ji Gong(Chi Kung), Shurangama sebagai Sutra yang diturunkan untuk akhir dunia,karena sutra pertama yang lenyap adalah Shurangama dimana dijelaskan serangkaian kata-kata rahasia yang dipakai menurut versi mereka.
Artikel yang ditulis kemaren sudah pernah saya baca ketika join disana dan sama persis ketika mereka memakai itu untuk mengajak anggota keluarga saya untuk ikut pergi kebetulan mereka keluarga saya cuman mengerti kalo Buddhism ya Amitabha. _/\_
apakah anda pernah membaca sutra shurangama? di sutra shurangama dijelaskan tentang 25 teknik meditasi dan 52 tingkatan meditasi menuju nibbana.
beberapa teknik meditasi yang terkenal yang disarikan dari sutra shurangama adalah meditasi pendengaran avalokitesvara dan meditasi pelafalan nama Buddha.
Andaikata aliran IKT memang mempelajari sutra Shurangama, maka meditasi sudah menjadi bagian inti dari aliran IKT. sutra Shurangama ini dipakai oleh aliran Mahayana - Zen sebagai salah satu sutra utamanya.
_/\_ saya menyudahi topik ini. jelas perbedaan pandangan hanya akan membuat pertanyaan yang berputar-putar.saya sudah mengatakan Shurangama versi mereka didalamnya ada bagian transmisi dan melalui 5 kata dan bla-bla-bla.kalau mau compare dengan versi original yah memang beda. dan gw harus ngomong apa lagi. meditasi tidak ditekankan di IKT karena mereka punay konsep salvation,dulu saya meditasi di vihara mereka aja sempat ditegur untuk tidak melakukan hal itu atau saya nanti terkena karma buruk.
Okay, i'm off topik. _/\_
Quote
Maaf Bro Chingik,
Jika pengertian Sukhavati adalah: muncul dalam batin, berarti nggak beda dengan Nibbana dong yah... Nibbana bisa muncul beberapa saat dalam batin, ketika batin kita tidak terkondisi oleh LDM.
Apakah pengertian Sukhavati ini = Nibbana?
Bagaimana menurut anda, ketika gambaran kota Roma yang pernah anda kunjungi muncul seketika dalam batinmu, apakah hal ini dapat dikaitkan dengan aspek lenyapnya kekotoran batin yakni nibbana?
Demikian pula, ketika Sukhavati muncul dalam batin seseorang, tidak ada kaitannya dengan aspek pelenyapan kekotoran batin yakni nibbana.
Penglihatan tentang Sukhavati adalah hal mengenai pengetahuan tentang penglihatan. Pengetahuan penglihatan yang disertai dengan perhatian benar maka akan menghasilkan gambaran yang semakin jauh dari delusi yang ilusi, itulah penglihatan dalam batin yang benar.
Pengetahuan penglihatan yang disertai dengan perhatian yang tidak benar maka akan menghasilkan gambaran yang bercampur dengan delusi dan ilusi, itulah penglihatan dalam batin yang tidak benar.
Quote from: Sumedho on 17 April 2008, 02:11:50 PM
secara konsep sih mengerti hanya saja agak berbeda dengan pandangan main stream, maka itu jadi rancu maksudnya :)
pandangan main stream yang mana ya? :)
ketika meninggal akan terlahir di tanah suci surga sukhavati di barat. dst. Yang ini kan bro?
Quote from: nyanadhana on 17 April 2008, 02:56:08 PM
_/\_ saya menyudahi topik ini. jelas perbedaan pandangan hanya akan membuat pertanyaan yang berputar-putar.saya sudah mengatakan Shurangama versi mereka didalamnya ada bagian transmisi dan melalui 5 kata dan bla-bla-bla.kalau mau compare dengan versi original yah memang beda. dan gw harus ngomong apa lagi. meditasi tidak ditekankan di IKT karena mereka punay konsep salvation,dulu saya meditasi di vihara mereka aja sempat ditegur untuk tidak melakukan hal itu atau saya nanti terkena karma buruk.
