Diskriminasi bhikkhunikah?

Started by Peacemind, 06 August 2010, 09:53:19 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

pannadevi

Quote from: seniya on 08 August 2010, 10:49:45 AM
[at] peacemind:

Jd kesimpulannya apakah Sangha bhikkhuni didirikan 5 th setelah penerangan atau 20 th?

iya sama, saya juga menyimpan pertanyaan itu dlm hati selama ini, krn keterbatasan sy, maklum kuliah agama Buddha juga barusan aja, tapi di Srilanka seluruh dosen sll mengajarkan setelah 20 thn, nahh...kita mesti selidiki dulu lebih mendalam, tidak mungkin mereka keliru karena mereka asli Theravadin Buddhist sejak abad 3SM, bagus juga materi ini, sangat bermanfaat, karena kita jadi tahu....

mettacittena

Peacemind

Quote from: seniya on 08 August 2010, 10:49:45 AM
[at] peacemind:

Jd kesimpulannya apakah Sangha bhikkhuni didirikan 5 th setelah penerangan atau 20 th?

Sesuai dengan kitab komentar dari Mahāsamayasutta dan sub-komentar dari Bhikkhunikkhandhaka, dan jika memang Raja Suddhodana meninggal pada saat Sang BUddha memasuki vassa ke lima, berarti Bhikkkhunisangha didirikan pada tahun ke lima setelah penerangan agung.

Btw, saya pernah bertemu dengan ven, Pategama Gnanarama.Beliau bhikkhu dari Sri Lanka.  Kebetulan kita bertemu di toko buku di Sri Lanka dan bercakap-cakap singkat. Saat ini beliau adalah the principle of the Buddhist and Pali College, Singapore.

ryu

Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

adi lim

Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:05:24 AM
Quote from: Indra on 06 August 2010, 03:32:09 PM
Bhikkhu Mettanando ini memang kontroversial, saya pernah membaca artikelnya tentang kematian Sang Buddha yang mendobrak pandangan yg selama ini kita anut dari Mahaparinibbana Sutta.

Bro Indra yang baik,
saya setuju bro, bahwa beliau memang kontroversial, saya masih ingat dulu saya pernah berargumen di Samaggi Phala beberapa tahun yang lalu. Mengenai komentarnya terhadap Mahaparinibbana Sutta.

Bhikkhu Mettanando nampaknya mengomentari berdasarkan asumsi pribadi, tanpa didukung fakta referensi yang kredibel. Ada satu hal menarik dari tulisannya, ketika ia mengatakan  bahwa kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali adalah karangan belaka dan tak ditemukan di Tipitaka.

Padahal kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali, ada tertulis di Achariyabhuta Sutta, Majjhima Nikaya.

Pendapat-pendapat yang tak berdasar seperti itu tidak sepantasnya keluar dari seorang intelektual, apalagi beliau seorang Bhikkhu.

_/\_
kalau begitu B.Mettanando ada masalah !
jelas ada di Sutta tapi mengeluarkan pernyataan tidak ada di Tipitaka !
pengetahuan tentang Tipitaka tidak valid alias ASBUN
_/\_
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

ryu

Quote from: adi lim on 09 August 2010, 11:35:10 AM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:05:24 AM
Quote from: Indra on 06 August 2010, 03:32:09 PM
Bhikkhu Mettanando ini memang kontroversial, saya pernah membaca artikelnya tentang kematian Sang Buddha yang mendobrak pandangan yg selama ini kita anut dari Mahaparinibbana Sutta.

Bro Indra yang baik,
saya setuju bro, bahwa beliau memang kontroversial, saya masih ingat dulu saya pernah berargumen di Samaggi Phala beberapa tahun yang lalu. Mengenai komentarnya terhadap Mahaparinibbana Sutta.

Bhikkhu Mettanando nampaknya mengomentari berdasarkan asumsi pribadi, tanpa didukung fakta referensi yang kredibel. Ada satu hal menarik dari tulisannya, ketika ia mengatakan  bahwa kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali adalah karangan belaka dan tak ditemukan di Tipitaka.

Padahal kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali, ada tertulis di Achariyabhuta Sutta, Majjhima Nikaya.

Pendapat-pendapat yang tak berdasar seperti itu tidak sepantasnya keluar dari seorang intelektual, apalagi beliau seorang Bhikkhu.

