Quote from: ryu on 08 August 2010, 08:28:42 AM
Quote from: fabian c on 08 August 2010, 08:10:52 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 09:10:15 PM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:34:35 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 11:15:10 AM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:05:24 AM
Quote from: Indra on 06 August 2010, 03:32:09 PM
Bhikkhu Mettanando ini memang kontroversial, saya pernah membaca artikelnya tentang kematian Sang Buddha yang mendobrak pandangan yg selama ini kita anut dari Mahaparinibbana Sutta.
Bro Indra yang baik,
saya setuju bro, bahwa beliau memang kontroversial, saya masih ingat dulu saya pernah berargumen di Samaggi Phala beberapa tahun yang lalu. Mengenai komentarnya terhadap Mahaparinibbana Sutta.
Bhikkhu Mettanando nampaknya mengomentari berdasarkan asumsi pribadi, tanpa didukung fakta referensi yang kredibel. Ada satu hal menarik dari tulisannya, ketika ia mengatakan bahwa kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali adalah karangan belaka dan tak ditemukan di Tipitaka.
Padahal kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali, ada tertulis di Achariyabhuta Sutta, Majjhima Nikaya.
Pendapat-pendapat yang tak berdasar seperti itu tidak sepantasnya keluar dari seorang intelektual, apalagi beliau seorang Bhikkhu.
_/\_
kelahiran pangeran itu memang ada di tipitaka tapi katanya itu hanyalah simbolik, kata Ven. S. Dhammika
Bro Ryu yang baik,
Bila kita mau kritis kita juga bisa pertanyakan bhante Dhammika, darimana Bhante Dhammika tahu itu hanya simbolik...? Apa kredibilitas beliau...?
Jadi saya hanya menerima pendapat bhante Dhammika hanya sebatas pendapat juga, itu boleh-boleh saja.
Bukan berarti pendapat beliau benar.
_/\_
ko fabian yang baik, itu ada di catatan kaki dalam MN III.123 Acchariyabbhutadhamma Sutta, cerita ini tumbuh, demi menekankan makna spiritual kelahiran Sang Pangeran. Tujuh langkah dan pernyataan keberadaan-spiritualnya adalah perlambang bahwa anak ini telah siap untuk melaksanakan Tujuh Faktor Pencerahan (satta bojjhanga) yakni kesadaran/kemawasan, penyelidikan fenomena, keteguhan, kegembiraan, ketenangan, konsentrasi dan keseimbangan - dan olehnya akan mencapai kebahagiaan Nibbana. Teratai, tentunya, melambangkan Nibbana. Sutta yang sama disebutkan pada kelahiran Sang Buddha
Bro Ryu yang baik,
Saya rasa itu adalah tafsiran terhadap sutta, yang jelas melangkah tujuh kali tertulis di Sutta, mengenai benar tidak nya tentu kita tidak tahu karena kita tidak hadir disana ketika itu terjadi.
Sejauh belum ada argumentasi yang lebih sahih, Sutta tersebut adalah penggambaran yang dianggap paling mewakili.
_/\_
ko Fabian yang baik,
di sutta itu hanyalah menggambarkan tanda2 kelahiran Boddhisatva, bukan menceritakan kelahiran Sidharta Gautama, sama seperti dalam Digha Nikaya 14 yang menceritakan Buddha Vipassi, mungkin apabila disebutkan semua bodhisatva ketika dilahirkan berjalan tujuh langkah termasuk pangeran Sidharta aye tidak tahu, kalau boleh minta apa ada sutta yang menceritakan riwayat pangeran Sidharta yang mengenai itu tolong dong kasih link nya thanks. BTW ini OOT kalau mau lanjut mungkin harus bikin thread baru, eh ada kok threadnya di :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394)
;D
Bro Ryu yang baik,
Setahu saya setiap Bodhisatta pada kelahirannya yang terakhir memang akan selalu terlahir dalam keadaan-keadaan yang selalu demikian, umpamanya disertai 32 keajaiban, usia ibunya singkat dsbnya.
Pada prinsipnya saya tak mau men-judge isi Tipitaka.
Karena saya tak ada disana pada waktu itu. Entah kalau para scholar menganggap mereka tahu kejadian yang sebenarnya.
_/\_
Quote from: fabian c on 08 August 2010, 12:23:49 PM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 08:28:42 AM
Quote from: fabian c on 08 August 2010, 08:10:52 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 09:10:15 PM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:34:35 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 11:15:10 AM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:05:24 AM
Quote from: Indra on 06 August 2010, 03:32:09 PM
Bhikkhu Mettanando ini memang kontroversial, saya pernah membaca artikelnya tentang kematian Sang Buddha yang mendobrak pandangan yg selama ini kita anut dari Mahaparinibbana Sutta.
Bro Indra yang baik,
saya setuju bro, bahwa beliau memang kontroversial, saya masih ingat dulu saya pernah berargumen di Samaggi Phala beberapa tahun yang lalu. Mengenai komentarnya terhadap Mahaparinibbana Sutta.
Bhikkhu Mettanando nampaknya mengomentari berdasarkan asumsi pribadi, tanpa didukung fakta referensi yang kredibel. Ada satu hal menarik dari tulisannya, ketika ia mengatakan bahwa kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali adalah karangan belaka dan tak ditemukan di Tipitaka.
Padahal kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali, ada tertulis di Achariyabhuta Sutta, Majjhima Nikaya.
Pendapat-pendapat yang tak berdasar seperti itu tidak sepantasnya keluar dari seorang intelektual, apalagi beliau seorang Bhikkhu.
_/\_
kelahiran pangeran itu memang ada di tipitaka tapi katanya itu hanyalah simbolik, kata Ven. S. Dhammika
Bro Ryu yang baik,
Bila kita mau kritis kita juga bisa pertanyakan bhante Dhammika, darimana Bhante Dhammika tahu itu hanya simbolik...? Apa kredibilitas beliau...?
Jadi saya hanya menerima pendapat bhante Dhammika hanya sebatas pendapat juga, itu boleh-boleh saja.
Bukan berarti pendapat beliau benar.
_/\_
ko fabian yang baik, itu ada di catatan kaki dalam MN III.123 Acchariyabbhutadhamma Sutta, cerita ini tumbuh, demi menekankan makna spiritual kelahiran Sang Pangeran. Tujuh langkah dan pernyataan keberadaan-spiritualnya adalah perlambang bahwa anak ini telah siap untuk melaksanakan Tujuh Faktor Pencerahan (satta bojjhanga) yakni kesadaran/kemawasan, penyelidikan fenomena, keteguhan, kegembiraan, ketenangan, konsentrasi dan keseimbangan - dan olehnya akan mencapai kebahagiaan Nibbana. Teratai, tentunya, melambangkan Nibbana. Sutta yang sama disebutkan pada kelahiran Sang Buddha
Bro Ryu yang baik,
Saya rasa itu adalah tafsiran terhadap sutta, yang jelas melangkah tujuh kali tertulis di Sutta, mengenai benar tidak nya tentu kita tidak tahu karena kita tidak hadir disana ketika itu terjadi.
Sejauh belum ada argumentasi yang lebih sahih, Sutta tersebut adalah penggambaran yang dianggap paling mewakili.
_/\_
ko Fabian yang baik,
di sutta itu hanyalah menggambarkan tanda2 kelahiran Boddhisatva, bukan menceritakan kelahiran Sidharta Gautama, sama seperti dalam Digha Nikaya 14 yang menceritakan Buddha Vipassi, mungkin apabila disebutkan semua bodhisatva ketika dilahirkan berjalan tujuh langkah termasuk pangeran Sidharta aye tidak tahu, kalau boleh minta apa ada sutta yang menceritakan riwayat pangeran Sidharta yang mengenai itu tolong dong kasih link nya thanks. BTW ini OOT kalau mau lanjut mungkin harus bikin thread baru, eh ada kok threadnya di :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394)
;D
Bro Ryu yang baik,
Setahu saya setiap Bodhisatta pada kelahirannya yang terakhir memang akan selalu terlahir dalam keadaan-keadaan yang selalu demikian, umpamanya disertai 32 keajaiban, usia ibunya singkat dsbnya.
Pada prinsipnya saya tak mau men-judge isi Tipitaka.
Karena saya tak ada disana pada waktu itu. Entah kalau para scholar menganggap mereka tahu kejadian yang sebenarnya.
_/\_
mat fabian yang baik :
bukankah justru para scholar/yang membuat cerita gotama ketika lahir langsung berjalan 7 langkah yang diambil kesimpulan dari cerita kelahiran semua bodhisatta harus begitu, sedangkan sumber asli dari tipitaka sendiri tidak ada yang mengatakan ketika gottama lahir langsung berjalan tujuh langkah, saya coba cari cerita ratu maha maya tidak ada, boleh tahu ga link sutta nya :)
Quote from: pannadevi on 08 August 2010, 10:55:16 AM
lho kok posting yg sama 3 kali?
td saya lihat baru 1, langsung klik thanks, sekarang kok jadi 3 ya?
wahh....ini kerjaan Tuhan yg bisa merobah program, spt nya stlh spoiler dirubah jadi rada aneh, banyak postingan double (malah bukan double lagi krn muncul postingan sama hingga 6 kali yg bro deva kemarin dan yg anda kali ini 3 kali).
btw...thanks bro seniya, tp sy hanya sebutir pasir yg tdk ada artinya, jadi tdk mgk mengenal buddhist scholar yg tingkat international....hehehe....klo disrilanka hampir seluruh sarjana buddhist sll menerbitkan buku2nya....
mettacittena,
Saya pakai hp & mengakses Dhammacitta versi WAP. Waktu posting reply udah diklik post tapi masih di halaman yg sama, jd klik lagi. Ternyata jadi triple post. Tp post ke-3 saya edit jadi pertanyaan untuk Sam. Peacemind. Apakah ini kesalahan program atau kesalahan di hp saya, saya gak tahu (di web lain kalau browsing pakai hp juga kadangkala tetap di halaman yg sama walaupun sudah klik post)......
Kayaknya ada kecenderungan kalau rohaniawan Buddhis di luar negeri (Sri Lanka misalnya) untuk menjadi peneliti atau sarjana ya? Berbeda di Indonesia yang hanya jadi rohaniawan aja. Tetapi apakah menjadi scholar itu tidak menjadi halangan kehidupan spiritual anggota Sangha???? (Sori OOT :) )
sorry OOT mohon ijin ya TS....
bro Indra n bro Ryu yg baik,
saya jadi merasa bersalah....gara2 saya sekarang bro Fabian jadi bahan ejekan "mat fabian"....haduhhh....please dehhh....
ok bro Fabian yg baik,
saya minta maaf gara2 sy tetap memanggil anda Romo di forum ternyata berkembang jadi bahan ejekan....saya tidak ada niat buruk sedikitpun, bahkan sy merasa bahagia anda dlu juga ikut berjuang dlm sejarah vihara Dhammacakka.....sekali lagi maaf ya bro....saya tidak tahu akan jadi bahan ejekan ternyata....saya menyesal....
mettacittena,
Quote from: Peacemind on 08 August 2010, 12:20:56 PM
Sesuai dengan kitab komentar dari Mahāsamayasutta dan sub-komentar dari Bhikkhunikkhandhaka, dan jika memang Raja Suddhodana meninggal pada saat Sang BUddha memasuki vassa ke lima, berarti Bhikkkhunisangha didirikan pada tahun ke lima setelah penerangan agung.
Btw, saya pernah bertemu dengan ven, Pategama Gnanarama.Beliau bhikkhu dari Sri Lanka. Kebetulan kita bertemu di toko buku di Sri Lanka dan bercakap-cakap singkat. Saat ini beliau adalah the principle of the Buddhist and Pali College, Singapore.
Jika demikian, berarti tulisan Ven. Pategama tentang kejanggalan kisah dalam Culavagga itu perlu diselidiki lebih lanjut. Apalagi kebanyakan dari kita umat awam tidak punya akses pada referensi kitab suci yang beliau sebutkan, jadi cuma sekedar percaya aja....
Quote from: seniya on 08 August 2010, 12:48:12 PM
Quote from: pannadevi on 08 August 2010, 10:55:16 AM
lho kok posting yg sama 3 kali?
td saya lihat baru 1, langsung klik thanks, sekarang kok jadi 3 ya?
wahh....ini kerjaan Tuhan yg bisa merobah program, spt nya stlh spoiler dirubah jadi rada aneh, banyak postingan double (malah bukan double lagi krn muncul postingan sama hingga 6 kali yg bro deva kemarin dan yg anda kali ini 3 kali).
btw...thanks bro seniya, tp sy hanya sebutir pasir yg tdk ada artinya, jadi tdk mgk mengenal buddhist scholar yg tingkat international....hehehe....klo disrilanka hampir seluruh sarjana buddhist sll menerbitkan buku2nya....
mettacittena,
Saya pakai hp & mengakses Dhammacitta versi WAP. Waktu posting reply udah diklik post tapi masih di halaman yg sama, jd klik lagi. Ternyata jadi triple post. Tp post ke-3 saya edit jadi pertanyaan untuk Sam. Peacemind. Apakah ini kesalahan program atau kesalahan di hp saya, saya gak tahu (di web lain kalau browsing pakai hp juga kadangkala tetap di halaman yg sama walaupun sudah klik post)......
Kayaknya ada kecenderungan kalau rohaniawan Buddhis di luar negeri (Sri Lanka misalnya) untuk menjadi peneliti atau sarjana ya? Berbeda di Indonesia yang hanya jadi rohaniawan aja. Tetapi apakah menjadi scholar itu tidak menjadi halangan kehidupan spiritual anggota Sangha???? (Sori OOT :) )
oh HP ya bro, memang sih dr bbrp posting member yg pake hp sering ada masalah double posting, entah kenapa sy juga kurang paham....hanya Tuhan yg tahu....hehehe....Tuhan disini maksudnya lo....
ttg Buddhist scholar apakah tdk menghalangi spirituil mrk, begini ya bro, mereka telah menjadi negara theravadin sejak abad 3SM, smua aspek kehidupan mrk udah buddhist banget, bahkan hingga system pemerintahan mrk, jadi hingga parlemen pun ada anggota sangha, agar kepentingan buddhist tetap terjaga...
smua vihara adalah madrasah kalo di neg kita, bahkan parivena, perguruan tinggi agama Buddha, sehingga lulusan parivena disini dpt dibayangkan berapa banyak, sejak abad 3SM hingga sekarang....sedang yg praktek hutan mrk pun melewati parivena, wlu praktek hutan....jadi mrk2 yg dihutanpun seorang scholar...gimana bro, beda banget khan, jangan disejajarkan dg neg kita, krn neg kita mengenal dhamma baru aja, mrk udah sejak abad 3SM, bahkan yg membantu neg kita mengembangkan dhamma pertama kali juga dari Ven.Narada MahaThera dari Srilanka, kemudian disusul dari Thailand.
demikian sedikit info dari saya, mohon Rev.Peacemind menambahkan, beliau praktek hutan, dan bertemu dg para scholar hutan....mohon bersedia share utk rekan2 di tanah air...thanks seblm n sessdh nya....
mettacittena,
Quote from: pannadevi on 08 August 2010, 12:48:19 PM
sorry OOT mohon ijin ya TS....
bro Indra n bro Ryu yg baik,
saya jadi merasa bersalah....gara2 saya sekarang bro Fabian jadi bahan ejekan "mat fabian"....haduhhh....please dehhh....
ok bro Fabian yg baik,
saya minta maaf gara2 sy tetap memanggil anda Romo di forum ternyata berkembang jadi bahan ejekan....saya tidak ada niat buruk sedikitpun, bahkan sy merasa bahagia anda dlu juga ikut berjuang dlm sejarah vihara Dhammacakka.....sekali lagi maaf ya bro....saya tidak tahu akan jadi bahan ejekan ternyata....saya menyesal....
mettacittena,
wah, anda terlalu sensitive sam
Thx, Sam. Pannadevi atas penjelasannya......
Untuk Sam. Peacemind ditunggu infonya tentang Ven. Pategama ini.....
Quote from: pannadevi on 08 August 2010, 01:01:05 PM
demikian sedikit info dari saya, mohon Rev.Peacemind menambahkan, beliau praktek hutan, dan bertemu dg para scholar hutan....mohon bersedia share utk rekan2 di tanah air...thanks seblm n sessdh nya....
mettacittena,
Saya bukan mempraktikan kehidupan bhikkhu hutan lah.... Saya hidup di kota dengan segala tetek bengeknya. Tapi memang sempat saya berasosiasi dengan beberapa bhikkhu yang hidup di hutan yang menekankan praktik Dhamma dan Vinaya. Melalui asosiasi dengan mereka, saya memang mendapatkan bahwa ternyata bukan hanya secara spiritual saja, namun secara intelektualpun mereka lebih tinggi daripada para Buddhist scholar Sri Lanka yang setidaknya pernah saya temui. Ini disebabkan selain meditasi, para bhikkhu hutan yang saya temui rutin mengadakan diskusi Dhamma satu kali dalam dua hari. Ditambah lagi pengalaman mereka dalam meditasi juga mendukung penyelidikan Dhamma mereka lebih tajam dan mendalam.
Quote from: seniya on 08 August 2010, 01:16:27 PM
Thx, Sam. Pannadevi atas penjelasannya......
Untuk Sam. Peacemind ditunggu infonya tentang Ven. Pategama ini.....
Kalau ingin mengetahui Bhante Pategama Gnanarama, saya rasa bisa mencari tahu di Google. Saya sendiri tidak tahu banyak tentan beliau.
Mettacittena.
Quote from: seniya on 08 August 2010, 01:16:27 PM
Thx, Sam. Pannadevi atas penjelasannya......
u r most welcome bro...
Quote from: andry on 08 August 2010, 01:05:22 PM
Quote from: pannadevi on 08 August 2010, 12:48:19 PM
sorry OOT mohon ijin ya TS....
bro Indra n bro Ryu yg baik,
saya jadi merasa bersalah....gara2 saya sekarang bro Fabian jadi bahan ejekan "mat fabian"....haduhhh....please dehhh....
ok bro Fabian yg baik,
saya minta maaf gara2 sy tetap memanggil anda Romo di forum ternyata berkembang jadi bahan ejekan....saya tidak ada niat buruk sedikitpun, bahkan sy merasa bahagia anda dlu juga ikut berjuang dlm sejarah vihara Dhammacakka.....sekali lagi maaf ya bro....saya tidak tahu akan jadi bahan ejekan ternyata....saya menyesal....
mettacittena,
wah, anda terlalu sensitive sam
;D ;D hehehe....kasihan donk ama bro Fabian....jadi "mat Fabian"....
ntar dibelokkan jadi "mat kocak" lagi....khan repot...
Quote from: andry on 08 August 2010, 01:05:22 PM
Quote from: pannadevi on 08 August 2010, 12:48:19 PM
sorry OOT mohon ijin ya TS....
bro Indra n bro Ryu yg baik,
saya jadi merasa bersalah....gara2 saya sekarang bro Fabian jadi bahan ejekan "mat fabian"....haduhhh....please dehhh....
ok bro Fabian yg baik,
saya minta maaf gara2 sy tetap memanggil anda Romo di forum ternyata berkembang jadi bahan ejekan....saya tidak ada niat buruk sedikitpun, bahkan sy merasa bahagia anda dlu juga ikut berjuang dlm sejarah vihara Dhammacakka.....sekali lagi maaf ya bro....saya tidak tahu akan jadi bahan ejekan ternyata....saya menyesal....
mettacittena,
wah, anda terlalu sensitive sam
Beliau hanya terlalu sam-sitive ^-^
Quote from: Jerry on 07 August 2010, 11:03:05 PM
[at] Ko Indra
Tar kapan-kapan kalo lagi rajin saya coba cari sumber mana yang saya dapat itu Ko.. ;D
Jalur Tua Awan Putih oleh Thich Nhat Hanh ??
Quote from: ryu on 08 August 2010, 12:36:03 PM
[spoiler]Quote from: fabian c on 08 August 2010, 12:23:49 PM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 08:28:42 AM
Quote from: fabian c on 08 August 2010, 08:10:52 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 09:10:15 PM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:34:35 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 11:15:10 AM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:05:24 AM
Quote from: Indra on 06 August 2010, 03:32:09 PM
Bhikkhu Mettanando ini memang kontroversial, saya pernah membaca artikelnya tentang kematian Sang Buddha yang mendobrak pandangan yg selama ini kita anut dari Mahaparinibbana Sutta.
Bro Indra yang baik,
saya setuju bro, bahwa beliau memang kontroversial, saya masih ingat dulu saya pernah berargumen di Samaggi Phala beberapa tahun yang lalu. Mengenai komentarnya terhadap Mahaparinibbana Sutta.
Bhikkhu Mettanando nampaknya mengomentari berdasarkan asumsi pribadi, tanpa didukung fakta referensi yang kredibel. Ada satu hal menarik dari tulisannya, ketika ia mengatakan bahwa kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali adalah karangan belaka dan tak ditemukan di Tipitaka.
Padahal kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali, ada tertulis di Achariyabhuta Sutta, Majjhima Nikaya.
Pendapat-pendapat yang tak berdasar seperti itu tidak sepantasnya keluar dari seorang intelektual, apalagi beliau seorang Bhikkhu.
_/\_
kelahiran pangeran itu memang ada di tipitaka tapi katanya itu hanyalah simbolik, kata Ven. S. Dhammika
Bro Ryu yang baik,
Bila kita mau kritis kita juga bisa pertanyakan bhante Dhammika, darimana Bhante Dhammika tahu itu hanya simbolik...? Apa kredibilitas beliau...?
Jadi saya hanya menerima pendapat bhante Dhammika hanya sebatas pendapat juga, itu boleh-boleh saja.
Bukan berarti pendapat beliau benar.
_/\_
ko fabian yang baik, itu ada di catatan kaki dalam MN III.123 Acchariyabbhutadhamma Sutta, cerita ini tumbuh, demi menekankan makna spiritual kelahiran Sang Pangeran. Tujuh langkah dan pernyataan keberadaan-spiritualnya adalah perlambang bahwa anak ini telah siap untuk melaksanakan Tujuh Faktor Pencerahan (satta bojjhanga) yakni kesadaran/kemawasan, penyelidikan fenomena, keteguhan, kegembiraan, ketenangan, konsentrasi dan keseimbangan - dan olehnya akan mencapai kebahagiaan Nibbana. Teratai, tentunya, melambangkan Nibbana. Sutta yang sama disebutkan pada kelahiran Sang Buddha
Bro Ryu yang baik,
Saya rasa itu adalah tafsiran terhadap sutta, yang jelas melangkah tujuh kali tertulis di Sutta, mengenai benar tidak nya tentu kita tidak tahu karena kita tidak hadir disana ketika itu terjadi.
Sejauh belum ada argumentasi yang lebih sahih, Sutta tersebut adalah penggambaran yang dianggap paling mewakili.
_/\_
ko Fabian yang baik,
di sutta itu hanyalah menggambarkan tanda2 kelahiran Boddhisatva, bukan menceritakan kelahiran Sidharta Gautama, sama seperti dalam Digha Nikaya 14 yang menceritakan Buddha Vipassi, mungkin apabila disebutkan semua bodhisatva ketika dilahirkan berjalan tujuh langkah termasuk pangeran Sidharta aye tidak tahu, kalau boleh minta apa ada sutta yang menceritakan riwayat pangeran Sidharta yang mengenai itu tolong dong kasih link nya thanks. BTW ini OOT kalau mau lanjut mungkin harus bikin thread baru, eh ada kok threadnya di :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394)
;D
Bro Ryu yang baik,
Setahu saya setiap Bodhisatta pada kelahirannya yang terakhir memang akan selalu terlahir dalam keadaan-keadaan yang selalu demikian, umpamanya disertai 32 keajaiban, usia ibunya singkat dsbnya.
Pada prinsipnya saya tak mau men-judge isi Tipitaka.
Karena saya tak ada disana pada waktu itu. Entah kalau para scholar menganggap mereka tahu kejadian yang sebenarnya.
_/\_
[/spoiler]
mat fabian yang baik :
bukankah justru para scholar/yang membuat cerita gotama ketika lahir langsung berjalan 7 langkah yang diambil kesimpulan dari cerita kelahiran semua bodhisatta harus begitu, sedangkan sumber asli dari tipitaka sendiri tidak ada yang mengatakan ketika gottama lahir langsung berjalan tujuh langkah, saya coba cari cerita ratu maha maya tidak ada, boleh tahu ga link sutta nya :)
Intermezzo Ko Fab & Cek Ryu..
ADA. Memang ada sumber asli Tipitaka yang menyatakan ketika lahir bodhisatta yang masih bayi berjalan tujuh langkah. Ada di Majjhima Nikaya 123: Acchariyabbhuta-dhamma Sutta (http://www.mahindarama.com/e-tipitaka/Majjhima-Nikaya/mn-123.htm) (Sutta tentang mukjizat)
Sebelumnya saya DULU (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394) pernah meragukan juga dari sisi rasionalitas & berpendapat mungkin mukjizat kelahiran bodhisatta hanya penambahan belakangan. Hingga saya menemukan memang ada sutta yang memuat hal tersebut. Setidaknya ini mematahkan keraguan semula saya, meski dari sisi rasionalitas mungkin masih terasa sedikit aneh, tapi malah hal ini memicu saya untuk ehipassiko sendiri. :P
Sedikit telat.. Thanks Bang Kumis yang udah mereply saya 1,5 tahun lalu sehingga saya kemudian mengambil asas praduga tak bersalah atas cerita2 buddhisme yang belum terbukti kebenarannya.
_/\_
Quote from: hendrako on 09 August 2010, 12:33:26 AM
Quote from: Jerry on 07 August 2010, 11:03:05 PM
[at] Ko Indra
Tar kapan-kapan kalo lagi rajin saya coba cari sumber mana yang saya dapat itu Ko.. ;D
Jalur Tua Awan Putih oleh Thich Nhat Hanh ??
Sepertinya bukan Bro Hen.. Saya tidak terlalu berpatokan pada cerita-cerita narasi yang bukan hasil riset, apalagi kita tahu cerita Jalur Tua Awan Putih hanya hasil karya Ven. Thich Nhat Hanh. Indah memang dan penuh makna, tetapi tidak real. Kalau berbicara soal makna, saya bisa saja mengutip dari sana. Tapi kalau berbicara soal real, mau gak mau saya harus mencari sumber lain. :)
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 12:36:16 AM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 12:36:03 PM
[spoiler]Quote from: fabian c on 08 August 2010, 12:23:49 PM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 08:28:42 AM
Quote from: fabian c on 08 August 2010, 08:10:52 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 09:10:15 PM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:34:35 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 11:15:10 AM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:05:24 AM
Quote from: Indra on 06 August 2010, 03:32:09 PM
Bhikkhu Mettanando ini memang kontroversial, saya pernah membaca artikelnya tentang kematian Sang Buddha yang mendobrak pandangan yg selama ini kita anut dari Mahaparinibbana Sutta.
Bro Indra yang baik,
saya setuju bro, bahwa beliau memang kontroversial, saya masih ingat dulu saya pernah berargumen di Samaggi Phala beberapa tahun yang lalu. Mengenai komentarnya terhadap Mahaparinibbana Sutta.
Bhikkhu Mettanando nampaknya mengomentari berdasarkan asumsi pribadi, tanpa didukung fakta referensi yang kredibel. Ada satu hal menarik dari tulisannya, ketika ia mengatakan bahwa kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali adalah karangan belaka dan tak ditemukan di Tipitaka.
Padahal kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali, ada tertulis di Achariyabhuta Sutta, Majjhima Nikaya.
Pendapat-pendapat yang tak berdasar seperti itu tidak sepantasnya keluar dari seorang intelektual, apalagi beliau seorang Bhikkhu.
_/\_
kelahiran pangeran itu memang ada di tipitaka tapi katanya itu hanyalah simbolik, kata Ven. S. Dhammika
Bro Ryu yang baik,
Bila kita mau kritis kita juga bisa pertanyakan bhante Dhammika, darimana Bhante Dhammika tahu itu hanya simbolik...? Apa kredibilitas beliau...?
Jadi saya hanya menerima pendapat bhante Dhammika hanya sebatas pendapat juga, itu boleh-boleh saja.
Bukan berarti pendapat beliau benar.
_/\_
ko fabian yang baik, itu ada di catatan kaki dalam MN III.123 Acchariyabbhutadhamma Sutta, cerita ini tumbuh, demi menekankan makna spiritual kelahiran Sang Pangeran. Tujuh langkah dan pernyataan keberadaan-spiritualnya adalah perlambang bahwa anak ini telah siap untuk melaksanakan Tujuh Faktor Pencerahan (satta bojjhanga) yakni kesadaran/kemawasan, penyelidikan fenomena, keteguhan, kegembiraan, ketenangan, konsentrasi dan keseimbangan - dan olehnya akan mencapai kebahagiaan Nibbana. Teratai, tentunya, melambangkan Nibbana. Sutta yang sama disebutkan pada kelahiran Sang Buddha
Bro Ryu yang baik,
Saya rasa itu adalah tafsiran terhadap sutta, yang jelas melangkah tujuh kali tertulis di Sutta, mengenai benar tidak nya tentu kita tidak tahu karena kita tidak hadir disana ketika itu terjadi.
Sejauh belum ada argumentasi yang lebih sahih, Sutta tersebut adalah penggambaran yang dianggap paling mewakili.
_/\_
ko Fabian yang baik,
di sutta itu hanyalah menggambarkan tanda2 kelahiran Boddhisatva, bukan menceritakan kelahiran Sidharta Gautama, sama seperti dalam Digha Nikaya 14 yang menceritakan Buddha Vipassi, mungkin apabila disebutkan semua bodhisatva ketika dilahirkan berjalan tujuh langkah termasuk pangeran Sidharta aye tidak tahu, kalau boleh minta apa ada sutta yang menceritakan riwayat pangeran Sidharta yang mengenai itu tolong dong kasih link nya thanks. BTW ini OOT kalau mau lanjut mungkin harus bikin thread baru, eh ada kok threadnya di :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394)
;D
Bro Ryu yang baik,
Setahu saya setiap Bodhisatta pada kelahirannya yang terakhir memang akan selalu terlahir dalam keadaan-keadaan yang selalu demikian, umpamanya disertai 32 keajaiban, usia ibunya singkat dsbnya.
Pada prinsipnya saya tak mau men-judge isi Tipitaka.
Karena saya tak ada disana pada waktu itu. Entah kalau para scholar menganggap mereka tahu kejadian yang sebenarnya.
_/\_
[/spoiler]
mat fabian yang baik :
bukankah justru para scholar/yang membuat cerita gotama ketika lahir langsung berjalan 7 langkah yang diambil kesimpulan dari cerita kelahiran semua bodhisatta harus begitu, sedangkan sumber asli dari tipitaka sendiri tidak ada yang mengatakan ketika gottama lahir langsung berjalan tujuh langkah, saya coba cari cerita ratu maha maya tidak ada, boleh tahu ga link sutta nya :)
Intermezzo Ko Fab & Cek Ryu..
ADA. Memang ada sumber asli Tipitaka yang menyatakan ketika lahir bodhisatta yang masih bayi berjalan tujuh langkah. Ada di Majjhima Nikaya 123: Acchariyabbhuta-dhamma Sutta (http://www.mahindarama.com/e-tipitaka/Majjhima-Nikaya/mn-123.htm) (Sutta tentang mukjizat)
Sebelumnya saya DULU (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394) pernah meragukan juga dari sisi rasionalitas & berpendapat mungkin mukjizat kelahiran bodhisatta hanya penambahan belakangan. Hingga saya menemukan memang ada sutta yang memuat hal tersebut. Setidaknya ini mematahkan keraguan semula saya, meski dari sisi rasionalitas mungkin masih terasa sedikit aneh, tapi malah hal ini memicu saya untuk ehipassiko sendiri. :P
Sedikit telat.. Thanks Bang Kumis yang udah mereply saya 1,5 tahun lalu sehingga saya kemudian mengambil asas praduga tak bersalah atas cerita2 buddhisme yang belum terbukti kebenarannya.
_/\_
intermezo juga lagi :D
di sutta itu hanya menerangkan keluarbiasaan kelahiran bodhisatta, bukan menerangkan cerita kelahiran siddharta, sama seperti dalam sutta digha 14.
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 12:11:31 AM
Quote from: andry on 08 August 2010, 01:05:22 PM
Quote from: pannadevi on 08 August 2010, 12:48:19 PM
sorry OOT mohon ijin ya TS....
bro Indra n bro Ryu yg baik,
saya jadi merasa bersalah....gara2 saya sekarang bro Fabian jadi bahan ejekan "mat fabian"....haduhhh....please dehhh....
ok bro Fabian yg baik,
saya minta maaf gara2 sy tetap memanggil anda Romo di forum ternyata berkembang jadi bahan ejekan....saya tidak ada niat buruk sedikitpun, bahkan sy merasa bahagia anda dlu juga ikut berjuang dlm sejarah vihara Dhammacakka.....sekali lagi maaf ya bro....saya tidak tahu akan jadi bahan ejekan ternyata....saya menyesal....
mettacittena,
wah, anda terlalu sensitive sam
Beliau hanya terlalu sam-sitive ^-^
istilah baru...... ;D ;D ;D
hehehe...
Quote from: ryu on 09 August 2010, 06:36:43 AM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 12:36:16 AM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 12:36:03 PM
[spoiler]Quote from: fabian c on 08 August 2010, 12:23:49 PM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 08:28:42 AM
Quote from: fabian c on 08 August 2010, 08:10:52 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 09:10:15 PM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:34:35 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 11:15:10 AM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:05:24 AM
Quote from: Indra on 06 August 2010, 03:32:09 PM
Bhikkhu Mettanando ini memang kontroversial, saya pernah membaca artikelnya tentang kematian Sang Buddha yang mendobrak pandangan yg selama ini kita anut dari Mahaparinibbana Sutta.
Bro Indra yang baik,
saya setuju bro, bahwa beliau memang kontroversial, saya masih ingat dulu saya pernah berargumen di Samaggi Phala beberapa tahun yang lalu. Mengenai komentarnya terhadap Mahaparinibbana Sutta.
Bhikkhu Mettanando nampaknya mengomentari berdasarkan asumsi pribadi, tanpa didukung fakta referensi yang kredibel. Ada satu hal menarik dari tulisannya, ketika ia mengatakan bahwa kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali adalah karangan belaka dan tak ditemukan di Tipitaka.
Padahal kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali, ada tertulis di Achariyabhuta Sutta, Majjhima Nikaya.
Pendapat-pendapat yang tak berdasar seperti itu tidak sepantasnya keluar dari seorang intelektual, apalagi beliau seorang Bhikkhu.
_/\_
kelahiran pangeran itu memang ada di tipitaka tapi katanya itu hanyalah simbolik, kata Ven. S. Dhammika
Bro Ryu yang baik,
Bila kita mau kritis kita juga bisa pertanyakan bhante Dhammika, darimana Bhante Dhammika tahu itu hanya simbolik...? Apa kredibilitas beliau...?
Jadi saya hanya menerima pendapat bhante Dhammika hanya sebatas pendapat juga, itu boleh-boleh saja.
Bukan berarti pendapat beliau benar.
_/\_
ko fabian yang baik, itu ada di catatan kaki dalam MN III.123 Acchariyabbhutadhamma Sutta, cerita ini tumbuh, demi menekankan makna spiritual kelahiran Sang Pangeran. Tujuh langkah dan pernyataan keberadaan-spiritualnya adalah perlambang bahwa anak ini telah siap untuk melaksanakan Tujuh Faktor Pencerahan (satta bojjhanga) yakni kesadaran/kemawasan, penyelidikan fenomena, keteguhan, kegembiraan, ketenangan, konsentrasi dan keseimbangan - dan olehnya akan mencapai kebahagiaan Nibbana. Teratai, tentunya, melambangkan Nibbana. Sutta yang sama disebutkan pada kelahiran Sang Buddha
Bro Ryu yang baik,
Saya rasa itu adalah tafsiran terhadap sutta, yang jelas melangkah tujuh kali tertulis di Sutta, mengenai benar tidak nya tentu kita tidak tahu karena kita tidak hadir disana ketika itu terjadi.
Sejauh belum ada argumentasi yang lebih sahih, Sutta tersebut adalah penggambaran yang dianggap paling mewakili.
_/\_
ko Fabian yang baik,
di sutta itu hanyalah menggambarkan tanda2 kelahiran Boddhisatva, bukan menceritakan kelahiran Sidharta Gautama, sama seperti dalam Digha Nikaya 14 yang menceritakan Buddha Vipassi, mungkin apabila disebutkan semua bodhisatva ketika dilahirkan berjalan tujuh langkah termasuk pangeran Sidharta aye tidak tahu, kalau boleh minta apa ada sutta yang menceritakan riwayat pangeran Sidharta yang mengenai itu tolong dong kasih link nya thanks. BTW ini OOT kalau mau lanjut mungkin harus bikin thread baru, eh ada kok threadnya di :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394)
;D
Bro Ryu yang baik,
Setahu saya setiap Bodhisatta pada kelahirannya yang terakhir memang akan selalu terlahir dalam keadaan-keadaan yang selalu demikian, umpamanya disertai 32 keajaiban, usia ibunya singkat dsbnya.
Pada prinsipnya saya tak mau men-judge isi Tipitaka.
Karena saya tak ada disana pada waktu itu. Entah kalau para scholar menganggap mereka tahu kejadian yang sebenarnya.
_/\_
[/spoiler]
mat fabian yang baik :
bukankah justru para scholar/yang membuat cerita gotama ketika lahir langsung berjalan 7 langkah yang diambil kesimpulan dari cerita kelahiran semua bodhisatta harus begitu, sedangkan sumber asli dari tipitaka sendiri tidak ada yang mengatakan ketika gottama lahir langsung berjalan tujuh langkah, saya coba cari cerita ratu maha maya tidak ada, boleh tahu ga link sutta nya :)
Intermezzo Ko Fab & Cek Ryu..
ADA. Memang ada sumber asli Tipitaka yang menyatakan ketika lahir bodhisatta yang masih bayi berjalan tujuh langkah. Ada di Majjhima Nikaya 123: Acchariyabbhuta-dhamma Sutta (http://www.mahindarama.com/e-tipitaka/Majjhima-Nikaya/mn-123.htm) (Sutta tentang mukjizat)
Sebelumnya saya DULU (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394) pernah meragukan juga dari sisi rasionalitas & berpendapat mungkin mukjizat kelahiran bodhisatta hanya penambahan belakangan. Hingga saya menemukan memang ada sutta yang memuat hal tersebut. Setidaknya ini mematahkan keraguan semula saya, meski dari sisi rasionalitas mungkin masih terasa sedikit aneh, tapi malah hal ini memicu saya untuk ehipassiko sendiri. :P
Sedikit telat.. Thanks Bang Kumis yang udah mereply saya 1,5 tahun lalu sehingga saya kemudian mengambil asas praduga tak bersalah atas cerita2 buddhisme yang belum terbukti kebenarannya.
_/\_
intermezo juga lagi :D
di sutta itu hanya menerangkan keluarbiasaan kelahiran bodhisatta, bukan menerangkan cerita kelahiran siddharta, sama seperti dalam sutta digha 14.
Bro Ryu yang baik,
Memang seringkali demikian cara Sang Buddha menggambarkan keadaan Beliau yang lampau ketika masih menjadi Bodhisatta.
Dalam Jataka juga demikian, yang dimaksudkan di Jataka bukan orang lain, tapi Beliau.
Di Achariyabhuta sutta tidak dijelaskan Bodhisatta yang mana, itu bisa berarti Beliau sendiri, atau Beliau dan juga para Bodhisatta yang lain, yang jelas Sutta itu tak mungkin menceritakan hanya Bodhisatta yang lain tapi bukan Beliau.