Okay, i'm off topik. _/\_
ya karena itulah saya sama sekali tidak bisa membaca apa hubungannya antara ceramah bhiksu ini dengan aliran IKT, wong jelas-jelas konsepnya sangat beda.
ceramah si bhiksu tentang sutra shurangama dan sutra Amitaba, dimana aliran IKT sama sekali tidak tahu menahu tentang kedua sutra ini, bahkan metode meditasi di sutra shurangama saja aliran IKT tidak tau...
Quote from: Sumedho on 17 April 2008, 03:58:44 PM
ketika meninggal akan terlahir di tanah suci surga sukhavati di barat. dst. Yang ini kan bro?
padangan tentang keberadaan sukhavati sendiri menjadi polemik tersendiri, saya pernah membaca saja beberapa forum internasional, yang dimana beberapa anggota juga mempertanyakan tentang keberadaan sukhavati dan pembuktian alam sukhavati..
_/\_ ini adalah tulisan ajakan agar umat Buddhism original kepancing,lihat donk sisanya Maitreya dan Maitreya lagi....toh aku bukannya gimana ama aliran IKT,awalnya juga dari situ.mereka tentu tidak mengerti isi karena mengerti sekilas lalu dihubungkan kembali dengan konsep ajaran mereka.
Keluarga saya udah pernah ditawarin ginian,dalam arti oh di IKT ada juga ya sutra buddhis yang ini,yang itu,berarti IKT atau MLDD sama aja donk dengan buddhis ya gapapa boleh masuk,toh sama. tahu kan prinsip kita chinese,apa aja di -paipai kok.
Quote from: chingik on 17 April 2008, 03:28:27 PM
Bagaimana menurut anda, ketika gambaran kota Roma yang pernah anda kunjungi muncul seketika dalam batinmu, apakah hal ini dapat dikaitkan dengan aspek lenyapnya kekotoran batin yakni nibbana?
Demikian pula, ketika Sukhavati muncul dalam batin seseorang, tidak ada kaitannya dengan aspek pelenyapan kekotoran batin yakni nibbana.
Penglihatan tentang Sukhavati adalah hal mengenai pengetahuan tentang penglihatan. Pengetahuan penglihatan yang disertai dengan perhatian benar maka akan menghasilkan gambaran yang semakin jauh dari delusi yang ilusi, itulah penglihatan dalam batin yang benar.
Pengetahuan penglihatan yang disertai dengan perhatian yang tidak benar maka akan menghasilkan gambaran yang bercampur dengan delusi dan ilusi, itulah penglihatan dalam batin yang tidak benar.
Oh, ic
Sukhavati = bisa dibuktikan dengan
penglihatan yg dialami dalam batin.
Maaf, karena sebelumnya tidak ditulis 'penglihatan', sy berpikir 'realisasi', karena dalam pemahaman saya batin biasanya berhubungan dengan realisasi, bukan penglihatan.
it's oke, lanjut....
::
Quote from: Sumedho on 17 April 2008, 03:58:44 PM
ketika meninggal akan terlahir di tanah suci surga sukhavati di barat. dst. Yang ini kan bro?
Walaupun dikatakan terlahir di suatu tempat, tetapi secara prinsipil tetap tidak terlepas dari aspek batin. Seperti mengapa ada ada alam manusia, alam binatang, alam hantu , alam dewa. SEmuanya ini tidak terlepas dari aspek batin makhluk yang mengkondisikannya.
Pada level penyelaman batin yang mendalam, pemahaman tentang kelahiran di suatu tempat menjadi tidak penting. Yang penting adalah aspek batin yang mengkondisikan selaras dengan alam penopangnya.