_/\_
kalau begitu B.Mettanando ada masalah !
jelas ada di Sutta tapi mengeluarkan pernyataan tidak ada di Tipitaka !
pengetahuan tentang Tipitaka tidak valid alias ASBUN
_/\_
keknya belum salah, belum ada di sutta yang menceritakan ratu maha maya yang melahirkan siddharta.
OOT kalau mau ikut nyambung ke sini :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,17611.msg283770
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Peacemind

Quote from: ryu on 09 August 2010, 12:26:59 PM
Quote from: adi lim on 09 August 2010, 11:35:10 AM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:05:24 AM
Quote from: Indra on 06 August 2010, 03:32:09 PM
Bhikkhu Mettanando ini memang kontroversial, saya pernah membaca artikelnya tentang kematian Sang Buddha yang mendobrak pandangan yg selama ini kita anut dari Mahaparinibbana Sutta.

Bro Indra yang baik,
saya setuju bro, bahwa beliau memang kontroversial, saya masih ingat dulu saya pernah berargumen di Samaggi Phala beberapa tahun yang lalu. Mengenai komentarnya terhadap Mahaparinibbana Sutta.

Bhikkhu Mettanando nampaknya mengomentari berdasarkan asumsi pribadi, tanpa didukung fakta referensi yang kredibel. Ada satu hal menarik dari tulisannya, ketika ia mengatakan  bahwa kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali adalah karangan belaka dan tak ditemukan di Tipitaka.

Padahal kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali, ada tertulis di Achariyabhuta Sutta, Majjhima Nikaya.

Pendapat-pendapat yang tak berdasar seperti itu tidak sepantasnya keluar dari seorang intelektual, apalagi beliau seorang Bhikkhu.

_/\_
kalau begitu B.Mettanando ada masalah !
jelas ada di Sutta tapi mengeluarkan pernyataan tidak ada di Tipitaka !
pengetahuan tentang Tipitaka tidak valid alias ASBUN
_/\_
keknya belum salah, belum ada di sutta yang menceritakan ratu maha maya yang melahirkan siddharta.
OOT kalau mau ikut nyambung ke sini :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,17611.msg283770

Lho kan tertulis dalam Mahāpādanasutta, Dīghanikāya, bahwa ibu Buddha Gotama adalah ratu Maya.

ryu

Quote from: Peacemind on 09 August 2010, 10:59:14 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 12:26:59 PM
Quote from: adi lim on 09 August 2010, 11:35:10 AM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:05:24 AM
Quote from: Indra on 06 August 2010, 03:32:09 PM
Bhikkhu Mettanando ini memang kontroversial, saya pernah membaca artikelnya tentang kematian Sang Buddha yang mendobrak pandangan yg selama ini kita anut dari Mahaparinibbana Sutta.

Bro Indra yang baik,
saya setuju bro, bahwa beliau memang kontroversial, saya masih ingat dulu saya pernah berargumen di Samaggi Phala beberapa tahun yang lalu. Mengenai komentarnya terhadap Mahaparinibbana Sutta.

Bhikkhu Mettanando nampaknya mengomentari berdasarkan asumsi pribadi, tanpa didukung fakta referensi yang kredibel. Ada satu hal menarik dari tulisannya, ketika ia mengatakan  bahwa kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali adalah karangan belaka dan tak ditemukan di Tipitaka.

Padahal kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali, ada tertulis di Achariyabhuta Sutta, Majjhima Nikaya.

Pendapat-pendapat yang tak berdasar seperti itu tidak sepantasnya keluar dari seorang intelektual, apalagi beliau seorang Bhikkhu.

_/\_
kalau begitu B.Mettanando ada masalah !
jelas ada di Sutta tapi mengeluarkan pernyataan tidak ada di Tipitaka !
pengetahuan tentang Tipitaka tidak valid alias ASBUN
_/\_
keknya belum salah, belum ada di sutta yang menceritakan ratu maha maya yang melahirkan siddharta.
OOT kalau mau ikut nyambung ke sini :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,17611.msg283770

Lho kan tertulis dalam Mahāpādanasutta, Dīghanikāya, bahwa ibu Buddha Gotama adalah ratu Maya.
maksud saya, menceritakan ratu maya mimpi gajah, trus ke taman lumbini, trus melahirkan siddharta.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Peacemind

Quote from: ryu on 09 August 2010, 11:02:29 PM
Quote from: Peacemind on 09 August 2010, 10:59:14 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 12:26:59 PM
Quote from: adi lim on 09 August 2010, 11:35:10 AM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:05:24 AM
Quote from: Indra on 06 August 2010, 03:32:09 PM
Bhikkhu Mettanando ini memang kontroversial, saya pernah membaca artikelnya tentang kematian Sang Buddha yang mendobrak pandangan yg selama ini kita anut dari Mahaparinibbana Sutta.