_/\_
saya juga sependapat dengan bro Jerry, sebenarnya dalam hati saya juga menyimpan segudang pertanyaan, ini pas ada tema nya....karena cerita ini seperti sebuah dongeng......bahkan TS nya wkt ngajar di kelas sempat sy tanyain masalah ini juga, krn bagaimanapun seorang bayi dlm perut pasti dibalut dengan berbagai macam cairan, sehingga lahirpun pasti tdk dalam keadaan bersih, pasti banyak darah dan cairan yg menempel, tetapi TS memberikan alibi yg menyakinkan bahwa kelahiran Bodhisattva yg menangani adalah dewa, bukan manusia, dimandikan air panas dan dingin sekaligus yg langsung keluar dari langit, sehingga beda dengan kelahiran normal yg ditolong manusia. lagipula ditambah beliau Bodhisattva jadi sudah pasti beda dg orang normal. sehingga sy dapat menerima penjelasan TS yg diberikan di class. jadi kita sama bro, selama ini saya menganggap ini spt karya dongeng, tp ternyata nyata....
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 07:04:31 AM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 06:36:43 AM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 12:36:16 AM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 12:36:03 PM
[spoiler]Quote from: fabian c on 08 August 2010, 12:23:49 PM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 08:28:42 AM
Quote from: fabian c on 08 August 2010, 08:10:52 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 09:10:15 PM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:34:35 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 11:15:10 AM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:05:24 AM
Quote from: Indra on 06 August 2010, 03:32:09 PM
Bhikkhu Mettanando ini memang kontroversial, saya pernah membaca artikelnya tentang kematian Sang Buddha yang mendobrak pandangan yg selama ini kita anut dari Mahaparinibbana Sutta.
Bro Indra yang baik,
saya setuju bro, bahwa beliau memang kontroversial, saya masih ingat dulu saya pernah berargumen di Samaggi Phala beberapa tahun yang lalu. Mengenai komentarnya terhadap Mahaparinibbana Sutta.
Bhikkhu Mettanando nampaknya mengomentari berdasarkan asumsi pribadi, tanpa didukung fakta referensi yang kredibel. Ada satu hal menarik dari tulisannya, ketika ia mengatakan bahwa kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali adalah karangan belaka dan tak ditemukan di Tipitaka.
Padahal kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali, ada tertulis di Achariyabhuta Sutta, Majjhima Nikaya.
Pendapat-pendapat yang tak berdasar seperti itu tidak sepantasnya keluar dari seorang intelektual, apalagi beliau seorang Bhikkhu.
_/\_
kelahiran pangeran itu memang ada di tipitaka tapi katanya itu hanyalah simbolik, kata Ven. S. Dhammika
Bro Ryu yang baik,
Bila kita mau kritis kita juga bisa pertanyakan bhante Dhammika, darimana Bhante Dhammika tahu itu hanya simbolik...? Apa kredibilitas beliau...?
Jadi saya hanya menerima pendapat bhante Dhammika hanya sebatas pendapat juga, itu boleh-boleh saja.
Bukan berarti pendapat beliau benar.
_/\_
ko fabian yang baik, itu ada di catatan kaki dalam MN III.123 Acchariyabbhutadhamma Sutta, cerita ini tumbuh, demi menekankan makna spiritual kelahiran Sang Pangeran. Tujuh langkah dan pernyataan keberadaan-spiritualnya adalah perlambang bahwa anak ini telah siap untuk melaksanakan Tujuh Faktor Pencerahan (satta bojjhanga) yakni kesadaran/kemawasan, penyelidikan fenomena, keteguhan, kegembiraan, ketenangan, konsentrasi dan keseimbangan - dan olehnya akan mencapai kebahagiaan Nibbana. Teratai, tentunya, melambangkan Nibbana. Sutta yang sama disebutkan pada kelahiran Sang Buddha
Bro Ryu yang baik,
Saya rasa itu adalah tafsiran terhadap sutta, yang jelas melangkah tujuh kali tertulis di Sutta, mengenai benar tidak nya tentu kita tidak tahu karena kita tidak hadir disana ketika itu terjadi.
Sejauh belum ada argumentasi yang lebih sahih, Sutta tersebut adalah penggambaran yang dianggap paling mewakili.
_/\_
ko Fabian yang baik,
di sutta itu hanyalah menggambarkan tanda2 kelahiran Boddhisatva, bukan menceritakan kelahiran Sidharta Gautama, sama seperti dalam Digha Nikaya 14 yang menceritakan Buddha Vipassi, mungkin apabila disebutkan semua bodhisatva ketika dilahirkan berjalan tujuh langkah termasuk pangeran Sidharta aye tidak tahu, kalau boleh minta apa ada sutta yang menceritakan riwayat pangeran Sidharta yang mengenai itu tolong dong kasih link nya thanks. BTW ini OOT kalau mau lanjut mungkin harus bikin thread baru, eh ada kok threadnya di :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394)
;D
Bro Ryu yang baik,
Setahu saya setiap Bodhisatta pada kelahirannya yang terakhir memang akan selalu terlahir dalam keadaan-keadaan yang selalu demikian, umpamanya disertai 32 keajaiban, usia ibunya singkat dsbnya.
Pada prinsipnya saya tak mau men-judge isi Tipitaka.
Karena saya tak ada disana pada waktu itu. Entah kalau para scholar menganggap mereka tahu kejadian yang sebenarnya.
_/\_
[/spoiler]
mat fabian yang baik :
bukankah justru para scholar/yang membuat cerita gotama ketika lahir langsung berjalan 7 langkah yang diambil kesimpulan dari cerita kelahiran semua bodhisatta harus begitu, sedangkan sumber asli dari tipitaka sendiri tidak ada yang mengatakan ketika gottama lahir langsung berjalan tujuh langkah, saya coba cari cerita ratu maha maya tidak ada, boleh tahu ga link sutta nya :)
Intermezzo Ko Fab & Cek Ryu..
ADA. Memang ada sumber asli Tipitaka yang menyatakan ketika lahir bodhisatta yang masih bayi berjalan tujuh langkah. Ada di Majjhima Nikaya 123: Acchariyabbhuta-dhamma Sutta (http://www.mahindarama.com/e-tipitaka/Majjhima-Nikaya/mn-123.htm) (Sutta tentang mukjizat)
Sebelumnya saya DULU (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394) pernah meragukan juga dari sisi rasionalitas & berpendapat mungkin mukjizat kelahiran bodhisatta hanya penambahan belakangan. Hingga saya menemukan memang ada sutta yang memuat hal tersebut. Setidaknya ini mematahkan keraguan semula saya, meski dari sisi rasionalitas mungkin masih terasa sedikit aneh, tapi malah hal ini memicu saya untuk ehipassiko sendiri. :P
Sedikit telat.. Thanks Bang Kumis yang udah mereply saya 1,5 tahun lalu sehingga saya kemudian mengambil asas praduga tak bersalah atas cerita2 buddhisme yang belum terbukti kebenarannya.
_/\_
intermezo juga lagi :D
di sutta itu hanya menerangkan keluarbiasaan kelahiran bodhisatta, bukan menerangkan cerita kelahiran siddharta, sama seperti dalam sutta digha 14.
Bro Ryu yang baik,
Memang seringkali demikian cara Sang Buddha menggambarkan keadaan Beliau yang lampau ketika masih menjadi Bodhisatta.
Dalam Jataka juga demikian, yang dimaksudkan di Jataka bukan orang lain, tapi Beliau.
Di Achariyabhuta sutta tidak dijelaskan Bodhisatta yang mana, itu bisa berarti Beliau sendiri, atau Beliau dan juga para Bodhisatta yang lain, yang jelas Sutta itu tak mungkin menceritakan hanya Bodhisatta yang lain tapi bukan Beliau.
_/\_
bro Fabian yg baik,
pls tolong dijelaskan yg bertanda bold, kok sy kurang mengerti maksudnya...kayaknya anda juga sama dengan saya, kurang mempercayai kisah kelahiran beliau....tapi saya sekarang udah percaya, karena kalau ditangani dewa sudah pasti BEDA, tidak bisa sama dg kelahiran normal....
mettacittena,
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 07:04:31 AM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 06:36:43 AM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 12:36:16 AM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 12:36:03 PM
[spoiler]Quote from: fabian c on 08 August 2010, 12:23:49 PM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 08:28:42 AM
Quote from: fabian c on 08 August 2010, 08:10:52 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 09:10:15 PM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:34:35 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 11:15:10 AM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:05:24 AM
Quote from: Indra on 06 August 2010, 03:32:09 PM
Bhikkhu Mettanando ini memang kontroversial, saya pernah membaca artikelnya tentang kematian Sang Buddha yang mendobrak pandangan yg selama ini kita anut dari Mahaparinibbana Sutta.
Bro Indra yang baik,
saya setuju bro, bahwa beliau memang kontroversial, saya masih ingat dulu saya pernah berargumen di Samaggi Phala beberapa tahun yang lalu. Mengenai komentarnya terhadap Mahaparinibbana Sutta.
Bhikkhu Mettanando nampaknya mengomentari berdasarkan asumsi pribadi, tanpa didukung fakta referensi yang kredibel. Ada satu hal menarik dari tulisannya, ketika ia mengatakan bahwa kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali adalah karangan belaka dan tak ditemukan di Tipitaka.
Padahal kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali, ada tertulis di Achariyabhuta Sutta, Majjhima Nikaya.
Pendapat-pendapat yang tak berdasar seperti itu tidak sepantasnya keluar dari seorang intelektual, apalagi beliau seorang Bhikkhu.
_/\_
kelahiran pangeran itu memang ada di tipitaka tapi katanya itu hanyalah simbolik, kata Ven. S. Dhammika
Bro Ryu yang baik,
Bila kita mau kritis kita juga bisa pertanyakan bhante Dhammika, darimana Bhante Dhammika tahu itu hanya simbolik...? Apa kredibilitas beliau...?
Jadi saya hanya menerima pendapat bhante Dhammika hanya sebatas pendapat juga, itu boleh-boleh saja.
Bukan berarti pendapat beliau benar.
_/\_
ko fabian yang baik, itu ada di catatan kaki dalam MN III.123 Acchariyabbhutadhamma Sutta, cerita ini tumbuh, demi menekankan makna spiritual kelahiran Sang Pangeran. Tujuh langkah dan pernyataan keberadaan-spiritualnya adalah perlambang bahwa anak ini telah siap untuk melaksanakan Tujuh Faktor Pencerahan (satta bojjhanga) yakni kesadaran/kemawasan, penyelidikan fenomena, keteguhan, kegembiraan, ketenangan, konsentrasi dan keseimbangan - dan olehnya akan mencapai kebahagiaan Nibbana. Teratai, tentunya, melambangkan Nibbana. Sutta yang sama disebutkan pada kelahiran Sang Buddha
Bro Ryu yang baik,
Saya rasa itu adalah tafsiran terhadap sutta, yang jelas melangkah tujuh kali tertulis di Sutta, mengenai benar tidak nya tentu kita tidak tahu karena kita tidak hadir disana ketika itu terjadi.
Sejauh belum ada argumentasi yang lebih sahih, Sutta tersebut adalah penggambaran yang dianggap paling mewakili.
_/\_
ko Fabian yang baik,
di sutta itu hanyalah menggambarkan tanda2 kelahiran Boddhisatva, bukan menceritakan kelahiran Sidharta Gautama, sama seperti dalam Digha Nikaya 14 yang menceritakan Buddha Vipassi, mungkin apabila disebutkan semua bodhisatva ketika dilahirkan berjalan tujuh langkah termasuk pangeran Sidharta aye tidak tahu, kalau boleh minta apa ada sutta yang menceritakan riwayat pangeran Sidharta yang mengenai itu tolong dong kasih link nya thanks. BTW ini OOT kalau mau lanjut mungkin harus bikin thread baru, eh ada kok threadnya di :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394)
;D
Bro Ryu yang baik,
Setahu saya setiap Bodhisatta pada kelahirannya yang terakhir memang akan selalu terlahir dalam keadaan-keadaan yang selalu demikian, umpamanya disertai 32 keajaiban, usia ibunya singkat dsbnya.
Pada prinsipnya saya tak mau men-judge isi Tipitaka.
Karena saya tak ada disana pada waktu itu. Entah kalau para scholar menganggap mereka tahu kejadian yang sebenarnya.
_/\_
[/spoiler]
mat fabian yang baik :
bukankah justru para scholar/yang membuat cerita gotama ketika lahir langsung berjalan 7 langkah yang diambil kesimpulan dari cerita kelahiran semua bodhisatta harus begitu, sedangkan sumber asli dari tipitaka sendiri tidak ada yang mengatakan ketika gottama lahir langsung berjalan tujuh langkah, saya coba cari cerita ratu maha maya tidak ada, boleh tahu ga link sutta nya :)
Intermezzo Ko Fab & Cek Ryu..
ADA. Memang ada sumber asli Tipitaka yang menyatakan ketika lahir bodhisatta yang masih bayi berjalan tujuh langkah. Ada di Majjhima Nikaya 123: Acchariyabbhuta-dhamma Sutta (http://www.mahindarama.com/e-tipitaka/Majjhima-Nikaya/mn-123.htm) (Sutta tentang mukjizat)
Sebelumnya saya DULU (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394) pernah meragukan juga dari sisi rasionalitas & berpendapat mungkin mukjizat kelahiran bodhisatta hanya penambahan belakangan. Hingga saya menemukan memang ada sutta yang memuat hal tersebut. Setidaknya ini mematahkan keraguan semula saya, meski dari sisi rasionalitas mungkin masih terasa sedikit aneh, tapi malah hal ini memicu saya untuk ehipassiko sendiri. :P
Sedikit telat.. Thanks Bang Kumis yang udah mereply saya 1,5 tahun lalu sehingga saya kemudian mengambil asas praduga tak bersalah atas cerita2 buddhisme yang belum terbukti kebenarannya.
_/\_
intermezo juga lagi :D
di sutta itu hanya menerangkan keluarbiasaan kelahiran bodhisatta, bukan menerangkan cerita kelahiran siddharta, sama seperti dalam sutta digha 14.
Bro Ryu yang baik,
Memang seringkali demikian cara Sang Buddha menggambarkan keadaan Beliau yang lampau ketika masih menjadi Bodhisatta.
Dalam Jataka juga demikian, yang dimaksudkan di Jataka bukan orang lain, tapi Beliau.
Di Achariyabhuta sutta tidak dijelaskan Bodhisatta yang mana, itu bisa berarti Beliau sendiri, atau Beliau dan juga para Bodhisatta yang lain, yang jelas Sutta itu tak mungkin menceritakan hanya Bodhisatta yang lain tapi bukan Beliau.
_/\_
di sutta itu sepertinya pengulangan khotbah Buddha dalam digha 14, yang di katakan lagi oleh ananda.
Jadi kalo pake logika Deva19 :
semua boddhisatta pasti ketika lahir berjalan 7 langkah dan mengatakan Akulah yang tertinggi di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang terbesar di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang termulia di antara semua makhluk di tiga alam, Inilah kelahiran-Ku yang terakhir, Tidak ada kelahiran ulang bagi-Ku
Sidharta seorang boddhisatta
maka sidharta pasti ketika lahir berjalan 7 langkah dan mengatakan Akulah yang tertinggi di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang terbesar di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang termulia di antara semua makhluk di tiga alam, Inilah kelahiran-Ku yang terakhir, Tidak ada kelahiran ulang bagi-Ku
begitu mat Fabian? ;D
Quote from: pannadevi on 09 August 2010, 07:12:52 AM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 07:04:31 AM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 06:36:43 AM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 12:36:16 AM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 12:36:03 PM
[spoiler]Quote from: fabian c on 08 August 2010, 12:23:49 PM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 08:28:42 AM
Quote from: fabian c on 08 August 2010, 08:10:52 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 09:10:15 PM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:34:35 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 11:15:10 AM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:05:24 AM
Quote from: Indra on 06 August 2010, 03:32:09 PM
Bhikkhu Mettanando ini memang kontroversial, saya pernah membaca artikelnya tentang kematian Sang Buddha yang mendobrak pandangan yg selama ini kita anut dari Mahaparinibbana Sutta.
Bro Indra yang baik,
saya setuju bro, bahwa beliau memang kontroversial, saya masih ingat dulu saya pernah berargumen di Samaggi Phala beberapa tahun yang lalu. Mengenai komentarnya terhadap Mahaparinibbana Sutta.
Bhikkhu Mettanando nampaknya mengomentari berdasarkan asumsi pribadi, tanpa didukung fakta referensi yang kredibel. Ada satu hal menarik dari tulisannya, ketika ia mengatakan bahwa kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali adalah karangan belaka dan tak ditemukan di Tipitaka.
Padahal kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali, ada tertulis di Achariyabhuta Sutta, Majjhima Nikaya.
Pendapat-pendapat yang tak berdasar seperti itu tidak sepantasnya keluar dari seorang intelektual, apalagi beliau seorang Bhikkhu.
_/\_
kelahiran pangeran itu memang ada di tipitaka tapi katanya itu hanyalah simbolik, kata Ven. S. Dhammika
Bro Ryu yang baik,
Bila kita mau kritis kita juga bisa pertanyakan bhante Dhammika, darimana Bhante Dhammika tahu itu hanya simbolik...? Apa kredibilitas beliau...?
Jadi saya hanya menerima pendapat bhante Dhammika hanya sebatas pendapat juga, itu boleh-boleh saja.
Bukan berarti pendapat beliau benar.
_/\_
ko fabian yang baik, itu ada di catatan kaki dalam MN III.123 Acchariyabbhutadhamma Sutta, cerita ini tumbuh, demi menekankan makna spiritual kelahiran Sang Pangeran. Tujuh langkah dan pernyataan keberadaan-spiritualnya adalah perlambang bahwa anak ini telah siap untuk melaksanakan Tujuh Faktor Pencerahan (satta bojjhanga) yakni kesadaran/kemawasan, penyelidikan fenomena, keteguhan, kegembiraan, ketenangan, konsentrasi dan keseimbangan - dan olehnya akan mencapai kebahagiaan Nibbana. Teratai, tentunya, melambangkan Nibbana. Sutta yang sama disebutkan pada kelahiran Sang Buddha
Bro Ryu yang baik,
Saya rasa itu adalah tafsiran terhadap sutta, yang jelas melangkah tujuh kali tertulis di Sutta, mengenai benar tidak nya tentu kita tidak tahu karena kita tidak hadir disana ketika itu terjadi.
Sejauh belum ada argumentasi yang lebih sahih, Sutta tersebut adalah penggambaran yang dianggap paling mewakili.
_/\_
ko Fabian yang baik,
di sutta itu hanyalah menggambarkan tanda2 kelahiran Boddhisatva, bukan menceritakan kelahiran Sidharta Gautama, sama seperti dalam Digha Nikaya 14 yang menceritakan Buddha Vipassi, mungkin apabila disebutkan semua bodhisatva ketika dilahirkan berjalan tujuh langkah termasuk pangeran Sidharta aye tidak tahu, kalau boleh minta apa ada sutta yang menceritakan riwayat pangeran Sidharta yang mengenai itu tolong dong kasih link nya thanks. BTW ini OOT kalau mau lanjut mungkin harus bikin thread baru, eh ada kok threadnya di :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394)
;D
Bro Ryu yang baik,
Setahu saya setiap Bodhisatta pada kelahirannya yang terakhir memang akan selalu terlahir dalam keadaan-keadaan yang selalu demikian, umpamanya disertai 32 keajaiban, usia ibunya singkat dsbnya.
Pada prinsipnya saya tak mau men-judge isi Tipitaka.
Karena saya tak ada disana pada waktu itu. Entah kalau para scholar menganggap mereka tahu kejadian yang sebenarnya.
_/\_
[/spoiler]
mat fabian yang baik :
bukankah justru para scholar/yang membuat cerita gotama ketika lahir langsung berjalan 7 langkah yang diambil kesimpulan dari cerita kelahiran semua bodhisatta harus begitu, sedangkan sumber asli dari tipitaka sendiri tidak ada yang mengatakan ketika gottama lahir langsung berjalan tujuh langkah, saya coba cari cerita ratu maha maya tidak ada, boleh tahu ga link sutta nya :)
Intermezzo Ko Fab & Cek Ryu..
ADA. Memang ada sumber asli Tipitaka yang menyatakan ketika lahir bodhisatta yang masih bayi berjalan tujuh langkah. Ada di Majjhima Nikaya 123: Acchariyabbhuta-dhamma Sutta (http://www.mahindarama.com/e-tipitaka/Majjhima-Nikaya/mn-123.htm) (Sutta tentang mukjizat)
Sebelumnya saya DULU (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394) pernah meragukan juga dari sisi rasionalitas & berpendapat mungkin mukjizat kelahiran bodhisatta hanya penambahan belakangan. Hingga saya menemukan memang ada sutta yang memuat hal tersebut. Setidaknya ini mematahkan keraguan semula saya, meski dari sisi rasionalitas mungkin masih terasa sedikit aneh, tapi malah hal ini memicu saya untuk ehipassiko sendiri. :P
Sedikit telat.. Thanks Bang Kumis yang udah mereply saya 1,5 tahun lalu sehingga saya kemudian mengambil asas praduga tak bersalah atas cerita2 buddhisme yang belum terbukti kebenarannya.
_/\_
intermezo juga lagi :D
di sutta itu hanya menerangkan keluarbiasaan kelahiran bodhisatta, bukan menerangkan cerita kelahiran siddharta, sama seperti dalam sutta digha 14.
Bro Ryu yang baik,
Memang seringkali demikian cara Sang Buddha menggambarkan keadaan Beliau yang lampau ketika masih menjadi Bodhisatta.
Dalam Jataka juga demikian, yang dimaksudkan di Jataka bukan orang lain, tapi Beliau.
Di Achariyabhuta sutta tidak dijelaskan Bodhisatta yang mana, itu bisa berarti Beliau sendiri, atau Beliau dan juga para Bodhisatta yang lain, yang jelas Sutta itu tak mungkin menceritakan hanya Bodhisatta yang lain tapi bukan Beliau.
_/\_
bro Fabian yg baik,
pls tolong dijelaskan yg bertanda bold, kok sy kurang mengerti maksudnya...kayaknya anda juga sama dengan saya, kurang mempercayai kisah kelahiran beliau....tapi saya sekarang udah percaya, karena kalau ditangani dewa sudah pasti BEDA, tidak bisa sama dg kelahiran normal....
mettacittena,
Samaneri yang saya hormati,
Maksudnya Sutta ini menceritakan Beliau ketika masih menjadi Bodhisatta, atau Beliau dan juga Bodhisatta-Bodhisatta yang lain, sesuai dengan
Dhammata (dalam versi Dhammacitta diterjemahkan: sesuai dengan peraturan) maksudnya adalah susuai dengan hukum alam. Peristiwa semacam itu selalu terjadi mengiringi kisah kelahiran terakhir setiap Bodhisatta yang akan menjadi Buddha.
Sebagai contoh, ketiga Buddha terdahulu sebelum Sang Buddha Gotama, selalu mencapai Penerangan Sempurna tepat di tempat yang sama, hanya pohonnya yang berbeda. Ini sesuai dengan Dhammata, karena dijelaskan di Jataka, hanya tempat itu di bumi yang mampu menahan pencapaian seorang Buddha.
Mettacittena,
fabian
Quote from: ryu on 09 August 2010, 07:20:35 AM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 07:04:31 AM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 06:36:43 AM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 12:36:16 AM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 12:36:03 PM
[spoiler]Quote from: fabian c on 08 August 2010, 12:23:49 PM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 08:28:42 AM
Quote from: fabian c on 08 August 2010, 08:10:52 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 09:10:15 PM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:34:35 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 11:15:10 AM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:05:24 AM
Quote from: Indra on 06 August 2010, 03:32:09 PM
Bhikkhu Mettanando ini memang kontroversial, saya pernah membaca artikelnya tentang kematian Sang Buddha yang mendobrak pandangan yg selama ini kita anut dari Mahaparinibbana Sutta.
Bro Indra yang baik,
saya setuju bro, bahwa beliau memang kontroversial, saya masih ingat dulu saya pernah berargumen di Samaggi Phala beberapa tahun yang lalu. Mengenai komentarnya terhadap Mahaparinibbana Sutta.
Bhikkhu Mettanando nampaknya mengomentari berdasarkan asumsi pribadi, tanpa didukung fakta referensi yang kredibel. Ada satu hal menarik dari tulisannya, ketika ia mengatakan bahwa kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali adalah karangan belaka dan tak ditemukan di Tipitaka.
Padahal kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali, ada tertulis di Achariyabhuta Sutta, Majjhima Nikaya.
Pendapat-pendapat yang tak berdasar seperti itu tidak sepantasnya keluar dari seorang intelektual, apalagi beliau seorang Bhikkhu.
_/\_
kelahiran pangeran itu memang ada di tipitaka tapi katanya itu hanyalah simbolik, kata Ven. S. Dhammika
Bro Ryu yang baik,
Bila kita mau kritis kita juga bisa pertanyakan bhante Dhammika, darimana Bhante Dhammika tahu itu hanya simbolik...? Apa kredibilitas beliau...?
Jadi saya hanya menerima pendapat bhante Dhammika hanya sebatas pendapat juga, itu boleh-boleh saja.
Bukan berarti pendapat beliau benar.
_/\_
ko fabian yang baik, itu ada di catatan kaki dalam MN III.123 Acchariyabbhutadhamma Sutta, cerita ini tumbuh, demi menekankan makna spiritual kelahiran Sang Pangeran. Tujuh langkah dan pernyataan keberadaan-spiritualnya adalah perlambang bahwa anak ini telah siap untuk melaksanakan Tujuh Faktor Pencerahan (satta bojjhanga) yakni kesadaran/kemawasan, penyelidikan fenomena, keteguhan, kegembiraan, ketenangan, konsentrasi dan keseimbangan - dan olehnya akan mencapai kebahagiaan Nibbana. Teratai, tentunya, melambangkan Nibbana. Sutta yang sama disebutkan pada kelahiran Sang Buddha
Bro Ryu yang baik,
Saya rasa itu adalah tafsiran terhadap sutta, yang jelas melangkah tujuh kali tertulis di Sutta, mengenai benar tidak nya tentu kita tidak tahu karena kita tidak hadir disana ketika itu terjadi.
Sejauh belum ada argumentasi yang lebih sahih, Sutta tersebut adalah penggambaran yang dianggap paling mewakili.
_/\_
ko Fabian yang baik,
di sutta itu hanyalah menggambarkan tanda2 kelahiran Boddhisatva, bukan menceritakan kelahiran Sidharta Gautama, sama seperti dalam Digha Nikaya 14 yang menceritakan Buddha Vipassi, mungkin apabila disebutkan semua bodhisatva ketika dilahirkan berjalan tujuh langkah termasuk pangeran Sidharta aye tidak tahu, kalau boleh minta apa ada sutta yang menceritakan riwayat pangeran Sidharta yang mengenai itu tolong dong kasih link nya thanks. BTW ini OOT kalau mau lanjut mungkin harus bikin thread baru, eh ada kok threadnya di :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394)
;D
Bro Ryu yang baik,
Setahu saya setiap Bodhisatta pada kelahirannya yang terakhir memang akan selalu terlahir dalam keadaan-keadaan yang selalu demikian, umpamanya disertai 32 keajaiban, usia ibunya singkat dsbnya.
Pada prinsipnya saya tak mau men-judge isi Tipitaka.
Karena saya tak ada disana pada waktu itu. Entah kalau para scholar menganggap mereka tahu kejadian yang sebenarnya.
_/\_
[/spoiler]
mat fabian yang baik :
bukankah justru para scholar/yang membuat cerita gotama ketika lahir langsung berjalan 7 langkah yang diambil kesimpulan dari cerita kelahiran semua bodhisatta harus begitu, sedangkan sumber asli dari tipitaka sendiri tidak ada yang mengatakan ketika gottama lahir langsung berjalan tujuh langkah, saya coba cari cerita ratu maha maya tidak ada, boleh tahu ga link sutta nya :)
Intermezzo Ko Fab & Cek Ryu..
ADA. Memang ada sumber asli Tipitaka yang menyatakan ketika lahir bodhisatta yang masih bayi berjalan tujuh langkah. Ada di Majjhima Nikaya 123: Acchariyabbhuta-dhamma Sutta (http://www.mahindarama.com/e-tipitaka/Majjhima-Nikaya/mn-123.htm) (Sutta tentang mukjizat)
Sebelumnya saya DULU (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394) pernah meragukan juga dari sisi rasionalitas & berpendapat mungkin mukjizat kelahiran bodhisatta hanya penambahan belakangan. Hingga saya menemukan memang ada sutta yang memuat hal tersebut. Setidaknya ini mematahkan keraguan semula saya, meski dari sisi rasionalitas mungkin masih terasa sedikit aneh, tapi malah hal ini memicu saya untuk ehipassiko sendiri. :P
Sedikit telat.. Thanks Bang Kumis yang udah mereply saya 1,5 tahun lalu sehingga saya kemudian mengambil asas praduga tak bersalah atas cerita2 buddhisme yang belum terbukti kebenarannya.
_/\_
intermezo juga lagi :D
di sutta itu hanya menerangkan keluarbiasaan kelahiran bodhisatta, bukan menerangkan cerita kelahiran siddharta, sama seperti dalam sutta digha 14.
Bro Ryu yang baik,
Memang seringkali demikian cara Sang Buddha menggambarkan keadaan Beliau yang lampau ketika masih menjadi Bodhisatta.
Dalam Jataka juga demikian, yang dimaksudkan di Jataka bukan orang lain, tapi Beliau.
Di Achariyabhuta sutta tidak dijelaskan Bodhisatta yang mana, itu bisa berarti Beliau sendiri, atau Beliau dan juga para Bodhisatta yang lain, yang jelas Sutta itu tak mungkin menceritakan hanya Bodhisatta yang lain tapi bukan Beliau.
_/\_
di sutta itu sepertinya pengulangan khotbah Buddha dalam digha 14, yang di katakan lagi oleh ananda.
Jadi kalo pake logika Deva19 :
semua boddhisatta pasti ketika lahir berjalan 7 langkah dan mengatakan Akulah yang tertinggi di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang terbesar di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang termulia di antara semua makhluk di tiga alam, Inilah kelahiran-Ku yang terakhir, Tidak ada kelahiran ulang bagi-Ku
Sidharta seorang boddhisatta
maka sidharta pasti ketika lahir berjalan 7 langkah dan mengatakan Akulah yang tertinggi di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang terbesar di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang termulia di antara semua makhluk di tiga alam, Inilah kelahiran-Ku yang terakhir, Tidak ada kelahiran ulang bagi-Ku
begitu mat Fabian? ;D
Bro Ryu yang baik,
Untuk mengerti isi sebuah Sutta kadang kita memerlukan Sutta yang lain, kadang bahkan memerlukan sebuah penjelasan (atthakata).
Pendapat para scholar yang tidak memiliki pengetahuan menyeluruh, kadang menafsirkan Sutta atau bagian-bagian lain dalam Tipitaka semaunya, dan ini sudah berlangsung berabad-abad. Oleh karena itu sengaja jauh-jauh Achariya Buddhagosa menempuh perjalanan ribuan mil ke Srilangka untuk mengembalikan komentar Tipitaka dari bahasa Sinhala kembali ke bahasa Pali, untuk mencegah kesimpang-siuran penafsiran.
Tapi dengan adanya Tipitaka Atthakata yang menjadi pegangan, masih saja ada orang-orang yang menafsirkan semaunya, bisa dibayangkan bila Achariya Buddhaghosa tidak ke Srilangka untuk mengembalikan Atthakata kembali ke bahasa Pali.
Pada prinsipnya bila saya belum membaca seluruh Tipitaka beserta seluruh Atthakatanya, saya tak akan men-judge Tipitaka semaunya seperti mereka.
_/\_
Quote from: morpheus on 06 August 2010, 12:48:12 PM
setuju dengan bhante mettanando...
maaf saya berlawanan dengan bang Mor
kamsia
Seorang Bodhisatta pada kelahiran terakhirnya bukanlah seorang manusia biasa seperti yang sering kali dikatakan orang-orang, melainkan seorang manusia luar biasa ini terbukti dari 32 ciri-ciri superhuman yang terdapat pada dirinya.
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 07:47:02 AM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 07:20:35 AM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 07:04:31 AM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 06:36:43 AM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 12:36:16 AM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 12:36:03 PM
[spoiler]Quote from: fabian c on 08 August 2010, 12:23:49 PM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 08:28:42 AM
Quote from: fabian c on 08 August 2010, 08:10:52 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 09:10:15 PM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:34:35 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 11:15:10 AM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:05:24 AM
Quote from: Indra on 06 August 2010, 03:32:09 PM
Bhikkhu Mettanando ini memang kontroversial, saya pernah membaca artikelnya tentang kematian Sang Buddha yang mendobrak pandangan yg selama ini kita anut dari Mahaparinibbana Sutta.
Bro Indra yang baik,
saya setuju bro, bahwa beliau memang kontroversial, saya masih ingat dulu saya pernah berargumen di Samaggi Phala beberapa tahun yang lalu. Mengenai komentarnya terhadap Mahaparinibbana Sutta.
Bhikkhu Mettanando nampaknya mengomentari berdasarkan asumsi pribadi, tanpa didukung fakta referensi yang kredibel. Ada satu hal menarik dari tulisannya, ketika ia mengatakan bahwa kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali adalah karangan belaka dan tak ditemukan di Tipitaka.
Padahal kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali, ada tertulis di Achariyabhuta Sutta, Majjhima Nikaya.
Pendapat-pendapat yang tak berdasar seperti itu tidak sepantasnya keluar dari seorang intelektual, apalagi beliau seorang Bhikkhu.
_/\_
kelahiran pangeran itu memang ada di tipitaka tapi katanya itu hanyalah simbolik, kata Ven. S. Dhammika
Bro Ryu yang baik,
Bila kita mau kritis kita juga bisa pertanyakan bhante Dhammika, darimana Bhante Dhammika tahu itu hanya simbolik...? Apa kredibilitas beliau...?
Jadi saya hanya menerima pendapat bhante Dhammika hanya sebatas pendapat juga, itu boleh-boleh saja.
Bukan berarti pendapat beliau benar.
_/\_
ko fabian yang baik, itu ada di catatan kaki dalam MN III.123 Acchariyabbhutadhamma Sutta, cerita ini tumbuh, demi menekankan makna spiritual kelahiran Sang Pangeran. Tujuh langkah dan pernyataan keberadaan-spiritualnya adalah perlambang bahwa anak ini telah siap untuk melaksanakan Tujuh Faktor Pencerahan (satta bojjhanga) yakni kesadaran/kemawasan, penyelidikan fenomena, keteguhan, kegembiraan, ketenangan, konsentrasi dan keseimbangan - dan olehnya akan mencapai kebahagiaan Nibbana. Teratai, tentunya, melambangkan Nibbana. Sutta yang sama disebutkan pada kelahiran Sang Buddha
Bro Ryu yang baik,
Saya rasa itu adalah tafsiran terhadap sutta, yang jelas melangkah tujuh kali tertulis di Sutta, mengenai benar tidak nya tentu kita tidak tahu karena kita tidak hadir disana ketika itu terjadi.
Sejauh belum ada argumentasi yang lebih sahih, Sutta tersebut adalah penggambaran yang dianggap paling mewakili.
_/\_
ko Fabian yang baik,
di sutta itu hanyalah menggambarkan tanda2 kelahiran Boddhisatva, bukan menceritakan kelahiran Sidharta Gautama, sama seperti dalam Digha Nikaya 14 yang menceritakan Buddha Vipassi, mungkin apabila disebutkan semua bodhisatva ketika dilahirkan berjalan tujuh langkah termasuk pangeran Sidharta aye tidak tahu, kalau boleh minta apa ada sutta yang menceritakan riwayat pangeran Sidharta yang mengenai itu tolong dong kasih link nya thanks. BTW ini OOT kalau mau lanjut mungkin harus bikin thread baru, eh ada kok threadnya di :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394)
;D
Bro Ryu yang baik,
Setahu saya setiap Bodhisatta pada kelahirannya yang terakhir memang akan selalu terlahir dalam keadaan-keadaan yang selalu demikian, umpamanya disertai 32 keajaiban, usia ibunya singkat dsbnya.
Pada prinsipnya saya tak mau men-judge isi Tipitaka.
Karena saya tak ada disana pada waktu itu. Entah kalau para scholar menganggap mereka tahu kejadian yang sebenarnya.
_/\_
[/spoiler]
mat fabian yang baik :
bukankah justru para scholar/yang membuat cerita gotama ketika lahir langsung berjalan 7 langkah yang diambil kesimpulan dari cerita kelahiran semua bodhisatta harus begitu, sedangkan sumber asli dari tipitaka sendiri tidak ada yang mengatakan ketika gottama lahir langsung berjalan tujuh langkah, saya coba cari cerita ratu maha maya tidak ada, boleh tahu ga link sutta nya :)
Intermezzo Ko Fab & Cek Ryu..
ADA. Memang ada sumber asli Tipitaka yang menyatakan ketika lahir bodhisatta yang masih bayi berjalan tujuh langkah. Ada di Majjhima Nikaya 123: Acchariyabbhuta-dhamma Sutta (http://www.mahindarama.com/e-tipitaka/Majjhima-Nikaya/mn-123.htm) (Sutta tentang mukjizat)
Sebelumnya saya DULU (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394) pernah meragukan juga dari sisi rasionalitas & berpendapat mungkin mukjizat kelahiran bodhisatta hanya penambahan belakangan. Hingga saya menemukan memang ada sutta yang memuat hal tersebut. Setidaknya ini mematahkan keraguan semula saya, meski dari sisi rasionalitas mungkin masih terasa sedikit aneh, tapi malah hal ini memicu saya untuk ehipassiko sendiri. :P
Sedikit telat.. Thanks Bang Kumis yang udah mereply saya 1,5 tahun lalu sehingga saya kemudian mengambil asas praduga tak bersalah atas cerita2 buddhisme yang belum terbukti kebenarannya.
_/\_
intermezo juga lagi :D
di sutta itu hanya menerangkan keluarbiasaan kelahiran bodhisatta, bukan menerangkan cerita kelahiran siddharta, sama seperti dalam sutta digha 14.
Bro Ryu yang baik,
Memang seringkali demikian cara Sang Buddha menggambarkan keadaan Beliau yang lampau ketika masih menjadi Bodhisatta.
Dalam Jataka juga demikian, yang dimaksudkan di Jataka bukan orang lain, tapi Beliau.
Di Achariyabhuta sutta tidak dijelaskan Bodhisatta yang mana, itu bisa berarti Beliau sendiri, atau Beliau dan juga para Bodhisatta yang lain, yang jelas Sutta itu tak mungkin menceritakan hanya Bodhisatta yang lain tapi bukan Beliau.
_/\_
di sutta itu sepertinya pengulangan khotbah Buddha dalam digha 14, yang di katakan lagi oleh ananda.
Jadi kalo pake logika Deva19 :
semua boddhisatta pasti ketika lahir berjalan 7 langkah dan mengatakan Akulah yang tertinggi di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang terbesar di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang termulia di antara semua makhluk di tiga alam, Inilah kelahiran-Ku yang terakhir, Tidak ada kelahiran ulang bagi-Ku
Sidharta seorang boddhisatta
maka sidharta pasti ketika lahir berjalan 7 langkah dan mengatakan Akulah yang tertinggi di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang terbesar di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang termulia di antara semua makhluk di tiga alam, Inilah kelahiran-Ku yang terakhir, Tidak ada kelahiran ulang bagi-Ku
begitu mat Fabian? ;D
Bro Ryu yang baik,
Untuk mengerti isi sebuah Sutta kadang kita memerlukan Sutta yang lain, kadang bahkan memerlukan sebuah penjelasan (atthakata).
Pendapat para scholar yang tidak memiliki pengetahuan menyeluruh, kadang menafsirkan Sutta atau bagian-bagian lain dalam Tipitaka semaunya, dan ini sudah berlangsung berabad-abad. Oleh karena itu sengaja jauh-jauh Achariya Buddhagosa menempuh perjalanan ribuan mil ke Srilangka untuk mengembalikan komentar Tipitaka dari bahasa Sinhala kembali ke bahasa Pali, untuk mencegah kesimpang-siuran penafsiran.
Tapi dengan adanya Tipitaka Atthakata yang menjadi pegangan, masih saja ada orang-orang yang menafsirkan semaunya, bisa dibayangkan bila Achariya Buddhaghosa tidak ke Srilangka untuk mengembalikan Atthakata kembali ke bahasa Pali.