Prinsip ajaran Sukhavati tidak menolak tentang keberadaan alam Sukhavati, sekaligus memahami bahwa keberadaan itu pun adalah sunyata. Sama seperti keberadaan alam manusia, namun keberadaan itu adalah sunyata.
memang pandangan bro chingik berbeda dengan pandangan main stream. Sama seperti pandangan hinayana itu. :)
*pernyataan ini bermakna netral, bukan menyatakan itu baik maupun buruk*
Quote from: chingik on 17 April 2008, 05:35:30 PM
Quote from: Sumedho on 17 April 2008, 03:58:44 PM
ketika meninggal akan terlahir di tanah suci surga sukhavati di barat. dst. Yang ini kan bro?
Walaupun dikatakan terlahir di suatu tempat, tetapi secara prinsipil tetap tidak terlepas dari aspek batin. Seperti mengapa ada ada alam manusia, alam binatang, alam hantu , alam dewa. SEmuanya ini tidak terlepas dari aspek batin makhluk yang mengkondisikannya.
Pada level penyelaman batin yang mendalam, pemahaman tentang kelahiran di suatu tempat menjadi tidak penting. Yang penting adalah aspek batin yang mengkondisikan selaras dengan alam penopangnya.
Prinsip ajaran Sukhavati tidak menolak tentang keberadaan alam Sukhavati, sekaligus memahami bahwa keberadaan itu pun adalah sunyata. Sama seperti keberadaan alam manusia, namun keberadaan itu adalah sunyata.
_/\_
mari kita bikin tanah sucinya di bumi nusantara tercinta ini. :)
Quote from: Sumedho on 17 April 2008, 07:25:50 PM
memang pandangan bro chingik berbeda dengan pandangan main stream. Sama seperti pandangan hinayana itu. :)
*pernyataan ini bermakna netral, bukan menyatakan itu baik maupun buruk*
ah masa??
menurut ane sama koq, berbeda tapi tak berbeda...
beda2 kata doang, apalah artinya.. ^^
By : Zen
Quote from: Sumedho on 17 April 2008, 07:25:50 PM
memang pandangan bro chingik berbeda dengan pandangan main stream. Sama seperti pandangan hinayana itu. :)
*pernyataan ini bermakna netral, bukan menyatakan itu baik maupun buruk*
ah masa??
menurut ane sama koq, berbeda tapi tak berbeda...
beda2 kata doang, apalah artinya.. ^^
By : Zen
[/quote]
yup, tidak beda kok.
Penjelasan saya sesuai dengan mainstream mahayana. Coba bro kaji tentang filosofi yang diajarkan oleh para sesepuh Mahayana, baik mereka yang dari tradisi zen, tientai, huayen, para sesepuh itu banyak yang membahas Sukhavati dari aspek batin. :)
1+1=1 kan :))
Quote from: Sumedho on 17 April 2008, 09:18:37 PM
1+1=1 kan :))
1+1 ya 2 lah.. ;D
ngomong2 apa maksudnya ya :))
Quotemenurut ane sama koq, berbeda tapi tak berbeda...
beda2 kata doang, apalah artinya.. ^^
well sama koq, berbeda tapi tak beda
bedax angka doang, apalah artinya.. :P
-------------------
maksud saya sih bukan dengan mainstream mahayana, tetapi pada mainstream pureland.
Yang membuat ciri khas dari pureland adalah amitabha sutranya, dimana Buddha amitabha membuat tanah sucinya dan akan menjemput kita untuk terlahir disana dan mencapai pencerahan disana.
Kalau menurut bro chingik, pureland itu merupakan kondisi batin. Nah apakah saya yg ada salah tangkap maksud dari amitabha sutra atau ada yg terlewatkan oleh saya. Bisa dibagi "contekan" nya bro?
soal
Quote
Walaupun dikatakan terlahir di suatu tempat, tetapi secara prinsipil tetap tidak terlepas dari aspek batin. Seperti mengapa ada ada alam manusia, alam binatang, alam hantu , alam dewa. SEmuanya ini tidak terlepas dari aspek batin makhluk yang mengkondisikannya.