Bro Indra yang baik,
saya setuju bro, bahwa beliau memang kontroversial, saya masih ingat dulu saya pernah berargumen di Samaggi Phala beberapa tahun yang lalu. Mengenai komentarnya terhadap Mahaparinibbana Sutta.

Bhikkhu Mettanando nampaknya mengomentari berdasarkan asumsi pribadi, tanpa didukung fakta referensi yang kredibel. Ada satu hal menarik dari tulisannya, ketika ia mengatakan  bahwa kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali adalah karangan belaka dan tak ditemukan di Tipitaka.

Padahal kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali, ada tertulis di Achariyabhuta Sutta, Majjhima Nikaya.

Pendapat-pendapat yang tak berdasar seperti itu tidak sepantasnya keluar dari seorang intelektual, apalagi beliau seorang Bhikkhu.

_/\_
kalau begitu B.Mettanando ada masalah !
jelas ada di Sutta tapi mengeluarkan pernyataan tidak ada di Tipitaka !
pengetahuan tentang Tipitaka tidak valid alias ASBUN
_/\_
keknya belum salah, belum ada di sutta yang menceritakan ratu maha maya yang melahirkan siddharta.
OOT kalau mau ikut nyambung ke sini :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,17611.msg283770

Lho kan tertulis dalam Mahāpādanasutta, Dīghanikāya, bahwa ibu Buddha Gotama adalah ratu Maya.
maksud saya, menceritakan ratu maya mimpi gajah, trus ke taman lumbini, trus melahirkan siddharta.

Oh begitu. :)

ryu

Quote from: Peacemind on 09 August 2010, 11:23:50 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 11:02:29 PM
Quote from: Peacemind on 09 August 2010, 10:59:14 PM
Quote from: ryu on 09 August 2010, 12:26:59 PM
Quote from: adi lim on 09 August 2010, 11:35:10 AM
Quote from: fabian c on 07 August 2010, 11:05:24 AM
Quote from: Indra on 06 August 2010, 03:32:09 PM
Bhikkhu Mettanando ini memang kontroversial, saya pernah membaca artikelnya tentang kematian Sang Buddha yang mendobrak pandangan yg selama ini kita anut dari Mahaparinibbana Sutta.

Bro Indra yang baik,
saya setuju bro, bahwa beliau memang kontroversial, saya masih ingat dulu saya pernah berargumen di Samaggi Phala beberapa tahun yang lalu. Mengenai komentarnya terhadap Mahaparinibbana Sutta.

Bhikkhu Mettanando nampaknya mengomentari berdasarkan asumsi pribadi, tanpa didukung fakta referensi yang kredibel. Ada satu hal menarik dari tulisannya, ketika ia mengatakan  bahwa kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali adalah karangan belaka dan tak ditemukan di Tipitaka.

Padahal kisah kelahiran pangeran Sidhattha yang melangkah tujuh kali, ada tertulis di Achariyabhuta Sutta, Majjhima Nikaya.

Pendapat-pendapat yang tak berdasar seperti itu tidak sepantasnya keluar dari seorang intelektual, apalagi beliau seorang Bhikkhu.

_/\_
kalau begitu B.Mettanando ada masalah !
jelas ada di Sutta tapi mengeluarkan pernyataan tidak ada di Tipitaka !
pengetahuan tentang Tipitaka tidak valid alias ASBUN
_/\_
keknya belum salah, belum ada di sutta yang menceritakan ratu maha maya yang melahirkan siddharta.
OOT kalau mau ikut nyambung ke sini :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,17611.msg283770

Lho kan tertulis dalam Mahāpādanasutta, Dīghanikāya, bahwa ibu Buddha Gotama adalah ratu Maya.
maksud saya, menceritakan ratu maya mimpi gajah, trus ke taman lumbini, trus melahirkan siddharta.

Oh begitu. :)
maaf sam threadnya jadi agak OOT ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Adhitthana

Quote from: Peacemind on 08 August 2010, 12:20:56 PM
Quote from: seniya on 08 August 2010, 10:49:45 AM
[at] peacemind:

Jd kesimpulannya apakah Sangha bhikkhuni didirikan 5 th setelah penerangan atau 20 th?

Sesuai dengan kitab komentar dari Mahāsamayasutta dan sub-komentar dari Bhikkhunikkhandhaka, dan jika memang Raja Suddhodana meninggal pada saat Sang BUddha memasuki vassa ke lima, berarti Bhikkkhunisangha didirikan pada tahun ke lima setelah penerangan agung.