Pada prinsipnya bila saya belum membaca seluruh Tipitaka beserta seluruh Atthakatanya, saya tak akan men-judge Tipitaka semaunya seperti mereka.
_/\_
mat Fabian yang baik,
kalau yang bikin footnote dalam sutta itu siapa ya?
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 07:32:32 AM
sesuai dengan Dhammata (dalam versi Dhammacitta diterjemahkan: sesuai dengan peraturan) maksudnya adalah susuai dengan hukum alam.
Thanks atas masukannya Ko Saudara mbah Mat Fabian, untuk selanjutnya akan digunakan "sesuai hukum alam"
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:25:27 AM
Seorang Bodhisatta pada kelahiran terakhirnya bukanlah seorang manusia biasa seperti yang sering kali dikatakan orang-orang, melainkan seorang manusia luar biasa ini terbukti dari 32 ciri-ciri superhuman yang terdapat pada dirinya.
kok LSY ga ada ciri2 itu :D
Quote from: ryu on 09 August 2010, 10:00:10 AM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:25:27 AM
Seorang Bodhisatta pada kelahiran terakhirnya bukanlah seorang manusia biasa seperti yang sering kali dikatakan orang-orang, melainkan seorang manusia luar biasa ini terbukti dari 32 ciri-ciri superhuman yang terdapat pada dirinya.
kok LSY ga ada ciri2 itu :D
memancing di air keruh
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:25:27 AM
Seorang Bodhisatta pada kelahiran terakhirnya bukanlah seorang manusia biasa seperti yang sering kali dikatakan orang-orang, melainkan seorang manusia luar biasa ini terbukti dari 32 ciri-ciri superhuman yang terdapat pada dirinya.
mat indra yang baik :
32 ciri :
1. Telapak kaki rata (suppatitthita-pado)
2. Pada telapak terdapat cakra dengan seribu ruji, lingkaran dan pusat dalam bentuk sempurna.
3. Tumit yang bagus (ayatapanhi)
4. Jari-jari panjang (digha-anguli)
5. Tangan dan kaki yang lembut serta halus (mudu taluna)
6. Tangan dan kaki bagaikan jala (jala hattha pado)
7. Pergelangan kaki yang agak tinggi (ussankha pado)
8. Kaki yang bagaikan kaki kijang (enijanghi)
9. Kedua tangan dapat menyentuh atau menggosok kedua lutut tanpa membungkukkan badan.
10. Kemaluan terbungkus selaput (kosohitavatthaguyho)
11. Kulit bagaikan perunggu berwarna emas.
12. Kulit sangat licin, sehingga tidak debu yang dapat melengket pada kulit.
13. Pada setiap pori di kulit ditumbuhi sehelai bulu roma.
14. Rambut yang tumbuh pada pori-pori berwarna biru-hitam.
15. Potongan tubuh yang agung (brahmuju-gatta)
16. Tujuh tonjolan (sattussado), yaitu pada kedua tangan, kedua kaki, kedua bahu dan badan.
17. Dada bagaikan dada singa (sihapubbaddha kayo)
18. Pada kedua bahunya tidak ada lekukan.
19. Tinggi badan sama dengan panjang rentangan kedua tangan, bagaikan pohon (beringin), Nigroda.
20. Dada yang sama lebarnya (samavattakkhandho)
21. Indera perasa sangat peka (rasaggasaggi)
22. Rahang bagaikan rahang singa (siha-banu)
23. Empat puluh buah gigi (cattalisa-danto)
24. Gigi geligi rata (sama-danto)
25. Antara gigi-gigi tak ada celah (avivara-danto)
26. Gigi putih bersih (susukka-danto)
27. Lidah panjang (pahuta-jivha)
28. Suara bagaikan suara-brahma, seperti suara burung Karavika (brahmassaro karavika-bhani).
29. Mata biru (abhinila-netto)
30. Bulu mata lentik, bagaikan bulu mata sapi (gopakhumo)
31. Di antara alis-alis mata tumbuh sehelai rambut halus, putih bagaikan kapas lembut (unna bhamukantare jata odata mudu-tula-sannibha)
32. Kepala bagaikan berserban (unhisa-siso)
itu dilihat peramal ketika boddhisatta lahir, berarti ketika boddhisatta lahir sudah ada gigi, kepalanya bagaikan berserban? , bagaimanakah cara melihat ke 32 ciri itu dari seorang bayi yang baru lahir?
Quote from: ryu on 09 August 2010, 10:35:30 AM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:25:27 AM
Seorang Bodhisatta pada kelahiran terakhirnya bukanlah seorang manusia biasa seperti yang sering kali dikatakan orang-orang, melainkan seorang manusia luar biasa ini terbukti dari 32 ciri-ciri superhuman yang terdapat pada dirinya.
mat indra yang baik :
32 ciri :
1. Telapak kaki rata (suppatitthita-pado)
2. Pada telapak terdapat cakra dengan seribu ruji, lingkaran dan pusat dalam bentuk sempurna.
3. Tumit yang bagus (ayatapanhi)
4. Jari-jari panjang (digha-anguli)
5. Tangan dan kaki yang lembut serta halus (mudu taluna)
6. Tangan dan kaki bagaikan jala (jala hattha pado)
7. Pergelangan kaki yang agak tinggi (ussankha pado)
8. Kaki yang bagaikan kaki kijang (enijanghi)
9. Kedua tangan dapat menyentuh atau menggosok kedua lutut tanpa membungkukkan badan.
10. Kemaluan terbungkus selaput (kosohitavatthaguyho)
11. Kulit bagaikan perunggu berwarna emas.
12. Kulit sangat licin, sehingga tidak debu yang dapat melengket pada kulit.
13. Pada setiap pori di kulit ditumbuhi sehelai bulu roma.
14. Rambut yang tumbuh pada pori-pori berwarna biru-hitam.
15. Potongan tubuh yang agung (brahmuju-gatta)
16. Tujuh tonjolan (sattussado), yaitu pada kedua tangan, kedua kaki, kedua bahu dan badan.
17. Dada bagaikan dada singa (sihapubbaddha kayo)
18. Pada kedua bahunya tidak ada lekukan.
19. Tinggi badan sama dengan panjang rentangan kedua tangan, bagaikan pohon (beringin), Nigroda.
20. Dada yang sama lebarnya (samavattakkhandho)
21. Indera perasa sangat peka (rasaggasaggi)
22. Rahang bagaikan rahang singa (siha-banu)
23. Empat puluh buah gigi (cattalisa-danto)
24. Gigi geligi rata (sama-danto)
25. Antara gigi-gigi tak ada celah (avivara-danto)
26. Gigi putih bersih (susukka-danto)
27. Lidah panjang (pahuta-jivha)
28. Suara bagaikan suara-brahma, seperti suara burung Karavika (brahmassaro karavika-bhani).
29. Mata biru (abhinila-netto)
30. Bulu mata lentik, bagaikan bulu mata sapi (gopakhumo)
31. Di antara alis-alis mata tumbuh sehelai rambut halus, putih bagaikan kapas lembut (unna bhamukantare jata odata mudu-tula-sannibha)
32. Kepala bagaikan berserban (unhisa-siso)
itu dilihat peramal ketika boddhisatta lahir, berarti ketika boddhisatta lahir sudah ada gigi, kepalanya bagaikan berserban? , bagaimanakah cara melihat ke 32 ciri itu dari seorang bayi yang baru lahir?
ini maksudnya siap2 ya... :D
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:51:03 AM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 07:47:02 AM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 07:20:35 AM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 07:04:31 AM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 06:36:43 AM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 12:36:16 AM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 12:36:03 PM
[spoiler]Quote from: fabian c on 08 August 2010, 12:23:49 PM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 08:28:42 AM
Quote from: fabian c on 08 August 2010, 08:10:52 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 09:10:15 PM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:34:35 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 11:15:10 AM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:05:24 AM
Quote from: Indra on 06 August 2010, 03:32:09 PM
Bhikkhu Mettanando ini memang kontroversial, saya pernah membaca artikelnya tentang kematian Sang Buddha yang mendobrak pandangan yg selama ini kita anut dari Mahaparinibbana Sutta.
Bro Indra yang baik,
saya setuju bro, bahwa beliau memang kontroversial, saya masih ingat dulu saya pernah berargumen di Samaggi Phala beberapa tahun yang lalu. Mengenai komentarnya terhadap Mahaparinibbana Sutta.
Bhikkhu Mettanando nampaknya mengomentari berdasarkan asumsi pribadi, tanpa didukung fakta referensi yang kredibel. Ada satu hal menarik dari tulisannya, ketika ia mengatakan bahwa kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali adalah karangan belaka dan tak ditemukan di Tipitaka.
Padahal kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali, ada tertulis di Achariyabhuta Sutta, Majjhima Nikaya.
Pendapat-pendapat yang tak berdasar seperti itu tidak sepantasnya keluar dari seorang intelektual, apalagi beliau seorang Bhikkhu.
_/\_
kelahiran pangeran itu memang ada di tipitaka tapi katanya itu hanyalah simbolik, kata Ven. S. Dhammika
Bro Ryu yang baik,
Bila kita mau kritis kita juga bisa pertanyakan bhante Dhammika, darimana Bhante Dhammika tahu itu hanya simbolik...? Apa kredibilitas beliau...?
Jadi saya hanya menerima pendapat bhante Dhammika hanya sebatas pendapat juga, itu boleh-boleh saja.
Bukan berarti pendapat beliau benar.
_/\_
ko fabian yang baik, itu ada di catatan kaki dalam MN III.123 Acchariyabbhutadhamma Sutta, cerita ini tumbuh, demi menekankan makna spiritual kelahiran Sang Pangeran. Tujuh langkah dan pernyataan keberadaan-spiritualnya adalah perlambang bahwa anak ini telah siap untuk melaksanakan Tujuh Faktor Pencerahan (satta bojjhanga) yakni kesadaran/kemawasan, penyelidikan fenomena, keteguhan, kegembiraan, ketenangan, konsentrasi dan keseimbangan - dan olehnya akan mencapai kebahagiaan Nibbana. Teratai, tentunya, melambangkan Nibbana. Sutta yang sama disebutkan pada kelahiran Sang Buddha
Bro Ryu yang baik,
Saya rasa itu adalah tafsiran terhadap sutta, yang jelas melangkah tujuh kali tertulis di Sutta, mengenai benar tidak nya tentu kita tidak tahu karena kita tidak hadir disana ketika itu terjadi.
Sejauh belum ada argumentasi yang lebih sahih, Sutta tersebut adalah penggambaran yang dianggap paling mewakili.
_/\_
ko Fabian yang baik,
di sutta itu hanyalah menggambarkan tanda2 kelahiran Boddhisatva, bukan menceritakan kelahiran Sidharta Gautama, sama seperti dalam Digha Nikaya 14 yang menceritakan Buddha Vipassi, mungkin apabila disebutkan semua bodhisatva ketika dilahirkan berjalan tujuh langkah termasuk pangeran Sidharta aye tidak tahu, kalau boleh minta apa ada sutta yang menceritakan riwayat pangeran Sidharta yang mengenai itu tolong dong kasih link nya thanks. BTW ini OOT kalau mau lanjut mungkin harus bikin thread baru, eh ada kok threadnya di :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394)
;D
Bro Ryu yang baik,
Setahu saya setiap Bodhisatta pada kelahirannya yang terakhir memang akan selalu terlahir dalam keadaan-keadaan yang selalu demikian, umpamanya disertai 32 keajaiban, usia ibunya singkat dsbnya.
Pada prinsipnya saya tak mau men-judge isi Tipitaka.
Karena saya tak ada disana pada waktu itu. Entah kalau para scholar menganggap mereka tahu kejadian yang sebenarnya.
_/\_
[/spoiler]
mat fabian yang baik :
bukankah justru para scholar/yang membuat cerita gotama ketika lahir langsung berjalan 7 langkah yang diambil kesimpulan dari cerita kelahiran semua bodhisatta harus begitu, sedangkan sumber asli dari tipitaka sendiri tidak ada yang mengatakan ketika gottama lahir langsung berjalan tujuh langkah, saya coba cari cerita ratu maha maya tidak ada, boleh tahu ga link sutta nya :)
Intermezzo Ko Fab & Cek Ryu..
ADA. Memang ada sumber asli Tipitaka yang menyatakan ketika lahir bodhisatta yang masih bayi berjalan tujuh langkah. Ada di Majjhima Nikaya 123: Acchariyabbhuta-dhamma Sutta (http://www.mahindarama.com/e-tipitaka/Majjhima-Nikaya/mn-123.htm) (Sutta tentang mukjizat)
Sebelumnya saya DULU (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394) pernah meragukan juga dari sisi rasionalitas & berpendapat mungkin mukjizat kelahiran bodhisatta hanya penambahan belakangan. Hingga saya menemukan memang ada sutta yang memuat hal tersebut. Setidaknya ini mematahkan keraguan semula saya, meski dari sisi rasionalitas mungkin masih terasa sedikit aneh, tapi malah hal ini memicu saya untuk ehipassiko sendiri. :P
Sedikit telat.. Thanks Bang Kumis yang udah mereply saya 1,5 tahun lalu sehingga saya kemudian mengambil asas praduga tak bersalah atas cerita2 buddhisme yang belum terbukti kebenarannya.
_/\_
intermezo juga lagi :D
di sutta itu hanya menerangkan keluarbiasaan kelahiran bodhisatta, bukan menerangkan cerita kelahiran siddharta, sama seperti dalam sutta digha 14.
Bro Ryu yang baik,
Memang seringkali demikian cara Sang Buddha menggambarkan keadaan Beliau yang lampau ketika masih menjadi Bodhisatta.
Dalam Jataka juga demikian, yang dimaksudkan di Jataka bukan orang lain, tapi Beliau.
Di Achariyabhuta sutta tidak dijelaskan Bodhisatta yang mana, itu bisa berarti Beliau sendiri, atau Beliau dan juga para Bodhisatta yang lain, yang jelas Sutta itu tak mungkin menceritakan hanya Bodhisatta yang lain tapi bukan Beliau.
_/\_
di sutta itu sepertinya pengulangan khotbah Buddha dalam digha 14, yang di katakan lagi oleh ananda.
Jadi kalo pake logika Deva19 :
semua boddhisatta pasti ketika lahir berjalan 7 langkah dan mengatakan Akulah yang tertinggi di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang terbesar di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang termulia di antara semua makhluk di tiga alam, Inilah kelahiran-Ku yang terakhir, Tidak ada kelahiran ulang bagi-Ku
Sidharta seorang boddhisatta
maka sidharta pasti ketika lahir berjalan 7 langkah dan mengatakan Akulah yang tertinggi di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang terbesar di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang termulia di antara semua makhluk di tiga alam, Inilah kelahiran-Ku yang terakhir, Tidak ada kelahiran ulang bagi-Ku
begitu mat Fabian? ;D
Bro Ryu yang baik,
Untuk mengerti isi sebuah Sutta kadang kita memerlukan Sutta yang lain, kadang bahkan memerlukan sebuah penjelasan (atthakata).
Pendapat para scholar yang tidak memiliki pengetahuan menyeluruh, kadang menafsirkan Sutta atau bagian-bagian lain dalam Tipitaka semaunya, dan ini sudah berlangsung berabad-abad. Oleh karena itu sengaja jauh-jauh Achariya Buddhagosa menempuh perjalanan ribuan mil ke Srilangka untuk mengembalikan komentar Tipitaka dari bahasa Sinhala kembali ke bahasa Pali, untuk mencegah kesimpang-siuran penafsiran.
Tapi dengan adanya Tipitaka Atthakata yang menjadi pegangan, masih saja ada orang-orang yang menafsirkan semaunya, bisa dibayangkan bila Achariya Buddhaghosa tidak ke Srilangka untuk mengembalikan Atthakata kembali ke bahasa Pali.
Pada prinsipnya bila saya belum membaca seluruh Tipitaka beserta seluruh Atthakatanya, saya tak akan men-judge Tipitaka semaunya seperti mereka.
_/\_
mat Fabian yang baik,
kalau yang bikin footnote dalam sutta itu siapa ya?
Bro Ryu baca buku yang mana...? Versi terjemahan siapa? Setahu saya footnote ditambahkan oleh penerjemah ke bahasa Inggris, bukan oleh Achariya Buddhaghosa.
_/\_
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 12:04:42 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:51:03 AM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 07:47:02 AM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 07:20:35 AM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 07:04:31 AM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 06:36:43 AM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 12:36:16 AM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 12:36:03 PM
[spoiler]Quote from: fabian c on 08 August 2010, 12:23:49 PM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 08:28:42 AM
Quote from: fabian c on 08 August 2010, 08:10:52 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 09:10:15 PM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:34:35 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 11:15:10 AM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:05:24 AM
Quote from: Indra on 06 August 2010, 03:32:09 PM
Bhikkhu Mettanando ini memang kontroversial, saya pernah membaca artikelnya tentang kematian Sang Buddha yang mendobrak pandangan yg selama ini kita anut dari Mahaparinibbana Sutta.
Bro Indra yang baik,
saya setuju bro, bahwa beliau memang kontroversial, saya masih ingat dulu saya pernah berargumen di Samaggi Phala beberapa tahun yang lalu. Mengenai komentarnya terhadap Mahaparinibbana Sutta.
Bhikkhu Mettanando nampaknya mengomentari berdasarkan asumsi pribadi, tanpa didukung fakta referensi yang kredibel. Ada satu hal menarik dari tulisannya, ketika ia mengatakan bahwa kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali adalah karangan belaka dan tak ditemukan di Tipitaka.
Padahal kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali, ada tertulis di Achariyabhuta Sutta, Majjhima Nikaya.
Pendapat-pendapat yang tak berdasar seperti itu tidak sepantasnya keluar dari seorang intelektual, apalagi beliau seorang Bhikkhu.
_/\_
kelahiran pangeran itu memang ada di tipitaka tapi katanya itu hanyalah simbolik, kata Ven. S. Dhammika
Bro Ryu yang baik,
Bila kita mau kritis kita juga bisa pertanyakan bhante Dhammika, darimana Bhante Dhammika tahu itu hanya simbolik...? Apa kredibilitas beliau...?
Jadi saya hanya menerima pendapat bhante Dhammika hanya sebatas pendapat juga, itu boleh-boleh saja.
Bukan berarti pendapat beliau benar.
_/\_
ko fabian yang baik, itu ada di catatan kaki dalam MN III.123 Acchariyabbhutadhamma Sutta, cerita ini tumbuh, demi menekankan makna spiritual kelahiran Sang Pangeran. Tujuh langkah dan pernyataan keberadaan-spiritualnya adalah perlambang bahwa anak ini telah siap untuk melaksanakan Tujuh Faktor Pencerahan (satta bojjhanga) yakni kesadaran/kemawasan, penyelidikan fenomena, keteguhan, kegembiraan, ketenangan, konsentrasi dan keseimbangan - dan olehnya akan mencapai kebahagiaan Nibbana. Teratai, tentunya, melambangkan Nibbana. Sutta yang sama disebutkan pada kelahiran Sang Buddha
Bro Ryu yang baik,
Saya rasa itu adalah tafsiran terhadap sutta, yang jelas melangkah tujuh kali tertulis di Sutta, mengenai benar tidak nya tentu kita tidak tahu karena kita tidak hadir disana ketika itu terjadi.
Sejauh belum ada argumentasi yang lebih sahih, Sutta tersebut adalah penggambaran yang dianggap paling mewakili.
_/\_
ko Fabian yang baik,
di sutta itu hanyalah menggambarkan tanda2 kelahiran Boddhisatva, bukan menceritakan kelahiran Sidharta Gautama, sama seperti dalam Digha Nikaya 14 yang menceritakan Buddha Vipassi, mungkin apabila disebutkan semua bodhisatva ketika dilahirkan berjalan tujuh langkah termasuk pangeran Sidharta aye tidak tahu, kalau boleh minta apa ada sutta yang menceritakan riwayat pangeran Sidharta yang mengenai itu tolong dong kasih link nya thanks. BTW ini OOT kalau mau lanjut mungkin harus bikin thread baru, eh ada kok threadnya di :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394)
;D
Bro Ryu yang baik,
Setahu saya setiap Bodhisatta pada kelahirannya yang terakhir memang akan selalu terlahir dalam keadaan-keadaan yang selalu demikian, umpamanya disertai 32 keajaiban, usia ibunya singkat dsbnya.
Pada prinsipnya saya tak mau men-judge isi Tipitaka.
Karena saya tak ada disana pada waktu itu. Entah kalau para scholar menganggap mereka tahu kejadian yang sebenarnya.
_/\_
[/spoiler]
mat fabian yang baik :
bukankah justru para scholar/yang membuat cerita gotama ketika lahir langsung berjalan 7 langkah yang diambil kesimpulan dari cerita kelahiran semua bodhisatta harus begitu, sedangkan sumber asli dari tipitaka sendiri tidak ada yang mengatakan ketika gottama lahir langsung berjalan tujuh langkah, saya coba cari cerita ratu maha maya tidak ada, boleh tahu ga link sutta nya :)
Intermezzo Ko Fab & Cek Ryu..
ADA. Memang ada sumber asli Tipitaka yang menyatakan ketika lahir bodhisatta yang masih bayi berjalan tujuh langkah. Ada di Majjhima Nikaya 123: Acchariyabbhuta-dhamma Sutta (http://www.mahindarama.com/e-tipitaka/Majjhima-Nikaya/mn-123.htm) (Sutta tentang mukjizat)
Sebelumnya saya DULU (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394) pernah meragukan juga dari sisi rasionalitas & berpendapat mungkin mukjizat kelahiran bodhisatta hanya penambahan belakangan. Hingga saya menemukan memang ada sutta yang memuat hal tersebut. Setidaknya ini mematahkan keraguan semula saya, meski dari sisi rasionalitas mungkin masih terasa sedikit aneh, tapi malah hal ini memicu saya untuk ehipassiko sendiri. :P
Sedikit telat.. Thanks Bang Kumis yang udah mereply saya 1,5 tahun lalu sehingga saya kemudian mengambil asas praduga tak bersalah atas cerita2 buddhisme yang belum terbukti kebenarannya.
_/\_
intermezo juga lagi :D
di sutta itu hanya menerangkan keluarbiasaan kelahiran bodhisatta, bukan menerangkan cerita kelahiran siddharta, sama seperti dalam sutta digha 14.
Bro Ryu yang baik,
Memang seringkali demikian cara Sang Buddha menggambarkan keadaan Beliau yang lampau ketika masih menjadi Bodhisatta.
Dalam Jataka juga demikian, yang dimaksudkan di Jataka bukan orang lain, tapi Beliau.
Di Achariyabhuta sutta tidak dijelaskan Bodhisatta yang mana, itu bisa berarti Beliau sendiri, atau Beliau dan juga para Bodhisatta yang lain, yang jelas Sutta itu tak mungkin menceritakan hanya Bodhisatta yang lain tapi bukan Beliau.
_/\_
di sutta itu sepertinya pengulangan khotbah Buddha dalam digha 14, yang di katakan lagi oleh ananda.
Jadi kalo pake logika Deva19 :
semua boddhisatta pasti ketika lahir berjalan 7 langkah dan mengatakan Akulah yang tertinggi di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang terbesar di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang termulia di antara semua makhluk di tiga alam, Inilah kelahiran-Ku yang terakhir, Tidak ada kelahiran ulang bagi-Ku
Sidharta seorang boddhisatta
maka sidharta pasti ketika lahir berjalan 7 langkah dan mengatakan Akulah yang tertinggi di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang terbesar di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang termulia di antara semua makhluk di tiga alam, Inilah kelahiran-Ku yang terakhir, Tidak ada kelahiran ulang bagi-Ku
begitu mat Fabian? ;D
Bro Ryu yang baik,
Untuk mengerti isi sebuah Sutta kadang kita memerlukan Sutta yang lain, kadang bahkan memerlukan sebuah penjelasan (atthakata).
Pendapat para scholar yang tidak memiliki pengetahuan menyeluruh, kadang menafsirkan Sutta atau bagian-bagian lain dalam Tipitaka semaunya, dan ini sudah berlangsung berabad-abad. Oleh karena itu sengaja jauh-jauh Achariya Buddhagosa menempuh perjalanan ribuan mil ke Srilangka untuk mengembalikan komentar Tipitaka dari bahasa Sinhala kembali ke bahasa Pali, untuk mencegah kesimpang-siuran penafsiran.
Tapi dengan adanya Tipitaka Atthakata yang menjadi pegangan, masih saja ada orang-orang yang menafsirkan semaunya, bisa dibayangkan bila Achariya Buddhaghosa tidak ke Srilangka untuk mengembalikan Atthakata kembali ke bahasa Pali.
Pada prinsipnya bila saya belum membaca seluruh Tipitaka beserta seluruh Atthakatanya, saya tak akan men-judge Tipitaka semaunya seperti mereka.
_/\_
mat Fabian yang baik,
kalau yang bikin footnote dalam sutta itu siapa ya?
Bro Ryu baca buku yang mana...? Versi terjemahan siapa? Setahu saya footnote ditambahkan oleh penerjemah ke bahasa Inggris, bukan oleh Achariya Buddhaghosa.
_/\_
yang bhikkhu Bodhi ;D
Quote from: ryu on 09 August 2010, 12:16:27 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 12:04:42 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:51:03 AM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 07:47:02 AM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 07:20:35 AM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 07:04:31 AM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 06:36:43 AM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 12:36:16 AM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 12:36:03 PM
[spoiler]Quote from: fabian c on 08 August 2010, 12:23:49 PM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 08:28:42 AM
Quote from: fabian c on 08 August 2010, 08:10:52 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 09:10:15 PM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:34:35 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 11:15:10 AM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:05:24 AM
Quote from: Indra on 06 August 2010, 03:32:09 PM
Bhikkhu Mettanando ini memang kontroversial, saya pernah membaca artikelnya tentang kematian Sang Buddha yang mendobrak pandangan yg selama ini kita anut dari Mahaparinibbana Sutta.
Bro Indra yang baik,
saya setuju bro, bahwa beliau memang kontroversial, saya masih ingat dulu saya pernah berargumen di Samaggi Phala beberapa tahun yang lalu. Mengenai komentarnya terhadap Mahaparinibbana Sutta.
Bhikkhu Mettanando nampaknya mengomentari berdasarkan asumsi pribadi, tanpa didukung fakta referensi yang kredibel. Ada satu hal menarik dari tulisannya, ketika ia mengatakan bahwa kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali adalah karangan belaka dan tak ditemukan di Tipitaka.
Padahal kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali, ada tertulis di Achariyabhuta Sutta, Majjhima Nikaya.
Pendapat-pendapat yang tak berdasar seperti itu tidak sepantasnya keluar dari seorang intelektual, apalagi beliau seorang Bhikkhu.
_/\_
kelahiran pangeran itu memang ada di tipitaka tapi katanya itu hanyalah simbolik, kata Ven. S. Dhammika
Bro Ryu yang baik,
Bila kita mau kritis kita juga bisa pertanyakan bhante Dhammika, darimana Bhante Dhammika tahu itu hanya simbolik...? Apa kredibilitas beliau...?
Jadi saya hanya menerima pendapat bhante Dhammika hanya sebatas pendapat juga, itu boleh-boleh saja.
Bukan berarti pendapat beliau benar.
_/\_
ko fabian yang baik, itu ada di catatan kaki dalam MN III.123 Acchariyabbhutadhamma Sutta, cerita ini tumbuh, demi menekankan makna spiritual kelahiran Sang Pangeran. Tujuh langkah dan pernyataan keberadaan-spiritualnya adalah perlambang bahwa anak ini telah siap untuk melaksanakan Tujuh Faktor Pencerahan (satta bojjhanga) yakni kesadaran/kemawasan, penyelidikan fenomena, keteguhan, kegembiraan, ketenangan, konsentrasi dan keseimbangan - dan olehnya akan mencapai kebahagiaan Nibbana. Teratai, tentunya, melambangkan Nibbana. Sutta yang sama disebutkan pada kelahiran Sang Buddha
Bro Ryu yang baik,
Saya rasa itu adalah tafsiran terhadap sutta, yang jelas melangkah tujuh kali tertulis di Sutta, mengenai benar tidak nya tentu kita tidak tahu karena kita tidak hadir disana ketika itu terjadi.
Sejauh belum ada argumentasi yang lebih sahih, Sutta tersebut adalah penggambaran yang dianggap paling mewakili.
_/\_
ko Fabian yang baik,
di sutta itu hanyalah menggambarkan tanda2 kelahiran Boddhisatva, bukan menceritakan kelahiran Sidharta Gautama, sama seperti dalam Digha Nikaya 14 yang menceritakan Buddha Vipassi, mungkin apabila disebutkan semua bodhisatva ketika dilahirkan berjalan tujuh langkah termasuk pangeran Sidharta aye tidak tahu, kalau boleh minta apa ada sutta yang menceritakan riwayat pangeran Sidharta yang mengenai itu tolong dong kasih link nya thanks. BTW ini OOT kalau mau lanjut mungkin harus bikin thread baru, eh ada kok threadnya di :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394)
;D
Bro Ryu yang baik,
Setahu saya setiap Bodhisatta pada kelahirannya yang terakhir memang akan selalu terlahir dalam keadaan-keadaan yang selalu demikian, umpamanya disertai 32 keajaiban, usia ibunya singkat dsbnya.
Pada prinsipnya saya tak mau men-judge isi Tipitaka.
Karena saya tak ada disana pada waktu itu. Entah kalau para scholar menganggap mereka tahu kejadian yang sebenarnya.
_/\_
[/spoiler]
mat fabian yang baik :
bukankah justru para scholar/yang membuat cerita gotama ketika lahir langsung berjalan 7 langkah yang diambil kesimpulan dari cerita kelahiran semua bodhisatta harus begitu, sedangkan sumber asli dari tipitaka sendiri tidak ada yang mengatakan ketika gottama lahir langsung berjalan tujuh langkah, saya coba cari cerita ratu maha maya tidak ada, boleh tahu ga link sutta nya :)
Intermezzo Ko Fab & Cek Ryu..
ADA. Memang ada sumber asli Tipitaka yang menyatakan ketika lahir bodhisatta yang masih bayi berjalan tujuh langkah. Ada di Majjhima Nikaya 123: Acchariyabbhuta-dhamma Sutta (http://www.mahindarama.com/e-tipitaka/Majjhima-Nikaya/mn-123.htm) (Sutta tentang mukjizat)
Sebelumnya saya DULU (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394) pernah meragukan juga dari sisi rasionalitas & berpendapat mungkin mukjizat kelahiran bodhisatta hanya penambahan belakangan. Hingga saya menemukan memang ada sutta yang memuat hal tersebut. Setidaknya ini mematahkan keraguan semula saya, meski dari sisi rasionalitas mungkin masih terasa sedikit aneh, tapi malah hal ini memicu saya untuk ehipassiko sendiri. :P
Sedikit telat.. Thanks Bang Kumis yang udah mereply saya 1,5 tahun lalu sehingga saya kemudian mengambil asas praduga tak bersalah atas cerita2 buddhisme yang belum terbukti kebenarannya.
_/\_
intermezo juga lagi :D
di sutta itu hanya menerangkan keluarbiasaan kelahiran bodhisatta, bukan menerangkan cerita kelahiran siddharta, sama seperti dalam sutta digha 14.
Bro Ryu yang baik,
Memang seringkali demikian cara Sang Buddha menggambarkan keadaan Beliau yang lampau ketika masih menjadi Bodhisatta.
Dalam Jataka juga demikian, yang dimaksudkan di Jataka bukan orang lain, tapi Beliau.
Di Achariyabhuta sutta tidak dijelaskan Bodhisatta yang mana, itu bisa berarti Beliau sendiri, atau Beliau dan juga para Bodhisatta yang lain, yang jelas Sutta itu tak mungkin menceritakan hanya Bodhisatta yang lain tapi bukan Beliau.
_/\_
di sutta itu sepertinya pengulangan khotbah Buddha dalam digha 14, yang di katakan lagi oleh ananda.
Jadi kalo pake logika Deva19 :
semua boddhisatta pasti ketika lahir berjalan 7 langkah dan mengatakan Akulah yang tertinggi di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang terbesar di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang termulia di antara semua makhluk di tiga alam, Inilah kelahiran-Ku yang terakhir, Tidak ada kelahiran ulang bagi-Ku
Sidharta seorang boddhisatta
maka sidharta pasti ketika lahir berjalan 7 langkah dan mengatakan Akulah yang tertinggi di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang terbesar di antara semua makhluk di tiga alam, Akulah yang termulia di antara semua makhluk di tiga alam, Inilah kelahiran-Ku yang terakhir, Tidak ada kelahiran ulang bagi-Ku
begitu mat Fabian? ;D
Bro Ryu yang baik,
Untuk mengerti isi sebuah Sutta kadang kita memerlukan Sutta yang lain, kadang bahkan memerlukan sebuah penjelasan (atthakata).
Pendapat para scholar yang tidak memiliki pengetahuan menyeluruh, kadang menafsirkan Sutta atau bagian-bagian lain dalam Tipitaka semaunya, dan ini sudah berlangsung berabad-abad. Oleh karena itu sengaja jauh-jauh Achariya Buddhagosa menempuh perjalanan ribuan mil ke Srilangka untuk mengembalikan komentar Tipitaka dari bahasa Sinhala kembali ke bahasa Pali, untuk mencegah kesimpang-siuran penafsiran.
Tapi dengan adanya Tipitaka Atthakata yang menjadi pegangan, masih saja ada orang-orang yang menafsirkan semaunya, bisa dibayangkan bila Achariya Buddhaghosa tidak ke Srilangka untuk mengembalikan Atthakata kembali ke bahasa Pali.
Pada prinsipnya bila saya belum membaca seluruh Tipitaka beserta seluruh Atthakatanya, saya tak akan men-judge Tipitaka semaunya seperti mereka.
_/\_
mat Fabian yang baik,
kalau yang bikin footnote dalam sutta itu siapa ya?
Bro Ryu baca buku yang mana...? Versi terjemahan siapa? Setahu saya footnote ditambahkan oleh penerjemah ke bahasa Inggris, bukan oleh Achariya Buddhaghosa.
_/\_
yang bhikkhu Bodhi ;D
Kalau tidak salah footnotenya berbeda dengan versi PTS. Saya juga ada yang bahasa Inggris versi Myanmar juga tak ada footnote yang mengatakan itu cuma simbol.
_/\_
kalau ada yang punya versi pali dari footnote tolong dong diterjemaahkan supaya lebih pasti.
untuk patokan sutta :
MAJJHIMA NIKâYA III
3. 3. Acchariyabbhutadhammasuttaü
(123) The Discourse On Wonderful Things
I heard thus. At one time the Blessed One lived in the monastery offered by Anàthapiïóika in Jeta's grove in Sàvatthi. Then a lot of bhikkhus after the mid-day meal, were assembled and seated in the attendance hall and this conversation arose among them
ßFriends, it is wonderful and surprising how the Thus Gone One knows the Enlightened Ones of yore. How they came to final extinction, cut the diffusedness of the world, cut short their journey and cameto the end of the journey and end of all unpleasàntness. Saying, those Blessed Ones were of such birth, name, clan, virtues, thoughts, wisdom, abidings and such releases,' When this was said venerable ânanda said thus; `Friends, indeed the Thus Gone One has wonderful and surprising things and is endowed with them.û
When this conversation was going on, the Blessed One got up from his seclusion approached the attendance hall, sat on the prepared seat and addressed the bhikkhus. `Bhikkhus, with what talk were you seated here and what other talk did take place?û
ßVenerable sir, after the mid-day meal, we were assembled and seated in the attendance hall and this conversation arose among us. Friends, it is wonderful and surprising how the Thus Gone One knows the Enlightened Ones of yore. How they came to final extinction, cut the diffusedness of the world, cut short their journey and cameto the end of the journey and end of all unpleasàntness. Saying, those Blessed Ones were of such birth, name, clan, virtues, thoughts, wisdom, abidings and such releases. Venerable sir, when this was said venerable ânanda said thus; Friends, indeed the Thus Gone One has wonderful and surprising things and is endowed with them. When this conversation was going on, the Blessed One arrived.
Then the Blessed One addressed venerable ânanda. `If so ânanda, for the great pleasure of many declare the wonderful and surprising things of the Thus Gone One.û
ßVenerable sir I have heard these words from the Blessed One himself and you acknowledged them. "ânanda, the one aspiring enlightenment was born with the gods of happiness, with mindful awareness. " Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One.
`Venerable sir I have heard these words from the Blessed One himself and you acknowledged them. "ânanda, the one aspiring enlightenment abode with the gods of happiness, with mindful awareness. " Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One
ßVenerable sir I have heard these words from the Blessed One himself and you acknowledged them. "ânanda, the one aspiring enlightenment abode with the gods of happiness, until the end of that life span. " Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One
ßVenerable sir I have heard these words from the Blessed One himself and you acknowledged them. "ânanda, the one aspiring enlightenment, disappeared fromthe gods of happiness, and descended into the mother's womb with mindful awareness. " Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One
ßVenerable sir I have heard these words from the Blessed One himself and you acknowledged them. "ânanda, when the one aspiring enlightenment, disappeared fromthe gods of happiness, and descended into the mother's womb, in the world of gods and men, Màras, Brahmàs, recluses and brahmins there arose an immeasurable effulgence transcending the splendour of the gods. Even the dark uncoveredrecesses between the world systems where the resplendent moon and sun do not shine there arose an immeasurable effulgence transcending the splendour of the gods. Beings born there saw each other on account of that effulgence and knew that there were other beings born there. The ten thousandfold world system shivered and trembled on account of that immeasurable effulgence transccending the splendour of the gods" Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One
ßVenerable sir I have heard these words from the Blessed One himself and you acknowledged them. "ânanda, when the one aspiring enlightenment, was born to this world from the mother's womb four gods stood guarding the four directions. They thought may the one aspiring enlightenment or his mother be not hurt by a human, non human or anyone in the world " Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One.
ßVenerable sir I have heard these words from the Blessed One himself and you acknowledged them. "ânanda, when the one aspiring enlightenment, was born into this world from the mother's womb, the mother by nature was virtuous, abstaining from, destroying living things, taking the not given, misbehaving sexually, telling lies and intoxicating drinks" Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One
ßVenerable sir I have heard these words from the Blessed One himself and you acknowledged them. "ânanda, from the day the one aspiring enlightenment, descended to the mother's womb, sensual desires about men did not arise in the mind of his mother. She had risen above attachment to thoughts of any man" Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One `Venerable sir I have heard these words from the Blessed One himself and you acknowledged them. "ânanda, when the one aspiring enlightenment, was born to this world the mother of the one aspiring enlightenment was endowed and provided with the five sense pleasures" Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One .
`Venerable sir I have heard these words from the Blessed One himself and you acknowledged them. "ânanda, when the one aspiring enlightenment, was born to this world the mother of the one aspiring enlightenment was healthy, happy and had no ailments what so ever. She could see the one in her womb complete with all limbs large and small. Like a well completed comely lapis gem with eight facets, with a thread of blue, yellow, red, white or pale running through it. A man who could see would place it in his palm and would reflect. This is the well completed comely lapis gem with eight facets, with a thread of blue, yellow, red, white or pale running through it In the same manner, when the one aspiring enlightenment, was born to this world the mother of the one aspiring enlightenment was healthy, happy and had no ailments what so ever. She could see the one in her womb complete with all limbs large and small. Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One .
`Venerable sir I have heard these words from the Blessed One himself and you acknowledged them. "ânanda, seven days after the birth ofthe one aspiring enlightenment, the mother of the one aspiring enlightenment passed away and was born with the happy gods" Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One .
ßVenerable sir I have heard these words from the Blessed One himself and you acknowledged them. "ânanda, other women give birth bearing the womb for about nine or ten months. That is not so with the one aspiring enlightenment, the mother of the one aspiring enlightenment bore the womb for complete ten months and gaves birth" Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One .
ßVenerable sir I have heard these words from the Blessed One himself and you acknowledged them. "ânanda, other women give birth either seated or lyingThat is not so with the one aspiring enlightenment, the mother of the one aspiring enlightenment gave birth standing" Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One .