Pada level penyelaman batin yang mendalam, pemahaman tentang kelahiran di suatu tempat menjadi tidak penting. Yang penting adalah aspek batin yang mengkondisikan selaras dengan alam penopangnya.
soal terlahir vs aspek batin, apakah ini penafsiran yang berdasar ?
Well, ciri khas pureland adalah Amitabha sutranya, dan jika hanya merujuk pada Amitabha Sutra tentu tidak dibahas aspek batin secara lebih luas. Tetapi harap dicatat, penekanan pureland pada Amitabha Sutra adalah ajakan untuk konsisten pada satu metode dan saddha, tidak berarti mengabaikan pada Sutra-sutra lain yang mendukung konsepnya, karena semua sutra scr keseluruhan adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Jika ditelusuri, dari Avatamsaka Sutra hingga Saddharmapudarika, semua ini sangat melengkapi pengetahuan tentang konsep pureland, bahkan para sesepuh justru menaruh rasa respek yang tinggi pada konsep pureland justru lahir dari pengetahuan2 yang didapatkan bukan dari Amitabha Sutra, melainkan pada Sutra Avatamsaka, mahaprajnaparamita sutra, dll.
Ini dapat kita lihat dari penjelasan para sesepuh pureland itu sendiri, seperti Master YOngming Yanshou, Master Ouyi, mereka kebanyakan setelah mendalami Sutra2 diluar mainstream pureland baru meyakini akan makna sesungguhnya tentang pureland.
Quote
soal terlahir vs aspek batin, apakah ini penafsiran yang berdasar ?
Tentu saja. Master Zhiyi (pendiri aliran Tientai) sendiri menaruh respek pada ajaran Pureland, dan beliau menjelaskan antara terlahir dan kaitannya dgn aspek batin. Kebetulan ada seseorang yang bertanya kepada Beliau tentang hal ini, begini dialognya:
Pada hakikatnya semua dharma adalah bersifat kosong/ sunyata, pada dasarnya tidak dilahirkan dan bersifat setara. Namun sekarang malah (ingin) mengabaikan dunia ini dan bermohon terlahir negeri Sukhavati Buddha Amitabha. Dari hal ini bukankah berarti telah bertentangan dengan prinsip tentang makna yang tidak terlahirkan? Dan dalam Sutra mengatakan, "jika ingin terlahir di Tanah-murni, hendaknya memurnikan batinnya terlebih dahulu, jika batin telah murni maka itulah yang disebut Tanah-murni Buddha". Jadi bagaimana hal ini dapat dipahami?.
Penjelasan dari master Zhiyi adalah, " Ada dua penjelasan di dalam hal ini, pertama adalah penjelasan umum dan kedua adalah penjelasan khusus. Penjelasan umum : Jika anda mengatakan bahwa bermohon terlahir di Tanah-murni Buddha berarti mengabaikan dunia ini dan ingin terlahir di negeri itu adalah tidak sesuai dengan prinsip ajaran Buddha tentang makna "yang tidak dilahirkan", namun jika anda memiliki kemelekatan untuk ingin menetap di dunia ini dan tidak ingin terlahir di Tanah-murni Sukhavati, maka ini disebut mengabaikan negeri itu dan melekat pada dunia ini. Sikap demikian juga masih memiliki masalah dan juga tidak sesuai prinsip ajaran Buddha tentang makna "yang tidak dilahirkan". Jika anda berputar lagi dengan mengatakan, "saya tidak ingin bermohon terlahir di negeri tersebut, juga tidak ingin (tetap) terlahir di dunia ini", maka sikap demikian adalah pandangan nihilis. Oleh karena itu di dalam Sutra Intan mengatakan, "oh Subhuti, jika engkau berpikir orang yang membangkitkan Anuttara Samyaksambodhi mengatakan bahwa semua dharma bersifat nihilis, janganlah berpikir demikian, mengapa? Orang yang membangkitkan Anuttara Samyaksambodhi tidak mengatakan sifat nihilis dari dharma". Kemudian yang kedua adalah penjelasan khusus: Yang disebut dengan tidak