Btw, saya pernah bertemu dengan ven, Pategama Gnanarama.Beliau bhikkhu dari Sri Lanka.  Kebetulan kita bertemu di toko buku di Sri Lanka dan bercakap-cakap singkat. Saat ini beliau adalah the principle of the Buddhist and Pali College, Singapore.
tanya juga  ;D

Vinaya utk para Bhikkhu ... diterapkan pada vassa brapa?

Setelah Raja Suddhodana meninggal  .... apa ada kemungkinan Pangeran Rahula yg mengantikan?
mirip kisah kerajaan terakhir Tiongkok ..... Kaisar terakhir Pu yii yg di angkat pada usia muda, tapi kendali/kekuasaan kerajan tetap di pegang Ibunda ratu .....
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Jerry

Quote from: Virya on 10 August 2010, 01:21:59 AM
Quote from: Peacemind on 08 August 2010, 12:20:56 PM
Quote from: seniya on 08 August 2010, 10:49:45 AM
[at] peacemind:

Jd kesimpulannya apakah Sangha bhikkhuni didirikan 5 th setelah penerangan atau 20 th?

Sesuai dengan kitab komentar dari Mahāsamayasutta dan sub-komentar dari Bhikkhunikkhandhaka, dan jika memang Raja Suddhodana meninggal pada saat Sang BUddha memasuki vassa ke lima, berarti Bhikkkhunisangha didirikan pada tahun ke lima setelah penerangan agung.

Btw, saya pernah bertemu dengan ven, Pategama Gnanarama.Beliau bhikkhu dari Sri Lanka.  Kebetulan kita bertemu di toko buku di Sri Lanka dan bercakap-cakap singkat. Saat ini beliau adalah the principle of the Buddhist and Pali College, Singapore.
tanya juga  ;D

Vinaya utk para Bhikkhu ... diterapkan pada vassa brapa?

Setelah Raja Suddhodana meninggal  .... apa ada kemungkinan Pangeran Rahula yg mengantikan?
mirip kisah kerajaan terakhir Tiongkok ..... Kaisar terakhir Pu yii yg di angkat pada usia muda, tapi kendali/kekuasaan kerajan tetap di pegang Ibunda ratu .....
Vinaya bukan langsung secara lengkap, melainkan ditambahkan dari waktu ke waktu. Peraturan dibuat ketika ada pelanggaran. Bukannya peraturan dibuat untuk dilanggar. ;)
Dari vassa 1 pastinya telah ada hanya saja dalam bentuk lebih sederhana.

Rahula menjadi samanera ketika Sang Buddha kembali ke Kapilavatthu, setelah Rahula oleh Ibunya Yasodhara diminta untuk meminta warisan pada Sang Buddha. Tidak lama kemudian oleh Sang Buddha, Rahula ditabhiskan menjadi samanera. Saat itu penabhisan tidak perlu persetujuan dari orang tua, wali yang bertanggungjawab terhadap calon samanera/i atau bhikkhu/ni. Karena ditabhiskan tanpa persetujuan Raja Suddhodhana, Raja Suddhodhana menjadi sangat bersedih hati melihat satu per satu pewaris tahta sah meninggalkan keduniawian dan menjadi petapa. Kemudian atas permintaan Raja Suddhodhana inilah Sang Buddha menetapkan peraturan bahwa untuk menjadi samanera/i atau bhikkhu/ni harus mendapat persetujuan dari orang tua atau wali.
Kesimpulan: Rahula bahkan telah meninggalkan istana sebelum Raja Suddhodhana meninggal.
appamadena sampadetha

Peacemind

 [at] Ryu : It's ok, OOT.
[at] Viriya: Sdr Jerry sudah menjawab pertanyaan dengan sangat baik.

pannadevi

#102
Quote from: Jerry on 10 August 2010, 01:31:47 AM
Quote from: Virya on 10 August 2010, 01:21:59 AM
Quote from: Peacemind on 08 August 2010, 12:20:56 PM
Quote from: seniya on 08 August 2010, 10:49:45 AM
[at] peacemind:

Jd kesimpulannya apakah Sangha bhikkhuni didirikan 5 th setelah penerangan atau 20 th?

Sesuai dengan kitab komentar dari Mahāsamayasutta dan sub-komentar dari Bhikkhunikkhandhaka, dan jika memang Raja Suddhodana meninggal pada saat Sang BUddha memasuki vassa ke lima, berarti Bhikkkhunisangha didirikan pada tahun ke lima setelah penerangan agung.

Btw, saya pernah bertemu dengan ven, Pategama Gnanarama.Beliau bhikkhu dari Sri Lanka.  Kebetulan kita bertemu di toko buku di Sri Lanka dan bercakap-cakap singkat. Saat ini beliau adalah the principle of the Buddhist and Pali College, Singapore.
tanya juga  ;D

Vinaya utk para Bhikkhu ... diterapkan pada vassa brapa?

Setelah Raja Suddhodana meninggal  .... apa ada kemungkinan Pangeran Rahula yg mengantikan?
mirip kisah kerajaan terakhir Tiongkok ..... Kaisar terakhir Pu yii yg di angkat pada usia muda, tapi kendali/kekuasaan kerajan tetap di pegang Ibunda ratu .....
Vinaya bukan langsung secara lengkap, melainkan ditambahkan dari waktu ke waktu. Peraturan dibuat ketika ada pelanggaran. Bukannya peraturan dibuat untuk dilanggar. ;)
Dari vassa 1 pastinya telah ada hanya saja dalam bentuk lebih sederhana.

Rahula menjadi samanera ketika Sang Buddha kembali ke Kapilavatthu, setelah Rahula oleh Ibunya Yasodhara diminta untuk meminta warisan pada Sang Buddha. Tidak lama kemudian oleh Sang Buddha, Rahula ditabhiskan menjadi samanera. Saat itu penabhisan tidak perlu persetujuan dari orang tua, wali yang bertanggungjawab terhadap calon samanera/i atau bhikkhu/ni. Karena ditabhiskan tanpa persetujuan Raja Suddhodhana, Raja Suddhodhana menjadi sangat bersedih hati melihat satu per satu pewaris tahta sah meninggalkan keduniawian dan menjadi petapa. Kemudian atas permintaan Raja Suddhodhana inilah Sang Buddha menetapkan peraturan bahwa untuk menjadi samanera/i atau bhikkhu/ni harus mendapat persetujuan dari orang tua atau wali.
Kesimpulan: Rahula bahkan telah meninggalkan istana sebelum Raja Suddhodhana meninggal.

Quote from: Peacemind on 10 August 2010, 05:42:38 PM
[at] Ryu : It's ok, OOT.
[at] Viriya: Sdr Jerry sudah menjawab pertanyaan dengan sangat baik.

Bro Jerry yg baik,
maaf, yg saya beri tanda bold sepertinya terlewat ya...?

mettacittena,

Jerry

Namaste Neri

Tergantung definisi vinaya yang bagaimana? Seketika Sangha terbentuk pasti perlu disiplin atau rambu-rambu atau peraturan (vinaya). Dalam bentuk paling sederhana, pancasila pun termasuk vinaya kan? Hanya saja yang awalnya 6 orang anggota Sangha yaitu Sang Buddha dan pancavaggiya bhikkhu, kemudian sasana semakin berkembang. Begitu pula semakin banyak pula pelanggaran di luar vinaya yang ada, sehingga mengharuskan Sang Buddha untuk menambahkan rambu-rambu dalam mendisiplinkan dan mengarahkan tindak tanduk anggota Sangha dalam menjalani kehidupan suci. Demikian yang saya pahami.

be happy
appamadena sampadetha

Peacemind

Quote from: Jerry on 11 August 2010, 10:32:10 PM
Namaste Neri

Tergantung definisi vinaya yang bagaimana? Seketika Sangha terbentuk pasti perlu disiplin atau rambu-rambu atau peraturan (vinaya). Dalam bentuk paling sederhana, pancasila pun termasuk vinaya kan? Hanya saja yang awalnya 6 orang anggota Sangha yaitu Sang Buddha dan pancavaggiya bhikkhu, kemudian sasana semakin berkembang. Begitu pula semakin banyak pula pelanggaran di luar vinaya yang ada, sehingga mengharuskan Sang Buddha untuk menambahkan rambu-rambu dalam mendisiplinkan dan mengarahkan tindak tanduk anggota Sangha dalam menjalani kehidupan suci. Demikian yang saya pahami.

be happy

Betul sekali. Pada umumnya, dipecaya bahwa peraturan kebhikkhuan mulai ditetapkan 20 tahun setelah penerangan agung Sang Buddha. Namun ada beberapa peraturan yang sangat jelas ditetapkan Sang Buddha sebelum masa Vassa ke 20. Sebagai contoh, peraturan mengenai tempat tinggal yang bisa diterima oleh seorang bhikkhu, peraturan mengenai ijin orangtua yang harus didapat seseorang yang ingin menjadi seorang samanera atau bhikkhu, dan juga peraturan cara penahbisan. Peraturan2 ini muncul sebelum masa vassa ke 20 Sang Buddha.