ßVenerable sir I have heard these words from the Blessed One himself and you acknowledged them. "ânanda, when the one aspiring enlightenment, was born in this world first the gods accepted him and next humans" Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One .
ßVenerable sir I have heard these words from the Blessed One himself and you acknowledged them. "ânanda, when the one aspiring enlightenment, was born in this world, before he placed a foot on earth, four gods accept him and placing him in front of the mother said, queen be happy, you have given birth to a powerful son. " Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One . `Venerable sir I have heard these words from the Blessed One himself and you acknowledged them. "ânanda, when the one aspiring enlightenment, was born, he was born pure uncontaminated with water in the passage, phlegm, blood or any impurity. As though a gem was placed on a Kashmire cloth. The Kashmire cloth is not soiled by the gem, nor the gem by the Kashmire cloth. This is on account of the purity of both. In the same manner when the one aspiring enlightenment, was born he was born pure uncontaminated with water in the passage, phlegm, blood or any impurity. " Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One .
ßVenerable sir I have heard these words from the Blessed One himself and you acknowledged them. "ânanda, soon after the one aspiring enlightenment was born he stood on his feet, and while the white umbrella was borne over him, went seven steps to the north, looked in all directions and utterred majestic words. I'm the chief in this world, the most accepted and the most senior. This is my last birth, I will not be born again. " Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One
ßVenerable sir I have heard these words from the Blessed One himself and you acknowledged them. "ânanda, when the one aspiring enlightenment, was born in this world, in the world of gods and men, Màras, Brahmàs, recluses and brahmins there arose an immeasurable effulgence transcending the splendour of the gods. Even the dark uncoveredrecesses between the world systems where the resplendent moon and sun do not shine there arose an immeasurable effulgence transcending the splendour of the gods. Beings born there saw each other on account of that effulgence and knew that there were other beings born there. The ten thousandfold world system shivered and trembled on account of that immeasurable effulgence transccending the splendour of the gods" Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One.û
ßThen ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One. ânanda, to the Thus Gone One knowing feelings, arise, persist and fade, knowingperceptions, arise, persist and fade, knowing thoughts, arise, persist and fade. ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One.
ßVenerable sir, that to the Thus Gone One knowing feelings, arise, persist and fade, knowingperceptions, arise, persist and fade, knowing thoughts, arise, persist and fade. Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One.û
Venerable ânanda said thus, and was delighted knowing the Teacher acknowledges my words. Those bhikkhus delighted in the words of the venerable ânanda.
Bro Ryu yang baik,
Kisah ini jelas adalah kisah Sang Buddha sendiri, waktu itu para Bhikkhu sedang berdiskusi mengenai keistimewaan kelahiran pangeran Siddhattha, lalu Sang Buddha sendiri dengan sengaja meminta Bhante Ananda untuk mengumumkan kepada yang hadir mengenai keistimewaan Sang Bhagava.
Then the Blessed One addressed venerable ânanda. `If so ânanda, for the great pleasure of many declare the wonderful and surprising things of the Thus Gone One.û
"Kemudian Sang Bhagava berkata kepada Y.A. Ananda. Jika demikian Ananda, untuk kebahagiaan orang banyak, umumkanlah keistimewaan dan keajaiban Sang Bhagava."
http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/2Majjhima-Nikaya/Majjhima3/123-acchariyabbhutta-e.html
Cuplikan berikut juga menyatakan bahwa yang dimaksud adalah Sang Buddha, perhatikan kata-kata yang dibelakang yang dimaksudkan adalah sang Buddha sendiri.
ßVenerable sir I have heard these words from the Blessed One himself and you acknowledged them. "ânanda, soon after the one aspiring enlightenment was born he stood on his feet, and while the white umbrella was borne over him, went seven steps to the north, looked in all directions and utterred majestic words. I'm the chief in this world, the most accepted and the most senior. This is my last birth, I will not be born again. " Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One
"Bhante saya mendengar kata-kata ini keluar dari Bhante sendiri. Bhante yang menyatakan. "Ananda, segera setelah Bodhisatta lahir, ia berdiri tegak dengan kakinya, dan ketika payung putih dibuka menutupinya, berjalan tujuh langkah ke utara, melihat ke segenap penjuru dan mengucapkan kata-kata agung. Sayalah ...... Inilah kelahiranku yang terakhir kalinya, saya takkan akan terlahir lagi. "Bhante, inilah sesuatu yang saya ingat sebagai hal yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava."
_/\_
123 Acchariyabbhuta suttaü
Evaü me sutaü: ekaü samayaü bhagavà sàvatthiyaü viharati jetavane anàthapiõóikassa àràme. Atha kho sambahulànaü bhikkhånaü pacchàbhattaü piõóapàtapañikkantànaü upaññhànasàlàyaü sannisinnànaü sannipatitànaü ayamantarà kathà udapàdi: acchariyaü àvuso abbhutaü àvuso, tathàgatassa mahiddhikatà mahànubhàvakatà1 yatra hã nàma tathàgato atãte buddhe parinibbute chinnapapa¤ce chinnavañume pariyàdinnavaññe sabbadukkha vãtivatte jànissati: evaüjaccà te bhagavanto ahesuü itipi, evaünàmà te bhagavanto ahesuü itipi, evaü gottà te bhagavanto ahesuü itipi, evaüsãlà te bhagavanto ahesuü itipi, evaüdhammà te bhagavanto ahesuü itipi, evaü pa¤¤à te bhagavanto ahesuü itipi, evaüvihàri te bhagavanto ahesuü itipi, evaüvimuttà te bhagavanto ahesuü itipiti.
Evaü vutte àyasmà ànando te bhikkhå etadavoca: acchariyà ceva àvuso, tathàgatà acchariyadhammasamannàgatà ca abbhutà ceva àvuso, tathàgatà abbhutadhammasamannàgatà càti.
[PTS Page 119] [\q 119/]
Aya¤ca hidaü tesaü bhikkhånaü antarà kathà vippakatà hoti. Atha kho bhagavà sàyanhasamayaü patisallànà vuññhito yenåpaññhànasàlà tenupasaükami. Upasaïkamitvà pa¤¤atte àsane nisãdi. Nissajja kho bhagavà bhikkhu àmantesi:
Kàyanuttha bhikkhave, etarahi kathàya sannisinnà, kà ca pana vo antarà kathà vippakatàti.
Idha bhante, amhàkaü pacchàbhattaü piõóapàtapañikkantànaü upaññhànasàlàyaü sannisinnànaü sannipatitànaü ayamantarà kathà udapàdi: acchariyaü àvuso abbhutaü àvuso, tathàgatassa mahiddhikatà mahànubhàvakatà1 yatra hã nàma tathàgato atãte buddhe parinibbute chinnapapa¤ce chinnavañume pariyàdinnavaññe sabbadukkha vãtivatte jànissati: evaüjaccà te bhagavanto ahesuü itipi, evaünàmà te bhagavantato ahesuü itipi, evaü gottà te bhagavanto ahesuü itipi, evaü sãlà te bhagavanto ahesuü itipi, evaüdhammà te bhagavanto ahesuü itipi, evaü pa¤¤à te bhagavanto ahesuü itipi, evaüvihàri te bhagavanto ahesuü itipi, evaüvimuttà te bhagavanto ahesuü itipãti. Evaü vutte bhante, àyasmà ànando amhe etadavoca: acchariyà ceva àvuso. Tathàgatà acchariyadhammasamannàgatà ca, abbhutà ceva àvuso, tathàgatà abbhutadhammasamannàgatàcàti. Ayaü kho no bhante, antarà kathà vippakatà. Atha bhagavà anuppattoti.
Atha kho bhagavà àyasmantaü ànandaü àmantesi: tasmàtiha taü ànanda, bhiyyosomattàya pañibhantu tathàgatassa acchariyà abbhutadhammàti.
--------------------------
1. Mahànubhàvatà-sãmu,majasaü, [PTS]
[BJT Page 288] [\x 288/]
Sammukhà metaü bhante, bhagavato sutaü, sammukhà pañiggahitaü: sato sampajàno ànanda1, bodhisatto tusitaü kàyaü upapajjãti yampi bhante, sato sampajàno bodhisatto tusitaü kàyaü upapajji. Idamahaü bhante, bhagavato acchariyaü abbhutadhammaü dhàremi.
Sammukhà metaü bhante, bhagavato sutaü, sammukhà pañiggahitaü: sato sampajàno ànanda, bodhisatto tusite kàye aññhàsãti. Yampi bhante sato sampajàno bodhisatto tusite kàye aññhàsi. Idampàhaü bhante, bhagavato acchariyaü abbhutadhammaü dhàremi.
Sammukhà metaü bhante, bhagavato sutaü, sammukhà pañiggahitaü: yàvatàyukaü ànanda, bodhisatto tusite kàye aññhàsãti. Yampi bhante, yàvatàyukaü bodhisatto tusite kàye aññhàsi. Idampàhaü bhante, bhagavato acchariyaü abbhutadhammaü dhàremi.
Sammukhà metaü bhante, bhagavato sutaü. Sammukhà pañiggahitaü: sato sampajàno ànanda, bodhisatto tusità kàyà cavitvà màtukucchiü okkamãti. Yampi [PTS Page 120] [\q 120/] bhante, sato sampajàno bodhisatto tusità kàyà cavitvà màtukucchiü okkami, idampàhaü bhante, bhagavato acchariyaü abbhutadhammaü dhàremi.
Sammukhà metaü bhante, bhagavato sutaü, sammukhà pañiggahitaü: yadà ànanda, bodhisatto tusità kàyà cavitvà màtukucchiü okkami. Atha sadevake loke samàrake sabrahmake
Sassamaõabràhmaõiyà pajàya sadevamanussàya appamàõo uëàro obhàso loke pàtubhavati atikkammeva devànaü devànubhàvaü. Yàpi tà lokantarikà aghà asaüvutà andhakàrà andhakàratimisà, yatthapime candimasuriyà evaümahiddhikà evaümahànubhàvà àbhàya nànubhonti tatthapi appamàõo uëàro obhàso loke pàtubhavati atikkammeva devànaü devànubhàvaü. Yepi tattha sattà upapannà, tepi tenobhàsena a¤¤ama¤¤aü sa¤jànanti: a¤¤epi kira bho santi sattà idhåpapannàti. Aya¤ca dasasahassã lokadhàtu saïkampati sampakampati sampavedhati. Appamàõo ca uëàro obhàso loke pàtubhavati atikkammeva devànaü devànubhàvanti. Yampi bhante, sato sampajàno bodhisatto tusitaü kàyaü upapajjã. Idampàhaü bhante, bhagavato acchariyaü abbhutadhammaü dhàremi.
Sammukhà metaü bhante, bhagavato sutaü, sammukhà pañiggahitaü: yadà ànanda. Bodhisatto màtukucchiü okkanto hoti. Cattàro naü devaputtà2 catuddisaü àrakkhàya upagacchanti: mà naü kho bodhisattaü và bodhisattamàtaraü và manusso và amanusso và koci và viheñhesãti3. Yampi bhante, sato sampajàno bodhisatto tusite kàyaü upapajjã. Idampàhaü bhante, bhagavato acchariyaü abbhutadhammaü dhàremi.
-------------------------
1. Upapajjamàno ànanda- [PTS] 2. Cattàro devaputtà-majasaü,sãmu. 3. Vihesiti-syà
[BJT Page 290] [\x 290/]
Sammukhà metaü bhante, bhagavato sutaü sammukhà pañiggahitaü: yadà ànanda, bodhisatto màtukucchiü okkanto hoti. Pakatiyà sãlavatã bodhisattamàtà hoti. Viratà pàõàtipàtà, viratà adinnàdànà. Viratà kàmesu micchàcàrà, viratà musàvàdà, viratà suràmerayamajjapamàdaññhànàti. Yampi bhante, yàvatàyukaü bodhisatto tusite kàye aññhàsi. Idampàhaü bhante, bhagavato acchariyaü abbhutadhammaü dhàremi.
[PTS Page 121] [\q 121/]
Sammukhà metaü bhante, bhagavato sutaü, sammukhà pañiggahitaü: yadà ànanda, bodhisatto màtukucchiü okkanto hoti. Na bodhisattamàtu purisesu mànasaü upapajjati kàmaguõåpasaühitaü. Anatikkamanãyà ca bodhisattamàtà hoti kenaci purisena rattacittenàti. Yampi bhante, sato sampajàno bodhisatto tusità kàyà cavitvà màtukucchiü okkami, idampàhaü bhante, bhagavato acchariyaü abbhutadhammaü dhàremi.
Sammukhà metaü bhante. Bhagavato sutaü, sammukhà pañiggahitaü: yadà ànanda, bodhisatto màtukucchiü okkanto hoti. Làbhinã bodhisattamàtà hoti pa¤cannaü kàmaguõànaü. Sà pa¤cahi kàmaguõehi samappità samaïgãbhåtà paricàretã'ti. Yampi bhante, sato sampajàno bodhisatto tusità kàyà cavitvà màtukucchiü okkami, idampàhaü bhante, bhagavato acchariyaü abbhåtadhammaü dhàremi.
Sammukhà metaü bhante, bhagavato sutaü, sammukhà pañiggahitaü: yadà ànanda, bodhisatto màtukucchiü okkanto hoti. Na bodhisattamàtu kocideva àbàdho upapajjati. Sukhinã bodhisattamàtà hoti akilantakàyà. Bodhisatta¤ca bodhisattamàtà tirokucchigataü passati sabbaïgapaccaïgaü ahãnindriyaü. Seyyathàpi ànanda, maõi veëuriyo subho jàtimà aññhaüso suparikammakato. Tatràssa suttaü àvutaü nãlaü và pãtaü và lohitaü và odàtaü và paõóusuttaü và. Tamenaü cakkhumà puriso hatthe karitvà paccavekkheyya: ayaü kho maõi veëuriyo subho jàtimà aññhaüso suparikammakato. Tatridaü suttaü àvutaü nãlaü và pãtaü và lohitaü và odàtaü và paõóusuttaü vàti. Evameva kho ànanda, yadà bodhisatto màtukucchiü okkanto hoti. Na
Bodhisattamàtu kocideva àbàdho upapajjati. Sukhãnã bodhisattamàtà hoti
Akilantakàyà. Bodhisatta¤ca bodhisattamàtà tirokucchigataü passati sabbaïgapaccaïgaü ahãnindriyanti. Yampi bhante, sato sampajàno ànanda, bodhisatto tusità
Kàyà cavitvà màtukucchiü okkami, idampàhaü bhante, bhagavato acchariyaü abbhutadhammaü dhàremi.
[PTS Page 122] [\q 122/]
Sammukhà metaü bhante. Bhagavato sutaü, sammukhà pañaggahitaü: sattàhajàte ànanda, bodhisatte bodhisattamàtà kàlaü karoti. Tusitaü kàyaü upapajjatã'ti. Yampi bhante, sato sampajàno ànanda, bodhisatto tusità kàyà cavitvà màtukucchiü okkami, idampàhaü bhante, bhagavato acchariyaü abbhutadhammaü dhàremi.
Sammukhà metaü bhante, bhagavato sutaü, sammukhà pañiggahitaü: yathà kho panànanda a¤¤à itthikà nava và dasa và màse gabbhaü kucchinà pariharitvà vijàyanti. Na hevaü bodhisattaü bodhisattamàtà vijàyati. Daseva màsàni bodhisattaü bodhisattamàtà kucchinà pariharitvà vijàyatã'ti. Yampi bhante, sato sampajàno ànanda, bodhisatto tusità kàyà cavitvà màtukucchiü okkami, idampàhaü bhante, bhagavato acchariyaü abbhutadhammaü dhàremi.
[BJT Page 292] [\x 292/]
Sammukhà metaü bhante, bhagavato sutaü, sammukhà pañiggahitaü: yathà kho panànanda, a¤¤à itthikà nisinnà và nipannà và vijàyanti. Na hevaü bodhisattaü bodhisattamàtà vijàyati. òhitàva kho bodhisattaü bodhisattamàtà vijàyatãti. Yampi bhante, sato sampajàno ànanda, bodhisatto tusità kàyà cavitvà màtukucchiü okkami, idampàhaü bhante, bhagavato acchariyaü abbhutadhammaü dhàremi.
Sammukhà metaü bhante, bhagavato sutaü. Sammukhà pañiggahitaü: yadà ànanda, bodhisatto màtukucchimhà nikkhamati, devà naü pañhamaü pañiggaõhanti, pacchà manussàti. Yampi bhante, sato sampajàno ànanda, bodhisatto tusità kàyà cavitvà màtukucchiü okkami, idampàhaü bhante, bhagavato acchariyaü abbhutadhammaü dhàremi.
Sammukhà metaü bhante, bhagavato sutaü, sammukhà pañiggahitaü: yadà ànanda, bodhisatto màtukucchimhà nikkhamati appattova bodhisatto pañhaviü hoti. Cattàro naü devaputtà pañiggahetvà màtu purato ñhapenti: 'attamanà devi hohi, mahesakkho te putto uppanno'ti. Yampi bhante, sato sampajàno ànanda, bodhisatto tusità kàyà cavitvà màtukucchiü okkami, idampàhaü bhante, bhagavato acchariyaü abbhutadhammaü dhàremi.
Sammukhà metaü bhante, bhagavato sutaü, sammukhà pañiggahitaü: yadà ànanda, bodhisatto màtukucchimhà nikkhamati, visadova nikkhamati amakkhito uddena1 amakkhito semhena, amakkhito ruhirena, amakkhito [PTS Page 123] [\q 123/] kenaci asucinà suddho visado. Seyyathàpi ànanda, maõiratanaü kàsike vatthe nikkhittaü, neva maõiratanaü kàsikaü vatthaü makkheti. Nàpi kàsikaü vatthaü maõiratanaü makkheti. Taü kissa hetu: ubhinnaü suddhattà. Evameva kho ànanda, yadà bodhisatto màtukucchimhà nikkhamati, visadova nikkhamati amakkhito uddena amakkhito semhena amakkhito ruhirena amakkhito kenaci asucãnà suddho visadoti. Yampi bhante, sato sampajàno ànanda, bodhisatto tusità kàyà cavitvà màtukucchiü okkami, idampàhaü bhante, bhagavato acchariyaü abbhutadhammaü dhàremi.
Sammukhà metaü bhante, bhagavato sutaü, sammukhà pañiggahitaü: yadà ànanda, bodhisatto màtukucchimhà nikkhamati. Dve udakassa dhàrà antalikkhà pàtubhavanti ekà sãtassa ekà uõhassa, yena bodhisattassa udakakiccaü karonti2 màtu càti. Yampi bhante, sato sampajàno ànanda, bodhisatto tusità kàyà cavitvà màtukucchiü okkami, idampàhaü bhante, bhagavato acchariyaü abbhutadhammaü dhàremi.
Sammukhà metaü bhante, bhagavato sutaü, sammukhà pañiggahitaü: sampati jàto ànanda, bodhisatto samehi pàdehi pañhaviyaü patiññhahitvà uttaràbhimukho sattapadavãtihàrena gacchati. Setamhi chatte anuhãramàne3 sabbà ca disà viloketi àsabhiü ca vàcaü bhàsati: 'aggohamasmi lokassa, seññhohamasmi lokassa, jeññhohamasmi lokassa, ayamantimàjàti, natthidàni punabbhavo'ti. Yampi bhante, sato sampajàno ànanda, bodhisatto tusità kàyà cavitvà màtukucchiü okkami, idampàhaü bhante, bhagavato acchariyaü abbhutadhammaü dhàremi.
--------------------------
1. Udena-majasaü. 2. Karoti-syà. 3. Anubhãramàne- Anudhàriyamàne-sãmu,majasaü. [PTS]
[BJT Page 294] [\x 294/]
Sammukhà metaü bhante, bhagavato sutaü, sammukhà pañiggahitaü: yadà ànanda, bodhisatto màtukucchimhà nikkhamati. Atha sadevake loke samàrake sabrahmake sassamaõabràhmaõiyà pajàya sadevamanussàya appamàõo uëàro obhàso loke pàtubhavati atikkammeva devànaü devànubhàvaü. Yàpi tà lokantarikà aghà asaüvutà andhakàrà andhakàratimisà, yatthapime candimasuriyà evaü mahiddhikà evaü mahànubhàvà àbhàya nànubhonti. Tatthapi [PTS Page 124] [\q 124/] appamàõo uëàro obhàso loke pàtubhavati atikkammeva devànaü devànubhàvaü, yepi tattha sattà upapannà, tepi tenobhàsena a¤¤ama¤¤aü sa¤jànanti: a¤¤epi kira bho santi sattà idhåpapannàti. Aya¤ca dasasahassã lokadhàtu saïkampati, sampakampati, sampavedhati. Appamàõo ca uëàro obhàso loke pàtubhavati atikkamme va devànaü devànubhàvanti. Yampi bhante, sato sampajàno ànanda, bodhisatto tusità kàyà cavitvà màtukucchiü okkami, idampàhaü bhante, bhagavato acchariyaü abbhutadhammaü dhàremãti.
Tasmàtiha tvaü ànanda, idampi tathàgatassa acchariyaü abbhutadhammaü dhàrehi. Idhànanda, tathàgatassa vidità vedanà uppajjanti. Vidità upaññhahanti. Vidità abbhatthaü gacchanti. Vidità sa¤¤à uppajjanti vidità upaññhahanti. Vidità abbhatthaü gacchanti. Vidità vitakkà uppajjanti. Vidità upaññhahanti. Vidità abbhatthaü gacchanti. Idampi kho tvaü ànanda, tathàgatassa acchariyaü abbhutadhammaü dhàremi.
Yampi bhante, bhagavato vidità vedanà uppajjanti, vidità upaññhahanti, vidità abbhanthaü gacchanti, vidità sa¤¤à uppajjanti, vidità upaññhahanti, vidità abbhatthaü gacchanti. Vidità vitakkà uppajjanti, vidità upaññhahanti, vidità abbhatthaü gacchanti. Idampàhaü bhante bhagavato acchariyaü abbhutadhammaü dhàremãti.
Idamavoca àyasmà ànando, samanu¤¤o satthà ahosi. Attamanà ca te bhikkhu àyasmato ànandassa bhàsitaü abhinandunti.
Acchariyabbhuta suttaü tatiyaü
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 01:28:29 PM
Bro Ryu yang baik,
Kisah ini jelas adalah kisah Sang Buddha sendiri, waktu itu para Bhikkhu sedang berdiskusi mengenai keistimewaan kelahiran pangeran Siddhattha, lalu Sang Buddha sendiri dengan sengaja meminta Bhante Ananda untuk mengumumkan kepada yang hadir mengenai keistimewaan Sang Bhagava.
Then the Blessed One addressed venerable ânanda. `If so ânanda, for the great pleasure of many declare the wonderful and surprising things of the Thus Gone One.û
"Kemudian Sang Bhagava berkata kepada Y.A. Ananda. Jika demikian Ananda, untuk kebahagiaan orang banyak, umumkanlah keistimewaan dan keajaiban Sang Bhagava."
http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/2Majjhima-Nikaya/Majjhima3/123-acchariyabbhutta-e.html
Cuplikan berikut juga menyatakan bahwa yang dimaksud adalah Sang Buddha, perhatikan kata-kata yang dibelakang yang dimaksudkan adalah sang Buddha sendiri.
ßVenerable sir I have heard these words from the Blessed One himself and you acknowledged them. "ânanda, soon after the one aspiring enlightenment was born he stood on his feet, and while the white umbrella was borne over him, went seven steps to the north, looked in all directions and utterred majestic words. I'm the chief in this world, the most accepted and the most senior. This is my last birth, I will not be born again. " Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One
"Bhante saya mendengar kata-kata ini keluar dari Bhante sendiri. Bhante yang menyatakan. "Ananda, segera setelah Bodhisatta lahir, ia berdiri tegak dengan kakinya, dan ketika payung putih dibuka menutupinya, berjalan tujuh langkah ke utara, melihat ke segenap penjuru dan mengucapkan kata-kata agung. Sayalah ...... Inilah kelahiranku yang terakhir kalinya, saya takkan akan terlahir lagi. "Bhante, inilah sesuatu yang saya ingat sebagai hal yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava."
_/\_
bukan dengan sekngaja keknya, ketika mereka ngobrol, Buddha muncul dan menanyakan sedang ngegosipin apa gitu lho ;D , mungkinkah yang di dengar ananda adalah hal2 mengenai yang di digha 14, mengenai kelahiran bodhisatta.
Quote from: ryu on 09 August 2010, 01:39:22 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 01:28:29 PM
Bro Ryu yang baik,
Kisah ini jelas adalah kisah Sang Buddha sendiri, waktu itu para Bhikkhu sedang berdiskusi mengenai keistimewaan kelahiran pangeran Siddhattha, lalu Sang Buddha sendiri dengan sengaja meminta Bhante Ananda untuk mengumumkan kepada yang hadir mengenai keistimewaan Sang Bhagava.
Then the Blessed One addressed venerable ânanda. `If so ânanda, for the great pleasure of many declare the wonderful and surprising things of the Thus Gone One.û
"Kemudian Sang Bhagava berkata kepada Y.A. Ananda. Jika demikian Ananda, untuk kebahagiaan orang banyak, umumkanlah keistimewaan dan keajaiban Sang Bhagava."
http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/2Majjhima-Nikaya/Majjhima3/123-acchariyabbhutta-e.html
Cuplikan berikut juga menyatakan bahwa yang dimaksud adalah Sang Buddha, perhatikan kata-kata yang dibelakang yang dimaksudkan adalah sang Buddha sendiri.
ßVenerable sir I have heard these words from the Blessed One himself and you acknowledged them. "ânanda, soon after the one aspiring enlightenment was born he stood on his feet, and while the white umbrella was borne over him, went seven steps to the north, looked in all directions and utterred majestic words. I'm the chief in this world, the most accepted and the most senior. This is my last birth, I will not be born again. " Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One
"Bhante saya mendengar kata-kata ini keluar dari Bhante sendiri. Bhante yang menyatakan. "Ananda, segera setelah Bodhisatta lahir, ia berdiri tegak dengan kakinya, dan ketika payung putih dibuka menutupinya, berjalan tujuh langkah ke utara, melihat ke segenap penjuru dan mengucapkan kata-kata agung. Sayalah ...... Inilah kelahiranku yang terakhir kalinya, saya takkan akan terlahir lagi. "Bhante, inilah sesuatu yang saya ingat sebagai hal yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava."
_/\_
bukan dengan sekngaja keknya, ketika mereka ngobrol, Buddha muncul dan menanyakan sedang ngegosipin apa gitu lho ;D , mungkinkah yang di dengar ananda adalah hal2 mengenai yang di digha 14, mengenai kelahiran bodhisatta.
Saya kira tidak bro, Memang Sang Buddha kadang-kadang berkhotbah beberapa kali mengenai hal yang sama, mungkin karena pendengarnya berbeda, saya rasa pendengar pada DN 14 berbeda dengan MN 123.
_/\_
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 01:47:48 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 01:39:22 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 01:28:29 PM
Bro Ryu yang baik,
Kisah ini jelas adalah kisah Sang Buddha sendiri, waktu itu para Bhikkhu sedang berdiskusi mengenai keistimewaan kelahiran pangeran Siddhattha, lalu Sang Buddha sendiri dengan sengaja meminta Bhante Ananda untuk mengumumkan kepada yang hadir mengenai keistimewaan Sang Bhagava.
Then the Blessed One addressed venerable ânanda. `If so ânanda, for the great pleasure of many declare the wonderful and surprising things of the Thus Gone One.û
"Kemudian Sang Bhagava berkata kepada Y.A. Ananda. Jika demikian Ananda, untuk kebahagiaan orang banyak, umumkanlah keistimewaan dan keajaiban Sang Bhagava."
http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/2Majjhima-Nikaya/Majjhima3/123-acchariyabbhutta-e.html
Cuplikan berikut juga menyatakan bahwa yang dimaksud adalah Sang Buddha, perhatikan kata-kata yang dibelakang yang dimaksudkan adalah sang Buddha sendiri.
ßVenerable sir I have heard these words from the Blessed One himself and you acknowledged them. "ânanda, soon after the one aspiring enlightenment was born he stood on his feet, and while the white umbrella was borne over him, went seven steps to the north, looked in all directions and utterred majestic words. I'm the chief in this world, the most accepted and the most senior. This is my last birth, I will not be born again. " Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One
"Bhante saya mendengar kata-kata ini keluar dari Bhante sendiri. Bhante yang menyatakan. "Ananda, segera setelah Bodhisatta lahir, ia berdiri tegak dengan kakinya, dan ketika payung putih dibuka menutupinya, berjalan tujuh langkah ke utara, melihat ke segenap penjuru dan mengucapkan kata-kata agung. Sayalah ...... Inilah kelahiranku yang terakhir kalinya, saya takkan akan terlahir lagi. "Bhante, inilah sesuatu yang saya ingat sebagai hal yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava."
_/\_
bukan dengan sekngaja keknya, ketika mereka ngobrol, Buddha muncul dan menanyakan sedang ngegosipin apa gitu lho ;D , mungkinkah yang di dengar ananda adalah hal2 mengenai yang di digha 14, mengenai kelahiran bodhisatta.
Saya kira tidak bro, Memang Sang Buddha kadang-kadang berkhotbah beberapa kali mengenai hal yang sama, mungkin karena pendengarnya berbeda, saya rasa pendengar pada DN 14 berbeda dengan MN 123.
_/\_
di MN yang bicara itu Ananda. di DN 14 itu Buddha.
oh ya footnote itu seperti ini :
MA explains each aspect of this event as a foretoken of his feet (pada) firmly on the ground was a foretoken of his attaining the four based for spiritual power (iddhipada); his facing the north, of his going above and beyond the multitude; his seven steps, of his acquiring the seven enlightment factors; the white parasol, of his acquiring the parasol of deliverance;his surveying the quarters, of his acquiring the unobstructed knowledge of omniscience; his uttering the worlds of the Leader of the Herd, of his setting in motion the irreversible Wheel of the Dhamma; his statement "This is my last Birth," of his passing away into the Nibbana element with no residue remaining (of the factor of existence).
Quote from: ryu on 09 August 2010, 01:54:10 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 01:47:48 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 01:39:22 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 01:28:29 PM
Bro Ryu yang baik,
Kisah ini jelas adalah kisah Sang Buddha sendiri, waktu itu para Bhikkhu sedang berdiskusi mengenai keistimewaan kelahiran pangeran Siddhattha, lalu Sang Buddha sendiri dengan sengaja meminta Bhante Ananda untuk mengumumkan kepada yang hadir mengenai keistimewaan Sang Bhagava.
Then the Blessed One addressed venerable ânanda. `If so ânanda, for the great pleasure of many declare the wonderful and surprising things of the Thus Gone One.û
"Kemudian Sang Bhagava berkata kepada Y.A. Ananda. Jika demikian Ananda, untuk kebahagiaan orang banyak, umumkanlah keistimewaan dan keajaiban Sang Bhagava."
http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/2Majjhima-Nikaya/Majjhima3/123-acchariyabbhutta-e.html
Cuplikan berikut juga menyatakan bahwa yang dimaksud adalah Sang Buddha, perhatikan kata-kata yang dibelakang yang dimaksudkan adalah sang Buddha sendiri.
ßVenerable sir I have heard these words from the Blessed One himself and you acknowledged them. "ânanda, soon after the one aspiring enlightenment was born he stood on his feet, and while the white umbrella was borne over him, went seven steps to the north, looked in all directions and utterred majestic words. I'm the chief in this world, the most accepted and the most senior. This is my last birth, I will not be born again. " Venerable sir, this I bear as something wonderful and surprising of the Blessed One
"Bhante saya mendengar kata-kata ini keluar dari Bhante sendiri. Bhante yang menyatakan. "Ananda, segera setelah Bodhisatta lahir, ia berdiri tegak dengan kakinya, dan ketika payung putih dibuka menutupinya, berjalan tujuh langkah ke utara, melihat ke segenap penjuru dan mengucapkan kata-kata agung. Sayalah ...... Inilah kelahiranku yang terakhir kalinya, saya takkan akan terlahir lagi. "Bhante, inilah sesuatu yang saya ingat sebagai hal yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava."
_/\_
bukan dengan sekngaja keknya, ketika mereka ngobrol, Buddha muncul dan menanyakan sedang ngegosipin apa gitu lho ;D , mungkinkah yang di dengar ananda adalah hal2 mengenai yang di digha 14, mengenai kelahiran bodhisatta.
Saya kira tidak bro, Memang Sang Buddha kadang-kadang berkhotbah beberapa kali mengenai hal yang sama, mungkin karena pendengarnya berbeda, saya rasa pendengar pada DN 14 berbeda dengan MN 123.
_/\_
di MN yang bicara itu Ananda. di DN 14 itu Buddha.
oh ya footnote itu seperti ini :
MA explains each aspect of this event as a foretoken of his feet (pada) firmly on the ground was a foretoken of his attaining the four based for spiritual power (iddhipada); his facing the north, of his going above and beyond the multitude; his seven steps, of his acquiring the seven enlightment factors; the white parasol, of his acquiring the parasol of deliverance;his surveying the quarters, of his acquiring the unobstructed knowledge of omniscience; his uttering the worlds of the Leader of the Herd, of his setting in motion the irreversible Wheel of the Dhamma; his statement "This is my last Birth," of his passing away into the Nibbana element with no residue remaining (of the factor of existence).
Di MN 123 yang menyuruh berbicara juga Sang Buddha.
`If so ânanda, for the great pleasure of many, declare the wonderful and surprising things of the Thus Gone One.
ßThen ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One. ânanda, to the Thus Gone One knowing feelings, arise, persist and fade, knowingperceptions, arise, persist and fade, knowing thoughts, arise, persist and fade. ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One.
artinya apa ya? tolong dong terjemaahin ;D
Quote from: ryu on 09 August 2010, 02:01:39 PM
ßThen ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One. ânanda, to the Thus Gone One knowing feelings, arise, persist and fade, knowingperceptions, arise, persist and fade, knowing thoughts, arise, persist and fade. ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One.
artinya apa ya? tolong dong terjemaahin ;D
Bro Ryu yang baik, terjemahannya:
Lalu Ananda, ini diingat juga sebagai sesuatu yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava. Ananda, Sang Bhagava mengetahui perasaan timbul, berkembang dan lenyap kembali, mengetahui persepsi timbul, berkembang dan lenyap kembali, mengetahui pikiran timbul, berkembang dan lenyap kembali. Ananda ini juga diingat sebagai sesuatu yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava.
catatan: surprising secara harfiah berarti mengejutkan.
_/\_
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 03:26:32 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 02:01:39 PM
ßThen ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One. ânanda, to the Thus Gone One knowing feelings, arise, persist and fade, knowingperceptions, arise, persist and fade, knowing thoughts, arise, persist and fade. ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One.
artinya apa ya? tolong dong terjemaahin ;D
Bro Ryu yang baik, terjemahannya:
Lalu Ananda, ini diingat juga sebagai sesuatu yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava. Ananda, Sang Bhagava mengetahui perasaan timbul, berkembang dan lenyap kembali, mengetahui persepsi timbul, berkembang dan lenyap kembali, mengetahui pikiran timbul, berkembang dan lenyap kembali. Ananda ini juga diingat sebagai sesuatu yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava.
catatan: surprising secara harfiah berarti mengejutkan.
_/\_
footnotenya ini :
This statement seems to be the Buddha's way of calling attention to the quality he regarded as the true wonder and marvel
Quote from: ryu on 09 August 2010, 03:36:00 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 03:26:32 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 02:01:39 PM
ßThen ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One. ânanda, to the Thus Gone One knowing feelings, arise, persist and fade, knowingperceptions, arise, persist and fade, knowing thoughts, arise, persist and fade. ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One.
artinya apa ya? tolong dong terjemaahin ;D
Bro Ryu yang baik, terjemahannya:
Lalu Ananda, ini diingat juga sebagai sesuatu yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava. Ananda, Sang Bhagava mengetahui perasaan timbul, berkembang dan lenyap kembali, mengetahui persepsi timbul, berkembang dan lenyap kembali, mengetahui pikiran timbul, berkembang dan lenyap kembali. Ananda ini juga diingat sebagai sesuatu yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava.
catatan: surprising secara harfiah berarti mengejutkan.
_/\_
footnotenya ini :
This statement seems to be the Buddha's way of calling attention to the quality he regarded as the true wonder and marvel
Footnote ini berdasarkan persepsi penerjemah bro, kalau saya melihat dalam cara yang berbeda yaitu, kita tidak tahu situasinya, keadaan batin dari yang hadir, tujuan Sang Buddha, dsbnya, jadi saya tak mau memberi komentar.
_/\_
Quote from: ryu on 09 August 2010, 10:35:30 AM
itu dilihat peramal ketika boddhisatta lahir, berarti ketika boddhisatta lahir sudah ada gigi, kepalanya bagaikan berserban? , bagaimanakah cara melihat ke 32 ciri itu dari seorang bayi yang baru lahir?
sepertinya bisa dilihat dari anatomi rahang/gusi. mungkin ya, soalnya saya salah satu yg tidak diundang waktu itu
Quote from: Indra on 09 August 2010, 03:47:54 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 10:35:30 AM
itu dilihat peramal ketika boddhisatta lahir, berarti ketika boddhisatta lahir sudah ada gigi, kepalanya bagaikan berserban? , bagaimanakah cara melihat ke 32 ciri itu dari seorang bayi yang baru lahir?
sepertinya bisa dilihat dari anatomi rahang/gusi. mungkin ya, soalnya saya salah satu yg tidak diundang waktu itu
kok pertapa Asita tidak bilang begitu ;D
Quote from: ryu on 09 August 2010, 03:58:49 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 03:47:54 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 10:35:30 AM
itu dilihat peramal ketika boddhisatta lahir, berarti ketika boddhisatta lahir sudah ada gigi, kepalanya bagaikan berserban? , bagaimanakah cara melihat ke 32 ciri itu dari seorang bayi yang baru lahir?
sepertinya bisa dilihat dari anatomi rahang/gusi. mungkin ya, soalnya saya salah satu yg tidak diundang waktu itu
kok pertapa Asita tidak bilang begitu ;D
emang dia bilang apa?
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 03:43:59 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 03:36:00 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 03:26:32 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 02:01:39 PM
ßThen ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One. ânanda, to the Thus Gone One knowing feelings, arise, persist and fade, knowingperceptions, arise, persist and fade, knowing thoughts, arise, persist and fade. ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One.
artinya apa ya? tolong dong terjemaahin ;D
Bro Ryu yang baik, terjemahannya:
Lalu Ananda, ini diingat juga sebagai sesuatu yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava. Ananda, Sang Bhagava mengetahui perasaan timbul, berkembang dan lenyap kembali, mengetahui persepsi timbul, berkembang dan lenyap kembali, mengetahui pikiran timbul, berkembang dan lenyap kembali. Ananda ini juga diingat sebagai sesuatu yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava.
catatan: surprising secara harfiah berarti mengejutkan.
_/\_
footnotenya ini :
This statement seems to be the Buddha's way of calling attention to the quality he regarded as the true wonder and marvel
Footnote ini berdasarkan persepsi penerjemah bro, kalau saya melihat dalam cara yang berbeda yaitu, kita tidak tahu situasinya, keadaan batin dari yang hadir, tujuan Sang Buddha, dsbnya, jadi saya tak mau memberi komentar.
_/\_
ya saya pun tidak mau berkomentar, tapi kalau melihat sutta itu sepertinya ananda hanya mengatakan kualitas2 bodhisatta yang pernah Buddha khotbahkan pada DN 14, dan itu di berlakukan pada Buddha.
sekarang dalam hal RAPB, atau cerita2 kelahiran Buddha, Ratu maha maya mimpi gajah, kemudian melahirkan di taman lumbini itu ada di sutta mana.
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 07:32:32 AM
Quote from: pannadevi on 09 August 2010, 07:12:52 AM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 07:04:31 AM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 06:36:43 AM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 12:36:16 AM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 12:36:03 PM
[spoiler]Quote from: fabian c on 08 August 2010, 12:23:49 PM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 08:28:42 AM
Quote from: fabian c on 08 August 2010, 08:10:52 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 09:10:15 PM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:34:35 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 11:15:10 AM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:05:24 AM
Bro Indra yang baik,
saya setuju bro, bahwa beliau memang kontroversial, saya masih ingat dulu saya pernah berargumen di Samaggi Phala beberapa tahun yang lalu. Mengenai komentarnya terhadap Mahaparinibbana Sutta.
Bhikkhu Mettanando nampaknya mengomentari berdasarkan asumsi pribadi, tanpa didukung fakta referensi yang kredibel. Ada satu hal menarik dari tulisannya, ketika ia mengatakan bahwa kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali adalah karangan belaka dan tak ditemukan di Tipitaka.
Padahal kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali, ada tertulis di Achariyabhuta Sutta, Majjhima Nikaya.
Pendapat-pendapat yang tak berdasar seperti itu tidak sepantasnya keluar dari seorang intelektual, apalagi beliau seorang Bhikkhu.
_/\_
kelahiran pangeran itu memang ada di tipitaka tapi katanya itu hanyalah simbolik, kata Ven. S. Dhammika
Bro Ryu yang baik,
Bila kita mau kritis kita juga bisa pertanyakan bhante Dhammika, darimana Bhante Dhammika tahu itu hanya simbolik...? Apa kredibilitas beliau...?
Jadi saya hanya menerima pendapat bhante Dhammika hanya sebatas pendapat juga, itu boleh-boleh saja.
Bukan berarti pendapat beliau benar.
_/\_
ko fabian yang baik, itu ada di catatan kaki dalam MN III.123 Acchariyabbhutadhamma Sutta, cerita ini tumbuh, demi menekankan makna spiritual kelahiran Sang Pangeran. Tujuh langkah dan pernyataan keberadaan-spiritualnya adalah perlambang bahwa anak ini telah siap untuk melaksanakan Tujuh Faktor Pencerahan (satta bojjhanga) yakni kesadaran/kemawasan, penyelidikan fenomena, keteguhan, kegembiraan, ketenangan, konsentrasi dan keseimbangan - dan olehnya akan mencapai kebahagiaan Nibbana. Teratai, tentunya, melambangkan Nibbana. Sutta yang sama disebutkan pada kelahiran Sang Buddha
Bro Ryu yang baik,
Saya rasa itu adalah tafsiran terhadap sutta, yang jelas melangkah tujuh kali tertulis di Sutta, mengenai benar tidak nya tentu kita tidak tahu karena kita tidak hadir disana ketika itu terjadi.
Sejauh belum ada argumentasi yang lebih sahih, Sutta tersebut adalah penggambaran yang dianggap paling mewakili.
_/\_
ko Fabian yang baik,
di sutta itu hanyalah menggambarkan tanda2 kelahiran Boddhisatva, bukan menceritakan kelahiran Sidharta Gautama, sama seperti dalam Digha Nikaya 14 yang menceritakan Buddha Vipassi, mungkin apabila disebutkan semua bodhisatva ketika dilahirkan berjalan tujuh langkah termasuk pangeran Sidharta aye tidak tahu, kalau boleh minta apa ada sutta yang menceritakan riwayat pangeran Sidharta yang mengenai itu tolong dong kasih link nya thanks. BTW ini OOT kalau mau lanjut mungkin harus bikin thread baru, eh ada kok threadnya di :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394)
;D
Bro Ryu yang baik,
Setahu saya setiap Bodhisatta pada kelahirannya yang terakhir memang akan selalu terlahir dalam keadaan-keadaan yang selalu demikian, umpamanya disertai 32 keajaiban, usia ibunya singkat dsbnya.
Pada prinsipnya saya tak mau men-judge isi Tipitaka.
Karena saya tak ada disana pada waktu itu. Entah kalau para scholar menganggap mereka tahu kejadian yang sebenarnya.
_/\_
[/spoiler]
mat fabian yang baik :
bukankah justru para scholar/yang membuat cerita gotama ketika lahir langsung berjalan 7 langkah yang diambil kesimpulan dari cerita kelahiran semua bodhisatta harus begitu, sedangkan sumber asli dari tipitaka sendiri tidak ada yang mengatakan ketika gottama lahir langsung berjalan tujuh langkah, saya coba cari cerita ratu maha maya tidak ada, boleh tahu ga link sutta nya :)
Intermezzo Ko Fab & Cek Ryu..
ADA. Memang ada sumber asli Tipitaka yang menyatakan ketika lahir bodhisatta yang masih bayi berjalan tujuh langkah. Ada di Majjhima Nikaya 123: Acchariyabbhuta-dhamma Sutta (http://www.mahindarama.com/e-tipitaka/Majjhima-Nikaya/mn-123.htm) (Sutta tentang mukjizat)
Sebelumnya saya DULU (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394) pernah meragukan juga dari sisi rasionalitas & berpendapat mungkin mukjizat kelahiran bodhisatta hanya penambahan belakangan. Hingga saya menemukan memang ada sutta yang memuat hal tersebut. Setidaknya ini mematahkan keraguan semula saya, meski dari sisi rasionalitas mungkin masih terasa sedikit aneh, tapi malah hal ini memicu saya untuk ehipassiko sendiri. :P
Sedikit telat.. Thanks Bang Kumis yang udah mereply saya 1,5 tahun lalu sehingga saya kemudian mengambil asas praduga tak bersalah atas cerita2 buddhisme yang belum terbukti kebenarannya.
_/\_
intermezo juga lagi :D
di sutta itu hanya menerangkan keluarbiasaan kelahiran bodhisatta, bukan menerangkan cerita kelahiran siddharta, sama seperti dalam sutta digha 14.
Bro Ryu yang baik,
Memang seringkali demikian cara Sang Buddha menggambarkan keadaan Beliau yang lampau ketika masih menjadi Bodhisatta.
Dalam Jataka juga demikian, yang dimaksudkan di Jataka bukan orang lain, tapi Beliau.
Di Achariyabhuta sutta tidak dijelaskan Bodhisatta yang mana, itu bisa berarti Beliau sendiri, atau Beliau dan juga para Bodhisatta yang lain, yang jelas Sutta itu tak mungkin menceritakan hanya Bodhisatta yang lain tapi bukan Beliau.
_/\_
bro Fabian yg baik,
pls tolong dijelaskan yg bertanda bold, kok sy kurang mengerti maksudnya...kayaknya anda juga sama dengan saya, kurang mempercayai kisah kelahiran beliau....tapi saya sekarang udah percaya, karena kalau ditangani dewa sudah pasti BEDA, tidak bisa sama dg kelahiran normal....
mettacittena,
Samaneri yang saya hormati,
Maksudnya Sutta ini menceritakan Beliau ketika masih menjadi Bodhisatta, atau Beliau dan juga Bodhisatta-Bodhisatta yang lain, sesuai dengan Dhammata (dalam versi Dhammacitta diterjemahkan: sesuai dengan peraturan) maksudnya adalah susuai dengan hukum alam. Peristiwa semacam itu selalu terjadi mengiringi kisah kelahiran terakhir setiap Bodhisatta yang akan menjadi Buddha.
Sebagai contoh, ketiga Buddha terdahulu sebelum Sang Buddha Gotama, selalu mencapai Penerangan Sempurna tepat di tempat yang sama, hanya pohonnya yang berbeda. Ini sesuai dengan Dhammata, karena dijelaskan di Jataka, hanya tempat itu di bumi yang mampu menahan pencapaian seorang Buddha.
Mettacittena,
fabian
thanks atas jawaban nya bro Fabian,
sory baru sy tanggapi krn td pagi brkt jam 7 pagi ini baru aja pulang. langsung baca tanggapan ini.
begini bro yg buat sy agak bingung adalah kalimat
"Sutta itu tak mungkin menceritakan hanya Bodhisatta yang lain tapi bukan Beliau" padahal yg sedang kita bahas adalah beliau, Buddha Gotama. Makanya saya nanya lagi krn disitu ada kalimat bro Fabian demikian.
Apakah ada salah ketik? mengingat yg sedang kita bahas adalah beliau. Selanjutnya tanggapan anda menjawab bhw yg dimaksud adalah
"sesuai dengan Dhammata (dalam versi Dhammacitta diterjemahkan: sesuai dengan peraturan) maksudnya adalah susuai dengan hukum alam. Peristiwa semacam itu selalu terjadi mengiringi kisah kelahiran terakhir setiap Bodhisatta yang akan menjadi Buddha". jadi seperti nya blm menjawab yg saya tanyakan, krn disitu bro menulis bukan hanya Bodhisattva yang lain tapi bukan beliau. mohon jangan salah paham ya bro, sy hanya mau meluruskan apa yg saya tanyakan....thanks sblm n sessdnya...
mettacittena,
Quote from: Indra on 09 August 2010, 10:06:56 AM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 10:00:10 AM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:25:27 AM
Seorang Bodhisatta pada kelahiran terakhirnya bukanlah seorang manusia biasa seperti yang sering kali dikatakan orang-orang, melainkan seorang manusia luar biasa ini terbukti dari 32 ciri-ciri superhuman yang terdapat pada dirinya.
kok LSY ga ada ciri2 itu :D
memancing di air keruh
emang ada ikannya?
Quote from: Indra on 09 August 2010, 03:47:54 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 10:35:30 AM
itu dilihat peramal ketika boddhisatta lahir, berarti ketika boddhisatta lahir sudah ada gigi, kepalanya bagaikan berserban? , bagaimanakah cara melihat ke 32 ciri itu dari seorang bayi yang baru lahir?
sepertinya bisa dilihat dari anatomi rahang/gusi. mungkin ya, soalnya saya salah satu yg tidak diundang waktu itu
mengenai 32 tanda sudah ada yang mengkonfirmasi :
Brahmayu Sutta (91)
Brahmayu
Sumber : Majjhima Nikaya 5
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris
Oleh : Dra. Wena Cintiawati, Dra. Lanny Anggawati
Penerbit : Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, 2008
1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika, Yang Terberkahi sedang berkelana di negeri orang-orang Videha bersama sekelompok besar Sangha Para bhikkhu, dengan lima ratus bhikkhu.
2. Pada saat itu, brahmana Brahmayu sedang tinggal di Mithila. Dia sudah tua, berumur, terbebani tahun-tahun kehidupan, lanjut dalam kehidupan, dan tiba pada tahap akhir; dia berumur seratus dua puluh tahun. Dia adalah pakar Tiga Veda, dengan kosakatanya, liturgy, fonologi, dan etimologi, serta sejarahnya sebagai yang kelima; ahli dalam filosofi dan tata bahasa, dia sangat ahli mengenai filosofi alam dan tanda-tanda manusia Besar.850
3. Brahmana Brahmayu mendengar: "Petapa Gotama, putra suku Sakya yang telah meninggalkan keduaniawian dari keluarga suku Sakya, telah berkelana di negeri orang-orang Videha bersama sekelompok besar Sangha para bhikkhu, dengan lima ratus bhikkhu. Laporan yang baik tentang Guru Gotama telah menyebar sedemikain: 'Yang Terberkahi itu telah mantap, sepenuhnya tercerahkan, sempurna dalam pengetahuan sejati dan sempurna dalam perilaku, tinggi, pengenal semua alam, pemimpin yang tiada bandingnya bagi manusia-manusia yang harus dijinakkan, guru para dewa dan manusia, tercerahkan, terberkahi. Beliau menyatakan dunia ini bersama dengan para dewa, Mara, dan Brahmanya, generasi ini bersama para petapa dan Brahmananya, pangeran dan rakyatnya, yang telah Beliau realisasikan sendiri melalui pengetahuan langsung. Beliau mengajarkan Dhamma yang bagus di awal, bagus di tengah, dan bagus di akhir, dengan arti dan penyusunan kata yang benar, dan Beliau mengungkapkan kehidupan suci yang sepenuhnya sempurna dan murni.' Sungguh bagus menemui Arahat-arahat seperti ini."[134]
4. Pada waktu itu brahmana Brahmayu mempunyai siswa seorang brahmana bernama Uttara yang merupakan pakar Tiga veda ... dia sangat ahli mengenai filosofi alam dan tanda-tanda Manusia Besar. Brahmana Brahmayu berkaya kepada siswanya: "Uttara, petapa Gotama, putra suku Sakya yang telah meninggalkan keduniawian dari keluarga suku Sakya, telah berkelana di negeri orang-orang Videha bersama sekelompok besar Sangha para bhikkhu, dengan lima ratus bhikkhu ... Sungguh bagus menemui Arahat-arahat ini. Uttara, pergilah pada petapa Gotama dan cari tahulah apakah laporan yang menyebar tentang Beliau benar-atau tidak, dan apakah Guru Gotama benar-benar manusia seperti itu atau tidak. Dengan cara ini, kita akan mengetahui tentang Guru Gotama melalui engkau."
5. "tetapi bagaimana saya mencari tahu, tuan, apakah laporan yang menyebar tentang Guru Gotama itu benar atau tidak, and apakah Guru Gotama benar-benar manusia seperti itu atau tidak?"
"Uttara, tiga puluh dua tanda Manuia Besar telah diturunkan di dalam hymne-hymne kita, dan Manusia Besar yang memiliki tanda-tanda itu hanya punya dua tujuan yang mungkin, tidak ada yang lain.851 Jika beliau menjalani kehidupan berumah-tangga, beliau menjadi seorang Raja Pemutar Roda, seorang raja bijak yang memerintah dengan Dhamma, penguasa empat penjuru, selalu menang, yang telah menstabilkan negaranya dan memiliki tujuh harta. Dia memiliki tujuh harta ini: harta-roda, harta-gajah, harta-kuda, harta-permata, harta-perempuan, harta-pelayan, serta harta-penasihat sebagai yang ke tujuh.852 Anak-anaknya, yang lebih dari seribu, bersifat berani dan berjiwa pahlawan, dan menundukkan pasukan-pasukan lain; di bumi yang terbatas samudera ini, beliau memerintah tanpa tongkat, tanpa senjata, hanya dengan sarana Dhamma. Tetapi jika meninggalkan kehidupan berumah menjadi tak-berumah, beliau menjadi Yang Mantap. Yang Tercerahkan Sempurna, yang menyingkapkan selubung dunia.853 Tetapi aku, Uttara, adalah pemberi hymne; engkaulah yang menjadi penerimanya."
6. "Ya, tuan," jawabnya. Dia bangkit dari tempat duduknya, dan setelah memberi hormat kepada brahmana Brahmayu, dengan menjaga agar brahmana Brahmayu tetap di sebelah kanannya, dia berangkat menuju negeri orang-orang Videha, di mana Yang Terberkahi sedang berkelana.[135] Setelah menempuh perjalanan, dia sampai kepada Yang Terberkahi dan bertukar salam dengan Beliau. Ketika sopan santun dan percakapan yang bersahabat ini telah selesai, dia duduk di satu sisi dan mencari tiga puluh dua tanda Manusia Besar pada tubuh Yang Terberkahi. Dia melihat, kurang-lebih, tiga puluh dua tanda Manusia Besar di tubuh Yang Terberkahi, kecuali dua, dia ragu-ragu dan tidak yakin tentang dua tanda itu, dan dia tidak dapat menentukan dan memutuskan tentang hal itu: tentang alat kelamin pria yang terselubung lapisan pelindung dan tentang besarnya lidah.
Kemudian muncul pada Yang Terberkahi: "Siswa brahmana Uttara ini melihat, kurang-lebih, tiga puluh dua tanda Manusia besar pada diriku, kecuali dua hal; dia ragu-ragu dan tidak yakin tentang dua tanda itu, dan dia tidak dapat menentukan dan memutuskan tentang hal itu: tentang alat kelamin pria yang terselubung lapisan pelindung dan tentang besarnya lidah."
7. Kemudian Yang Terberkahi menggunakan kekuatan supranormal sedemikian sehingga siswa brahmana Uttara melihat bahwa alt kelamin pria Yang Terberkahi terselubung pelindung.854 Kemudian Yang Terberkahi mengeluarkan lidahnya, dan Beliau berkali-kali menyentuh dua lubang telinga dan dua lubag hidung, dan Beliau menutupi seluruh dahinya dengan lidahnya.
8. Kemudian siswa brahana Utta berpikir: "Petapa Gotama memiliki tiga puluh dua tanda manusia Besar. Bagaimana kalau aku mengikuti petapa Gotama dan mengamati perilakunya?"
Maka dia mengikuti Yang Terberkahi selama tujuh bulan seperti bayangan, tanpa pernah meninggalkan Beliau. Pada akhir masa tujuh bulan di negeri orang-orang Videha itu, siswa brahmana Uttara pulang menuju Mithila di mana brahmana Brahmayu berada. Ketika tiba, dia memberikan hormat dan duduk di satu sisi. Pada saat itu, brahmana Brahmayu bertanya kepadanya: "Nah, Uttara, apakah laporan yang menyebar tentang Guru Gotama [136] itu benar atau tidak? Dan apakah Guru Gotama benar-benar menusia seperti itu atau tidak?"
9. "laporan yang menyebar tentang Guru Gotama itu benar, tuan, dan bukan sebaliknya; dan Guru Gotama benar-benar manusia seperti itu dan bukan sebaliknya. Beliau memiliki tiga puluh dua tanda Manusia Besar.
Guru Gotama meletakkan kaki Beliau ke lantai dalam posisi segi empat – ini adalah tanda Manusia Besar pada Guru Gotama.
Di telapak kaki Beliau ada roda-roda dengan seribu jeruji dan batang dan penghubung yang semuanya lengkap...
Beliau memiliki tumit yang runcing...
Beliau memiliki jari tangan dan jari kaki yang panjang....
Tangan dan kaki Beliau halus dan lembut ...
Beliau memiliki tangan dan kaki yang berjala....
Telapak kaki Beliau melengkung...
Beliau memiliki kaki seperti kaki kijang ...
Ketika Beliau berdiri tanpa membungkuk, dua telapak tangannya menyentuh dan bergesekan dengan lututnya.....
Alat kelamin prianya terselubung lapisan pelindung...
Beliau berwarna keemasan, kulitnya memiliki kilau keemasan ...
Beliau berkulit halus, dan karena halusnya kulitnya, debu dan pasir tidak menempel di tubuhnya...
Bulu tubuhnya tumbuh satu per satu, tiap helai bulu tumbuh satu saja di lubangnya....
Ujung bulu tubuhnya menghadap ke atas; bagian bulu yang menghadap ke atas itu berwarna hitam kebiruan, warna collyriun, yang keriting dan melingkar ke kanan ...
Beliau memiliki tangan-kaki Brahma yang lurus ...
Beliau memiliki tujuh kecembungan ...855
Beliau memiliki dada seekor singa...
Alur di antara dua bahunya terisi masuk ...
Beliau memiliki bentangan seperti pohon banyan;
Rentangan lengannya sama dengan tinggi tubuhnya, dan
Tinggi tubuhnya sama dengan rentangan lengannya...
Leher dan bahu rata ...
Citarasanya sangat kuat ...856
Beliau berahang singa ...[137]
Beliau memiliki empat puluh gigi ....
Giginya rata ...
Giginya tanpa celah ...
Giginya sangat putih ...
Beliau memiliki lidah yang besar...
Beliau memiliki suara yang merdu, seperti kicau burung Karavika ...
Mata biru tua ...
Beliau memiliki bulu mata seperti bulu mata lembu jantan ...
Beliau memiliki rambut yang tumbuh di antara dua alisnya,
Yang berwarna putih dengan kilau kapas yang lembut...
Kepalanya berbentuk seperti turban – Inilah tanda-tanda
Manusia Besar yang ada pada Guru Gotama.857
Guru Gotama memiliki tiga puluh dua tanda Manusia Besar.
10. "Ketika berjalan, Beliau melangkah dengan kaki kanan terlebih dahulu. Beliau tidak melangkahkan kakinya terlalu jauh atau meletakkannya terlalu dekat. Beliau tidak berjalan terlalu cepat atau terlalu lambat. Beliau berjalan tanpa lutut saling bersentuhan. Beliau berjalan tanpa pergelangan kaki saling bersentuhan. Beliau berjalan tanpa pergelangan kaki saling bersentuhan. Beliau berjalan tanpa menaikkan atau menurunkan pahanya, dan pahanya tidak saling bersentuhan atau saling berjauhan. Ketika berjalan, hanya tubuh bagian bawahnya yang bergerak ke depan dan ke belakang, dan Beliau berjalan tidak dengan tenaga tubuh. Ketika menengok untuk melihat, Beliau melakukannya dengan seluruh tubuhnya. Beliau tidak melihat ke atas; Beliau tidak melihat ke bawah. Beliau tidak berjalan dengan melihat sekeliling. Beliau melihat ke depan sepanjang tongkat pembajak; di luar itu Beliau memiliki pengetahuan dan pandangan yang tak-terhalang.
11. "Ketika masuk ke dalam ruangan, Beliau tidak menaikkan atau menurunkan tubuhnya, atau membungkuk ke depan atau ke belakang.[138] Beliau memutar badan tidak terlalu jauh atau terlalu dekat dari tempat duduk. Beliau tidak bersandar pada tempat duduk dengan tangannya. Beliau tidak melempar tubuhnya ke atas tempat duduk.
12. "Ketika duduk di dalam ruangan, Beliau tidak bermain-main dengan tangannya karena gelisah. Beliau tidak bermain-main dengan kakinya karena gelisah. Beliau tidak duduk dengan lutut disilangkan. Beliau tidak duduk dengan pergelangan kaki disilangkan. Beliau tidak duduk dengan tangannya memegang dagu. Ketika duduk di dalam rumah, Beliau tidak takut, Beliau tidak menggigil dan gemetar, Beliau tidak gugup. Karena tidak merasa takut, tidak menggigil atau gemetar atau gugup, rambut Beliau tidak berdiri dan Beliau bertahan di dalam kesendirian.
13 "Ketika menerima air untuk mangkuknya, Beliau tidak menaikkan atau menurunkan mangkuk atau memiringkannya ke depan atau ke belakang. Beliau menerima tidak terlalu sedikit atau terlalu banyak air untuk mangkuknya. Beliau mencuci mangkuk tanpa membuat suara berkecipak. Beliau mencuci mangkuk tanpa memutar-mutarnya. Beliau tidak meletakkan mangkuk itu di lantai ketika mencuci tangan; ketika tangan Beliau telah tercuci, mangkuknya telah tercuci; dan ketika mangkuknya telah tercuci, tangannya telah tercuci. Beliau menuang air untuk mangkuknya tidak terlalu jauh atau terlalu dekat dan Beliau tidak menuang air ke sekeliling.
14 "Ketika menerima nasi, Beliau tidak menaikkan atau menurunkan mangkuk atau memiringkannya ke depan atau kebelakang. Beliau menerima tidak terlalu sedikit atau terlalu banyak nasi. Beliau menambahkan kuah dalam proporsi yang tepat; Beliau tidak melebihi jumlah takaran kuah untuk satu suapan. Beliau memutar satu suap dua atau tiga kali di mulut dan kemudian menelannya, dan tidak ada butir nasi yang masuk ke tubuh tanpa dikunyah dan tidak ada butir nasi yang tertinggal di mulut; kemudian Beliau mengambil satu suap lagi. Beliau makan makanan itu dengan mengalami citarasanya, meskipun tidak mengalami keserakahan terhadap citarasa itu. Makanan yang Beliau makan memiliki delapan factor: bukan untuk kesenangan dan bukan untuk pemabukan, bukan pula untuk keelokan dan daya tarik fisik, melainkan hanya untuk daya tahan dan kelangsungan hidup, untuk mengakhiri ketidak-nyamanan, dan untuk tidak membantu kehidupan suci; [139] Beliau berpikir: 'Dengan demikian aku akan mengakhiri perasaan lama tanpa membangkitkan perasaan baru dan aku akan menjadi sehat dan tak-tercela dan akan hidup dalam kenyamanan.'858
15. "Setelah makan dan menerima air untuk mangkuknya, Beliau tidak menaikkan atau menurunkan mangkuk atau memiringkannya ke depan atau ke belakang. Beliau menerima tidak terlalu sedikit atau terlalu banyak air untuk mangkuknya. Beliau mencuci mangkuk tanpa membuat suara berkecipak. Beliau mencuci mangkuk tanpa memutar-mutarnya. Beliau tidak meletakkan mangkuk itu di lantai ketika mencuci tangan; ketika tangan Beliau telah tercuci, mangkuknya telah tercuci; dan ketika mangkuknya telah tercuci, tangannya telah tercuci. Beliau menuang air untuk mangkuknya tidak terlalu jauh atau terlalu dekat dan Beliau tidak menuang air ke sekeliling.
16. "Setelah makan, Beliau meletakkan mangkuknya di atas lantai tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat; dan Beliau tidak ceribih akan mangkuknya atau terlalu rewel tentang mangkuknya itu.
17. "Setelah makan, Beliau duduk diam selama beberapa saat, tetapi Beliau tidak melewatkan waktu pemberkahan.859 Setelah makan dan memberikan pemberkahan, Beliau tidak mengkritik makanan itu atau mengharapkan makanan yang lain; Beliau memberikan instruksi, mendesak, membangkitkan, dan mendorong para pendengar dengan pembicaraan yang murni tentang Dhamma. Setelah selesai melakukannya, Beliau bangkit dari tempat duduk dan pergi.
18. "Beliau tidak berjalan terlalu cepat atau terlalu lambat, dan Beliau tidak pergi seperti orang yang ingin melarikan diri.
19. "Jubah Beliau dikenakan tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah di tubuh, atau terlalu ketat melekat di tubuh, atau terlalu longgar di tubuh, dan angin juga tidak meniup jubah dari tubuhnya. Debu dan pasir tidak mengotori tubuhnya.
20. "Setelah pergi ke vihara, Beliau duduk di tempat duduk yang telah disiapkan. Setelah duduk, Beliau mencuci kaki, walaupun Beliau tidak sibuk merawat kakinya. Setelah mencuci kaki, Beliau duduk bersila, mengatur tubuhnya supaya tegak, dan membentuk kewaspadaan di depannya. Beliau tidak mengisi pikiran dengan penderitaan-diri, atau dengan penderitaan orang lain, atau dengan penderitaan keduanya; Beliau duduk dengan pikiran yang terarah pada kesejahteraan diri-sendiri, dan kesejahteraan orang lain, serta kesejahteraan keduanya, bahkan pada kesejahteraan seluruh dunia.[140]
21. "Setelah pergi ke vihara, Beliau mengajar Dhamma pada pendengarannya. Beliau tidak menyanjung atau mencela pendengarannya; Beliau memberikan instruksi, mendesak, membangkitkan, dan mendorong para pendengar dengan pembicaraan yang murni tentang Dhamma. Kata-kata yang keluar dari mulut Beliau memiliki delapan kualitas: jelas, dapat dipahami, berirama, dapat didengar, mengiang, merdu, dalam, dan bergema. Tetapi walaupun suaranya dapat dipahami sejauh lingkup pendengarannya, pokok pembicaraan Beliau tidak di luar jangkauan para pendengarannya. Ketika orang-orang telah diberi instruksi, didesak, dibangkitkan, dan didorong oleh Beliau, mereka bangkit dari tempat duduk dan pergi sementara melihat hanya pada Beliau dan tidak peduli pada apa pun lainnya.
22. "Kami telah melihat Guru Gotama berjalan, tuan, kami telah melihat Beliau berdiri, kami telah melihat Beliau masuk ke dalam ruangan, kami telah melihat Beliau di dalam ruangan duduk dalam keheningan setelah makan, kami telah melihat Beliau memberi pemberkahan setelah makan, kami telah melihat Beliau pergi ke vihara dalam keheningan, kami telah melihat BERliau di vihara megajarkan Dhamma pada para pendengar. Belitulah Guru Gotama; begitulah Beliau, dan lebih dari itu."860
23. Ketika hal ini dikatakan, brahmana Brahmayu bangkit dari duduknya, dan setelah mengatur jubah atasnya di satu bahu, dia menyatukan tangannya dalam penghormatan kepada Yang terberkahi dan mengatakan seruan ini tiga kali: "Hormat kepada Yang Terberkahi –yang telah mantap dan tercerahkan sempurna! Hormat kepada Yang Terberkahi –yang telah mantap dan tercerahkan sempurna!Hormat kepada Yang Terberkahi yang telah mantap dan tercerahkan sempurna! Mungkin suatu kali atau kali lain kami dapat bertemu Guru Gotama, mungkin kami dapat bercakap-cakap dengan Beliau."
24. Kemudian, dalam perjalanan berkelana, Yang Terberkahi akhirnya tiba di Mithila. Di sana Yang Terberkahi berdiam di Hutan Mangga milik Makhadeva. Para brahmana perumah-tangga di Mithila mendengar: [141] "Petapa Gotama, putra suku Sakya yang telah meninggalkan keduniawian dari keluarga suku Sakya, telah berkelana di negeri orang-orang Videha bersama sekelompok besar Sangha para bhikkhu, dengan lima ratus bhikkhu, dan sekarang Beliau telah datang di Mithila dan sedang berdiam di Hutan Mangga milik Makhadeva. Sebuah laporan yang baik tentang Guru Gotama telah menyebar sedemikian ... (sama seperti § 3 di atas) ... Sungguj bagus bertemu dengan Arahat0Arahat seperti ini."
25. Kemudian para brahmana perumah-tangga di Mithila pergi kepada Yang Terberkahi. Beberapa orang memberi hormat kepada Yang Terberkahi dan duduk di satu sisi; beberapa bertukar salam dengan Beliau, dan setelah ramah tamah dan percakapan yang bersahabat ini selesai, mereka duduk di satu sisi, beberapa menyatukan tangannya dalam penghormatan kepada Beliau dan duduk di satu sisi; beberapa menyebutkan nama dan kelompoknya di hadapan Yang Terberkahi dan duduk di satu sisi; beberapa tetap diam dan duduk di satu sisi.
26. Brahmana Brahmayu mendengar: "Petapa Gotama, putra suku Sakya yang telah meninggalkan keduniawian dari keluarga suku Sakya, telah datang di Mithila dan sedang berdiam di Hutan Mangga miliki Makhadeva di Mithila."
Kemudian brahmana Brahmayu pergi ke Hutan Mangga milik Makhadeva dngan sejumlah siswa brahmana. Ketika sampai di Hutan Mangga, dia berpikir: "Tidak pantas jika aku datang pada petapa Gotama tanpa memberitahu sebelumnya." Maka dia berkata kepada seorang siswa brahmana: "Mari, siswa brahmana, pergilah kepada petapa Gotama dan bertanyalah atas namaku apakah petapa Gotama bebas dari penyakit dan derita, dan sehat, kuat, dan berdiam dalam kenyamanan, dengan brkata: 'Guru Gotama, brahmana Brahmayu bertanya apakah Guru Gotama bebas dari penyakit dan derita ... berdiam dalam kenyamanan," dan katakanlah: 'Brahmana Brahmayu, Guru Gotama, sudah tua, berumur, terbebani tahun-tahun kehidupan, lanjut dalam kehidupan, dan tiba pada tahap akhir; dia berumur seratus dua puluh tahun. Dia adalah pakar Tiga Veda, dengan kosakata, liturgy, fonologi, dan etimologi, dan sejarahnya sebgai yang ke lima; ahli dalam filosofi dan tata bahasa, dia sangat ahli dalam filosofi alam dan tanda-tanda Manusia Besar. Di antara semua brahmana perumah-tangga yang tinggal di Mithila, brahmana Brahmayu dikatakan yang tertinggi dalam kekayaan, pengetahuan akan hymne, dan di usia serta kemasyuran. [142] Dia ingin bertemu Guru Gotama.'"
"Ya, tuan," jawab siswa brahmana itu. Dia pergi pada Yang Terberkahi dan bertukar salam dengan Beliau, dan setelah ramah tamah dan percakapan yang bersahabat ini selesai, dia berdiri di satu sisi dan menyatakan pesan itu. [Yang Terberkahi berkata:]
"Sekaranglah saatnya brahmana Brahmayu melakukan apa yang dia pikir sesuai."
27. Kemudian siswa brahmana itu pergi kepada brahmana Brahmayu dan berkata: "Izin telah diberikan oleh petapa Gotama. Sekaranglah saatnya, tuan untuk melakukan apa yang tuan piker sesuai."
Maka brahmana Brahmayu pergi kepada Yang Terberkahi. Orang-orang yang berkumpul di sana melihat kedatangannya dari jauh, dan mereka segera memberi jalan kepadanya sebagai orang yang ternama dan terkenal. Kemudian brahmana Brahmayu berkata kepada orang-orang yang berkumpul itu: "cukup, tuan-tuan, silakan duduk di tempat duduk masing-masing. Aku akan duduk di sini di samping petapa Gotama."
28. Kemudian dia pergi kepada Yang Terberkahi dan bertukar salam dengan Belia. Setalah ramah tamah dan percakapan yang bersahabat ini selesai, dia duduk di satu sisi dan mencari tiga puluh dua tanda Manusia Besar pada tubuh Yang Terberkahi. [143] Dia melihat, kurang-lebih, tiga puluh dua tanda Manusia Besar di tubuh Yang Terberkahi, kecuali dua hal; dia ragu-ragu dan tidak yakin tentang dua tanda itu, dan dia tidak dapat menentukan dan memutuskan tentang itu: tentang alat kelamin pria yang terselubung lapisan pelindung dan tentang besarnya lidah.
29. Maka brahmana Brahmayu berkata kepada Yang Terberkahi dalam bait-bait ini:
"Tiga puluh tanda yang aku pelajar
Adalah tanda-tanda Manusia besar-
Aku masih belum melihat dua dari tanda ini
Di tubuhmu, Gotama.
Apakah sesuatu yang seharusnya tertutup oleh kain
Tersembunyi dalam lapisan pelindung, manusia terbesar?
Meskipun disebut dengan kata yang bergender feminin,861
Mungkinkah lidahmu lidah seorang laki-laki?
Mungkinkah lidahmu juga besar,
Menurut apa yang telah kami pelajari?
Tolong keluarkanlah sedikit
Dan dengan demikian, O Penglihatan, obatilah keraguan kami
Demi kesejahteraan di dalam hidup sekarang ini
Dan kebahagiaan di dalam kehidupan mendatang.
Dan sekarang kami minta izin untuk bertanya
Sesuatu yang sangat ingin kami ketahui."
30. Kemudian muncul pada Yang Terberkahi: "Brahmana Brahmayu ini melihat, kurang-lebih, tiga puluh dua tanda Manusia besar pada diriku; kecuali dua hal: dia ragu-ragu dan tidak yakin tentang dua tanda itu, dan dia tidak dapat menentukan dan memutuskan tentang hal itu: tentang alat kelamin pria yang terselubung lapisan pelindung dan tentang besarnya lidah."
Kemudian Yang Terberkahi menggunakan kekuatan supranormal sedemikian sehingga brahmana Brahmayu melihat bahwa alat kelamin pria Yang Terberkahi terselubung lapisan pelindung. Kemudian Yang Terberkahi mengeluarkan lidahnya, dan Beliau berkali-laki menyentuh dua lubang telinga dan dua lubang hidung, dan Beliau menutupi seluruh dahinya dengan lidahnya.
31. Kemudian Yang Terberkahi mengucapkan bait-bait ini sebagai jawaban kepada brahmana Brahmayu:
"Tiga puluh dua tanda yang telah kau pelajari
Adalah tanda-tanda Manusia Besar –
Semua dapat ditemukan di tubuhku:
Maka, brahmana, jangan ragu lagi tentang hal itu.
Apa yang harus diketahui telah diketahui secara langsung,
Apa yang harus dikembangkan telah dikembangkan,
Apa yang harus ditinggalkan telah ditinggalkan,
Karena itu, brahmana, aku adalah Buddha.862[144]
Demi kesejahteraan di dalam hidup sekarang ini
Dan kebahagiaan dalam kehidupan-kehidupan mendatang,
Karena izin telah diberikan kepadamu, silahkan bertanya
Apa pun yang sangat ingin kau ketahui."
32. Kemudian brahmana Brahmayu berpikir: "Izin telah diberikan kepadaku oleh petapa Gotama. Yang mana yang harus aku tanya kepada Beliau: kebaikan dalam kehidupan ini atau kebaikan dalam kehidupan-kehidupan mendatang?"Kemudian dia berpikir: "Aku sudah terlatih tentang kebaikan dalam kehidupan ini, dan orang-orang lain juga bertanya kepadaku tentang kebaikan dalam kehidupan ini. Mengapa aku tidak bertanya kepada Beliau hanya tentang kebaikan dalam kehidupan-kehidupan mendatang?" Maka dia berkata kepada Yang Terberkahi dalam bait-bait ini:
"Bagaimana orang-menjadi seorang brahmana?
Dan bagaimana orang memperolah pengetahuan?863
Bagaimana orang memperoleh tiga pengetahuan?
Dan bagaimana orang menjadi pelajar yang suci?
Bagaimana orang menjadi Arahat?
Dan bagaimana orang mencapai kelengkapan?
Bagaimana orang menjadi orang suci yang diam?
Dan bagaimana orang dapat disebut Buddha?864
33. Kemudian Yang Terberkahi mengucapkan bait-bait ini sebagai jawaban:
"Dia yang tahu tentang kehidupan-kehidupan masa lalunya,
Melihat surga dan alam yang menyedihkan,
Dan telah sampai pada hancurnya kelahiran –
Orang suci yang mengetahui dengan pengetahuan langsung,
Dia yang tahu bahwa pikirannya telah dimurnikan,
Yang sepenuhnya bebas dari setiap nafsu,
Dia yang telah meninggalkan kelahiran dan kematian,
Dia yang telah lengkap dalam kehidupan suci,
Dia yang telah mentransendenkan segalanya –
Orang seperti ini disebut Buddha."865
34. Ketika hal ini dikatakan, brahmana Brahmayu bangkit dari tempat duduknya, dan setelah mengatur jubah atasnya pada satu bahu, dia berlutut dengan kepala di kaki Yang Terberkahi, dan dia menciumi dan mengusapi seluruh kaki Yang Terbekahi dengan tangan, sambil menyebutkan namanya: "Aku brahmana Brahmayu, Guru Gotama; aku brahmana Brahmayu, Guru Gotama."
35. Orang-orang yang berkumpul di sana bertanya-tanya dan terheran-heran, dan mereka berkata: "Sungguh bagus, tuan-tuan, sungguh luar biasa, betapa besar kekuatan dan keagungan petapa Gotama, karena brahmana Brahmayu yang terkenal dan ternama menunjukkan kerendahan hati yang sedemikian!"
Kemudian Yang Terberkahi berkata demikian kepada brahmana Brahmayu:[145] "Cukup, brahmana, bangkitlah; duduklah di tempat dudukmu karena pikiranmu telah memiliki keyakinan kepadaku."
Brahmana Brahmayu kemudian bangkit dan duduk di tempat duduknya sendiri.
36. Kemudian Yang Terberkahi memberinya instruksi bertingkat,866 yaitu, pembicaraan tentang berdana, berbicara tentang moralitas, berbicara tentang surga; Beliau menjelaskan bahaya, kemunduran, dan kekotoran dalam kesenangan indera dan berkah pelepasan. Ketika Beliau mengetahui bahwa pikiran Brahman brahmayu telah siap, dapat menerima, bebas dan halangan, gembira, dan yakin, Beliau memaparkan kepadanya ajaran yang khusus dari para Buddha: penderitaan, asal mulanya berhentinya, dan sang jalan. Sama seperti sehelai kain putih yang semua nodanya dihilangkan akan menyerap warna dengan rata, demikian juga sementara brahmana Brahmayu duduk di sana, pandangan Dhamma yang murni dan tanpa-noda muncul padanya: "Semuanya yang muncul akan lenyap." Kemudian brahmana Brahmayu melihat Dhamma, mencapai Dhamma, memahami Dhamma, meresap dalam Dhamma: dia melampaui keraguan, menuntaskan kebingungan, memperolah ketenangan, dan menjadi bebas dari yang lain dalam Ajaran Guru.
37. Kemudian dia berkata kepada Yang Terberkahi: "Luar biasa, Guru Gotama! Luar biasa, Guru Gotama! Guru Gotama telah membuat Dhamma menjadi jelas dengan banyak cara, seakan-akan Beliau menegkakan kembali pa yang tadinya terjungkir-balik, mengungkapkan apa yang tadinya tersembunyi, menunjukkan jalan bagi orang yang tersesat, atau memberikan penerangan di dalam kegelapan bagi mereka yang mempunyai mata sehingga dapat melihat bentuk. Saya pergi kepada Guru Gotama untuk perlindungan dan kepada Dhamma dan kepada Sangha para bhikkhu. Sejak hari ini, biarlah Guru Gotama mengingat saya sebagai pengikut awam yang telah pergi kepada Beliau untuk perlindungan sepanjang hidup. Semoga Yang Terberkahi, sama Sangha [para bhikkhu, bersedia menerima makanan dari saya besok pagi."
Yang Terberkahi menyetujui dengan berdiam diri. Kemudian, mengetahui bahwa Yang Terberkahi telah menyetujui, brahmana Brahmayu bangkit dari tempat duduknya. Setelah memberi hormat kepada Yang Terberkahi, dengan menjaga agar Beliau tetap di sebelah kanannya, brahmana Brahmayu pun pergi.
38. Kemudian, ketika malam telah berakhir, brahmana Brahmayu menyuruh menyiapkan berbagai macam makanan yang lezat di tempat tinggalnya, dan dia menyuruh seseorang memberitahu Yang Terberkahi: "Sekaranglah saatnya, Guru Gotama, makanan sudah siap."[146]
Kemudian, karena hari sudah pagi, Yang Terberkahi berpakaian,membawa mangkuk dan jubah luar Beliau, lalu pergi bersama Sangha para bhikkhu menuju tempat tinggal brahmana Brahmayu dan duduk di tempat yang sudah disiapkan. Dan selama satu minggu, dengan tangannya sendiri, brahmana Brahmayu melayani dan memuaskan Sangha para bhikkhu yang dipimpin Sang Buddha dengan berbagai jenis makanan pilihan.
39. Pada akhir minggu itu, Yang Terberkahi berangkat untuk berkelana di negeri orang-orang Videha. Segera setelah Beliau pergi, brahmana Brahmayu meninggal. Kemudian beberapa orang bhikkhu pergi kepada Yang Terberkahi, dan setelah memberi hormat, mereka duduk di satu sisi dan berkata:
"Bhante, brahmana Brahmayu telah meninggal. Ke mana tempat tujuannya? Bagaimana perjalanan masa depannya?"
"Para bhikkhu, brahmana Brahmayu bijaksana, dia telah masuk ke jalan Dhamma, dan dia tidak menyulitkan aku dalam interpretasi Dhamma. Dengan hancurnya lima penghalang rendah, dia telah lahir kembali secara spontan [di alam Kediaman-kediaman Murni] dan dari sana akan mencapai Nibbana terakhir, tanpa pernah kembali dari dunia itu."
Demikianlah yang dikatakan Yang Terberkahi. Para bhikkhu puas dan bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi.
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:57:31 AM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 07:32:32 AM
sesuai dengan Dhammata (dalam versi Dhammacitta diterjemahkan: sesuai dengan peraturan) maksudnya adalah susuai dengan hukum alam.
Thanks atas masukannya Ko Saudara mbah Mat Fabian, untuk selanjutnya akan digunakan "sesuai hukum alam"
gelar baru ya..... ;D ;D
sebenarnya saya juga pernah baca ini, tapi sama juga, masih merasakan sangsi, seperti dongeng aja, mana mungkin lidah bisa menutup semua wajah, kalau panjang mungkin, tp klo melebar hingga menutup wajah kok saya juga masih sangsi (ini sejujurnya lo), sedang yg satunya sy jelas ga berani nanya....
Quote from: ryu on 09 August 2010, 04:05:37 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 03:43:59 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 03:36:00 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 03:26:32 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 02:01:39 PM
ßThen ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One. ânanda, to the Thus Gone One knowing feelings, arise, persist and fade, knowingperceptions, arise, persist and fade, knowing thoughts, arise, persist and fade. ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One.
artinya apa ya? tolong dong terjemaahin ;D
Bro Ryu yang baik, terjemahannya:
Lalu Ananda, ini diingat juga sebagai sesuatu yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava. Ananda, Sang Bhagava mengetahui perasaan timbul, berkembang dan lenyap kembali, mengetahui persepsi timbul, berkembang dan lenyap kembali, mengetahui pikiran timbul, berkembang dan lenyap kembali. Ananda ini juga diingat sebagai sesuatu yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava.
catatan: surprising secara harfiah berarti mengejutkan.
_/\_
footnotenya ini :
This statement seems to be the Buddha's way of calling attention to the quality he regarded as the true wonder and marvel
Footnote ini berdasarkan persepsi penerjemah bro, kalau saya melihat dalam cara yang berbeda yaitu, kita tidak tahu situasinya, keadaan batin dari yang hadir, tujuan Sang Buddha, dsbnya, jadi saya tak mau memberi komentar.
_/\_
ya saya pun tidak mau berkomentar, tapi kalau melihat sutta itu sepertinya ananda hanya mengatakan kualitas2 bodhisatta yang pernah Buddha khotbahkan pada DN 14, dan itu di berlakukan pada Buddha.
sekarang dalam hal RAPB, atau cerita2 kelahiran Buddha, Ratu maha maya mimpi gajah, kemudian melahirkan di taman lumbini itu ada di sutta mana.
Kalau tidak salah diceritakan di bagian khusus bro, yaitu Buddhavamsa (bagian dari Khudaka Nikaya)
Quote from: pannadevi on 09 August 2010, 04:44:18 PM
sebenarnya saya juga pernah baca ini, tapi sama juga, masih merasakan sangsi, seperti dongeng aja, mana mungkin lidah bisa menutup semua wajah, kalau panjang mungkin, tp klo melebar hingga menutup wajah kok saya juga masih sangsi (ini sejujurnya lo), sedang yg satunya sy jelas ga berani nanya....
Memang harus diragukan Neri.. Karena di atas dikatakan lidahnya menutupi dahi, bukan
semua wajah. Apalagi di cerita tidak dikatakan bisa melebar hingga menutupi wajah. Jelas harus diragukan. ;)
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 08:29:20 PM
Quote from: pannadevi on 09 August 2010, 04:44:18 PM
sebenarnya saya juga pernah baca ini, tapi sama juga, masih merasakan sangsi, seperti dongeng aja, mana mungkin lidah bisa menutup semua wajah, kalau panjang mungkin, tp klo melebar hingga menutup wajah kok saya juga masih sangsi (ini sejujurnya lo), sedang yg satunya sy jelas ga berani nanya....
Memang harus diragukan Neri.. Karena di atas dikatakan lidahnya menutupi dahi, bukan semua wajah. Apalagi di cerita tidak dikatakan bisa melebar hingga menutupi wajah. Jelas harus diragukan. ;)
menutup dahi otomatis dari mulut hidung mata trus ke dahi, hampir semua wajah. apalagi ini bisa ke telinga, weleh2.
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:19:00 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 08:29:20 PM
Quote from: pannadevi on 09 August 2010, 04:44:18 PM
sebenarnya saya juga pernah baca ini, tapi sama juga, masih merasakan sangsi, seperti dongeng aja, mana mungkin lidah bisa menutup semua wajah, kalau panjang mungkin, tp klo melebar hingga menutup wajah kok saya juga masih sangsi (ini sejujurnya lo), sedang yg satunya sy jelas ga berani nanya....
Memang harus diragukan Neri.. Karena di atas dikatakan lidahnya menutupi dahi, bukan semua wajah. Apalagi di cerita tidak dikatakan bisa melebar hingga menutupi wajah. Jelas harus diragukan. ;)
menutup dahi otomatis dari mulut hidung mata trus ke dahi, hampir semua wajah. apalagi ini bisa ke telinga, weleh2.
Mengikuti Logika Deva:
Hampir semua wajah = sebagian wajah
Semua wajah = seluruh wajah
Beda toh? :D
Sebenarnya, entah apakah 32 ciri manusia agung itu benar atau tidak, entah apakah Bodhisatta ketika lahir berjalan tujuh langkah tumbuh sekuntum lotus disetiap pijakan kakinya itu benar atau tidak, Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan. Anomali di atas tidak akan mampu kita buktikan kebenaran atau kesalahannya selain menerima sebagai demikian adanya.
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 04:50:35 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 04:05:37 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 03:43:59 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 03:36:00 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 03:26:32 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 02:01:39 PM
ßThen ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One. ânanda, to the Thus Gone One knowing feelings, arise, persist and fade, knowingperceptions, arise, persist and fade, knowing thoughts, arise, persist and fade. ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One.
artinya apa ya? tolong dong terjemaahin ;D
Bro Ryu yang baik, terjemahannya:
Lalu Ananda, ini diingat juga sebagai sesuatu yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava. Ananda, Sang Bhagava mengetahui perasaan timbul, berkembang dan lenyap kembali, mengetahui persepsi timbul, berkembang dan lenyap kembali, mengetahui pikiran timbul, berkembang dan lenyap kembali. Ananda ini juga diingat sebagai sesuatu yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava.
catatan: surprising secara harfiah berarti mengejutkan.
_/\_
footnotenya ini :
This statement seems to be the Buddha's way of calling attention to the quality he regarded as the true wonder and marvel
Footnote ini berdasarkan persepsi penerjemah bro, kalau saya melihat dalam cara yang berbeda yaitu, kita tidak tahu situasinya, keadaan batin dari yang hadir, tujuan Sang Buddha, dsbnya, jadi saya tak mau memberi komentar.
_/\_
ya saya pun tidak mau berkomentar, tapi kalau melihat sutta itu sepertinya ananda hanya mengatakan kualitas2 bodhisatta yang pernah Buddha khotbahkan pada DN 14, dan itu di berlakukan pada Buddha.
sekarang dalam hal RAPB, atau cerita2 kelahiran Buddha, Ratu maha maya mimpi gajah, kemudian melahirkan di taman lumbini itu ada di sutta mana.
Kalau tidak salah diceritakan di bagian khusus bro, yaitu Buddhavamsa (bagian dari Khudaka Nikaya)
dibagian mana nya mat Fabian? aye gak nemu ;D
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:26:54 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:19:00 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 08:29:20 PM
Quote from: pannadevi on 09 August 2010, 04:44:18 PM
sebenarnya saya juga pernah baca ini, tapi sama juga, masih merasakan sangsi, seperti dongeng aja, mana mungkin lidah bisa menutup semua wajah, kalau panjang mungkin, tp klo melebar hingga menutup wajah kok saya juga masih sangsi (ini sejujurnya lo), sedang yg satunya sy jelas ga berani nanya....
Memang harus diragukan Neri.. Karena di atas dikatakan lidahnya menutupi dahi, bukan semua wajah. Apalagi di cerita tidak dikatakan bisa melebar hingga menutupi wajah. Jelas harus diragukan. ;)
menutup dahi otomatis dari mulut hidung mata trus ke dahi, hampir semua wajah. apalagi ini bisa ke telinga, weleh2.
Mengikuti Logika Deva:
Hampir semua wajah = sebagian wajah
Semua wajah = seluruh wajah
Beda toh? :D
Sebenarnya, entah apakah 32 ciri manusia agung itu benar atau tidak, entah apakah Bodhisatta ketika lahir berjalan tujuh langkah tumbuh sekuntum lotus disetiap pijakan kakinya itu benar atau tidak, Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan. Anomali di atas tidak akan mampu kita buktikan kebenaran atau kesalahannya selain menerima sebagai demikian adanya.
tambahan belakangan itu informasi dari mana?
waduh jangan di lupakan dhamma niyama yahh.
32 tanda manusia agung ini termasuk dalam dhamma niyama
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:26:54 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:19:00 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 08:29:20 PM
Quote from: pannadevi on 09 August 2010, 04:44:18 PM
sebenarnya saya juga pernah baca ini, tapi sama juga, masih merasakan sangsi, seperti dongeng aja, mana mungkin lidah bisa menutup semua wajah, kalau panjang mungkin, tp klo melebar hingga menutup wajah kok saya juga masih sangsi (ini sejujurnya lo), sedang yg satunya sy jelas ga berani nanya....
Memang harus diragukan Neri.. Karena di atas dikatakan lidahnya menutupi dahi, bukan semua wajah. Apalagi di cerita tidak dikatakan bisa melebar hingga menutupi wajah. Jelas harus diragukan. ;)
menutup dahi otomatis dari mulut hidung mata trus ke dahi, hampir semua wajah. apalagi ini bisa ke telinga, weleh2.
Mengikuti Logika Deva:
Hampir semua wajah = sebagian wajah
Semua wajah = seluruh wajah
Beda toh? :D
Sebenarnya, entah apakah 32 ciri manusia agung itu benar atau tidak, entah apakah Bodhisatta ketika lahir berjalan tujuh langkah tumbuh sekuntum lotus disetiap pijakan kakinya itu benar atau tidak, Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan. Anomali di atas tidak akan mampu kita buktikan kebenaran atau kesalahannya selain menerima sebagai demikian adanya.
kalau yang sekuntum lotus itu keknya memang tambahan, legenda yang berkembang.
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:37:39 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:26:54 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:19:00 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 08:29:20 PM
Quote from: pannadevi on 09 August 2010, 04:44:18 PM
sebenarnya saya juga pernah baca ini, tapi sama juga, masih merasakan sangsi, seperti dongeng aja, mana mungkin lidah bisa menutup semua wajah, kalau panjang mungkin, tp klo melebar hingga menutup wajah kok saya juga masih sangsi (ini sejujurnya lo), sedang yg satunya sy jelas ga berani nanya....
Memang harus diragukan Neri.. Karena di atas dikatakan lidahnya menutupi dahi, bukan semua wajah. Apalagi di cerita tidak dikatakan bisa melebar hingga menutupi wajah. Jelas harus diragukan. ;)
menutup dahi otomatis dari mulut hidung mata trus ke dahi, hampir semua wajah. apalagi ini bisa ke telinga, weleh2.
Mengikuti Logika Deva:
Hampir semua wajah = sebagian wajah
Semua wajah = seluruh wajah
Beda toh? :D
Sebenarnya, entah apakah 32 ciri manusia agung itu benar atau tidak, entah apakah Bodhisatta ketika lahir berjalan tujuh langkah tumbuh sekuntum lotus disetiap pijakan kakinya itu benar atau tidak, Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan. Anomali di atas tidak akan mampu kita buktikan kebenaran atau kesalahannya selain menerima sebagai demikian adanya.
kalau yang sekuntum lotus itu keknya memang tambahan, legenda yang berkembang.
ada referensi valid bahwa itu adalah tambahan?
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:32:06 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 04:50:35 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 04:05:37 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 03:43:59 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 03:36:00 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 03:26:32 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 02:01:39 PM
ßThen ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One. ânanda, to the Thus Gone One knowing feelings, arise, persist and fade, knowingperceptions, arise, persist and fade, knowing thoughts, arise, persist and fade. ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One.
artinya apa ya? tolong dong terjemaahin ;D
Bro Ryu yang baik, terjemahannya:
Lalu Ananda, ini diingat juga sebagai sesuatu yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava. Ananda, Sang Bhagava mengetahui perasaan timbul, berkembang dan lenyap kembali, mengetahui persepsi timbul, berkembang dan lenyap kembali, mengetahui pikiran timbul, berkembang dan lenyap kembali. Ananda ini juga diingat sebagai sesuatu yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava.
catatan: surprising secara harfiah berarti mengejutkan.
_/\_
footnotenya ini :
This statement seems to be the Buddha's way of calling attention to the quality he regarded as the true wonder and marvel
Footnote ini berdasarkan persepsi penerjemah bro, kalau saya melihat dalam cara yang berbeda yaitu, kita tidak tahu situasinya, keadaan batin dari yang hadir, tujuan Sang Buddha, dsbnya, jadi saya tak mau memberi komentar.
_/\_
ya saya pun tidak mau berkomentar, tapi kalau melihat sutta itu sepertinya ananda hanya mengatakan kualitas2 bodhisatta yang pernah Buddha khotbahkan pada DN 14, dan itu di berlakukan pada Buddha.
sekarang dalam hal RAPB, atau cerita2 kelahiran Buddha, Ratu maha maya mimpi gajah, kemudian melahirkan di taman lumbini itu ada di sutta mana.
Kalau tidak salah diceritakan di bagian khusus bro, yaitu Buddhavamsa (bagian dari Khudaka Nikaya)
dibagian mana nya mat Fabian? aye gak nemu ;D
Bro Ryu ada bukunya? versi online atau pdfnya saya cari-cari tidak ada.
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:39:24 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:37:39 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:26:54 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:19:00 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 08:29:20 PM
Quote from: pannadevi on 09 August 2010, 04:44:18 PM
sebenarnya saya juga pernah baca ini, tapi sama juga, masih merasakan sangsi, seperti dongeng aja, mana mungkin lidah bisa menutup semua wajah, kalau panjang mungkin, tp klo melebar hingga menutup wajah kok saya juga masih sangsi (ini sejujurnya lo), sedang yg satunya sy jelas ga berani nanya....
Memang harus diragukan Neri.. Karena di atas dikatakan lidahnya menutupi dahi, bukan semua wajah. Apalagi di cerita tidak dikatakan bisa melebar hingga menutupi wajah. Jelas harus diragukan. ;)
menutup dahi otomatis dari mulut hidung mata trus ke dahi, hampir semua wajah. apalagi ini bisa ke telinga, weleh2.
Mengikuti Logika Deva:
Hampir semua wajah = sebagian wajah
Semua wajah = seluruh wajah
Beda toh? :D
Sebenarnya, entah apakah 32 ciri manusia agung itu benar atau tidak, entah apakah Bodhisatta ketika lahir berjalan tujuh langkah tumbuh sekuntum lotus disetiap pijakan kakinya itu benar atau tidak, Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan. Anomali di atas tidak akan mampu kita buktikan kebenaran atau kesalahannya selain menerima sebagai demikian adanya.
kalau yang sekuntum lotus itu keknya memang tambahan, legenda yang berkembang.
ada referensi valid bahwa itu adalah tambahan?
memangnya di sutta ada disebutkan ketika melangkah tumbuh teratai di tiap langkah?
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:46:32 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:39:24 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:37:39 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:26:54 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:19:00 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 08:29:20 PM
Quote from: pannadevi on 09 August 2010, 04:44:18 PM
sebenarnya saya juga pernah baca ini, tapi sama juga, masih merasakan sangsi, seperti dongeng aja, mana mungkin lidah bisa menutup semua wajah, kalau panjang mungkin, tp klo melebar hingga menutup wajah kok saya juga masih sangsi (ini sejujurnya lo), sedang yg satunya sy jelas ga berani nanya....
Memang harus diragukan Neri.. Karena di atas dikatakan lidahnya menutupi dahi, bukan semua wajah. Apalagi di cerita tidak dikatakan bisa melebar hingga menutupi wajah. Jelas harus diragukan. ;)
menutup dahi otomatis dari mulut hidung mata trus ke dahi, hampir semua wajah. apalagi ini bisa ke telinga, weleh2.
Mengikuti Logika Deva:
Hampir semua wajah = sebagian wajah
Semua wajah = seluruh wajah
Beda toh? :D
Sebenarnya, entah apakah 32 ciri manusia agung itu benar atau tidak, entah apakah Bodhisatta ketika lahir berjalan tujuh langkah tumbuh sekuntum lotus disetiap pijakan kakinya itu benar atau tidak, Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan. Anomali di atas tidak akan mampu kita buktikan kebenaran atau kesalahannya selain menerima sebagai demikian adanya.
kalau yang sekuntum lotus itu keknya memang tambahan, legenda yang berkembang.
ada referensi valid bahwa itu adalah tambahan?
memangnya di sutta ada disebutkan ketika melangkah tumbuh teratai di tiap langkah?
sumber tidak harus selalu dari sutta, bisa juga dari vinaya, sejauh ini sih memang saya belum ketemu, tapi bukan berarti pasti tidak ada
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:39:24 PM
ada referensi valid bahwa itu adalah tambahan?
Karena di Sutta tidak disebutkan demikian, jadi ada sebagian bhikkhu atau scholar yang cenderung menganggap bahwa ada tambahan-tambahan yang terjadi sepanjang alur sejarah berkembangnya Buddhisme. Misalnya di Sutta Acchariyabhuta hanya dikatakan Bodhisatta berjalan 7 langkah tetapi tidak ada disebutkan tumbuhnya kuntum-kuntum lotus di bawah pijakan kakinya. Saya sendiri belum mengetahui, mungkin masih ada sutta-sutta lainnya yang menerangkan atau menambah informasi mengenai ini, misalnya mungkin saja ada sutta yang menyebutkan tumbuhnya lotus. Tetapi sejauh ini saya belum menemukan, karena itu saya tetap pada pilihan 'azas praduga tak bersalah': berasumsi tak bersalah hingga terbukti bersalah.
Ini berbeda pada sebagian orang lainnya yang mungkin secara tergesa-gesa mengambil pilihan 'azas praduga bersalah': berasumsi salah hingga terbukti tak bersalah.
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:48:58 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:39:24 PM
ada referensi valid bahwa itu adalah tambahan?
Karena di Sutta tidak disebutkan demikian, jadi ada sebagian bhikkhu atau scholar yang cenderung menganggap bahwa ada tambahan-tambahan yang terjadi sepanjang alur sejarah berkembangnya Buddhisme. Misalnya di Sutta Acchariyabhuta hanya dikatakan Bodhisatta berjalan 7 langkah tetapi tidak ada disebutkan tumbuhnya kuntum-kuntum lotus di bawah pijakan kakinya. Saya sendiri belum mengetahui, mungkin masih ada sutta-sutta lainnya yang menerangkan atau menambah informasi mengenai ini, misalnya mungkin saja ada sutta yang menyebutkan tumbuhnya lotus. Tetapi sejauh ini saya belum menemukan, karena itu saya tetap pada pilihan 'azas praduga tak bersalah': berasumsi tak bersalah hingga terbukti bersalah.
Ini berbeda pada sebagian orang lainnya yang mungkin secara tergesa-gesa mengambil pilihan 'azas praduga bersalah': berasumsi salah hingga terbukti tak bersalah.
dengan menyimpulkan bahwa itu adalah tambahan belakangan, ini termasuk azas yg mana?
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:48:41 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:46:32 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:39:24 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:37:39 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:26:54 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:19:00 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 08:29:20 PM
Quote from: pannadevi on 09 August 2010, 04:44:18 PM
sebenarnya saya juga pernah baca ini, tapi sama juga, masih merasakan sangsi, seperti dongeng aja, mana mungkin lidah bisa menutup semua wajah, kalau panjang mungkin, tp klo melebar hingga menutup wajah kok saya juga masih sangsi (ini sejujurnya lo), sedang yg satunya sy jelas ga berani nanya....
Memang harus diragukan Neri.. Karena di atas dikatakan lidahnya menutupi dahi, bukan semua wajah. Apalagi di cerita tidak dikatakan bisa melebar hingga menutupi wajah. Jelas harus diragukan. ;)
menutup dahi otomatis dari mulut hidung mata trus ke dahi, hampir semua wajah. apalagi ini bisa ke telinga, weleh2.
Mengikuti Logika Deva:
Hampir semua wajah = sebagian wajah
Semua wajah = seluruh wajah
Beda toh? :D
Sebenarnya, entah apakah 32 ciri manusia agung itu benar atau tidak, entah apakah Bodhisatta ketika lahir berjalan tujuh langkah tumbuh sekuntum lotus disetiap pijakan kakinya itu benar atau tidak, Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan. Anomali di atas tidak akan mampu kita buktikan kebenaran atau kesalahannya selain menerima sebagai demikian adanya.
kalau yang sekuntum lotus itu keknya memang tambahan, legenda yang berkembang.
ada referensi valid bahwa itu adalah tambahan?
memangnya di sutta ada disebutkan ketika melangkah tumbuh teratai di tiap langkah?
sumber tidak harus selalu dari sutta, bisa juga dari vinaya, sejauh ini sih memang saya belum ketemu, tapi bukan berarti pasti tidak ada
mungkinkah maksut om sutta ini yang menguatkan ada bunga di tiap langkah?
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,16932.msg271663.html#msg271663 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,16932.msg271663.html#msg271663)
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 09:44:51 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:32:06 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 04:50:35 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 04:05:37 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 03:43:59 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 03:36:00 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 03:26:32 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 02:01:39 PM
ßThen ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One. ânanda, to the Thus Gone One knowing feelings, arise, persist and fade, knowingperceptions, arise, persist and fade, knowing thoughts, arise, persist and fade. ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One.
artinya apa ya? tolong dong terjemaahin ;D
Bro Ryu yang baik, terjemahannya:
Lalu Ananda, ini diingat juga sebagai sesuatu yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava. Ananda, Sang Bhagava mengetahui perasaan timbul, berkembang dan lenyap kembali, mengetahui persepsi timbul, berkembang dan lenyap kembali, mengetahui pikiran timbul, berkembang dan lenyap kembali. Ananda ini juga diingat sebagai sesuatu yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava.
catatan: surprising secara harfiah berarti mengejutkan.
_/\_
footnotenya ini :
This statement seems to be the Buddha's way of calling attention to the quality he regarded as the true wonder and marvel
Footnote ini berdasarkan persepsi penerjemah bro, kalau saya melihat dalam cara yang berbeda yaitu, kita tidak tahu situasinya, keadaan batin dari yang hadir, tujuan Sang Buddha, dsbnya, jadi saya tak mau memberi komentar.
_/\_
ya saya pun tidak mau berkomentar, tapi kalau melihat sutta itu sepertinya ananda hanya mengatakan kualitas2 bodhisatta yang pernah Buddha khotbahkan pada DN 14, dan itu di berlakukan pada Buddha.
sekarang dalam hal RAPB, atau cerita2 kelahiran Buddha, Ratu maha maya mimpi gajah, kemudian melahirkan di taman lumbini itu ada di sutta mana.
Kalau tidak salah diceritakan di bagian khusus bro, yaitu Buddhavamsa (bagian dari Khudaka Nikaya)
dibagian mana nya mat Fabian? aye gak nemu ;D
Bro Ryu ada bukunya? versi online atau pdfnya saya cari-cari tidak ada.
saya ada pdf nya mbah ;D
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:53:27 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:48:41 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:46:32 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:39:24 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:37:39 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:26:54 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:19:00 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 08:29:20 PM
Quote from: pannadevi on 09 August 2010, 04:44:18 PM
sebenarnya saya juga pernah baca ini, tapi sama juga, masih merasakan sangsi, seperti dongeng aja, mana mungkin lidah bisa menutup semua wajah, kalau panjang mungkin, tp klo melebar hingga menutup wajah kok saya juga masih sangsi (ini sejujurnya lo), sedang yg satunya sy jelas ga berani nanya....
Memang harus diragukan Neri.. Karena di atas dikatakan lidahnya menutupi dahi, bukan semua wajah. Apalagi di cerita tidak dikatakan bisa melebar hingga menutupi wajah. Jelas harus diragukan. ;)
menutup dahi otomatis dari mulut hidung mata trus ke dahi, hampir semua wajah. apalagi ini bisa ke telinga, weleh2.
Mengikuti Logika Deva:
Hampir semua wajah = sebagian wajah
Semua wajah = seluruh wajah
Beda toh? :D
Sebenarnya, entah apakah 32 ciri manusia agung itu benar atau tidak, entah apakah Bodhisatta ketika lahir berjalan tujuh langkah tumbuh sekuntum lotus disetiap pijakan kakinya itu benar atau tidak, Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan. Anomali di atas tidak akan mampu kita buktikan kebenaran atau kesalahannya selain menerima sebagai demikian adanya.
kalau yang sekuntum lotus itu keknya memang tambahan, legenda yang berkembang.
ada referensi valid bahwa itu adalah tambahan?
memangnya di sutta ada disebutkan ketika melangkah tumbuh teratai di tiap langkah?
sumber tidak harus selalu dari sutta, bisa juga dari vinaya, sejauh ini sih memang saya belum ketemu, tapi bukan berarti pasti tidak ada
mungkinkah maksut om sutta ini yang menguatkan ada bunga di tiap langkah?
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,16932.msg271663.html#msg271663 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,16932.msg271663.html#msg271663)
tau bedanya huruf T dan R, bro?
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:56:07 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 09:44:51 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:32:06 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 04:50:35 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 04:05:37 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 03:43:59 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 03:36:00 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 03:26:32 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 02:01:39 PM
ßThen ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One. ânanda, to the Thus Gone One knowing feelings, arise, persist and fade, knowingperceptions, arise, persist and fade, knowing thoughts, arise, persist and fade. ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One.
artinya apa ya? tolong dong terjemaahin ;D
Bro Ryu yang baik, terjemahannya:
Lalu Ananda, ini diingat juga sebagai sesuatu yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava. Ananda, Sang Bhagava mengetahui perasaan timbul, berkembang dan lenyap kembali, mengetahui persepsi timbul, berkembang dan lenyap kembali, mengetahui pikiran timbul, berkembang dan lenyap kembali. Ananda ini juga diingat sebagai sesuatu yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava.
catatan: surprising secara harfiah berarti mengejutkan.
_/\_
footnotenya ini :
This statement seems to be the Buddha's way of calling attention to the quality he regarded as the true wonder and marvel
Footnote ini berdasarkan persepsi penerjemah bro, kalau saya melihat dalam cara yang berbeda yaitu, kita tidak tahu situasinya, keadaan batin dari yang hadir, tujuan Sang Buddha, dsbnya, jadi saya tak mau memberi komentar.
_/\_
ya saya pun tidak mau berkomentar, tapi kalau melihat sutta itu sepertinya ananda hanya mengatakan kualitas2 bodhisatta yang pernah Buddha khotbahkan pada DN 14, dan itu di berlakukan pada Buddha.
sekarang dalam hal RAPB, atau cerita2 kelahiran Buddha, Ratu maha maya mimpi gajah, kemudian melahirkan di taman lumbini itu ada di sutta mana.
Kalau tidak salah diceritakan di bagian khusus bro, yaitu Buddhavamsa (bagian dari Khudaka Nikaya)
dibagian mana nya mat Fabian? aye gak nemu ;D
Bro Ryu ada bukunya? versi online atau pdfnya saya cari-cari tidak ada.
saya ada pdf nya mbah ;D
Dulu saya pernah membaca bukunya, coba lihat di bagian belakang (bagian mengenai Buddha Gotama), mudah-mudahan ketemu tetapi seperti yang saya bold mungkin saja saya salah....
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:56:34 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:53:27 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:48:41 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:46:32 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:39:24 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:37:39 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:26:54 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:19:00 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 08:29:20 PM
Quote from: pannadevi on 09 August 2010, 04:44:18 PM
sebenarnya saya juga pernah baca ini, tapi sama juga, masih merasakan sangsi, seperti dongeng aja, mana mungkin lidah bisa menutup semua wajah, kalau panjang mungkin, tp klo melebar hingga menutup wajah kok saya juga masih sangsi (ini sejujurnya lo), sedang yg satunya sy jelas ga berani nanya....
Memang harus diragukan Neri.. Karena di atas dikatakan lidahnya menutupi dahi, bukan semua wajah. Apalagi di cerita tidak dikatakan bisa melebar hingga menutupi wajah. Jelas harus diragukan. ;)
menutup dahi otomatis dari mulut hidung mata trus ke dahi, hampir semua wajah. apalagi ini bisa ke telinga, weleh2.
Mengikuti Logika Deva:
Hampir semua wajah = sebagian wajah
Semua wajah = seluruh wajah
Beda toh? :D
Sebenarnya, entah apakah 32 ciri manusia agung itu benar atau tidak, entah apakah Bodhisatta ketika lahir berjalan tujuh langkah tumbuh sekuntum lotus disetiap pijakan kakinya itu benar atau tidak, Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan. Anomali di atas tidak akan mampu kita buktikan kebenaran atau kesalahannya selain menerima sebagai demikian adanya.
kalau yang sekuntum lotus itu keknya memang tambahan, legenda yang berkembang.
ada referensi valid bahwa itu adalah tambahan?
memangnya di sutta ada disebutkan ketika melangkah tumbuh teratai di tiap langkah?
sumber tidak harus selalu dari sutta, bisa juga dari vinaya, sejauh ini sih memang saya belum ketemu, tapi bukan berarti pasti tidak ada
mungkinkah maksut om sutta ini yang menguatkan ada bunga di tiap langkah?
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,16932.msg271663.html#msg271663 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,16932.msg271663.html#msg271663)
tau bedanya huruf T dan R, bro?
maksutnya?
^
sutTa vs sutRa. apakah ada bukti valid bahwa Sutra yg anda sebutkan itu adalah palsu atau tambahan?
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 10:01:22 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:56:07 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 09:44:51 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:32:06 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 04:50:35 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 04:05:37 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 03:43:59 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 03:36:00 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 03:26:32 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 02:01:39 PM
ßThen ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One. ânanda, to the Thus Gone One knowing feelings, arise, persist and fade, knowingperceptions, arise, persist and fade, knowing thoughts, arise, persist and fade. ânanda, bear this too as something wonderful and surprising of the Blessed One.
artinya apa ya? tolong dong terjemaahin ;D
Bro Ryu yang baik, terjemahannya:
Lalu Ananda, ini diingat juga sebagai sesuatu yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava. Ananda, Sang Bhagava mengetahui perasaan timbul, berkembang dan lenyap kembali, mengetahui persepsi timbul, berkembang dan lenyap kembali, mengetahui pikiran timbul, berkembang dan lenyap kembali. Ananda ini juga diingat sebagai sesuatu yang istimewa dan ajaib dari Sang Bhagava.
catatan: surprising secara harfiah berarti mengejutkan.
_/\_
footnotenya ini :
This statement seems to be the Buddha's way of calling attention to the quality he regarded as the true wonder and marvel
Footnote ini berdasarkan persepsi penerjemah bro, kalau saya melihat dalam cara yang berbeda yaitu, kita tidak tahu situasinya, keadaan batin dari yang hadir, tujuan Sang Buddha, dsbnya, jadi saya tak mau memberi komentar.
_/\_
ya saya pun tidak mau berkomentar, tapi kalau melihat sutta itu sepertinya ananda hanya mengatakan kualitas2 bodhisatta yang pernah Buddha khotbahkan pada DN 14, dan itu di berlakukan pada Buddha.
sekarang dalam hal RAPB, atau cerita2 kelahiran Buddha, Ratu maha maya mimpi gajah, kemudian melahirkan di taman lumbini itu ada di sutta mana.
Kalau tidak salah diceritakan di bagian khusus bro, yaitu Buddhavamsa (bagian dari Khudaka Nikaya)
dibagian mana nya mat Fabian? aye gak nemu ;D
Bro Ryu ada bukunya? versi online atau pdfnya saya cari-cari tidak ada.
saya ada pdf nya mbah ;D
Dulu saya pernah membaca bukunya, coba lihat di bagian belakang (bagian mengenai Buddha Gotama), mudah-mudahan ketemu tetapi seperti yang saya bold mungkin saja saya salah....
gak ada mbah, hanya ada tulisan :
The people who, praising the direct ariyan Way, always delighting in Dhamma, mindful, are men who will awaken to the stream of samsara''. My city is Kapilavatthu, King Sudhodana is my father, my genetrix and mother is known as Queen Maya. I lived the household life for twenty-nine years. The three superb palaces were Ramma, Suramma, Subhaka',
Aduh pjg banget komentarnya,bnyk quote-nya,jd pusing bacanya....
Pengen komen aja, bukankah keajaiban seputar kelahiran para Bodhisattva pd kehidupan terakhirnya adalah sudah ketetapan hukum Dhammata/Dhamma Niyama?
Sebenarnya kalau mau diangkat ke soal legenda atau asli, sesuai topik, ada yang perlu ditanyakan. Kira-kira di dhamma-vinaya bagian mana Sang Buddha menyebutkan dan menjelaskan soal Panca Niyama ya? Thanks.. ^:)^
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:51:54 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:48:58 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:39:24 PM
ada referensi valid bahwa itu adalah tambahan?
Karena di Sutta tidak disebutkan demikian, jadi ada sebagian bhikkhu atau scholar yang cenderung menganggap bahwa ada tambahan-tambahan yang terjadi sepanjang alur sejarah berkembangnya Buddhisme. Misalnya di Sutta Acchariyabhuta hanya dikatakan Bodhisatta berjalan 7 langkah tetapi tidak ada disebutkan tumbuhnya kuntum-kuntum lotus di bawah pijakan kakinya. Saya sendiri belum mengetahui, mungkin masih ada sutta-sutta lainnya yang menerangkan atau menambah informasi mengenai ini, misalnya mungkin saja ada sutta yang menyebutkan tumbuhnya lotus. Tetapi sejauh ini saya belum menemukan, karena itu saya tetap pada pilihan 'azas praduga tak bersalah': berasumsi tak bersalah hingga terbukti bersalah.
Ini berbeda pada sebagian orang lainnya yang mungkin secara tergesa-gesa mengambil pilihan 'azas praduga bersalah': berasumsi salah hingga terbukti tak bersalah.
dengan menyimpulkan bahwa itu adalah tambahan belakangan, ini termasuk azas yg mana?
Baca yang jelas dong yang sebelumnya Bang.. Saya tidak menyimpulkan toh? Saya menanyakan toh? Ini berdasarkan tulisan dan pendapat para scholar toh? Di bagian mana saya menuliskan saya menyimpulkan bahwa itu adalah tambahan belakangan toh? :D
Kamsiah Kamsiah.. ^:)^
Quote from: Indra on 09 August 2010, 10:13:53 PM
^
sutTa vs sutRa. apakah ada bukti valid bahwa Sutra yg anda sebutkan itu adalah palsu atau tambahan?
menurut S. Dhammika :
Mungkin jalan yang terbaik, untuk dapat mengerti, bagaimana tipe manusia yang telah dapat mewujudkan Nibbana, adalah dengan mempelajari, kehidupan dan kepribadian dari Sang Buddha. Kehidupan Sang Buddha tidak hanya menunjukkan bahwa Nibbana adalah suatu yang mungkin (dicapai), tapi juga menunjukkan bagaimana sebenarnya perwujudan itu. Di dalam Tipitaka tidak ditemukan biografi (riwayat hidup, yang ditulis orang lain) aktual dari Sang Buddha, walaupun banyak bahan-bahan autobiografi (riwayat hidup, sesuai penuturan orangnya sendiri) dan informasi berupa suntingan-suntingan biografi tersebar di dalam bagian-bagian kitab ini. Sewaktu Sang Buddha hidup, dan mungkin satu generasi setelah kemangkatan-Nya, suatu biografi tidaklah diperlukan, sebab Sang Buddha masih ada, atau setidaknya sejumlah orang yang pernah mengenal Beliau masih dapat memberi informasi tentang Beliau. Dengan perjalanan waktu, seperti layaknya orang-besar, orang-orang kemudian ingin mengetahui secara lebih rinci setiap aspek kehidupan Sang Buddha, dan Tipitaka ternyata hanya merekam kejadian-kejadian utama dalam kehidupan Beliau. Legenda-legenda kemudian bermunculan untuk menutupi kekurangan itu. Dan waktu itu, suatu biografi telah dibutuhkan.
Orang yang pertama kali berusaha mewujudkannya adalah Mahavastu, yang menghasilkan suatu karya yang bercampur-aduk antara kenyataan dan fiksi, sejarah dan legenda. Dalam riwayat-hidup ini Sang Buddha terkadang tampil sebagai manusia, tapi dalam beberapa bagian Beliau dilukiskan semakin menyerupai manusia super. Tulisan riwayat-hidup lain, Lalitavistara berisikan legenda yang dilebih-lebihkan dan bertele-tele sedemikian rupa, sehingga sisi sejarah dari riwayat Beliau telah kabur sama sekali. Kemungkinan tulisan riwayat hidup yang terbaik, Buddhacarita adalah karya pujangga Asvaghosa sekitar abad pertama sesudah Masehi. Di dalam karyanya, Asvaghosa sebagai pujangga, akhirnya menghasilkan biografi yang tepat dan dapat diterima. Semua keterangan mengenai Sang Buddha setelah itu didasarkan atas informasi Tipitaka dan bahan-bahan legendaris darinya serta karya-karya yang muncul belakangan. Kita akan melihat informasi tentang kehidupan Sang Buddha sesuai Tipitaka, tanpa mencampur-adukkan dengan laporan legendaris yang muncul belakangan.
sudah pernah baca buddha carita?
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:37:39 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:26:54 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:19:00 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 08:29:20 PM
Quote from: pannadevi on 09 August 2010, 04:44:18 PM
sebenarnya saya juga pernah baca ini, tapi sama juga, masih merasakan sangsi, seperti dongeng aja, mana mungkin lidah bisa menutup semua wajah, kalau panjang mungkin, tp klo melebar hingga menutup wajah kok saya juga masih sangsi (ini sejujurnya lo), sedang yg satunya sy jelas ga berani nanya....
Memang harus diragukan Neri.. Karena di atas dikatakan lidahnya menutupi dahi, bukan semua wajah. Apalagi di cerita tidak dikatakan bisa melebar hingga menutupi wajah. Jelas harus diragukan. ;)
menutup dahi otomatis dari mulut hidung mata trus ke dahi, hampir semua wajah. apalagi ini bisa ke telinga, weleh2.
Mengikuti Logika Deva:
Hampir semua wajah = sebagian wajah
Semua wajah = seluruh wajah
Beda toh? :D
Sebenarnya, entah apakah 32 ciri manusia agung itu benar atau tidak, entah apakah Bodhisatta ketika lahir berjalan tujuh langkah tumbuh sekuntum lotus disetiap pijakan kakinya itu benar atau tidak, Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan. Anomali di atas tidak akan mampu kita buktikan kebenaran atau kesalahannya selain menerima sebagai demikian adanya.
kalau yang sekuntum lotus itu keknya memang tambahan, legenda yang berkembang.
Ternyata RAPB juga tidak mencatat soal lotus ini ;D
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 10:39:11 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:51:54 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:48:58 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:39:24 PM
ada referensi valid bahwa itu adalah tambahan?
Karena di Sutta tidak disebutkan demikian, jadi ada sebagian bhikkhu atau scholar yang cenderung menganggap bahwa ada tambahan-tambahan yang terjadi sepanjang alur sejarah berkembangnya Buddhisme. Misalnya di Sutta Acchariyabhuta hanya dikatakan Bodhisatta berjalan 7 langkah tetapi tidak ada disebutkan tumbuhnya kuntum-kuntum lotus di bawah pijakan kakinya. Saya sendiri belum mengetahui, mungkin masih ada sutta-sutta lainnya yang menerangkan atau menambah informasi mengenai ini, misalnya mungkin saja ada sutta yang menyebutkan tumbuhnya lotus. Tetapi sejauh ini saya belum menemukan, karena itu saya tetap pada pilihan 'azas praduga tak bersalah': berasumsi tak bersalah hingga terbukti bersalah.
Ini berbeda pada sebagian orang lainnya yang mungkin secara tergesa-gesa mengambil pilihan 'azas praduga bersalah': berasumsi salah hingga terbukti tak bersalah.
dengan menyimpulkan bahwa itu adalah tambahan belakangan, ini termasuk azas yg mana?
Baca yang jelas dong yang sebelumnya Bang.. Saya tidak menyimpulkan toh? Saya menanyakan toh? Ini berdasarkan tulisan dan pendapat para scholar toh? Di bagian mana saya menuliskan saya menyimpulkan bahwa itu adalah tambahan belakangan toh? :D
Kamsiah Kamsiah.. ^:)^
engkau mengatakan:
"Sebenarnya, entah apakah 32 ciri manusia agung itu benar atau tidak, entah apakah Bodhisatta ketika lahir berjalan tujuh langkah tumbuh sekuntum lotus disetiap pijakan kakinya itu benar atau tidak, Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena
hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan. Anomali di atas tidak akan mampu kita buktikan kebenaran atau kesalahannya selain menerima sebagai demikian adanya."
Quote from: ryu on 09 August 2010, 10:44:12 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 10:13:53 PM
^
sutTa vs sutRa. apakah ada bukti valid bahwa Sutra yg anda sebutkan itu adalah palsu atau tambahan?
menurut S. Dhammika :
Mungkin jalan yang terbaik, untuk dapat mengerti, bagaimana tipe manusia yang telah dapat mewujudkan Nibbana, adalah dengan mempelajari, kehidupan dan kepribadian dari Sang Buddha. Kehidupan Sang Buddha tidak hanya menunjukkan bahwa Nibbana adalah suatu yang mungkin (dicapai), tapi juga menunjukkan bagaimana sebenarnya perwujudan itu. Di dalam Tipitaka tidak ditemukan biografi (riwayat hidup, yang ditulis orang lain) aktual dari Sang Buddha, walaupun banyak bahan-bahan autobiografi (riwayat hidup, sesuai penuturan orangnya sendiri) dan informasi berupa suntingan-suntingan biografi tersebar di dalam bagian-bagian kitab ini. Sewaktu Sang Buddha hidup, dan mungkin satu generasi setelah kemangkatan-Nya, suatu biografi tidaklah diperlukan, sebab Sang Buddha masih ada, atau setidaknya sejumlah orang yang pernah mengenal Beliau masih dapat memberi informasi tentang Beliau. Dengan perjalanan waktu, seperti layaknya orang-besar, orang-orang kemudian ingin mengetahui secara lebih rinci setiap aspek kehidupan Sang Buddha, dan Tipitaka ternyata hanya merekam kejadian-kejadian utama dalam kehidupan Beliau. Legenda-legenda kemudian bermunculan untuk menutupi kekurangan itu. Dan waktu itu, suatu biografi telah dibutuhkan. Orang yang pertama kali berusaha mewujudkannya adalah Mahavastu, yang menghasilkan suatu karya yang bercampur-aduk antara kenyataan dan fiksi, sejarah dan legenda. Dalam riwayat-hidup ini Sang Buddha terkadang tampil sebagai manusia, tapi dalam beberapa bagian Beliau dilukiskan semakin menyerupai manusia super. Tulisan riwayat-hidup lain, Lalitavistara berisikan legenda yang dilebih-lebihkan dan bertele-tele sedemikian rupa, sehingga sisi sejarah dari riwayat Beliau telah kabur sama sekali. Kemungkinan tulisan riwayat hidup yang terbaik, Buddhacarita adalah karya pujangga Asvaghosa sekitar abad pertama sesudah Masehi. Di dalam karyanya, Asvaghosa sebagai pujangga, akhirnya menghasilkan biografi yang tepat dan dapat diterima. Semua keterangan mengenai Sang Buddha setelah itu didasarkan atas informasi Tipitaka dan bahan-bahan legendaris darinya serta karya-karya yang muncul belakangan. Kita akan melihat informasi tentang kehidupan Sang Buddha sesuai Tipitaka, tanpa mencampur-adukkan dengan laporan legendaris yang muncul belakangan.
sudah pernah baca buddha carita?
Dhammika ini juga tidak punya referensi yg mendukung pernyataannya sendiri.
Quote from: Indra on 09 August 2010, 10:46:40 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:37:39 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:26:54 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:19:00 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 08:29:20 PM
Quote from: pannadevi on 09 August 2010, 04:44:18 PM
sebenarnya saya juga pernah baca ini, tapi sama juga, masih merasakan sangsi, seperti dongeng aja, mana mungkin lidah bisa menutup semua wajah, kalau panjang mungkin, tp klo melebar hingga menutup wajah kok saya juga masih sangsi (ini sejujurnya lo), sedang yg satunya sy jelas ga berani nanya....
Memang harus diragukan Neri.. Karena di atas dikatakan lidahnya menutupi dahi, bukan semua wajah. Apalagi di cerita tidak dikatakan bisa melebar hingga menutupi wajah. Jelas harus diragukan. ;)
menutup dahi otomatis dari mulut hidung mata trus ke dahi, hampir semua wajah. apalagi ini bisa ke telinga, weleh2.
Mengikuti Logika Deva:
Hampir semua wajah = sebagian wajah
Semua wajah = seluruh wajah
Beda toh? :D
Sebenarnya, entah apakah 32 ciri manusia agung itu benar atau tidak, entah apakah Bodhisatta ketika lahir berjalan tujuh langkah tumbuh sekuntum lotus disetiap pijakan kakinya itu benar atau tidak, Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan. Anomali di atas tidak akan mampu kita buktikan kebenaran atau kesalahannya selain menerima sebagai demikian adanya.
kalau yang sekuntum lotus itu keknya memang tambahan, legenda yang berkembang.
Ternyata RAPB juga tidak mencatat soal lotus ini ;D
:hammer: , jadi kalau ada di RAPB langsung bantah yak =))
Quote from: ryu on 09 August 2010, 10:52:04 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 10:46:40 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:37:39 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:26:54 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:19:00 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 08:29:20 PM
Quote from: pannadevi on 09 August 2010, 04:44:18 PM
sebenarnya saya juga pernah baca ini, tapi sama juga, masih merasakan sangsi, seperti dongeng aja, mana mungkin lidah bisa menutup semua wajah, kalau panjang mungkin, tp klo melebar hingga menutup wajah kok saya juga masih sangsi (ini sejujurnya lo), sedang yg satunya sy jelas ga berani nanya....
Memang harus diragukan Neri.. Karena di atas dikatakan lidahnya menutupi dahi, bukan semua wajah. Apalagi di cerita tidak dikatakan bisa melebar hingga menutupi wajah. Jelas harus diragukan. ;)
menutup dahi otomatis dari mulut hidung mata trus ke dahi, hampir semua wajah. apalagi ini bisa ke telinga, weleh2.
Mengikuti Logika Deva:
Hampir semua wajah = sebagian wajah
Semua wajah = seluruh wajah
Beda toh? :D
Sebenarnya, entah apakah 32 ciri manusia agung itu benar atau tidak, entah apakah Bodhisatta ketika lahir berjalan tujuh langkah tumbuh sekuntum lotus disetiap pijakan kakinya itu benar atau tidak, Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan. Anomali di atas tidak akan mampu kita buktikan kebenaran atau kesalahannya selain menerima sebagai demikian adanya.
kalau yang sekuntum lotus itu keknya memang tambahan, legenda yang berkembang.
Ternyata RAPB juga tidak mencatat soal lotus ini ;D
:hammer: , jadi kalau ada di RAPB langsung bantah yak =))
yah, maap dong, cinta produk sendiri
Quote from: Indra on 09 August 2010, 10:50:23 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 10:44:12 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 10:13:53 PM
^
sutTa vs sutRa. apakah ada bukti valid bahwa Sutra yg anda sebutkan itu adalah palsu atau tambahan?
menurut S. Dhammika :
Mungkin jalan yang terbaik, untuk dapat mengerti, bagaimana tipe manusia yang telah dapat mewujudkan Nibbana, adalah dengan mempelajari, kehidupan dan kepribadian dari Sang Buddha. Kehidupan Sang Buddha tidak hanya menunjukkan bahwa Nibbana adalah suatu yang mungkin (dicapai), tapi juga menunjukkan bagaimana sebenarnya perwujudan itu. Di dalam Tipitaka tidak ditemukan biografi (riwayat hidup, yang ditulis orang lain) aktual dari Sang Buddha, walaupun banyak bahan-bahan autobiografi (riwayat hidup, sesuai penuturan orangnya sendiri) dan informasi berupa suntingan-suntingan biografi tersebar di dalam bagian-bagian kitab ini. Sewaktu Sang Buddha hidup, dan mungkin satu generasi setelah kemangkatan-Nya, suatu biografi tidaklah diperlukan, sebab Sang Buddha masih ada, atau setidaknya sejumlah orang yang pernah mengenal Beliau masih dapat memberi informasi tentang Beliau. Dengan perjalanan waktu, seperti layaknya orang-besar, orang-orang kemudian ingin mengetahui secara lebih rinci setiap aspek kehidupan Sang Buddha, dan Tipitaka ternyata hanya merekam kejadian-kejadian utama dalam kehidupan Beliau. Legenda-legenda kemudian bermunculan untuk menutupi kekurangan itu. Dan waktu itu, suatu biografi telah dibutuhkan. Orang yang pertama kali berusaha mewujudkannya adalah Mahavastu, yang menghasilkan suatu karya yang bercampur-aduk antara kenyataan dan fiksi, sejarah dan legenda. Dalam riwayat-hidup ini Sang Buddha terkadang tampil sebagai manusia, tapi dalam beberapa bagian Beliau dilukiskan semakin menyerupai manusia super. Tulisan riwayat-hidup lain, Lalitavistara berisikan legenda yang dilebih-lebihkan dan bertele-tele sedemikian rupa, sehingga sisi sejarah dari riwayat Beliau telah kabur sama sekali. Kemungkinan tulisan riwayat hidup yang terbaik, Buddhacarita adalah karya pujangga Asvaghosa sekitar abad pertama sesudah Masehi. Di dalam karyanya, Asvaghosa sebagai pujangga, akhirnya menghasilkan biografi yang tepat dan dapat diterima. Semua keterangan mengenai Sang Buddha setelah itu didasarkan atas informasi Tipitaka dan bahan-bahan legendaris darinya serta karya-karya yang muncul belakangan. Kita akan melihat informasi tentang kehidupan Sang Buddha sesuai Tipitaka, tanpa mencampur-adukkan dengan laporan legendaris yang muncul belakangan.
sudah pernah baca buddha carita?
Dhammika ini juga tidak punya referensi yg mendukung pernyataannya sendiri.
mungkin harus lihat sejarahnya dulu, aye baca yang buddhacarita juga memang ada euy melangkah 7 langkah dan ada lotusnya euy =))
Quote from: Indra on 09 August 2010, 10:48:42 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 10:39:11 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:51:54 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:48:58 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:39:24 PM
ada referensi valid bahwa itu adalah tambahan?
Karena di Sutta tidak disebutkan demikian, jadi ada sebagian bhikkhu atau scholar yang cenderung menganggap bahwa ada tambahan-tambahan yang terjadi sepanjang alur sejarah berkembangnya Buddhisme. Misalnya di Sutta Acchariyabhuta hanya dikatakan Bodhisatta berjalan 7 langkah tetapi tidak ada disebutkan tumbuhnya kuntum-kuntum lotus di bawah pijakan kakinya. Saya sendiri belum mengetahui, mungkin masih ada sutta-sutta lainnya yang menerangkan atau menambah informasi mengenai ini, misalnya mungkin saja ada sutta yang menyebutkan tumbuhnya lotus. Tetapi sejauh ini saya belum menemukan, karena itu saya tetap pada pilihan 'azas praduga tak bersalah': berasumsi tak bersalah hingga terbukti bersalah.
Ini berbeda pada sebagian orang lainnya yang mungkin secara tergesa-gesa mengambil pilihan 'azas praduga bersalah': berasumsi salah hingga terbukti tak bersalah.
dengan menyimpulkan bahwa itu adalah tambahan belakangan, ini termasuk azas yg mana?
Baca yang jelas dong yang sebelumnya Bang.. Saya tidak menyimpulkan toh? Saya menanyakan toh? Ini berdasarkan tulisan dan pendapat para scholar toh? Di bagian mana saya menuliskan saya menyimpulkan bahwa itu adalah tambahan belakangan toh? :D
Kamsiah Kamsiah.. ^:)^
engkau mengatakan:
"Sebenarnya, entah apakah 32 ciri manusia agung itu benar atau tidak, entah apakah Bodhisatta ketika lahir berjalan tujuh langkah tumbuh sekuntum lotus disetiap pijakan kakinya itu benar atau tidak, Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan. Anomali di atas tidak akan mampu kita buktikan kebenaran atau kesalahannya selain menerima sebagai demikian adanya."
Jika
benar-benar dibaca keseluruhan itu akan menyimpulkan bahwa saya tidak peduli pada hal-hal demikian entah itu tambahan belakangan atau tidak. Ini hanya sebuah
"safe bet". Jika pun tambahan, tidak mengurangi kebenaran Dhamma ajaran Sang Buddha. Jika pun tidak, maka Dhamma ajaran Sang Buddha tetap cemerlang.
Quote from: ryu on 09 August 2010, 11:00:18 PM
mungkin harus lihat sejarahnya dulu, aye baca yang buddhacarita juga memang ada euy melangkah 7 langkah dan ada lotusnya euy =))
32. With the radiant splendour of his limbs he extinguished like the sun the splendour of the lamps; with his beautiful hue as of precious gold he illuminated all the quarters of space.
33. Unflurried, with the lotus-sign in high relief, far-striding, set down with a stamp,
seven such firm footsteps did he then take, he who was like the constellation of the seven.
34. `I am born for supreme knowledge, for the welfare of the world, thus this is my last birth,' thus did he of lion gait, gazing at the four quarters, utter a voice full of auspicious meaning.
35. Two streams of water bursting from heaven, bright as the moon's rays, having the power of heat and cold, fell down upon that peerless one's benign head to give refreshment to his body.
gak ada tuh, ente baca bagian mana?
mungkin maksudnya, jejak kakinya yg berbentuk spt lotus
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 11:14:00 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 10:48:42 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 10:39:11 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:51:54 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:48:58 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:39:24 PM
ada referensi valid bahwa itu adalah tambahan?
Karena di Sutta tidak disebutkan demikian, jadi ada sebagian bhikkhu atau scholar yang cenderung menganggap bahwa ada tambahan-tambahan yang terjadi sepanjang alur sejarah berkembangnya Buddhisme. Misalnya di Sutta Acchariyabhuta hanya dikatakan Bodhisatta berjalan 7 langkah tetapi tidak ada disebutkan tumbuhnya kuntum-kuntum lotus di bawah pijakan kakinya. Saya sendiri belum mengetahui, mungkin masih ada sutta-sutta lainnya yang menerangkan atau menambah informasi mengenai ini, misalnya mungkin saja ada sutta yang menyebutkan tumbuhnya lotus. Tetapi sejauh ini saya belum menemukan, karena itu saya tetap pada pilihan 'azas praduga tak bersalah': berasumsi tak bersalah hingga terbukti bersalah.
Ini berbeda pada sebagian orang lainnya yang mungkin secara tergesa-gesa mengambil pilihan 'azas praduga bersalah': berasumsi salah hingga terbukti tak bersalah.
dengan menyimpulkan bahwa itu adalah tambahan belakangan, ini termasuk azas yg mana?
Baca yang jelas dong yang sebelumnya Bang.. Saya tidak menyimpulkan toh? Saya menanyakan toh? Ini berdasarkan tulisan dan pendapat para scholar toh? Di bagian mana saya menuliskan saya menyimpulkan bahwa itu adalah tambahan belakangan toh? :D
Kamsiah Kamsiah.. ^:)^
engkau mengatakan:
"Sebenarnya, entah apakah 32 ciri manusia agung itu benar atau tidak, entah apakah Bodhisatta ketika lahir berjalan tujuh langkah tumbuh sekuntum lotus disetiap pijakan kakinya itu benar atau tidak, Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan. Anomali di atas tidak akan mampu kita buktikan kebenaran atau kesalahannya selain menerima sebagai demikian adanya."
Jika benar-benar dibaca keseluruhan itu akan menyimpulkan bahwa saya tidak peduli pada hal-hal demikian entah itu tambahan belakangan atau tidak. Ini hanya sebuah "safe bet". Jika pun tambahan, tidak mengurangi kebenaran Dhamma ajaran Sang Buddha. Jika pun tidak, maka Dhamma ajaran Sang Buddha tetap cemerlang.
kseimpulan adalah satu hal, tapi statement awal adalah hal lainnya lagi
Quote from: Indra on 09 August 2010, 11:15:12 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 11:00:18 PM
mungkin harus lihat sejarahnya dulu, aye baca yang buddhacarita juga memang ada euy melangkah 7 langkah dan ada lotusnya euy =))
32. With the radiant splendour of his limbs he extinguished like the sun the splendour of the lamps; with his beautiful hue as of precious gold he illuminated all the quarters of space.
33. Unflurried, with the lotus-sign in high relief, far-striding, set down with a stamp, seven such firm footsteps did he then take, he who was like the constellation of the seven.
34. `I am born for supreme knowledge, for the welfare of the world, thus this is my last birth,' thus did he of lion gait, gazing at the four quarters, utter a voice full of auspicious meaning.
35. Two streams of water bursting from heaven, bright as the moon's rays, having the power of heat and cold, fell down upon that peerless one's benign head to give refreshment to his body.
gak ada tuh, ente baca bagian mana?
mungkin maksudnya, jejak kakinya yg berbentuk spt lotus
itu lotus sign artinya tanda lotus khan? berarti bukan muncul teratai ya, bingung dah inggris mah aye nih ;D =))
Quote from: Indra on 09 August 2010, 11:16:20 PM
[spoiler]Quote from: Jerry on 09 August 2010, 11:14:00 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 10:48:42 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 10:39:11 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:51:54 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:48:58 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:39:24 PM
ada referensi valid bahwa itu adalah tambahan?
Karena di Sutta tidak disebutkan demikian, jadi ada sebagian bhikkhu atau scholar yang cenderung menganggap bahwa ada tambahan-tambahan yang terjadi sepanjang alur sejarah berkembangnya Buddhisme. Misalnya di Sutta Acchariyabhuta hanya dikatakan Bodhisatta berjalan 7 langkah tetapi tidak ada disebutkan tumbuhnya kuntum-kuntum lotus di bawah pijakan kakinya. Saya sendiri belum mengetahui, mungkin masih ada sutta-sutta lainnya yang menerangkan atau menambah informasi mengenai ini, misalnya mungkin saja ada sutta yang menyebutkan tumbuhnya lotus. Tetapi sejauh ini saya belum menemukan, karena itu saya tetap pada pilihan 'azas praduga tak bersalah': berasumsi tak bersalah hingga terbukti bersalah.
Ini berbeda pada sebagian orang lainnya yang mungkin secara tergesa-gesa mengambil pilihan 'azas praduga bersalah': berasumsi salah hingga terbukti tak bersalah.
dengan menyimpulkan bahwa itu adalah tambahan belakangan, ini termasuk azas yg mana?
Baca yang jelas dong yang sebelumnya Bang.. Saya tidak menyimpulkan toh? Saya menanyakan toh? Ini berdasarkan tulisan dan pendapat para scholar toh? Di bagian mana saya menuliskan saya menyimpulkan bahwa itu adalah tambahan belakangan toh? :D
Kamsiah Kamsiah.. ^:)^
engkau mengatakan:
"Sebenarnya, entah apakah 32 ciri manusia agung itu benar atau tidak, entah apakah Bodhisatta ketika lahir berjalan tujuh langkah tumbuh sekuntum lotus disetiap pijakan kakinya itu benar atau tidak, Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan. Anomali di atas tidak akan mampu kita buktikan kebenaran atau kesalahannya selain menerima sebagai demikian adanya."
Jika benar-benar dibaca keseluruhan itu akan menyimpulkan bahwa saya tidak peduli pada hal-hal demikian entah itu tambahan belakangan atau tidak. Ini hanya sebuah "safe bet". Jika pun tambahan, tidak mengurangi kebenaran Dhamma ajaran Sang Buddha. Jika pun tidak, maka Dhamma ajaran Sang Buddha tetap cemerlang.
[/spoiler]
kseimpulan adalah satu hal, tapi statement awal adalah hal lainnya lagi
Kamsudnya? ???
Quote from: ryu on 09 August 2010, 10:52:04 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 10:46:40 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:37:39 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:26:54 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:19:00 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 08:29:20 PM
Quote from: pannadevi on 09 August 2010, 04:44:18 PM
sebenarnya saya juga pernah baca ini, tapi sama juga, masih merasakan sangsi, seperti dongeng aja, mana mungkin lidah bisa menutup semua wajah, kalau panjang mungkin, tp klo melebar hingga menutup wajah kok saya juga masih sangsi (ini sejujurnya lo), sedang yg satunya sy jelas ga berani nanya....
Memang harus diragukan Neri.. Karena di atas dikatakan lidahnya menutupi dahi, bukan semua wajah. Apalagi di cerita tidak dikatakan bisa melebar hingga menutupi wajah. Jelas harus diragukan. ;)
menutup dahi otomatis dari mulut hidung mata trus ke dahi, hampir semua wajah. apalagi ini bisa ke telinga, weleh2.
Mengikuti Logika Deva:
Hampir semua wajah = sebagian wajah
Semua wajah = seluruh wajah
Beda toh? :D
Sebenarnya, entah apakah 32 ciri manusia agung itu benar atau tidak, entah apakah Bodhisatta ketika lahir berjalan tujuh langkah tumbuh sekuntum lotus disetiap pijakan kakinya itu benar atau tidak, Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan. Anomali di atas tidak akan mampu kita buktikan kebenaran atau kesalahannya selain menerima sebagai demikian adanya.
kalau yang sekuntum lotus itu keknya memang tambahan, legenda yang berkembang.
Ternyata RAPB juga tidak mencatat soal lotus ini ;D
:hammer: , jadi kalau ada di RAPB langsung bantah yak =))
Bro Ryu yang baik,
Bukan hanya di RAPB tidak ada mengenai munculnya teratai, dalam Sutta juga tidak, bahkan Nidanakatha yang boleh dibilang paling lengkap mengenai kisah kelahiran Bodhisatta juga tidak mengatakan ada teratai muncul.
Bhante S. Dhammika mengutip Mahavasthu. Setahu saya Mahavasthu adalah kitab suci Mahayana bukan Theravada.
_/\_
Quote from: ryu on 09 August 2010, 11:22:01 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 11:15:12 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 11:00:18 PM
mungkin harus lihat sejarahnya dulu, aye baca yang buddhacarita juga memang ada euy melangkah 7 langkah dan ada lotusnya euy =))
32. With the radiant splendour of his limbs he extinguished like the sun the splendour of the lamps; with his beautiful hue as of precious gold he illuminated all the quarters of space.
33. Unflurried, with the lotus-sign in high relief, far-striding, set down with a stamp, seven such firm footsteps did he then take, he who was like the constellation of the seven.
34. `I am born for supreme knowledge, for the welfare of the world, thus this is my last birth,' thus did he of lion gait, gazing at the four quarters, utter a voice full of auspicious meaning.
35. Two streams of water bursting from heaven, bright as the moon's rays, having the power of heat and cold, fell down upon that peerless one's benign head to give refreshment to his body.
gak ada tuh, ente baca bagian mana?
mungkin maksudnya, jejak kakinya yg berbentuk spt lotus
itu lotus sign artinya tanda lotus khan? berarti bukan muncul teratai ya, bingung dah inggris mah aye nih ;D =))
33. dengan santai, dengan tanda-teratai dalam bentuk relief (gambar timbul), melangkah lebar, membubuhkan cap, ia kemudian melangkah dengan tegas, ia yang bagaikan bintang tujuh
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 11:22:34 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 11:16:20 PM
[spoiler]Quote from: Jerry on 09 August 2010, 11:14:00 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 10:48:42 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 10:39:11 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:51:54 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:48:58 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:39:24 PM
ada referensi valid bahwa itu adalah tambahan?
Karena di Sutta tidak disebutkan demikian, jadi ada sebagian bhikkhu atau scholar yang cenderung menganggap bahwa ada tambahan-tambahan yang terjadi sepanjang alur sejarah berkembangnya Buddhisme. Misalnya di Sutta Acchariyabhuta hanya dikatakan Bodhisatta berjalan 7 langkah tetapi tidak ada disebutkan tumbuhnya kuntum-kuntum lotus di bawah pijakan kakinya. Saya sendiri belum mengetahui, mungkin masih ada sutta-sutta lainnya yang menerangkan atau menambah informasi mengenai ini, misalnya mungkin saja ada sutta yang menyebutkan tumbuhnya lotus. Tetapi sejauh ini saya belum menemukan, karena itu saya tetap pada pilihan 'azas praduga tak bersalah': berasumsi tak bersalah hingga terbukti bersalah.
Ini berbeda pada sebagian orang lainnya yang mungkin secara tergesa-gesa mengambil pilihan 'azas praduga bersalah': berasumsi salah hingga terbukti tak bersalah.
dengan menyimpulkan bahwa itu adalah tambahan belakangan, ini termasuk azas yg mana?
Baca yang jelas dong yang sebelumnya Bang.. Saya tidak menyimpulkan toh? Saya menanyakan toh? Ini berdasarkan tulisan dan pendapat para scholar toh? Di bagian mana saya menuliskan saya menyimpulkan bahwa itu adalah tambahan belakangan toh? :D
Kamsiah Kamsiah.. ^:)^
engkau mengatakan:
"Sebenarnya, entah apakah 32 ciri manusia agung itu benar atau tidak, entah apakah Bodhisatta ketika lahir berjalan tujuh langkah tumbuh sekuntum lotus disetiap pijakan kakinya itu benar atau tidak, Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan. Anomali di atas tidak akan mampu kita buktikan kebenaran atau kesalahannya selain menerima sebagai demikian adanya."
Jika benar-benar dibaca keseluruhan itu akan menyimpulkan bahwa saya tidak peduli pada hal-hal demikian entah itu tambahan belakangan atau tidak. Ini hanya sebuah "safe bet". Jika pun tambahan, tidak mengurangi kebenaran Dhamma ajaran Sang Buddha. Jika pun tidak, maka Dhamma ajaran Sang Buddha tetap cemerlang.
[/spoiler]
kseimpulan adalah satu hal, tapi statement awal adalah hal lainnya lagi
Kamsudnya? ???
bahwa you're inconsistent, berusaha melarikan diri dari tanggung jawab
Quote from: Indra on 09 August 2010, 11:37:08 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 11:22:01 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 11:15:12 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 11:00:18 PM
mungkin harus lihat sejarahnya dulu, aye baca yang buddhacarita juga memang ada euy melangkah 7 langkah dan ada lotusnya euy =))
32. With the radiant splendour of his limbs he extinguished like the sun the splendour of the lamps; with his beautiful hue as of precious gold he illuminated all the quarters of space.
33. dengan santai, with the lotus-sign in high relief, far-striding, set down with a stamp, seven such firm footsteps did he then take, he who was like the constellation of the seven.
34. `I am born for supreme knowledge, for the welfare of the world, thus this is my last birth,' thus did he of lion gait, gazing at the four quarters, utter a voice full of auspicious meaning.
35. Two streams of water bursting from heaven, bright as the moon's rays, having the power of heat and cold, fell down upon that peerless one's benign head to give refreshment to his body.
gak ada tuh, ente baca bagian mana?
mungkin maksudnya, jejak kakinya yg berbentuk spt lotus
itu lotus sign artinya tanda lotus khan? berarti bukan muncul teratai ya, bingung dah inggris mah aye nih ;D =))
33. mendadak, dengan tanda-teratai dalam bentuk relief (gambar timbul), melangkah lebar, membubuhkan cap, ia kemudian melangkah dengan tegas, ia yang bagaikan bintang tujuh
Bro Indra yang baik,
Kemungkinan yang dimaksud dengan Lotus sign adalah tapak kaki Beliau, walaupun ini juga masih "debatable" Tapi dikatakan bahwa selain dari 32 karakteristik mayor pangeran siddhattha jug memiliki 80 karakteristik minor, tapi saya belum menemukan penjelasan mengenai 80 karakteristik minor tersebut.
_/\_
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 11:43:19 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 11:37:08 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 11:22:01 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 11:15:12 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 11:00:18 PM
mungkin harus lihat sejarahnya dulu, aye baca yang buddhacarita juga memang ada euy melangkah 7 langkah dan ada lotusnya euy =))
32. With the radiant splendour of his limbs he extinguished like the sun the splendour of the lamps; with his beautiful hue as of precious gold he illuminated all the quarters of space.
33. dengan santai, with the lotus-sign in high relief, far-striding, set down with a stamp, seven such firm footsteps did he then take, he who was like the constellation of the seven.
34. `I am born for supreme knowledge, for the welfare of the world, thus this is my last birth,' thus did he of lion gait, gazing at the four quarters, utter a voice full of auspicious meaning.
35. Two streams of water bursting from heaven, bright as the moon's rays, having the power of heat and cold, fell down upon that peerless one's benign head to give refreshment to his body.
gak ada tuh, ente baca bagian mana?
mungkin maksudnya, jejak kakinya yg berbentuk spt lotus
itu lotus sign artinya tanda lotus khan? berarti bukan muncul teratai ya, bingung dah inggris mah aye nih ;D =))
33. mendadak, dengan tanda-teratai dalam bentuk relief (gambar timbul), melangkah lebar, membubuhkan cap, ia kemudian melangkah dengan tegas, ia yang bagaikan bintang tujuh
Bro Indra yang baik,
Kemungkinan yang dimaksud dengan Lotus sign adalah tapak kaki Beliau, walaupun ini juga masih "debatable" Tapi dikatakan bahwa selain dari 32 karakteristik mayor pangeran siddhattha jug memiliki 80 karakteristik minor, tapi saya belum menemukan penjelasan mengenai 80 karakteristik minor tersebut.
_/\_
baca RAPB, buku 1, hal 505
Quote from: Indra on 09 August 2010, 11:39:20 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 11:22:34 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 11:16:20 PM
[spoiler]Quote from: Jerry on 09 August 2010, 11:14:00 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 10:48:42 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 10:39:11 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:51:54 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:48:58 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:39:24 PM
ada referensi valid bahwa itu adalah tambahan?
Karena di Sutta tidak disebutkan demikian, jadi ada sebagian bhikkhu atau scholar yang cenderung menganggap bahwa ada tambahan-tambahan yang terjadi sepanjang alur sejarah berkembangnya Buddhisme. Misalnya di Sutta Acchariyabhuta hanya dikatakan Bodhisatta berjalan 7 langkah tetapi tidak ada disebutkan tumbuhnya kuntum-kuntum lotus di bawah pijakan kakinya. Saya sendiri belum mengetahui, mungkin masih ada sutta-sutta lainnya yang menerangkan atau menambah informasi mengenai ini, misalnya mungkin saja ada sutta yang menyebutkan tumbuhnya lotus. Tetapi sejauh ini saya belum menemukan, karena itu saya tetap pada pilihan 'azas praduga tak bersalah': berasumsi tak bersalah hingga terbukti bersalah.
Ini berbeda pada sebagian orang lainnya yang mungkin secara tergesa-gesa mengambil pilihan 'azas praduga bersalah': berasumsi salah hingga terbukti tak bersalah.
dengan menyimpulkan bahwa itu adalah tambahan belakangan, ini termasuk azas yg mana?
Baca yang jelas dong yang sebelumnya Bang.. Saya tidak menyimpulkan toh? Saya menanyakan toh? Ini berdasarkan tulisan dan pendapat para scholar toh? Di bagian mana saya menuliskan saya menyimpulkan bahwa itu adalah tambahan belakangan toh? :D
Kamsiah Kamsiah.. ^:)^
engkau mengatakan:
"Sebenarnya, entah apakah 32 ciri manusia agung itu benar atau tidak, entah apakah Bodhisatta ketika lahir berjalan tujuh langkah tumbuh sekuntum lotus disetiap pijakan kakinya itu benar atau tidak, Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan. Anomali di atas tidak akan mampu kita buktikan kebenaran atau kesalahannya selain menerima sebagai demikian adanya."
Jika benar-benar dibaca keseluruhan itu akan menyimpulkan bahwa saya tidak peduli pada hal-hal demikian entah itu tambahan belakangan atau tidak. Ini hanya sebuah "safe bet". Jika pun tambahan, tidak mengurangi kebenaran Dhamma ajaran Sang Buddha. Jika pun tidak, maka Dhamma ajaran Sang Buddha tetap cemerlang.
[/spoiler]
kseimpulan adalah satu hal, tapi statement awal adalah hal lainnya lagi
Kamsudnya? ???
bahwa you're inconsistent, berusaha melarikan diri dari tanggung jawab
Atau Bang Kum yang tidak melihat dengan jelas?
Kesimpulan saya adalah "Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya
hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan." Saya tidak menyimpulkan secara pasti ADA penambahan belakangan, melainkan saya berfokus pada bahwa Dhamma ajaran Sang Buddha tidak akan berkurang nilainya entah ada beberapa penambahan belakangan atau tidak ada.
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 11:50:15 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 11:39:20 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 11:22:34 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 11:16:20 PM
[spoiler]Quote from: Jerry on 09 August 2010, 11:14:00 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 10:48:42 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 10:39:11 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:51:54 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:48:58 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:39:24 PM
ada referensi valid bahwa itu adalah tambahan?
Karena di Sutta tidak disebutkan demikian, jadi ada sebagian bhikkhu atau scholar yang cenderung menganggap bahwa ada tambahan-tambahan yang terjadi sepanjang alur sejarah berkembangnya Buddhisme. Misalnya di Sutta Acchariyabhuta hanya dikatakan Bodhisatta berjalan 7 langkah tetapi tidak ada disebutkan tumbuhnya kuntum-kuntum lotus di bawah pijakan kakinya. Saya sendiri belum mengetahui, mungkin masih ada sutta-sutta lainnya yang menerangkan atau menambah informasi mengenai ini, misalnya mungkin saja ada sutta yang menyebutkan tumbuhnya lotus. Tetapi sejauh ini saya belum menemukan, karena itu saya tetap pada pilihan 'azas praduga tak bersalah': berasumsi tak bersalah hingga terbukti bersalah.
Ini berbeda pada sebagian orang lainnya yang mungkin secara tergesa-gesa mengambil pilihan 'azas praduga bersalah': berasumsi salah hingga terbukti tak bersalah.
dengan menyimpulkan bahwa itu adalah tambahan belakangan, ini termasuk azas yg mana?
Baca yang jelas dong yang sebelumnya Bang.. Saya tidak menyimpulkan toh? Saya menanyakan toh? Ini berdasarkan tulisan dan pendapat para scholar toh? Di bagian mana saya menuliskan saya menyimpulkan bahwa itu adalah tambahan belakangan toh? :D
Kamsiah Kamsiah.. ^:)^
engkau mengatakan:
"Sebenarnya, entah apakah 32 ciri manusia agung itu benar atau tidak, entah apakah Bodhisatta ketika lahir berjalan tujuh langkah tumbuh sekuntum lotus disetiap pijakan kakinya itu benar atau tidak, Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan. Anomali di atas tidak akan mampu kita buktikan kebenaran atau kesalahannya selain menerima sebagai demikian adanya."
Jika benar-benar dibaca keseluruhan itu akan menyimpulkan bahwa saya tidak peduli pada hal-hal demikian entah itu tambahan belakangan atau tidak. Ini hanya sebuah "safe bet". Jika pun tambahan, tidak mengurangi kebenaran Dhamma ajaran Sang Buddha. Jika pun tidak, maka Dhamma ajaran Sang Buddha tetap cemerlang.
[/spoiler]
kseimpulan adalah satu hal, tapi statement awal adalah hal lainnya lagi
Kamsudnya? ???
bahwa you're inconsistent, berusaha melarikan diri dari tanggung jawab
Atau Bang Kum yang tidak melihat dengan jelas?
Kesimpulan saya adalah "Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan." Saya tidak menyimpulkan secara pasti ADA penambahan belakangan, melainkan saya berfokus pada bahwa Dhamma ajaran Sang Buddha tidak akan berkurang nilainya entah ada beberapa penambahan belakangan atau tidak ada.
seharusnya "Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya
bahkan seandainya hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan."
Quote from: Indra on 09 August 2010, 11:54:30 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 11:50:15 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 11:39:20 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 11:22:34 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 11:16:20 PM
[spoiler]Quote from: Jerry on 09 August 2010, 11:14:00 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 10:48:42 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 10:39:11 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:51:54 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:48:58 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 09:39:24 PM
ada referensi valid bahwa itu adalah tambahan?
Karena di Sutta tidak disebutkan demikian, jadi ada sebagian bhikkhu atau scholar yang cenderung menganggap bahwa ada tambahan-tambahan yang terjadi sepanjang alur sejarah berkembangnya Buddhisme. Misalnya di Sutta Acchariyabhuta hanya dikatakan Bodhisatta berjalan 7 langkah tetapi tidak ada disebutkan tumbuhnya kuntum-kuntum lotus di bawah pijakan kakinya. Saya sendiri belum mengetahui, mungkin masih ada sutta-sutta lainnya yang menerangkan atau menambah informasi mengenai ini, misalnya mungkin saja ada sutta yang menyebutkan tumbuhnya lotus. Tetapi sejauh ini saya belum menemukan, karena itu saya tetap pada pilihan 'azas praduga tak bersalah': berasumsi tak bersalah hingga terbukti bersalah.
Ini berbeda pada sebagian orang lainnya yang mungkin secara tergesa-gesa mengambil pilihan 'azas praduga bersalah': berasumsi salah hingga terbukti tak bersalah.
dengan menyimpulkan bahwa itu adalah tambahan belakangan, ini termasuk azas yg mana?
Baca yang jelas dong yang sebelumnya Bang.. Saya tidak menyimpulkan toh? Saya menanyakan toh? Ini berdasarkan tulisan dan pendapat para scholar toh? Di bagian mana saya menuliskan saya menyimpulkan bahwa itu adalah tambahan belakangan toh? :D
Kamsiah Kamsiah.. ^:)^
engkau mengatakan:
"Sebenarnya, entah apakah 32 ciri manusia agung itu benar atau tidak, entah apakah Bodhisatta ketika lahir berjalan tujuh langkah tumbuh sekuntum lotus disetiap pijakan kakinya itu benar atau tidak, Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan. Anomali di atas tidak akan mampu kita buktikan kebenaran atau kesalahannya selain menerima sebagai demikian adanya."
Jika benar-benar dibaca keseluruhan itu akan menyimpulkan bahwa saya tidak peduli pada hal-hal demikian entah itu tambahan belakangan atau tidak. Ini hanya sebuah "safe bet". Jika pun tambahan, tidak mengurangi kebenaran Dhamma ajaran Sang Buddha. Jika pun tidak, maka Dhamma ajaran Sang Buddha tetap cemerlang.
[/spoiler]
kseimpulan adalah satu hal, tapi statement awal adalah hal lainnya lagi
Kamsudnya? ???
bahwa you're inconsistent, berusaha melarikan diri dari tanggung jawab
Atau Bang Kum yang tidak melihat dengan jelas?
Kesimpulan saya adalah "Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan." Saya tidak menyimpulkan secara pasti ADA penambahan belakangan, melainkan saya berfokus pada bahwa Dhamma ajaran Sang Buddha tidak akan berkurang nilainya entah ada beberapa penambahan belakangan atau tidak ada.
seharusnya "Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya bahkan seandainya hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan."
Nah itu mungkin term yang lebih tepat, thanks Bang Kum! ^:)^
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 11:35:46 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 10:52:04 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 10:46:40 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:37:39 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:26:54 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:19:00 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 08:29:20 PM
Quote from: pannadevi on 09 August 2010, 04:44:18 PM
sebenarnya saya juga pernah baca ini, tapi sama juga, masih merasakan sangsi, seperti dongeng aja, mana mungkin lidah bisa menutup semua wajah, kalau panjang mungkin, tp klo melebar hingga menutup wajah kok saya juga masih sangsi (ini sejujurnya lo), sedang yg satunya sy jelas ga berani nanya....
Memang harus diragukan Neri.. Karena di atas dikatakan lidahnya menutupi dahi, bukan semua wajah. Apalagi di cerita tidak dikatakan bisa melebar hingga menutupi wajah. Jelas harus diragukan. ;)
menutup dahi otomatis dari mulut hidung mata trus ke dahi, hampir semua wajah. apalagi ini bisa ke telinga, weleh2.
Mengikuti Logika Deva:
Hampir semua wajah = sebagian wajah
Semua wajah = seluruh wajah
Beda toh? :D
Sebenarnya, entah apakah 32 ciri manusia agung itu benar atau tidak, entah apakah Bodhisatta ketika lahir berjalan tujuh langkah tumbuh sekuntum lotus disetiap pijakan kakinya itu benar atau tidak, Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan. Anomali di atas tidak akan mampu kita buktikan kebenaran atau kesalahannya selain menerima sebagai demikian adanya.
kalau yang sekuntum lotus itu keknya memang tambahan, legenda yang berkembang.
Ternyata RAPB juga tidak mencatat soal lotus ini ;D
:hammer: , jadi kalau ada di RAPB langsung bantah yak =))
Bro Ryu yang baik,
Bukan hanya di RAPB tidak ada mengenai munculnya teratai, dalam Sutta juga tidak, bahkan Nidanakatha yang boleh dibilang paling lengkap mengenai kisah kelahiran Bodhisatta juga tidak mengatakan ada teratai muncul.
Bhante S. Dhammika mengutip Mahavasthu. Setahu saya Mahavasthu adalah kitab suci Mahayana bukan Theravada.
_/\_
mat Fabian yang baik,
Bhante Dhammika berusaha menjelaskan kelahiran siddharta yang seoriginal mungkin dan dia menerangkan banyak tambahan2 dalam cerita2 legenda kelahiran siddharta seperti contoh muncul lotus itu :)
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 11:35:46 PM
Bro Ryu yang baik,
Bukan hanya di RAPB tidak ada mengenai munculnya teratai, dalam Sutta juga tidak, bahkan Nidanakatha yang boleh dibilang paling lengkap mengenai kisah kelahiran Bodhisatta juga tidak mengatakan ada teratai muncul.
Bhante S. Dhammika mengutip Mahavasthu. Setahu saya Mahavasthu adalah kitab suci Mahayana bukan Theravada.
_/\_
Maaf, mau ralat sedikit, Mahavastu memang teks Buddhis berbahasa Sanskrit, tetapi ia bukan milik aliran Mahayana tetapi merupakan bagian dari Vinaya Pitaka dari aliran Lokkuttaravada, cabang dari Mahasanghika yang memisahkan diri dari Sthraviravada (cikal bakal Theravada saat ini). Walaupun konsepsi Buddha dalam Mahavastu adalah lokuttara (di atas duniawi) dalam Mahavastu menjadi cikal bakal konsep adi duniawi sosok Buddha dalam Mahayana, tetapi isinya banyak kesamaan dengan kisah dalam Nidanakatha, Jataka, dan teks Pali lainnya. hanya berbeda dalam detailnya saja. Sebagian terjemahannya dalam bahasa Indonesia (belum selesai) bisa dilihat di http://www.w****a.com/forum/kumpulan-sutra-vinaya-buddhist/7803-mahavastu-avadana-indeks.html
Quote from: ryu on 10 August 2010, 07:18:05 AM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 11:35:46 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 10:52:04 PM
Quote from: Indra on 09 August 2010, 10:46:40 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:37:39 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 09:26:54 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 09:19:00 PM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 08:29:20 PM
Quote from: pannadevi on 09 August 2010, 04:44:18 PM
sebenarnya saya juga pernah baca ini, tapi sama juga, masih merasakan sangsi, seperti dongeng aja, mana mungkin lidah bisa menutup semua wajah, kalau panjang mungkin, tp klo melebar hingga menutup wajah kok saya juga masih sangsi (ini sejujurnya lo), sedang yg satunya sy jelas ga berani nanya....
Memang harus diragukan Neri.. Karena di atas dikatakan lidahnya menutupi dahi, bukan semua wajah. Apalagi di cerita tidak dikatakan bisa melebar hingga menutupi wajah. Jelas harus diragukan. ;)
menutup dahi otomatis dari mulut hidung mata trus ke dahi, hampir semua wajah. apalagi ini bisa ke telinga, weleh2.
Mengikuti Logika Deva:
Hampir semua wajah = sebagian wajah
Semua wajah = seluruh wajah
Beda toh? :D
Sebenarnya, entah apakah 32 ciri manusia agung itu benar atau tidak, entah apakah Bodhisatta ketika lahir berjalan tujuh langkah tumbuh sekuntum lotus disetiap pijakan kakinya itu benar atau tidak, Dhamma yang telah dibabarkan Sang Bhagava tidak berkurang nilainya hanya karena hal-hal di atas merupakan tambahan belakangan. Anomali di atas tidak akan mampu kita buktikan kebenaran atau kesalahannya selain menerima sebagai demikian adanya.
kalau yang sekuntum lotus itu keknya memang tambahan, legenda yang berkembang.
Ternyata RAPB juga tidak mencatat soal lotus ini ;D
:hammer: , jadi kalau ada di RAPB langsung bantah yak =))
Bro Ryu yang baik,
Bukan hanya di RAPB tidak ada mengenai munculnya teratai, dalam Sutta juga tidak, bahkan Nidanakatha yang boleh dibilang paling lengkap mengenai kisah kelahiran Bodhisatta juga tidak mengatakan ada teratai muncul.
Bhante S. Dhammika mengutip Mahavasthu. Setahu saya Mahavasthu adalah kitab suci Mahayana bukan Theravada.
_/\_
mat Fabian yang baik,
Bhante Dhammika berusaha menjelaskan kelahiran siddharta yang seoriginal mungkin dan dia menerangkan banyak tambahan2 dalam cerita2 legenda kelahiran siddharta seperti contoh muncul lotus itu :)
Ya setuju bro, teratai adalah tambahan yang hanya ada di literatur Mahayana... tapi berjalan tujuh langkah memang ada di sutta...
_/\_
Quote from: seniya on 10 August 2010, 07:39:15 AM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 11:35:46 PM
Bro Ryu yang baik,
Bukan hanya di RAPB tidak ada mengenai munculnya teratai, dalam Sutta juga tidak, bahkan Nidanakatha yang boleh dibilang paling lengkap mengenai kisah kelahiran Bodhisatta juga tidak mengatakan ada teratai muncul.
Bhante S. Dhammika mengutip Mahavasthu. Setahu saya Mahavasthu adalah kitab suci Mahayana bukan Theravada.
_/\_
Maaf, mau ralat sedikit, Mahavastu memang teks Buddhis berbahasa Sanskrit, tetapi ia bukan milik aliran Mahayana tetapi merupakan bagian dari Vinaya Pitaka dari aliran Lokkuttaravada, cabang dari Mahasanghika yang memisahkan diri dari Sthraviravada (cikal bakal Theravada saat ini). Walaupun konsepsi Buddha dalam Mahavastu adalah lokuttara (di atas duniawi) dalam Mahavastu menjadi cikal bakal konsep adi duniawi sosok Buddha dalam Mahayana, tetapi isinya banyak kesamaan dengan kisah dalam Nidanakatha, Jataka, dan teks Pali lainnya. hanya berbeda dalam detailnya saja. Sebagian terjemahannya dalam bahasa Indonesia (belum selesai) bisa dilihat di http://www.w****a.com/forum/kumpulan-sutra-vinaya-buddhist/7803-mahavastu-avadana-indeks.html
Bro Seniya yang baik,
Maaf saya memang kurang begitu jelas yang mana Mahayana dan yang mana Mahasanghika.Terus terang saya tidak begitu jelas yang mana sesungguhnya kitab suci Mahayana, karena nampaknya semua kitab yang berbahasa sanskrit dianggap kitab suci Mahayana.
Jadi untuk mudahnya, kitab Mahasanghika dan seluruh kitab Buddhis yang berbahasa Sansekerta saya anggap Mahayana .
_/\_
Lho kok w****a. c o m disensor y?
Quote from: seniya on 10 August 2010, 09:39:13 AM
Lho kok w****a. c o m disensor y?
dilarang memberikan link situs atau forum lain, demi kenyamanan forum, soalnya suka ada orang yang berusaha mengadu domba antar forum.
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 10:26:26 PM
Sebenarnya kalau mau diangkat ke soal legenda atau asli, sesuai topik, ada yang perlu ditanyakan. Kira-kira di dhamma-vinaya bagian mana Sang Buddha menyebutkan dan menjelaskan soal Panca Niyama ya? Thanks.. ^:)^
Maaf terlambat jwbnya.....
Ternyata Panca Niyama (atau lebih tepatnya Dhamma Niyama yang berunsur lima) tidak ditemukan dalam kanon Tipitaka mana pun, tetapi berasal dari kitab komentar (Abhidhammavatara, Digha Nikaya Atthakatha, dst)
Quote
fivefold niyama in the Pali commentaries
It is well known that the list of 'pañcavidha niyama', fivefold niyama or the five niyamas, is only found in the commentaries, not in the Pali canon. In fact, it only occurs twice in the whole commentarial literature. The first occurrence is in the commentary to the Mahaapadaana Sutta in the Diigha Nikaaya. Here the Buddha is describing the life of the former Buddha Vipassi, and tells of sixteen special occurrences at the time of Vipassi's birth, things which always happen at the birth of a Buddha-to-be. Some are pious, such as his mother being completely virtuous; some are sad, such as her dying after seven days; and many are supernatural, such as the earthquake that rocks the entire universe at the descent of the bodhisatta into his mother's womb. After describing each special occurrence, the Buddha says 'and all this is natural [dhammataa]'. (4)
The word 'dhammataa' is an abstract noun derived from 'dhamma', and it could also be rendered 'according to dhamma'. The commentary takes it upon itself to explain what is meant by 'dhammataa' here. It first glosses 'dhammataa' as 'sabhaava' (nature) and as 'niyama' (order or necessity). Then it goes on to explain the fivefold niyama. (5) I will quote Walpola Rahula's summary of the passage (I will do this because Rahula is writing about dhammataa, not the fivefold niyama, so he is not trying to make any particular point about niyama):
'The commentary goes on to enumerate five kinds of niyaama "order of things": (i) kammaniyaama "the order of kamma", i.e. good actions produce good results and bad actions produce bad results; (ii) utu-niyaama "the order of the seasons", i.e. in certain regions of the earth at certain periods the flowering and fruiting of trees, the blowing or ceasing of wind, the degree of the heat of the sun, the amount of rain-fall, some flowers like the lotuses opening during the day and closing at night and so on; (iii) biija-niyaama "the order of seeds or germs", i.e. a seed producing its own kind as barley seed produces barley; (iv) citta-niyaama "the order of mind", i.e. the order of the process of mind-activities as the preceding thought-moment causing and conditioning the succeeding one in a cause and effect
relation; (v) dhamma-niyaama "the order of dhamma", i.e. such events like the quaking of the ten thousand world-systems at the Bodhisatta's conception in his mother's womb and at his birth. At the end of the discussion the Commentary decides that in this case the dhammataa refers to dhammaniyaama.' (6)
The other occurrence of pañcavidha niyama is in the Atthasaalinii, the commentary on the Dhammasangani, the first book of the Theravaada Abhidhamma Pitaka. (7) The exposition of fivefold niyama here is very similar, the only difference being that the emphasis is on how the citta-niyaama is an automatic, natural process of perception, as described by the very complex Abhidhamma theory of unconscious mind-moments. This process is thus compared to the seasonal patterns of plants and weather, how the seeds of plants sprout as plants of the same sort, how good actions lead to good results and bad actions to bad, and how there are always earthquakes at the birth of the bodhisatta. The Atthasaalinii seems to take for granted the list of fivefold niyama but uses it to illustrate different kinds of natural, non-volitional processes that happen of their own accord.
Sumber: http://www.dhivan.net-a.googlepages.com/shortniyamasessay.pdf (http://www.dhivan.net-a.googlepages.com/shortniyamasessay.pdf)
Jadi apakah ajaran tentang Niyama tidak valid? Padahal kita selalu menggunakan Niyama untuk menjelaskan semua fenomena fisik dan mental yang terjadi di alam semesta tanpa campur tangan sosok pengatur/pencipta....
Quote from: pannadevi on 09 August 2010, 04:30:20 PM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 07:32:32 AM
Quote from: pannadevi on 09 August 2010, 07:12:52 AM
Quote from: fabian c on 09 August 2010, 07:04:31 AM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 06:36:43 AM
Quote from: Jerry on 09 August 2010, 12:36:16 AM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 12:36:03 PM
[spoiler]Quote from: fabian c on 08 August 2010, 12:23:49 PM
Quote from: ryu on 08 August 2010, 08:28:42 AM
Quote from: fabian c on 08 August 2010, 08:10:52 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 09:10:15 PM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:34:35 AM
Quote from: ryu on 07 August 2010, 11:15:10 AM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:05:24 AM
Bro Indra yang baik,
saya setuju bro, bahwa beliau memang kontroversial, saya masih ingat dulu saya pernah berargumen di Samaggi Phala beberapa tahun yang lalu. Mengenai komentarnya terhadap Mahaparinibbana Sutta.
Bhikkhu Mettanando nampaknya mengomentari berdasarkan asumsi pribadi, tanpa didukung fakta referensi yang kredibel. Ada satu hal menarik dari tulisannya, ketika ia mengatakan bahwa kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali adalah karangan belaka dan tak ditemukan di Tipitaka.
Padahal kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali, ada tertulis di Achariyabhuta Sutta, Majjhima Nikaya.
Pendapat-pendapat yang tak berdasar seperti itu tidak sepantasnya keluar dari seorang intelektual, apalagi beliau seorang Bhikkhu.
_/\_
kelahiran pangeran itu memang ada di tipitaka tapi katanya itu hanyalah simbolik, kata Ven. S. Dhammika
Bro Ryu yang baik,
Bila kita mau kritis kita juga bisa pertanyakan bhante Dhammika, darimana Bhante Dhammika tahu itu hanya simbolik...? Apa kredibilitas beliau...?
Jadi saya hanya menerima pendapat bhante Dhammika hanya sebatas pendapat juga, itu boleh-boleh saja.
Bukan berarti pendapat beliau benar.
_/\_
ko fabian yang baik, itu ada di catatan kaki dalam MN III.123 Acchariyabbhutadhamma Sutta, cerita ini tumbuh, demi menekankan makna spiritual kelahiran Sang Pangeran. Tujuh langkah dan pernyataan keberadaan-spiritualnya adalah perlambang bahwa anak ini telah siap untuk melaksanakan Tujuh Faktor Pencerahan (satta bojjhanga) yakni kesadaran/kemawasan, penyelidikan fenomena, keteguhan, kegembiraan, ketenangan, konsentrasi dan keseimbangan - dan olehnya akan mencapai kebahagiaan Nibbana. Teratai, tentunya, melambangkan Nibbana. Sutta yang sama disebutkan pada kelahiran Sang Buddha
Bro Ryu yang baik,
Saya rasa itu adalah tafsiran terhadap sutta, yang jelas melangkah tujuh kali tertulis di Sutta, mengenai benar tidak nya tentu kita tidak tahu karena kita tidak hadir disana ketika itu terjadi.
Sejauh belum ada argumentasi yang lebih sahih, Sutta tersebut adalah penggambaran yang dianggap paling mewakili.
_/\_
ko Fabian yang baik,
di sutta itu hanyalah menggambarkan tanda2 kelahiran Boddhisatva, bukan menceritakan kelahiran Sidharta Gautama, sama seperti dalam Digha Nikaya 14 yang menceritakan Buddha Vipassi, mungkin apabila disebutkan semua bodhisatva ketika dilahirkan berjalan tujuh langkah termasuk pangeran Sidharta aye tidak tahu, kalau boleh minta apa ada sutta yang menceritakan riwayat pangeran Sidharta yang mengenai itu tolong dong kasih link nya thanks. BTW ini OOT kalau mau lanjut mungkin harus bikin thread baru, eh ada kok threadnya di :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394)
;D
Bro Ryu yang baik,
Setahu saya setiap Bodhisatta pada kelahirannya yang terakhir memang akan selalu terlahir dalam keadaan-keadaan yang selalu demikian, umpamanya disertai 32 keajaiban, usia ibunya singkat dsbnya.
Pada prinsipnya saya tak mau men-judge isi Tipitaka.
Karena saya tak ada disana pada waktu itu. Entah kalau para scholar menganggap mereka tahu kejadian yang sebenarnya.
_/\_
[/spoiler]
mat fabian yang baik :
bukankah justru para scholar/yang membuat cerita gotama ketika lahir langsung berjalan 7 langkah yang diambil kesimpulan dari cerita kelahiran semua bodhisatta harus begitu, sedangkan sumber asli dari tipitaka sendiri tidak ada yang mengatakan ketika gottama lahir langsung berjalan tujuh langkah, saya coba cari cerita ratu maha maya tidak ada, boleh tahu ga link sutta nya :)
Intermezzo Ko Fab & Cek Ryu..
ADA. Memang ada sumber asli Tipitaka yang menyatakan ketika lahir bodhisatta yang masih bayi berjalan tujuh langkah. Ada di Majjhima Nikaya 123: Acchariyabbhuta-dhamma Sutta (http://www.mahindarama.com/e-tipitaka/Majjhima-Nikaya/mn-123.htm) (Sutta tentang mukjizat)
Sebelumnya saya DULU (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,7167.msg138394.html#msg138394) pernah meragukan juga dari sisi rasionalitas & berpendapat mungkin mukjizat kelahiran bodhisatta hanya penambahan belakangan. Hingga saya menemukan memang ada sutta yang memuat hal tersebut. Setidaknya ini mematahkan keraguan semula saya, meski dari sisi rasionalitas mungkin masih terasa sedikit aneh, tapi malah hal ini memicu saya untuk ehipassiko sendiri. :P
Sedikit telat.. Thanks Bang Kumis yang udah mereply saya 1,5 tahun lalu sehingga saya kemudian mengambil asas praduga tak bersalah atas cerita2 buddhisme yang belum terbukti kebenarannya.
_/\_
intermezo juga lagi :D
di sutta itu hanya menerangkan keluarbiasaan kelahiran bodhisatta, bukan menerangkan cerita kelahiran siddharta, sama seperti dalam sutta digha 14.
Bro Ryu yang baik,
Memang seringkali demikian cara Sang Buddha menggambarkan keadaan Beliau yang lampau ketika masih menjadi Bodhisatta.
Dalam Jataka juga demikian, yang dimaksudkan di Jataka bukan orang lain, tapi Beliau.
Di Achariyabhuta sutta tidak dijelaskan Bodhisatta yang mana, itu bisa berarti Beliau sendiri, atau Beliau dan juga para Bodhisatta yang lain, yang jelas Sutta itu tak mungkin menceritakan hanya Bodhisatta yang lain tapi bukan Beliau.
_/\_
bro Fabian yg baik,
pls tolong dijelaskan yg bertanda bold, kok sy kurang mengerti maksudnya...kayaknya anda juga sama dengan saya, kurang mempercayai kisah kelahiran beliau....tapi saya sekarang udah percaya, karena kalau ditangani dewa sudah pasti BEDA, tidak bisa sama dg kelahiran normal....
mettacittena,
Samaneri yang saya hormati,
Maksudnya Sutta ini menceritakan Beliau ketika masih menjadi Bodhisatta, atau Beliau dan juga Bodhisatta-Bodhisatta yang lain, sesuai dengan Dhammata (dalam versi Dhammacitta diterjemahkan: sesuai dengan peraturan) maksudnya adalah susuai dengan hukum alam. Peristiwa semacam itu selalu terjadi mengiringi kisah kelahiran terakhir setiap Bodhisatta yang akan menjadi Buddha.
Sebagai contoh, ketiga Buddha terdahulu sebelum Sang Buddha Gotama, selalu mencapai Penerangan Sempurna tepat di tempat yang sama, hanya pohonnya yang berbeda. Ini sesuai dengan Dhammata, karena dijelaskan di Jataka, hanya tempat itu di bumi yang mampu menahan pencapaian seorang Buddha.
Mettacittena,
fabian
thanks atas jawaban nya bro Fabian,
sory baru sy tanggapi krn td pagi brkt jam 7 pagi ini baru aja pulang. langsung baca tanggapan ini.
begini bro yg buat sy agak bingung adalah kalimat "Sutta itu tak mungkin menceritakan hanya Bodhisatta yang lain tapi bukan Beliau" padahal yg sedang kita bahas adalah beliau, Buddha Gotama. Makanya saya nanya lagi krn disitu ada kalimat bro Fabian demikian. Apakah ada salah ketik? mengingat yg sedang kita bahas adalah beliau. Selanjutnya tanggapan anda menjawab bhw yg dimaksud adalah "sesuai dengan Dhammata (dalam versi Dhammacitta diterjemahkan: sesuai dengan peraturan) maksudnya adalah susuai dengan hukum alam. Peristiwa semacam itu selalu terjadi mengiringi kisah kelahiran terakhir setiap Bodhisatta yang akan menjadi Buddha". jadi seperti nya blm menjawab yg saya tanyakan, krn disitu bro menulis bukan hanya Bodhisattva yang lain tapi bukan beliau. mohon jangan salah paham ya bro, sy hanya mau meluruskan apa yg saya tanyakan....thanks sblm n sessdnya...
mettacittena,
mo meralat posting ini, ternyata saya yg salah membaca....bukan adanya kesalahan ketik....thanks bro Fabian....
mettacittena,
QuotePada suatu sore, Petapa Gotama merenungkan bahwa Ia telah pulih kembali dan merasa lebih segar setelah jatuh pingsan pada hari sebelumnya – berkat susu kambing yang diberikan oleh anak laki-laki gembala itu. Jika tidak demikian, pastilah Ia sudah mati. Tatkala merenung seperti itu, sekelompok gadis penyanyi yang tengah berjalan menuju kota berlalu di dekat tempat Ia bermeditasi. Seraya berjalan, mereka berdendang: "Jika dawai kecapi ditala terlalu longgar, suaranya tak akan muncul. Jika dawai ditala terlalu kencang, dawai akan putus. Jika dawai ditala tidak terlalu longgar dan tidak terlalu kencang, kecapi akan menghasilkan suara merdu."
Batin Petapa Gotama sungguh tergugah oleh syair tembang yang dilantunkan para gadis itu. Ia telah terlalu banyak menikmati kepuasan indrawi dengan segala kemewahannya selagi masih tinggal di istana dulu. Sebagaimana halnya dawai kecapi yang ditala terlalu longgar, demikian pula Pencerahan tak akan tercapai dengan pemanjaan diri. Ia juga telah menjalankan tapa sedemikian ketat hingga hampir mati. Sebagaimana halnya dawai kecapi yang ditala terlalu kencang, demikian pula Pencerahan tak dapat dicapai melalui penyiksaan diri.
mengenai dawai ini kenapa bisa berkembang ceritanya menjadi seperti ini?
Karena ada rentang waktu 2500 tahun. Waktu yang cukup lama buat nambah-nambah ngurang-ngurangin.
Quote from: ryu on 17 August 2010, 05:22:19 AM
QuotePada suatu sore, Petapa Gotama merenungkan bahwa Ia telah pulih kembali dan merasa lebih segar setelah jatuh pingsan pada hari sebelumnya – berkat susu kambing yang diberikan oleh anak laki-laki gembala itu. Jika tidak demikian, pastilah Ia sudah mati. Tatkala merenung seperti itu, sekelompok gadis penyanyi yang tengah berjalan menuju kota berlalu di dekat tempat Ia bermeditasi. Seraya berjalan, mereka berdendang: "Jika dawai kecapi ditala terlalu longgar, suaranya tak akan muncul. Jika dawai ditala terlalu kencang, dawai akan putus. Jika dawai ditala tidak terlalu longgar dan tidak terlalu kencang, kecapi akan menghasilkan suara merdu."
Batin Petapa Gotama sungguh tergugah oleh syair tembang yang dilantunkan para gadis itu. Ia telah terlalu banyak menikmati kepuasan indrawi dengan segala kemewahannya selagi masih tinggal di istana dulu. Sebagaimana halnya dawai kecapi yang ditala terlalu longgar, demikian pula Pencerahan tak akan tercapai dengan pemanjaan diri. Ia juga telah menjalankan tapa sedemikian ketat hingga hampir mati. Sebagaimana halnya dawai kecapi yang ditala terlalu kencang, demikian pula Pencerahan tak dapat dicapai melalui penyiksaan diri.
mengenai dawai ini kenapa bisa berkembang ceritanya menjadi seperti ini?
Perumpamaan kecapi ini memang ada dalam Pitaka, suatu perumpamaan yg diberikan oleh Sang Buddha untuk mengajar Bhikkhu Sona Kolivisa.
Quote from: RAPB
Mengetahui pikiran Sang Thera, Sang Buddha datang pada suatu malam disertai oleh banyak bhikkhu ke tempat itu, dan melihat jalan setapak yang merah, Beliau bertanya: "Para bhikkhu, jalan setapak siapakah itu yang merah bagaikan rumah pemotongan hewan?" (Walaupun Beliau mengetahui, tetapi Beliau tetap bertanya, dengan tujuan untuk membabarkan khotbah). Para bhikkhu menjawab: "Buddha Yang Agung, telapak kaki Yang Mulia Sona, yang berusaha keras berjalan dalam latihan meditasi, telah terluka. Jalan setapak ini menjadi merah bagaikan rumah pemotongan hewan adalah milik bhikkhu itu, Sona." Sang Buddha berjalan menuju tempat meditasi Sona Thera dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan.
Sona Thera datang dan bersujud kepada Sang Buddha dan duduk di tempat yang semestinya. Ketika Sang Buddha bertanya apakah benar ia memiliki pikiran seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Sona Thera mengakui hal itu. Selanjutnya Sang Buddha membabarkan khotbah, perumpamaan kecapi, dawai kecapi tidak boleh terlalu kencang juga tidak boleh terlalu kendur.
Buddha: Anakku, bagaimanakah menurutmu mengenai pertanyaan yang akan kuajukan ini? Engkau boleh menjawabnya sesukamu. Engkau terampil dalam bermain kecapi sewaktu masih menjadi seorang awam, bukan?
Sona: Ya, Buddha Yang Agung.
(Ketika Yang Mulia Sona masih muda, orang tuanya berpikir: "Jika putera kami mempelajari keterampilan lain, ia akan menjadi lelah. Tetapi bermain kecapi adalah suatu hal yang dapat dipelajari sambil duduk dengan nyaman di suatu tempat." Maka ia mempelajari keterampilan bermain kecapi dan menjadi seorang pemain yang ahli.
(Sang Buddha mengetahui bahwa "Bentuk meditasi lainnya tidak cocok untuk Bhikkhu Sona. Ketika masih menjadi seorang awam, ia terampil dalam bermain kecapi. Ia akan cepat mencapai pengetahuan spiritual jika Aku mengajarkannya dengan memanfaatkan keterampilannya itu." Maka, setelah bertanya kepada Sona Thera seperti di atas, Sang Buddha memulai khotbahNya.)
Buddha: Anakku, Sona, bagaimanakah menurutmu mengenai pertanyaan yang akan kuajukan ini? Jika dawai kecapimu terlalu kencang, apakah kecapimu akan menghasilkan bunyi yang merdu? Apakah bunyinya akan bertahan lama?
Sona: Buddha Yang Agung, tidak mungkin. Kecapi itu tidak akan menghasilkan bunyi yang merdu juga tidak akan bertahan lama.
Buddha: Anakku, Sona, Bagaimanakah menurutmu mengenai pertanyaan yang akan kuajukan ini? Jika dawai kecapimu terlalu kendur, apakah kecapimu akan menghasilkan bunyi yang merdu? Apakah bunyinya akan bertahan lama?
Sona: Buddha Yang Agung, tidak mungkin. Kecapi itu tidak akan menghasilkan bunyi yang merdu juga tidak akan bertahan lama.
Buddha: Anakku, Sona, Bagaimanakah menurutmu mengenai pertanyaan yang akan kuajukan ini? Jika dawai kecapimu tidak terlalu kencang juga tidak terlalu kendur, apakah kecapimu akan menghasilkan bunyi yang merdu? Apakah bunyinya akan bertahan lama?
Sona: Ya, itu mungkin, Buddha Yang Agung, kecapi itu akan menghasilkan bunyi yang merdu dan akan bertahan lama.
Buddha: Demikian pula, anakku Sona, usaha yang berlebihan akan mengakibatkan kegelisahan (uddhacca). (Usaha yang berlebihan akan mengakibatkan kegelisahan.) Usaha yang terlalu kendur akan mengakibatkan kelambanan (kosajja) (Kurangnya usaha akan mengakibatkan kelambanan.) Karena itu, anakku Sona, usaha (viriya) dan konsentrasi (samadhi) harus sama jumlahnya. (Usahakan agar usaha dan konsentrasi tetap seimbang.) Usahakan agar kemampuanmu seperti keyakinan (saddha) juga dalam tingkat yang sama. (Usahakan agar lima indria seperti keyakinan (saddha), usaha (viriya), perhatian (sati), konsentrasi (samadhi) dan kebijaksanaan (panna) juga dalam porsi yang sama.) saat semuanya seimbang, cobalah untuk mendapatkan ketenangan, dan lain-lain.
Sona: Baiklah, Buddha Yang Agung.
Setelah menasehati Sona Thera dengan memberikan perumpamaan bermain kecapi dan setelah mengajarkan praktek meditasi yang melibatkan keseimbangan sempurna antara usaha dan konsentrasi, Sang Buddha kembali ke vihara di Bukit Gijjhakuta.
Quote from: Indra on 17 August 2010, 02:28:47 PM
Quote from: ryu on 17 August 2010, 05:22:19 AM
QuotePada suatu sore, Petapa Gotama merenungkan bahwa Ia telah pulih kembali dan merasa lebih segar setelah jatuh pingsan pada hari sebelumnya – berkat susu kambing yang diberikan oleh anak laki-laki gembala itu. Jika tidak demikian, pastilah Ia sudah mati. Tatkala merenung seperti itu, sekelompok gadis penyanyi yang tengah berjalan menuju kota berlalu di dekat tempat Ia bermeditasi. Seraya berjalan, mereka berdendang: "Jika dawai kecapi ditala terlalu longgar, suaranya tak akan muncul. Jika dawai ditala terlalu kencang, dawai akan putus. Jika dawai ditala tidak terlalu longgar dan tidak terlalu kencang, kecapi akan menghasilkan suara merdu."
Batin Petapa Gotama sungguh tergugah oleh syair tembang yang dilantunkan para gadis itu. Ia telah terlalu banyak menikmati kepuasan indrawi dengan segala kemewahannya selagi masih tinggal di istana dulu. Sebagaimana halnya dawai kecapi yang ditala terlalu longgar, demikian pula Pencerahan tak akan tercapai dengan pemanjaan diri. Ia juga telah menjalankan tapa sedemikian ketat hingga hampir mati. Sebagaimana halnya dawai kecapi yang ditala terlalu kencang, demikian pula Pencerahan tak dapat dicapai melalui penyiksaan diri.
mengenai dawai ini kenapa bisa berkembang ceritanya menjadi seperti ini?
Perumpamaan kecapi ini memang ada dalam Pitaka, suatu perumpamaan yg diberikan oleh Sang Buddha untuk mengajar Bhikkhu Sona Kolivisa.
Quote from: RAPB
Mengetahui pikiran Sang Thera, Sang Buddha datang pada suatu malam disertai oleh banyak bhikkhu ke tempat itu, dan melihat jalan setapak yang merah, Beliau bertanya: "Para bhikkhu, jalan setapak siapakah itu yang merah bagaikan rumah pemotongan hewan?" (Walaupun Beliau mengetahui, tetapi Beliau tetap bertanya, dengan tujuan untuk membabarkan khotbah). Para bhikkhu menjawab: "Buddha Yang Agung, telapak kaki Yang Mulia Sona, yang berusaha keras berjalan dalam latihan meditasi, telah terluka. Jalan setapak ini menjadi merah bagaikan rumah pemotongan hewan adalah milik bhikkhu itu, Sona." Sang Buddha berjalan menuju tempat meditasi Sona Thera dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan.
Sona Thera datang dan bersujud kepada Sang Buddha dan duduk di tempat yang semestinya. Ketika Sang Buddha bertanya apakah benar ia memiliki pikiran seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Sona Thera mengakui hal itu. Selanjutnya Sang Buddha membabarkan khotbah, perumpamaan kecapi, dawai kecapi tidak boleh terlalu kencang juga tidak boleh terlalu kendur.
Buddha: Anakku, bagaimanakah menurutmu mengenai pertanyaan yang akan kuajukan ini? Engkau boleh menjawabnya sesukamu. Engkau terampil dalam bermain kecapi sewaktu masih menjadi seorang awam, bukan?
Sona: Ya, Buddha Yang Agung.
(Ketika Yang Mulia Sona masih muda, orang tuanya berpikir: "Jika putera kami mempelajari keterampilan lain, ia akan menjadi lelah. Tetapi bermain kecapi adalah suatu hal yang dapat dipelajari sambil duduk dengan nyaman di suatu tempat." Maka ia mempelajari keterampilan bermain kecapi dan menjadi seorang pemain yang ahli.
(Sang Buddha mengetahui bahwa "Bentuk meditasi lainnya tidak cocok untuk Bhikkhu Sona. Ketika masih menjadi seorang awam, ia terampil dalam bermain kecapi. Ia akan cepat mencapai pengetahuan spiritual jika Aku mengajarkannya dengan memanfaatkan keterampilannya itu." Maka, setelah bertanya kepada Sona Thera seperti di atas, Sang Buddha memulai khotbahNya.)
Buddha: Anakku, Sona, bagaimanakah menurutmu mengenai pertanyaan yang akan kuajukan ini? Jika dawai kecapimu terlalu kencang, apakah kecapimu akan menghasilkan bunyi yang merdu? Apakah bunyinya akan bertahan lama?
Sona: Buddha Yang Agung, tidak mungkin. Kecapi itu tidak akan menghasilkan bunyi yang merdu juga tidak akan bertahan lama.
Buddha: Anakku, Sona, Bagaimanakah menurutmu mengenai pertanyaan yang akan kuajukan ini? Jika dawai kecapimu terlalu kendur, apakah kecapimu akan menghasilkan bunyi yang merdu? Apakah bunyinya akan bertahan lama?
Sona: Buddha Yang Agung, tidak mungkin. Kecapi itu tidak akan menghasilkan bunyi yang merdu juga tidak akan bertahan lama.
Buddha: Anakku, Sona, Bagaimanakah menurutmu mengenai pertanyaan yang akan kuajukan ini? Jika dawai kecapimu tidak terlalu kencang juga tidak terlalu kendur, apakah kecapimu akan menghasilkan bunyi yang merdu? Apakah bunyinya akan bertahan lama?
Sona: Ya, itu mungkin, Buddha Yang Agung, kecapi itu akan menghasilkan bunyi yang merdu dan akan bertahan lama.
Buddha: Demikian pula, anakku Sona, usaha yang berlebihan akan mengakibatkan kegelisahan (uddhacca). (Usaha yang berlebihan akan mengakibatkan kegelisahan.) Usaha yang terlalu kendur akan mengakibatkan kelambanan (kosajja) (Kurangnya usaha akan mengakibatkan kelambanan.) Karena itu, anakku Sona, usaha (viriya) dan konsentrasi (samadhi) harus sama jumlahnya. (Usahakan agar usaha dan konsentrasi tetap seimbang.) Usahakan agar kemampuanmu seperti keyakinan (saddha) juga dalam tingkat yang sama. (Usahakan agar lima indria seperti keyakinan (saddha), usaha (viriya), perhatian (sati), konsentrasi (samadhi) dan kebijaksanaan (panna) juga dalam porsi yang sama.) saat semuanya seimbang, cobalah untuk mendapatkan ketenangan, dan lain-lain.
Sona: Baiklah, Buddha Yang Agung.
Setelah menasehati Sona Thera dengan memberikan perumpamaan bermain kecapi dan setelah mengajarkan praktek meditasi yang melibatkan keseimbangan sempurna antara usaha dan konsentrasi, Sang Buddha kembali ke vihara di Bukit Gijjhakuta.
aye tau cerita itu, hanya kenapa bisa ada perubahan cerita riwayat Buddha ke arah situ? sejak kapan sejarah Buddha menjadi begitu?
biasa, ada komentarnya
biasanya sutta itu ada penjelasannya, apa latar belakang peristiwa itu. seingat saya memang ada penjelasan bahwa dawai itu pada saat sebelum mencapai pencerahan.
Quote from: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 18 August 2010, 03:12:58 PM
biasanya sutta itu ada penjelasannya, apa latar belakang peristiwa itu. seingat saya memang ada penjelasan bahwa dawai itu pada saat sebelum mencapai pencerahan.
jadi memang bener ya ada?
Quote from: ryu on 18 August 2010, 03:15:34 PM
Quote from: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 18 August 2010, 03:12:58 PM
biasanya sutta itu ada penjelasannya, apa latar belakang peristiwa itu. seingat saya memang ada penjelasan bahwa dawai itu pada saat sebelum mencapai pencerahan.
jadi memang bener ya ada?
masih sekedar ingatan, harus dicek&ricek lagi. kita tunggu info lebih lanjut.