lahir maupun tidak musnah adalah bahwa dalam proses terlahirnya sesuatu itu berasal dari perpaduan berbagai unsur, bukan berasal dari sesuatu yang memiliki inti yang tidak pernah berubah secara kekal, oleh sebab itu bagi yang ingin mendapatkan wujud dari kelahirannya tidak akan dapat mendapatkannya karena dia tidak memiliki inti. Jadi disebutkan bahwa saat lahirnya sesuatu itu bukanlah berasal dari sesuatu lokasi dan itulah yang disebut sebagai tidak dilahirkan. Kemudian yang disebut dengan tidak musnah adalah bahwa saat proses terurai atau hancurnya sesuatu itu juga tidak memiliki sesuatu inti yang kekal untuk dipertahankan dengan mengatakan "aku telah musnah". Saat sesuatu itu mengalami kemusnahan, dia bukanlah berpisah untuk menuju ke sesuatu tempat lain, dan itulah yang disebut tidak musnah. Oleh karena itu, di luar hukum sebab musabab itu tidaklah terdapat sebuah sifat tidak lahir dan tidak musnah, dan juga tidaklah dapat mengatakan bahwa tidak ingin terlahir di Tanah-murni baru disebut sebagai tidak dilahirkan. Atas dasar hal ini, maka di dalam kitab Madhyamika sastra mengatakan, "Anggapan bahwa semua dharma yang lahir dari hukum sebab akibat itu memiliki wujud itu sebenarnya bersifat kosong/sunyata, dan keberadaannya juga dapat disebut sebagai kepalsuan, dan ini juga merupakan realitas sejati dari makna jalan tengah". Kemudian juga disebutkan, "Semua dharma tidak lahir dari suatu diri, juga tidak lahir dari luar diri, dan bukan lahir dari gabungan diri dan luar diri, dan juga bukan lahir dari tanpa sebab, oleh karena itu diketahui bahwa semua dharma tidak dilahirkan". Kemudian dalam kitab Vimalakirti Nirdesa Sutra mengatakan, "meskipun memahami bahwa pada dasarnya semua Tanah-Buddha dan makhluk hidup bersifat sunyata, namun (para Buddha) sering melalui batin maha welas asih membentuk Tanah-murni untuk membimbing berbagai jenis makhluk hidup. Kemudian juga disebutkan, "Ibarat orang yang ingin mendirikan bangunan istana, jika membangunnya di sebuah lahan yang terbuka, maka akan dapat membangunnya sesuai kehendak tanpa rintangan. Seandainya ingin membangunnya di sebuah kehampaan, maka tidak akan dapat berhasil". Saat memberikan pengajarannya, para Buddha sering menggunakan prinsip kebenaran umum dan kebenaran absolut untuk menjelaskan tentang realitas sejati dari semua dharma tanpa mengabaikan sifat palsu dari wujud duniawi. Dalam batin orang yang memiliki kebijaksanaan, dia akan membangkitkan tekad terlahir di Tanah-murni dan pada saat yang sama dia memahami bahwa yang disebut dengan "lahir" itu tidak memiliki wujud intinya, dan dengan (sikap) ini barulah benar-benar disebut tidak dilahirkan. Dan inilah yang disebut dengan batin yang murni adalah Tanah-murni Buddha. Sedangkan orang yang bodoh selalu dibelenggu oleh hukum sebab akibat, kelahiran dan kemusnahan. Dan saat mendengar kata "lahir" maka dia akan menganggapnya benar-benar ada kelahiran, saat mendengar kata "tidak dilahirkan" maka dia akan menganggapnya benar-benar tidak ada kelahiran. Dia tidak mengetahui bahwa [sebenarnya] wujud dari kelahiran itu adalah tanpa lahir, dan wujud dari tanpa lahir itu tidak pernah terpisah dari kelahiran. Karena tidak dapat memahami prinsip seperti ini, maka diapun terbelenggu oleh pandangan khayal dan saling timbul kontradiksi [dalam pandangannya], kemudian merasa kesal [saat melihat orang] bermohon terlahir di Tanah-murni.
terima kasih atas penjelasannya yg komprehensif.
Jadi bisa disimpulkan kalau makna secara tersurat di sutra amitabha itu salah, yg tepat adalah makna tersirat yang lebih tepat bro?
QuoteDan inilah yang disebut dengan batin yang murni adalah Tanah-murni Buddha. Sedangkan orang yang bodoh selalu dibelenggu oleh hukum sebab akibat, kelahiran dan kemusnahan. Dan saat mendengar kata "lahir" maka dia akan menganggapnya benar-benar ada kelahiran, saat mendengar kata "tidak dilahirkan" maka dia akan menganggapnya benar-benar tidak ada kelahiran. Dia tidak mengetahui bahwa [sebenarnya] wujud dari kelahiran itu adalah tanpa lahir, dan wujud dari tanpa lahir itu tidak pernah terpisah dari kelahiran. Karena tidak dapat memahami prinsip seperti ini, maka diapun terbelenggu oleh pandangan khayal dan saling timbul kontradiksi [dalam pandangannya], kemudian merasa kesal [saat melihat orang] bermohon terlahir di Tanah-murni.
Sependapat dengan Bro Medho, kesimpulanku dari bahasan diatas adalah:
"Kelahiran di alam Sukhavati" maknanya adalah tersirat (simbolis) bukan tersurat (sebenarnya).
Menurut saya, pemahaman begini akan sangat menyulitkan bagi pengikutnya (umat awam). Saya berani berpendapat bahwa hampir semua pengikut aliran Sukhavati memaknai ajaran ini secara tersurat. Mungkin hanya segelintir yg memaknainya secara tersirat.
::
Quote
terima kasih atas penjelasannya yg komprehensif.
Jadi bisa disimpulkan kalau makna secara tersurat di sutra amitabha itu salah, yg tepat adalah makna tersirat yang lebih tepat bro?
Quote
Sependapat dengan Bro Medho, kesimpulanku dari bahasan diatas adalah:
"Kelahiran di alam Sukhavati" maknanya adalah tersirat (simbolis) bukan tersurat (sebenarnya).
makna secara tersurat di sutra amitabha itu juga tidak salah. Yang dijelaskan para sesepuh adalah prinsip absolutnya. Kelahiran tetaplah kelahiran. Seperti saya jelaskan sebelumnya bahwa kelahiran di alam manusia, dewa, binatang, semua ini adalah kelahiran dimata awam tetapi praktisi sejati sudah tidak melekat pada konsepnya, mereka lebih memahaminya dari aspek kondisi batin.
Maka dari itu, kelahiran di Sukhavati ada levelnya (9 level) tergantung pada tingkatan batin orangnya.
bisa dijelaskan bro kelahiran di sukhavati ada 9 level ? ada juga tidak di amitabha sutra nya?
Quote from: Sumedho on 20 April 2008, 06:54:44 AM
bisa dijelaskan bro kelahiran di sukhavati ada 9 level ? ada juga tidak di amitabha sutra nya?
kalau dari ceramah si bhiksu sih ada tingkatan Sukhavati Loka:
Quote
Sukhavati Loka dibagi 9 Varga atau 9 tingkat. Penghuni Varga bawah-bawah (Tingkat Bawah) jika ingin meningkat naik ke Varga Atas-atas (Tingkat Teratai Atas), mereka harus bertapa selama 12 kalpa. Satu kalpa sama dengan 16.798.000 tahun, maka mereka yang dari Varga Bawah-Bawah meningkat ke Barga Atas-Atas membutuhkan waktu 201.576.000 tahun. Namun kita yang hidup di dunia fana, harus bersyukur, karena bila selalu menghindari perbuatan jahat, melakukan kebaikan, tekun melakkukan meditasi, mungkin dalam 35 tahun kita dapat mencapai Varga Tengah, atau Varga Atas. Bahkan bila kita pada masa kelahiran yang lampau telah menanam bibit kebajikan, mungkin pada masa kelahiran ini, kita sudah dapat mencapai ke-Buddha-an.
Quote from: willibordus on 18 April 2008, 09:57:03 AM
Sependapat dengan Bro Medho, kesimpulanku dari bahasan diatas adalah:
"Kelahiran di alam Sukhavati" maknanya adalah tersirat (simbolis) bukan tersurat (sebenarnya).
Menurut saya, pemahaman begini akan sangat menyulitkan bagi pengikutnya (umat awam). Saya berani berpendapat bahwa hampir semua pengikut aliran Sukhavati memaknai ajaran ini secara tersurat. Mungkin hanya segelintir yg memaknainya secara tersirat.
Betul. Sebetulnya tidak ada yang "salah" dalam pemaknaan yang "tersurat" dari Amitabha-sutra. Setiap orang akan "menerima" sesuai dengan apa yang ada dalam pikirannya. Umat yang percaya kepada Amitabha-sutra secara "tersurat" pun akan masuk ke alam yang sesuai dengan impiannya, sekalipun di situ tetap terliput 'anicca'. Sebaliknya, mereka yang memaknai Amitabha-sutra secara tersirat pun akan mencapai pembebasan.
"Segala pengalaman batin kita berasal dari pikiran kita sendiri, dikuasai oleh pikiran kita sendiri, diciptakan oleh pikiran kita sendiri" - "Manopubbangama dhamma, manosettha, manomaya...." (Dhammapada 1,2)
Salam,
hudoyo
Quote from: hudoyo on 12 May 2008, 12:11:26 PM
Betul. Sebetulnya tidak ada yang "salah" dalam pemaknaan yang "tersurat" dari Amitabha-sutra. Setiap orang akan "menerima" sesuai dengan apa yang ada dalam pikirannya. Umat yang percaya kepada Amitabha-sutra secara "tersurat" pun akan masuk ke alam yang sesuai dengan impiannya, sekalipun di situ tetap terliput 'anicca'. Sebaliknya, mereka yang memaknai Amitabha-sutra secara tersirat pun akan mencapai pembebasan.
"Segala pengalaman batin kita berasal dari pikiran kita sendiri, dikuasai oleh pikiran kita sendiri, diciptakan oleh pikiran kita sendiri" - "Manopubbangama dhamma, manosettha, manomaya...." (Dhammapada 1,2)
Salam,
hudoyo
Anumodana Pak....
Saya juga teringat lagi:
~ Dalam tubuh yg sedepa inilah asal mulanya dunia...
::
Nanya...
Dptkah manusia melakukan perjalan ke alam2 deva??
Dan mengisahkannya kembali??
_/\_
Bisa bro, cuman paling ntar km dianggap org gila ;D
Quote from: Umat Awam on 20 May 2008, 11:42:51 AM
Bisa bro, cuman paling ntar km dianggap org gila ;D
Hahah....
Yg benar lah...
_/\_
Quote from: Riky_dave on 20 May 2008, 04:04:48 PM
Quote from: Umat Awam on 20 May 2008, 11:42:51 AM
Bisa bro, cuman paling ntar km dianggap org gila ;D
Hahah....
Yg benar lah...
_/\_
Silahken aja diceritain pengalaman perjalan km ke umum ;D
Moga aja ga ditabokin :P
Quote from: Umat Awam on 20 May 2008, 04:14:26 PM
Quote from: Riky_dave on 20 May 2008, 04:04:48 PM
Quote from: Umat Awam on 20 May 2008, 11:42:51 AM
Bisa bro, cuman paling ntar km dianggap org gila ;D
Hahah....
Yg benar lah...
_/\_
Silahken aja diceritain pengalaman perjalan km ke umum ;D
Moga aja ga ditabokin :P
:outoftopic: :outoftopic: :backtotopic: :backtotopic: