Pada suatu ketika Sang Bhagavà sedang berdiam di Ràjagaha di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. Kemudian ketua sirkus Talapuña[ 1*] mendekati Sang Bhagavà, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: "Yang Mulia, aku telah mendengar ini dikatakan di antara para aktor masa lalu dalam silsilah guru-guru: 'Jika seorang aktor, dalam teater atau arena, menghibur dan menyenangkan orang-orang dengan kebenaran dan kebohongan,[ 2*] maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia akan terlahir kembali di antara para deva tertawa.' Bagaimanakah menurut Bhagavà?"
"Cukup, Ketua, biarlah demikian! Jangan menanyakan itu kepada-Ku!"
Untuk kedua kalinya dan untuk ketiga kalinya ketua sirkus Talapuña berkata: "Yang Mulia, aku telah mendengar ini dikatakan di antara para aktor masa lalu dalam silsilah guru-guru ... Bagaimanakah menurut Bhagavà?"
"Tentu saja, Ketua, Aku belum selesai denganmu[ 3*] ketika Aku berkata: 'Cukup, Ketua, biarlah demikian! Jangan menanyakan itu kepada-Ku!' namun demikian, Aku akan tetap menjawabmu. Dalam teater atau arena di antara makhluk-makhluk yang masih belum terbebas dari nafsu, yang masih terikat oleh belenggu nafsu, seorang aktor menghibur mereka dengan hal-hal yang merangsang yang menggairahkan mereka bahkan lebih kuat daripada nafsu. Dalam teater atau arena, di antara makhluk-makhluk yang masih belum terbebas dari nafsu, yang masih terikat oleh belenggu kebencian, seorang aktor menghibur mereka dengan hal-hal yang menjengkelkan yang menggairahkan mereka bahkan lebih kuat daripada kebencian. Dalam teater atau arena, di antara makhluk-makhluk yang masih belum terbebas dari nafsu, yang masih terikat oleh belenggu kebodohan, seorang aktor menghibur mereka dengan hal-hal yang membingungkan yang menggairahkan mereka bahkan lebih kuat daripada kebodohan.
"Demikianlah karena mabuk dan lengah, setelah membuat orang lain mabuk dan lengah, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di 'Neraka Tertawa.' 4*] Tetapi ia yang menganut pandangan seperti ini: 'Jika seorang aktor, dalam teater atau arena, menghibur dan menyenangkan orang-orang dengan kebenaran dan kebohongan, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia akan terlahir kembali di antara para deva tertawa.' – itu adalah pandangan salah di pihaknya. Bagi seseorang yang berpandangan salah, Aku katakan, hanya ada satu dari dua alam tujuan: neraka atau alam binatang." 5*]
Ketika ini dikatakan, ketua sirkus Talapuña menangis dan meneteskan air mata. [Sang Bhagavà berkata:] "Jadi Aku belum selesai denganmu ketika Aku berkata: 'Cukup, Ketua, biarlah demikian! Jangan menanyakan itu kepada-Ku!'"
"Aku bukan menangis, Yang Mulia, karena apa yang Bhagavà katakan kepadaku, tetapi karena aku telah dibohongi, ditipu sejak lama oleh para aktor masa lalu dalam silsilah guru-guru yang mengatakan: 'Jika seorang aktor, [ 308] dalam teater atau arena, menghibur dan menyenangkan orang-orang dengan kebenaran dan kebohongan, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia akan terlahir kembali di antara para deva tertawa.'
"Bagus sekali, Yang Mulia! Bagus sekali, Yang Mulia! Dhamma telah dijelaskan dalam berbagai cara oleh Bhagavà, bagaikan menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan bagi mereka yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan agar mereka yang memiliki penglihatan dapat melihat bentuk-bentuk. Aku berlindung kepada Bhagavà, dan kepada Dhamma, dan kepada Bhikkhu Saïgha. Bolehkah aku menerima pelepasan keduniawian di bawah Bhagavà, Yang Mulia, bolehkah aku menerima penahbisan yang lebih tinggi?"
Kemudian ketua sirkus Talapuña menerima pelepasan keduniawian dari Sang Bhagavà, ia menerima penahbisan yang lebih tinggi. Dan segera, tidak lama setelah penahbisannya yang lebih tinggi ... Yang Mulia Talapuña menjadi salah satu di antara para Arahanta.
-------------------------
Catatan kaki:[1*] Namanya berarti "kotak palem." Spk mengatakan bahwa ia diberi nama demikian karena kulit wajahnya berwarna seperti buah palem masak yang baru jatuh dari tangkainya. Ia adalah pemimpin suatu rombongan besar sirkus dan menjadi terkenal di seluruh India. Syair-syairnya, yang menonjol karena ketekunan dalam moral, terdapat pada Th 1091-1145.
[2*] Saccàlikena. Woodward menerjemahkan "dengan kebenaran palsunya" (KS 4:214), tetapi saya mengikuti Spk, yang mengemas ini sebagai suatu kata majemuk dvanda: saccena ca alikena ca.
[3*] Di sini, di mana bentuk kini diperlukan, kita harus membaca seperti pada Be dan Se na labhàmi, dan di bawah, di mana bentuk kata kerja lebih cocok, nàlatthaü. Ee menuliskan kata yang kedua dalam kedua tempat.
[4*] Pahàso nàma nirayo. Spk: Tidak ada neraka dengan nama ini. Ini sesungguhnya adalah bagian dari Neraka Avãci di mana penghuninya disiksa dalam wujud para aktor yang menari dan bernyanyi.
[5*] Baca MN I 387-89, paralel sebagian dengan kalimat ini, walaupun berhubungan dengan pandangan salah yang lain mengenai kelahiran kembali.
*Courtesy: Saṃyutta Nikāya - Vagga IV, Bab VIII; 42. Gàmaõisaüyutta (Khotbah Berkelompok kepada Kepala Desa), 2 Talapuña – DhammaCitta Press © DhammaCitta, 2010
Kayaknya yang keconvert ke unicode baru sebagian yak?
font asli memang bukan unicode, tapi ada beberapa diakritik yg kebetulan sama dengan unicode
[at] TS, apakah sutta ini juga applicable untuk segala jenis seni hiburan lainnya? misalnya musik, dll
Quote from: Indra on 11 February 2010, 11:19:31 AM
[at] TS, apakah sutta ini juga applicable untuk segala jenis seni hiburan lainnya? misalnya musik, dll
Menurut saya, tidak semua profesi di seni hiburan bisa dipukul rata.
Menurut saya, pemain teater (aktor) bisa saja terlahir kembali ke neraka jika memang pikirannya tercemar karena profesinya. Misalnya karena selalu memerankan tokoh antagonis yang jahat, maka pikirannya juga terkontaminasi; dengan kata lain profesinya malah membuat kotoran batin makin pekat. Namun sepertinya agak tautologis bila amanat Sutta ini disimpulkan demikian. Apalagi melihat catatan kaki di atas, yang seolah menyatakan bahwa pemain teater bisa terlahir ke Neraka Avici karena profesinya.
Bagaimana menurut Anda?
menurut saya
Quote
Dalam teater atau arena di antara makhluk-makhluk yang masih belum terbebas dari nafsu, yang masih terikat oleh belenggu nafsu, seorang aktor menghibur mereka dengan hal-hal yang merangsang yang menggairahkan mereka bahkan lebih kuat daripada nafsu. Dalam teater atau arena, di antara makhluk-makhluk yang masih belum terbebas dari nafsu, yang masih terikat oleh belenggu kebencian, seorang aktor menghibur mereka dengan hal-hal yang menjengkelkan yang menggairahkan mereka bahkan lebih kuat daripada kebencian. Dalam teater atau arena, di antara makhluk-makhluk yang masih belum terbebas dari nafsu, yang masih terikat oleh belenggu kebodohan, seorang aktor menghibur mereka dengan hal-hal yang membingungkan yang menggairahkan mereka bahkan lebih kuat daripada kebodohan.
ini berlaku untuk segala jenis seni hiburan, misalnya, menyanyi dan menari juga dapat memberikan dampak spt di atas
Quote from: Indra on 11 February 2010, 12:15:50 PM
menurut saya
Quote
Dalam teater atau arena di antara makhluk-makhluk yang masih belum terbebas dari nafsu, yang masih terikat oleh belenggu nafsu, seorang aktor menghibur mereka dengan hal-hal yang merangsang yang menggairahkan mereka bahkan lebih kuat daripada nafsu. Dalam teater atau arena, di antara makhluk-makhluk yang masih belum terbebas dari nafsu, yang masih terikat oleh belenggu kebencian, seorang aktor menghibur mereka dengan hal-hal yang menjengkelkan yang menggairahkan mereka bahkan lebih kuat daripada kebencian. Dalam teater atau arena, di antara makhluk-makhluk yang masih belum terbebas dari nafsu, yang masih terikat oleh belenggu kebodohan, seorang aktor menghibur mereka dengan hal-hal yang membingungkan yang menggairahkan mereka bahkan lebih kuat daripada kebodohan.
ini berlaku untuk segala jenis seni hiburan, misalnya, menyanyi dan menari juga dapat memberikan dampak spt di atas
Apakah menurut Anda semua orang yang menggeluti profesi seni hiburan seperti pemain teater (aktor), penyanyi dan penari pasti akan terlahir kembali ke "Neraka Tertawa"?
Nampaknya ada yang terpotong ya? Di bagian yang penting pulak.
Quote"Apparently, headman, I haven't been able to get past you by saying, 'Enough, headman, put that aside. Don't ask me that.' So I will simply answer you. Any beings who are not devoid of passion to begin with, who are bound by the bond of passion, focus with even more passion on things inspiring passion presented by an actor on stage in the midst of a festival. Any beings who are not devoid of aversion to begin with, who are bound by the bond of aversion, focus with even more aversion on things inspiring aversion presented by an actor on stage in the midst of a festival. Any beings who are not devoid of delusion to begin with, who are bound by the bond of delusion, focus with even more delusion on things inspiring delusion presented by an actor on stage in the midst of a festival. Thus the actor — himself intoxicated & heedless, having made others intoxicated & heedless — with the breakup of the body, after death, is reborn in what is called the hell of laughter. But if he holds such a view as this: 'When an actor on the stage, in the midst of a festival, makes people laugh & gives them delight with his imitation of reality, then with the breakup of the body, after death, he is reborn in the company of the laughing devas,' that is his wrong view. Now, there are two destinations for a person with wrong view, I tell you: either hell or the animal womb."
Bila bagian yang tidak ada tersebut benar ada, maka nampaknya semua yang menghibur orang dengan pandangan salah maka akan berakibat dua hal, niraya atau rahim binatang.
Karena ada dua sutta parallel, sutta setelah sutta ini, yang isinya hampir mirip dengan profesi beda, yaitu prajurit.
Edit, saya sudah cek palinya, nampaknya memang ada yang kurang:
''Addhā kho tyāhaṃ, gāmaṇi, na labhāmi [nālatthaṃ (syā. kaṃ. pī. ka.)] – 'alaṃ, gāmaṇi, tiṭṭhatetaṃ, mā maṃ etaṃ pucchī'ti. Api ca tyāhaṃ byākarissāmi. Pubbe kho, gāmaṇi, sattā avītarāgā rāgabandhanabaddhā. Tesaṃ naṭo raṅgamajjhe samajjamajjhe ye dhammā rajanīyā te upasaṃharati bhiyyosomattāya. Pubbe kho, gāmaṇi, sattā avītadosā dosabandhanabaddhā. Tesaṃ naṭo raṅgamajjhe samajjamajjhe ye dhammā dosanīyā te upasaṃharati bhiyyosomattāya. Pubbe kho, gāmaṇi , sattā avītamohā mohabandhanabaddhā. Tesaṃ naṭo raṅgamajjhe samajjamajjhe ye dhammā mohanīyā te upasaṃharati bhiyyosomattāya. So attanā matto pamatto pare madetvā pamādetvā kāyassa bhedā paraṃ maraṇā pahāso nāma nirayo tattha upapajjati. Sace kho panassa evaṃdiṭṭhi hoti – 'yo so naṭo raṅgamajjhe samajjamajjhe saccālikena janaṃ hāseti rameti, so kāyassa bhedā paraṃ maraṇā pahāsānaṃ devānaṃ sahabyataṃ upapajjatī'ti, sāssa hoti micchādiṭṭhi. Micchādiṭṭhikassa kho panāhaṃ, gāmaṇi, purisapuggalassa dvinnaṃ gatīnaṃ aññataraṃ gatiṃ vadāmi – nirayaṃ vā tiracchānayoniṃ vā''ti.
Mungkin bisa disarankan ke Bhikkhu Bodhi.
Ada bagian Sutta yang terpotong, tolong Bro Gachapin edit postingan awal di atas...
mentahnya mana?
...
"Demikianlah karena mabuk dan lengah, setelah membuat orang lain mabuk dan lengah, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di 'Neraka Tertawa.'[4*] Tetapi ia yang menganut pandangan seperti ini: 'Jika seorang aktor, dalam teater atau arena, menghibur dan menyenangkan orang-orang dengan kebenaran dan kebohongan, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia akan terlahir kembali di antara para deva tertawa.' – itu adalah pandangan salah di pihaknya. Bagi seseorang yang berpandangan salah, Aku katakan, hanya ada satu dari dua alam tujuan: neraka atau alam binatang."[5*]
Ketika ini dikatakan, ketua sirkus Talapuña menangis dan meneteskan air mata. [Sang Bhagavà berkata:] "Jadi Aku belum selesai denganmu ketika Aku berkata: 'Cukup, Ketua, biarlah demikian! Jangan menanyakan itu kepada-Ku!'"
"Aku bukan menangis, Yang Mulia, karena apa yang Bhagavà katakan kepadaku, tetapi karena aku telah dibohongi, ditipu sejak lama oleh para aktor masa lalu dalam silsilah guru-guru yang mengatakan: 'Jika seorang aktor, [308] dalam teater atau arena, menghibur dan menyenangkan orang-orang dengan kebenaran dan kebohongan, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia akan terlahir kembali di antara para deva tertawa.'
...
kali lain jangan pakai [kotak]
[at] Bro Gacha
OK. Baru tahu kalau terpotong karena sistem.
Lanjut diskusi...
Ini kenyataan yang ditunjukkan Sang Buddha:
Dalam teater atau arena di antara makhluk-makhluk yang masih belum terbebas dari nafsu, yang masih terikat oleh belenggu nafsu, seorang aktor menghibur mereka dengan hal-hal yang merangsang yang menggairahkan mereka bahkan lebih kuat daripada nafsu. Dalam teater atau arena, di antara makhluk-makhluk yang masih belum terbebas dari nafsu, yang masih terikat oleh belenggu kebencian, seorang aktor menghibur mereka dengan hal-hal yang menjengkelkan yang menggairahkan mereka bahkan lebih kuat daripada kebencian. Dalam teater atau arena, di antara makhluk-makhluk yang masih belum terbebas dari nafsu, yang masih terikat oleh belenggu kebodohan, seorang aktor menghibur mereka dengan hal-hal yang membingungkan yang menggairahkan mereka bahkan lebih kuat daripada kebodohan.
-------------
Tetapi ia yang menganut pandangan seperti ini: 'Jika seorang aktor, dalam teater atau arena, menghibur dan menyenangkan orang-orang dengan kebenaran dan kebohongan, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia akan terlahir kembali di antara para deva tertawa.'
Intinya pandangan salah bahwa hiburan duniawi bisa membawa kebahagiaan, padahal kagak
Quote from: upasaka on 11 February 2010, 12:23:25 PM
Quote from: Indra on 11 February 2010, 12:15:50 PM
menurut saya
Quote
Dalam teater atau arena di antara makhluk-makhluk yang masih belum terbebas dari nafsu, yang masih terikat oleh belenggu nafsu, seorang aktor menghibur mereka dengan hal-hal yang merangsang yang menggairahkan mereka bahkan lebih kuat daripada nafsu. Dalam teater atau arena, di antara makhluk-makhluk yang masih belum terbebas dari nafsu, yang masih terikat oleh belenggu kebencian, seorang aktor menghibur mereka dengan hal-hal yang menjengkelkan yang menggairahkan mereka bahkan lebih kuat daripada kebencian. Dalam teater atau arena, di antara makhluk-makhluk yang masih belum terbebas dari nafsu, yang masih terikat oleh belenggu kebodohan, seorang aktor menghibur mereka dengan hal-hal yang membingungkan yang menggairahkan mereka bahkan lebih kuat daripada kebodohan.
ini berlaku untuk segala jenis seni hiburan, misalnya, menyanyi dan menari juga dapat memberikan dampak spt di atas
Apakah menurut Anda semua orang yang menggeluti profesi seni hiburan seperti pemain teater (aktor), penyanyi dan penari pasti akan terlahir kembali ke "Neraka Tertawa"?
menurut sutta itu seniman yg akan terlahir kembali ke "neraka tertawa" atau ke "alam dewa tertawa", adalah pandangan salah. dan "... Bagi seseorang yang berpandangan salah, Aku katakan, hanya ada satu dari dua alam tujuan: neraka atau alam binatang."
menurut yg saya tangkap dari sutta itu adalah bahwa profesi seni hiburan dapat mengakibatkan meningkatnya nafsu, kebencian, dan kebodohan. hanya itu.
Quote from: upasaka on 11 February 2010, 09:50:05 AM
.............aku telah mendengar ini dikatakan di antara para aktor masa lalu dalam silsilah guru-guru: 'Jika seorang aktor, dalam teater ............"
yg di bold itu maksudnya aktor senior dan silsikah guru2 itu guru aktor atau guru yg dimaksud adalah para pertapa?
Quote from: Indra on 11 February 2010, 12:57:32 PM
Quote from: upasaka on 11 February 2010, 12:23:25 PM
Quote from: Indra on 11 February 2010, 12:15:50 PM
menurut saya
Quote
Dalam teater atau arena di antara makhluk-makhluk yang masih belum terbebas dari nafsu, yang masih terikat oleh belenggu nafsu, seorang aktor menghibur mereka dengan hal-hal yang merangsang yang menggairahkan mereka bahkan lebih kuat daripada nafsu. Dalam teater atau arena, di antara makhluk-makhluk yang masih belum terbebas dari nafsu, yang masih terikat oleh belenggu kebencian, seorang aktor menghibur mereka dengan hal-hal yang menjengkelkan yang menggairahkan mereka bahkan lebih kuat daripada kebencian. Dalam teater atau arena, di antara makhluk-makhluk yang masih belum terbebas dari nafsu, yang masih terikat oleh belenggu kebodohan, seorang aktor menghibur mereka dengan hal-hal yang membingungkan yang menggairahkan mereka bahkan lebih kuat daripada kebodohan.
ini berlaku untuk segala jenis seni hiburan, misalnya, menyanyi dan menari juga dapat memberikan dampak spt di atas
Apakah menurut Anda semua orang yang menggeluti profesi seni hiburan seperti pemain teater (aktor), penyanyi dan penari pasti akan terlahir kembali ke "Neraka Tertawa"?
menurut sutta itu seniman yg akan terlahir kembali ke "neraka tertawa" atau ke "alam dewa tertawa", adalah pandangan salah. dan "... Bagi seseorang yang berpandangan salah, Aku katakan, hanya ada satu dari dua alam tujuan: neraka atau alam binatang."
menurut yg saya tangkap dari sutta itu adalah bahwa profesi seni hiburan dapat mengakibatkan meningkatnya nafsu, kebencian, dan kebodohan. hanya itu.
Sependapat.
Tadi sebagian Sutta terpotong, jadi ada salah intepretasi. :)
Tapi kok sepertinya yang difokuskan itu aktornya yah? bukan tentang orang yang berpandangan salah.
Quote from: gachapin on 11 February 2010, 12:28:31 PM
Thus the actor — himself intoxicated & heedless, having made others intoxicated & heedless — with the breakup of the body, after death, is reborn in what is called the hell of laughter.
Quote from: Mayvise on 11 February 2010, 01:24:52 PM
Tapi kok sepertinya yang difokuskan itu aktornya yah? bukan tentang orang yang berpandangan salah.
Quote from: gachapin on 11 February 2010, 12:28:31 PM
Thus the actor — himself intoxicated & heedless, having made others intoxicated & heedless — with the breakup of the body, after death, is reborn in what is called the hell of laughter.
intinya adalah pada reply#7 oleh Gachapin bagian yg BOLD
Iya, bro Indra, saya ngerti. Tapi kalimat itu memang bikin bingung. Gak nyambung dengan kalimat yang di bold. Kalo kalimat itu menegaskan bahwa orang yang belum terlepas dari delusi lalu menambah delusi orang lain pula, maka akan terlahir di neraka. Tapi kalo kalimat yang dibold, menegaskan bahwa orang yang berpandangan salah akan masuk neraka. Atau saya yg salah menginterpretasikan ya? ::)
Thus the actor — himself intoxicated & heedless, having made others intoxicated & heedless — with the breakup of the body, after death, is reborn in what is called the hell of laughter. -> ini adalah satu pandangan
But if he holds such a view as this: 'When an actor on the stage, in the midst of a festival, makes people laugh & gives them delight with his imitation of reality, then with the breakup of the body, after death, he is reborn in the company of the laughing devas,' -> ini adalah pandangan lainnya, kemudian Sang Buddha melanjutkan
that is his wrong view. Now, there are two destinations for a person with wrong view, I tell you: either hell or the animal womb.
semoga cukup jelas
Oke _/\_
sepertinya bukan hanya pemeran(aktor), sering melihat/nonton film Sinetron juga bisa terlahir di alam apaya.
_/\_
bisa nyambung gak thread ini dengan http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,2590.0.html
kalau saya melihat intinya adalah
"jika seseorang membelokkan pandangan orang, maka akan terlahir di alam neraka atau binatang."QuotePada suatu ketika Sang Bhagavà sedang berdiam di Ràjagaha di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. Kemudian ketua sirkus Talapuña[ 1*] mendekati Sang Bhagavà, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: "Yang Mulia, aku telah mendengar ini dikatakan di antara para aktor masa lalu dalam silsilah guru-guru: 'Jika seorang aktor, dalam teater atau arena, menghibur dan menyenangkan orang-orang dengan kebenaran dan kebohongan,[ 2*] maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia akan terlahir kembali di antara para deva tertawa.' Bagaimanakah menurut Bhagavà?"
contoh saja misalkan seseorang melakukan peran film, disitu memainkan film yg berkaitan dengan "aliran agama aneh"
dan mental aktor tersebut adalah:
menerima peran itu guna, karena sesuai keyakinan pribadi dan berharap orang lain terkesan oleh peran dan cerita film, sehinggap pindah kepercayaan.dalam hal ini secara tidak langsung "berniat" untuk memasukkan orang tersebut sesuai kepercayaan itu....
sama halnya kalau pemuka aliran berbicara guna membujuk umat untuk masuk,dengan menggunakan kebenaran palsu alias kebohongan.
---------------------------------------------------------------------------------------
saya angkat topic lain disini saja....kebetulan masih dalam ruang lingkup sutta ini...
saya melihat ini ada hubungannya dengan aliran mahayana yang dikatakan "SangBuddha ber-akting"
yakni pura-pura bodoh ( lupa pencapaian, butuh guru ,dll)
kalau dikatakan SangBuddha berusaha membujuk seseorang agar bersimpati dgn kebohongan ( kebenaran palsu ) berarti SangBuddha mahayana dalam lingkup sutta ini termasuk "alam neraka dan binatang toh" ;D
begitu juga dalam mahayana sebuah sutra jelas tersirat
kalau ada seorang "mengaku" arahat lantas tidak pernah mendengar sutra itu, maka arahat itu adalah arahat congkak"
dan kesimpulannya ternyata kedua aliran memang tidak bakalan bisa bersatu ya,ibarat air dan minyak... :))
saya masuk aliran ryuyana saja... ;D
Quote from: adi lim on 11 February 2010, 03:45:56 PM
sepertinya bukan hanya pemeran(aktor), sering melihat/nonton film Sinetron juga bisa terlahir di alam apaya.
_/\_
nah ada masuk akal juga bro,begitu juga pemain sinetron yg karena sering menangis guna membayangkan pikiran pada penderitaan cinta, yg parah kalau sudah terbiasa maka batin ini terus ke akusala kamma...
jadinya tiket gratis dah ke alam penderitaan. ;D
[at] marcedes, dalam sutta berikutnya, seorang prajurit bisa jatuh juga dalam neraka atau rahim binatang karena pandangan salah.
Quote from: marcedes on 11 February 2010, 07:36:44 PM
saya melihat ini ada hubungannya dengan aliran mahayana yang dikatakan "SangBuddha ber-akting"
yakni pura-pura bodoh ( lupa pencapaian, butuh guru ,dll)
Maksudnya gimana ya bro? ;D saya tidak pernah dengar sang Buddha pura-pura bodoh (lupa pencapaian, butuh guru), dll. Ada cerita yang lebih detil, maksudnya dalam kasus apa hal itu terjadi? :)
Quote from: Indra on 11 February 2010, 01:45:08 PM
Thus the actor — himself intoxicated & heedless, having made others intoxicated & heedless — with the breakup of the body, after death, is reborn in what is called the hell of laughter.
Bukankah maksudnya 'aktor' di sini adalah orang yang belum bebas dari kekotoran batin lalu menambah kekotoran batin orang lain pula (akan masuk neraka)? Jadi gak semua 'aktor' dong, yah.. Dan 'aktor' itu tidak selalu orang yang berada di atas panggung.
Btw, saya masih mau dengar cerita ttg kapan Sang Buddha pernah berpura-pura ;D
Quote from: Mayvise on 12 February 2010, 08:34:00 AM
Quote from: Indra on 11 February 2010, 01:45:08 PM
Thus the actor — himself intoxicated & heedless, having made others intoxicated & heedless — with the breakup of the body, after death, is reborn in what is called the hell of laughter.
Bukankah maksudnya akting di sini adalah orang yang belum bebas dari kekotoran batin lalu menambah kekotoran batin orang lain pula (akan masuk neraka)? Jadi gak semua aktor dong, bro Mercedes..
Btw, saya masih mau dengar cerita ttg kapan Sang Buddha pernah berpura-pura ;D
yg dimaksud oleh rekan Marcedes ada di thread mahayana khususnya http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,9103.0.html (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,9103.0.html)
Hanya 1 propesi aktor yang saya yakin mendapatkan karma buruk yang lebih besar daripada propesi aktor lainya yaitu "aktor film blue" contohnya ya miyabi. Hahahaha..
kalo nonton saja, tidak ada perasaan terikat dan penonton menggangap film hanya film... ok2 aja kan?
kalo memerankan dan berperan hanya sebagai pemeran tanpa ikut berpandangan salah, berniat membohongi... ok2 saja kah?
kalo gitu apa sutradaranya yang kamma buruk?
that is his wrong view. Now, there are two destinations for a person with wrong view, I tell you: either hell or the animal womb.
ini artinya kalo kedua pihak diantara mereka yg berpandangan salah mengenai aktor yang masuk ke alam neraka atau dewa itu akan lahir di alam neraka atau rahim binatang. ---> bener ga?
_/\_ thanks sebelumnya atas penjelasannya.
Quote from: Rina Hong on 12 February 2010, 09:28:02 AM
kalo nonton saja, tidak ada perasaan terikat dan penonton menggangap film hanya film... ok2 aja kan?
kalo memerankan dan berperan hanya sebagai pemeran tanpa ikut berpandangan salah, berniat membohongi... ok2 saja kah?
kalo gitu apa sutradaranya yang kamma buruk?
that is his wrong view. Now, there are two destinations for a person with wrong view, I tell you: either hell or the animal womb.
ini artinya kalo kedua pihak diantara mereka yg berpandangan salah mengenai aktor yang masuk ke alam neraka atau dewa itu akan lahir di alam neraka atau rahim binatang. ---> bener ga?
_/\_ thanks sebelumnya atas penjelasannya.
menurut aku, dalam sutta tersebut yang jatuh ke alam penderitaan adalah
Quote"Yang Mulia, aku telah mendengar ini dikatakan di antara para aktor masa lalu dalam silsilah guru-guru: 'Jika seorang aktor, dalam teater atau arena, menghibur dan menyenangkan orang-orang dengan kebenaran dan kebohongan,
kalau cuma main film seperti mr.bean saya pikir itu gpp...lagian "semua" penonton tahu kalau itu joke...jadi tidak ada yg di tipu atau dibelokkan pandangannya.
Quote from: Rina Hong on 12 February 2010, 09:28:02 AM
kalo nonton saja, tidak ada perasaan terikat dan penonton menggangap film hanya film... ok2 aja kan?
kalo memerankan dan berperan hanya sebagai pemeran tanpa ikut berpandangan salah, berniat membohongi... ok2 saja kah?
IMO, kalo nonton sesuatu, misalnya sinetron ato film, saya rasa sih sedikit banyak akan berpengaruh ke kita, walaupun kita hanya merasa itu hanya sekedar film. Misalnya di film digambarkan bahwa orang yang keren adalah orang yang "berani" mengutarakan emosinya (misalnya dengan cara marah). Kalo kita nonton film jenis ini berulang-ulang, lalu kita mulai berpikir bahwa marah merupakan sesuatu yang keren.
Lalu, walaupun seorang artis tidak bermaksud membohongi atau menambah kilesa dirinya dan penontonnya, alias dia hanya memerankan naskah. Tapi bila dengan peran tersebut, kilesanya dan kilesa penontonnya bertambah, maka dia telah melakukan perbuatan tidak bajik karena Ketidaktahuannya itu.
Dalam Sutta ini, Sang Buddha hanya menjelaskan bahwa orang-orang yang menggenggam pandangan salah, akan menuju salah satu dari dua alam berikut pada kelahiran berikutnya; yaitu terlahir ke alam binatang atau ke alam neraka. Sekali lagi, penyebabnya adalah PANDANGAN SALAH. Bukan profesi sebagai pemain teater atau aktor.
Dalam Sutta ini Sang Buddha berbicara dalam koridor profesi pemain teater (aktor), sebab Beliau ditanya oleh ketua sirkus Talapuna. Jadi jangan mengambil intepretasi bahwa Sang Buddha menyatakan bahwa profesi sebagai pemain teater (aktor) akan mengakibatkan seseorang terlahir ke alam binatang atau neraka.
Mahasi Sayadaw juga memiliki pandangan mengenai artis (aktor dan aktris). Beliau berpendapat bahwa profesi seperti ini cenderung mengondisikan mereka untuk melakukan pelanggaran Pancasila; khususnya adalah musavada. Apalagi dalam kehidupan gemerlap sebagai selebritis, profesi seperti ini bisa mendesak mereka untuk melakukan perbuatan yang kurang baik. Namun ironisnya, profesi sebagai artis ini justru dielu-elukan oleh publik. :)
Penonton yang menonton film, sinetron atau pertunjukkan teater; sebaiknya tidak mudah tenggelam dalam cerita. Karena jika sampai hal ini terjadi, maka penonton sudah terangsang oleh hal-hal yang menggairahkan, hal-hal yang penuh kebencian, dan hal-hal yang membingungkan.
Yup, memang sutta ini sebetulnya menekankan tentang Pandangan Salah. Tapi diberi penjelasan pula mengapa pandangan ini adalah salah. Pandangan yang benar adalah: orang yang masih belum bebas dari kilesa lalu menambah kilesa orang lain pula, maka dia telah melakukan hal yang tidak bajik (bahkan bisa masuk neraka). Kebetulan di sutta ini, orang tersebut adalah seorang aktor. Tapi sebetulnya 'aktor' di sini bukan hanya orang yang berakting di atas panggung. Bahkan orang-orang non-aktor seperti kita juga bisa menambah kilesa diri sendiri dan orang lain. Jadi kita juga harus hati-hati yah...
Nb: tapi tetap jangan mengeneralisir istilah aktor, karena IMO, tidak semua aktor memerankan peran yang menambah kilesanya dan kilesa penontonya.
bukankah dunia ini adalah panggung sandiwara :))
Quote from: Mayvise on 12 February 2010, 10:26:37 AM
Yup, memang sutta ini sebetulnya menekankan tentang Pandangan Salah. Tapi diberi penjelasan pula mengapa pandangan ini adalah salah. Pandangan yang benar adalah: orang yang masih belum bebas dari kilesa lalu menambah kilesa orang lain pula, maka dia telah melakukan hal yang tidak bajik (bahkan bisa masuk neraka). Kebetulan di sutta ini, orang tersebut adalah seorang aktor. Tapi sebetulnya 'aktor' di sini bukan hanya orang yang berakting di atas panggung. Bahkan orang-orang non-aktor seperti kita juga bisa menambah kilesa diri sendiri dan orang lain. Jadi kita juga harus hati-hati yah...
Nb: tapi tetap jangan mengeneralisir istilah aktor, karena IMO, tidak semua aktor memerankan peran yang menambah kilesanya dan kilesa penontonya.
Buddhisme tidak pernah menyalahkan faktor eksternal sebagai penyebab munculnya kekotoran batin. Kotoran batin itu muncul karena diri sendiri, dan dapat dikikis oleh diri sendiri. Bila ada orang yang mengatakan bahwa orang yang terpengaruh oleh cerita film (pertunjukkan) adalah manusiawi; maka sebenarnya orang yang tidak terpengaruh oleh cerita film (pertunjukkan) itu juga manusiawi.
Jadi para pemain teater (aktor) sebenarnya tidak bisa menambah kotoran batin ke penontonnya. Namun yang benar adalah, kebanyakan para penonton membiarkan kotoran batin bertambah dalam dirinya ketika melihat film (pertunjukkan). :)
Sang Buddha hanya menjelaskan bahwa profesi sebagai pemain teater (aktor) ini cenderung menonjolkan hal-hal yang menggairahkan, penuh kebencian dan membingungkan. Bila penonton melihat hal ini dan ikut tenggelam bersamanya, maka ini adalah hal yang kurang baik.
Pada masa itu, profesi sebagai pemain teater (aktor) di India dilihat sebagai profesi yang "baik". Pemain teater ini biasanya mempertunjukkan suatu drama mengenai kisah-kisah hikayat maupun mitologi dewa-dewa; maupun cerita seputar kepercayaan di India dahulu. Drama ini dipertunjukkan dengan menggunakan dialek umum yang dikenal dengan Prakrit Dramatis; yang notabene diterapkan dalam Drama Sanskrit.
Pada masa itu, beredar kepercayaan bahwa pemain teater seperti ini ketika meninggal, bisa terlahir kembali ke alam para deva yang tertawa. Namun Sang Buddha menjelaskan bahwa pemain teater seperti ini ketika meninggal, maka bisa terlahir kembali ke alam neraka tertawa. Jika ada orang yang menggenggam pandangan salah bahwa pemain teater seperti ini ketika meninggal bisa terlahir kembali alam para deva yang tertawa; maka itu adalah PANDANGAN SALAH. Karena pandangan salah inilah, makanya pemain teater ketika meninggal bisa terlahir ke alam binatang atau alam neraka.
Oke _/\_
Karena ini forum Diskusi Umum, maka saya akan melengkapinya dari pandangan Mahayana sendiri:
"Para Bodhisattva..... mengamalkan apapun juga di dunia yang bermanfaat bagi makhluk-makhluk berindria, seperti .. lagu dan tarian, drama, musik, cerita dan hiburan - apa pun juga yang lainnya yang tak membahayakan atau melukai, yang mengundang manfaat dan kesejahteraan bagi semua makhluk, yang para Bodhisattva jalankan, dituntun oleh welas asih, untuk menempatkan mereka di jalan para Buddha." (Dasabhumika Sutra, Avatamsaka Sutra)
"Beberapa Bodhisattva muncul dalam wujud para penghibur (entertainers)." (Gandavyuha Sutra, Avatamsaka Sutra)
Lebih lanjut dikatakan dalam sutra tersebut bahwa para Bodhisattva menguasai berbgaai seni ketrampilan, semuanya ditujukan untuk mendukung karir pencerahan mereka memberi manfaat bagi semua makhluk.
Maka dari itu saya tidak setuju apabila aktor drama dipukul rata masuk neraka semua.
Para aktor drama yang berPANDANGAN SALAH tentu ada kemungkinan terlahir di alam yg lebih rendah misal alam binatang atau neraka.
Tetapi para aktor yang memiliki tujuan mengINSPIRASI para makhluk dalam DHARMA, maka itu adalah karya Bodhisattva.
_/\_
The Siddha Wanderer
Quote from: GandalfTheElder on 12 February 2010, 08:30:03 PM
Karena ini forum Diskusi Umum, maka saya akan melengkapinya dari pandangan Mahayana sendiri:
"Para Bodhisattva..... mengamalkan apapun juga di dunia yang bermanfaat bagi makhluk-makhluk berindria, seperti .. lagu dan tarian, drama, musik, cerita dan hiburan - apa pun juga yang lainnya yang tak membahayakan atau melukai, yang mengundang manfaat dan kesejahteraan bagi semua makhluk, yang para Bodhisattva jalankan, dituntun oleh welas asih, untuk menempatkan mereka di jalan para Buddha." (Dasabhumika Sutra, Avatamsaka Sutra)
"Beberapa Bodhisattva muncul dalam wujud para penghibur (entertainers)." (Gandavyuha Sutra, Avatamsaka Sutra)
Lebih lanjut dikatakan dalam sutra tersebut bahwa para Bodhisattva menguasai berbgaai seni ketrampilan, semuanya ditujukan untuk mendukung karir pencerahan mereka memberi manfaat bagi semua makhluk.
Maka dari itu saya tidak setuju apabila aktor drama dipukul rata masuk neraka semua.
Para aktor drama yang berPANDANGAN SALAH tentu ada kemungkinan terlahir di alam yg lebih rendah misal alam binatang atau neraka.
Tetapi para aktor yang memiliki tujuan mengINSPIRASI para makhluk dalam DHARMA, maka itu adalah karya Bodhisattva.
_/\_
The Siddha Wanderer
Berarti para Bodhisattva Menggenggam pandangan ketika meninggal akan terlahir di surga barat?
[at] ryu:
Tujuan para Bodhisattva adalah menginspirasi para makhuk supaya belajar Dharma. Mereka TIDAK menggenggam pandangan bahwa dengan drama, mereka bisa terlahir di Sukhavati, tetapi mereka menggenggam pandangan bahwa memberikan manfaat bagi semua makhluk adalah salah satu faktor menuju Sukhavati.
Jadi bukan dramanya yang jadi fokus, tetapi bagaimana para Bodhsiattva berusaha untuk menginsiprasi para makhluk. Di Dasabhumika Sutra juga dikatakan para Bodhisattva belajar ilmu pengobatan, ilmu geologi dsb untuk membantu semua makhluk dengan pengetahuan seni dan ilmu pengetahuan mereka.
Karena Bodhisattva tidak melekat pada cara, maka cara bisa bermacam-macam salah satunya drama.
_/\_
The Siddha Wanderer
Quote from: GandalfTheElder on 12 February 2010, 08:55:08 PM
[at] ryu:
Tujuan para Bodhisattva adalah menginspirasi para makhuk supaya belajar Dharma. Mereka TIDAK menggenggam pandangan bahwa dengan drama, mereka bisa terlahir di Sukhavati, tetapi mereka menggenggam pandangan bahwa memberikan manfaat bagi semua makhluk adalah salah satu faktor menuju Sukhavati.
Jadi bukan dramanya yang jadi fokus, tetapi bagaimana para Bodhsiattva berusaha untuk menginsiprasi para makhluk. Di Dasabhumika Sutra juga dikatakan para Bodhisattva belajar ilmu pengobatan, ilmu geologi dsb untuk membantu semua makhluk dengan pengetahuan seni dan ilmu pengetahuan mereka.
Karena Bodhisattva tidak melekat pada cara, maka cara bisa bermacam-macam salah satunya drama.
_/\_
The Siddha Wanderer
bukankah dalam drama ada musavada?
please all use indonesia language [kasihani lah saya..hihihi]
Quotebukankah dalam drama ada musavada?
Tidak ada kehendak (cetana) me-musavadakan di sana, semuanya terbuka open. Orang bodoh mana yang gak tahu kalau drama itu cuma pura-pura saja? Orang bodoh mana yang menganggap drama itu menipu? La wong namanya aja udah drama, semuanya bermain untuk menghibur tidak ada niat membohongi.
"Kebohongan" di Sutta di atas saya lihat bukan dalam konteks Musavada tetapi permainannya.
_/\_
The Siddha Wanderer
Tolong berbaik hati..yang inggris di indonesiakan.. :P
Pada suatu ketika Sang Bhagavà sedang berdiam di Ràjagaha di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. Kemudian ketua sirkus Talapuña[ 1*] mendekati Sang Bhagavà, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: "Yang Mulia, aku telah mendengar ini dikatakan di antara para aktor masa lalu dalam silsilah guru-guru: 'Jika seorang aktor, dalam teater atau arena, menghibur dan menyenangkan orang-orang dengan kebenaran dan kebohongan,[ 2*] maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia akan terlahir kembali di antara para deva tertawa.' Bagaimanakah menurut Bhagavà?"
"Cukup, Ketua, biarlah demikian! Jangan menanyakan itu kepada-Ku!"
Untuk kedua kalinya dan untuk ketiga kalinya ketua sirkus Talapuña berkata: "Yang Mulia, aku telah mendengar ini dikatakan di antara para aktor masa lalu dalam silsilah guru-guru ... Bagaimanakah menurut Bhagavà?"
"Tentu saja, Ketua, Aku belum selesai denganmu[ 3*] ketika Aku berkata: 'Cukup, Ketua, biarlah demikian! Jangan menanyakan itu kepada-Ku!' namun demikian, Aku akan tetap menjawabmu. Dalam teater atau arena di antara makhluk-makhluk yang masih belum terbebas dari nafsu, yang masih terikat oleh belenggu nafsu, seorang aktor menghibur mereka dengan hal-hal yang merangsang yang menggairahkan mereka bahkan lebih kuat daripada nafsu. Dalam teater atau arena, di antara makhluk-makhluk yang masih belum terbebas dari nafsu, yang masih terikat oleh belenggu kebencian, seorang aktor menghibur mereka dengan hal-hal yang menjengkelkan yang menggairahkan mereka bahkan lebih kuat daripada kebencian. Dalam teater atau arena, di antara makhluk-makhluk yang masih belum terbebas dari nafsu, yang masih terikat oleh belenggu kebodohan, seorang aktor menghibur mereka dengan hal-hal yang membingungkan yang menggairahkan mereka bahkan lebih kuat daripada kebodohan.
"Demikianlah karena mabuk dan lengah, setelah membuat orang lain mabuk dan lengah, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di 'Neraka Tertawa.' 4*] Tetapi ia yang menganut pandangan seperti ini: 'Jika seorang aktor, dalam teater atau arena, menghibur dan menyenangkan orang-orang dengan kebenaran dan kebohongan, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia akan terlahir kembali di antara para deva tertawa.' – itu adalah pandangan salah di pihaknya. Bagi seseorang yang berpandangan salah, Aku katakan, hanya ada satu dari dua alam tujuan: neraka atau alam binatang." 5*]
Ketika ini dikatakan, ketua sirkus Talapuña menangis dan meneteskan air mata. [Sang Bhagavà berkata:] "Jadi Aku belum selesai denganmu ketika Aku berkata: 'Cukup, Ketua, biarlah demikian! Jangan menanyakan itu kepada-Ku!'"
"Aku bukan menangis, Yang Mulia, karena apa yang Bhagavà katakan kepadaku, tetapi karena aku telah dibohongi, ditipu sejak lama oleh para aktor masa lalu dalam silsilah guru-guru yang mengatakan: 'Jika seorang aktor, [ 308] dalam teater atau arena, menghibur dan menyenangkan orang-orang dengan kebenaran dan kebohongan, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia akan terlahir kembali di antara para deva tertawa.'
"Bagus sekali, Yang Mulia! Bagus sekali, Yang Mulia! Dhamma telah dijelaskan dalam berbagai cara oleh Bhagavà, bagaikan menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan bagi mereka yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan agar mereka yang memiliki penglihatan dapat melihat bentuk-bentuk. Aku berlindung kepada Bhagavà, dan kepada Dhamma, dan kepada Bhikkhu Saïgha. Bolehkah aku menerima pelepasan keduniawian di bawah Bhagavà, Yang Mulia, bolehkah aku menerima penahbisan yang lebih tinggi?"
Kemudian ketua sirkus Talapuña menerima pelepasan keduniawian dari Sang Bhagavà, ia menerima penahbisan yang lebih tinggi. Dan segera, tidak lama setelah penahbisannya yang lebih tinggi ... Yang Mulia Talapuña menjadi salah satu di antara para Arahanta.
-------------------------
Catatan kaki:
[1*] Namanya berarti "kotak palem." Spk mengatakan bahwa ia diberi nama demikian karena kulit wajahnya berwarna seperti buah palem masak yang baru jatuh dari tangkainya. Ia adalah pemimpin suatu rombongan besar sirkus dan menjadi terkenal di seluruh India. Syair-syairnya, yang menonjol karena ketekunan dalam moral, terdapat pada Th 1091-1145.
[2*] Saccàlikena. Woodward menerjemahkan "dengan kebenaran palsunya" (KS 4:214), tetapi saya mengikuti Spk, yang mengemas ini sebagai suatu kata majemuk dvanda: saccena ca alikena ca.
[3*] Di sini, di mana bentuk kini diperlukan, kita harus membaca seperti pada Be dan Se na labhàmi, dan di bawah, di mana bentuk kata kerja lebih cocok, nàlatthaü. Ee menuliskan kata yang kedua dalam kedua tempat.
[4*] Pahàso nàma nirayo. Spk: Tidak ada neraka dengan nama ini. Ini sesungguhnya adalah bagian dari Neraka Avãci di mana penghuninya disiksa dalam wujud para aktor yang menari dan bernyanyi.
[5*] Baca MN I 387-89, paralel sebagian dengan kalimat ini, walaupun berhubungan dengan pandangan salah yang lain mengenai kelahiran kembali.[/quote]
Ini sudah pas tidak sutta nya?lengkap?
Quote from: GandalfTheElder on 12 February 2010, 09:10:20 PM
Quotebukankah dalam drama ada musavada?
Tidak ada kehendak (cetana) me-musavadakan di sana, semuanya terbuka open. Orang bodoh mana yang gak tahu kalau drama itu cuma pura-pura saja? Orang bodoh mana yang menganggap drama itu menipu? La wong namanya aja udah drama, semuanya bermain untuk menghibur tidak ada niat membohongi.
_/\_
The Siddha Wanderer
Jadi kalau orang bermain drama itu berpura2 agar menghibur bukan berniat membohongi, semakin pura2nya hebat maka pemain akan semakin terkenal.
Kalau Bohisatva bermain drama/penghibur boleh di kasih contohnya gak seperti apa?
Quote from: ryu on 12 February 2010, 09:19:39 PM
Quote from: GandalfTheElder on 12 February 2010, 09:10:20 PM
Quotebukankah dalam drama ada musavada?
Tidak ada kehendak (cetana) me-musavadakan di sana, semuanya terbuka open. Orang bodoh mana yang gak tahu kalau drama itu cuma pura-pura saja? Orang bodoh mana yang menganggap drama itu menipu? La wong namanya aja udah drama, semuanya bermain untuk menghibur tidak ada niat membohongi.
_/\_
The Siddha Wanderer
Jadi kalau orang bermain drama itu berpura2 agar menghibur bukan berniat membohongi, semakin pura2nya hebat maka pemain akan semakin terkenal.
Kalau Bohisatva bermain drama/penghibur boleh di kasih contohnya gak seperti apa?
yah seperti buddha Gotama yang pura-pura bodoh dan pikun akan pencerahan-nya...
pura-pura mencari guru,
pura-pura meditasi 6 tahun,
pura-pura tahan lapar hingga dari depan perut tulang punggung dapat dipegang,
pura-pura butuh istri,
pura-pura cuma sampai arupa jhana...
[at] mercy:
OOT bosss.....ciakakaka..... la wong lagi bahas JOB jadi aktor drama kok bahas bodhisattva siddharta.... ^-^ ^-^
_/\_
The Siddha Wanderer
:backtotopic:
Quote from: GandalfTheElder on 13 February 2010, 06:24:29 AM
[at] mercy:
OOT bosss.....ciakakaka..... la wong lagi bahas JOB jadi aktor drama kok bahas bodhisattva siddharta.... ^-^ ^-^
_/\_
The Siddha Wanderer
kan bro Ryu nanya, contoh nya seperti apa..
lagian bukankah SangBuddha versi mahayana memang demikian? bersandiwara di depan byk audience..
bedanya adalah Aktor bermain dalam sebuah studio atau panggung, sedangkan SangBuddha punya byk panggung...
bedanya dimana?
lagian SangBuddha juga bohongkan? buktinya waktu melihat "orang tua", bahkan SangBuddha berkata dengar kata "orang tua" saja baru pertama kali...jadi disini sangbuddha dikategorikan dalam sutta ini adalah "seorang Aktor" yg berbohong bukankah begitu?
yg jadi pertanyaan adalah "anda mengatakan bahwa ini adalah upayakausalya, sedangkan upayakausalya di pakai guna untuk mengajarkan orang akan dharma"
sekarang
bagaimana mungkin seseorang melihat
"betapa beratnya perjalanan hidup untuk mencapai pencerahan kalau ternyata itu semua "bohongan"?misalkan anda menonton film di TV mengenai "termehek-mehek"....
awalnya orang terharu ( karena belum tahu kalau itu REKAYASA )
tetapi APABILA awalnya sudah tertulis
"INI ADALAH REKAYASA DAN BOHONGAN"apakah bisa orang terharu sampai mengeluarkan air mata atau terkagum-kagum? dan berkata "OH BETAPA LUAR BIASANYA BUDDHA"....saya rasa sepertinya itu justru membuat
nilai perjuangan seorang Buddha di pandang sebelah mata...bahkan seorang pemuka agama saja mengatakan bahwa
"film ini mengajarkan PEMBODOHAN PUBLIK"dan hanya orang bodoh yang terkagum-kagum serta terharu pada film sinetron yang fiksi dan palsu.... ;D
bukankah begitu mas gandalf? :P
dan lagi
nilai dharma apa yang di perlihatkan mengenai "ke pura-puraan Gotama?"(kebetulan sy ingat salah satu member di forum ini pernah mengatakan bahwa Gotama BER-AKTING sengaja berpura-pura guna memperlihatkan "betapa sulit nya mencapai pencerahan" ) sy lupa siapa yah... ^-^
lagian pertanyaan saya di board mahayana tgg tibetan padma,belom anda jawab....saya masih nunggu loh.
Quote from: Sumedho on 13 February 2010, 07:43:13 AM
:backtotopic:
maaf tuhan, saya rasa pembahasan masih dalam lingkup pandangan sutta ini mengenai penyebaran kebohogan dalam "akting" terhadap penyebaran "aliran / keyakinan"...
tapi kalau Tuhan beranggapan demikian, saya mengalah ;D
tak sanggup lawan Sang maha kuasa.
[at] marcedes: bukan buat u aja koq, ini buat secara umum. jika masih ada hubungannya silahkan dilanjutkan. mungkin pakai penjelasan sehingga yg baca jadi paham hubungannya.
_/\_
[at] mercy:
Apa tujuan drama film itu sama dengan tujuan Bodhisattva Siddharta?
Apa drama film bisa membawa pada pencerahan?
Lagipula emang Bodhisattva Siddharta itu sudah tercerahkan sempurna....naaaa...naaaa..???????
Makna perjuangan beliau itu ya dari karir awalnya mulai dr Bodhisattva bhumi 1 sampai 10. Itu juga perjuangan yang sangat sangat bermakna. Anda pikir upaya kausalya itu sendiri bukan perjuangan? ? ? ? ^-^ Upaya kausalya itu sendiri juga termasuk latihan perjuangan seorang Bodhisattva.
Lagipula kalau anda lihat, Sang Bodhisattva Sakyamuni itu sebenarnya juga ingin menunjukkan bagaimana perjuangannya selama berkalpa-kalpa itu dalam satu wujud perjuanagan dalam satu kehidupan terkahirnya, maka beliau melakukan upaya kausalya. Jadi bukan tanpa maksud atau rekayasa.
Sekarang orang mana tahu perjuangan apa yang dilakukan seseorang di kehidupan lampau?
Tidak tahu kan? Maka karena para prthagjana tidak bisa mengetahuinyaaa..... Bodhisattva Sakyamuni MEWUJUDKAN / MENGGAMBARKAN PERJUANGANNYA SELAMA BERKALPA-KALPA itu dalam wujud perjuangan Petapa Siddharta.
Lihat judul topik di atas mbahas apa bro.... "PROFESI"
_/\_
The Siddha Wanderer
Titipan pertanyaan dari umat awam.
upaya kausalya itu apa ya? Sorry OT dikit
Quote from: GandalfTheElder on 14 February 2010, 03:05:44 PM
[at] mercy:
Apa tujuan drama film itu sama dengan tujuan Bodhisattva Siddharta?
saya kan bilang seusai pandangan sutta ini dimana pada intinya adalah "menyebarkan ajaran dengan menggunakan KEBOHONGAN DAN KEBENARAN PALSU"
memangnya kalau drama dianggap berbohong dan karena "status" boddhisatva dianggap "benar" masa gitu sih, kebenaran pakai status ya?
apa bedanya masyarakat mencuri di kriminal kan, presiden korupsi malah di alasan bahwa "terjadi pembenaran"
Apa drama film bisa membawa pada pencerahan?
kalau gitu buat apa Boddhisatva "ber-acting"??? kalau sudah tahu bahwa cara tsb tidak bisa mencerahkan orang...
saya pikir pertanyaan ini lebih cocok di tujukan buat anda.
Lagipula emang Bodhisattva Siddharta itu sudah tercerahkan sempurna....naaaa...naaaa..???????
Makna perjuangan beliau itu ya dari karir awalnya mulai dr Bodhisattva bhumi 1 sampai 10. Itu juga perjuangan yang sangat sangat bermakna. Anda pikir upaya kausalya itu sendiri bukan perjuangan? ? ? ? ^-^ Upaya kausalya itu sendiri juga termasuk latihan perjuangan seorang Bodhisattva.
Lagipula kalau anda lihat, Sang Bodhisattva Sakyamuni itu sebenarnya juga ingin menunjukkan bagaimana perjuangannya selama berkalpa-kalpa itu dalam satu wujud perjuanagan dalam satu kehidupan terkahirnya, maka beliau melakukan upaya kausalya. Jadi bukan tanpa maksud atau rekayasa.
nah sudah saya katakan di atas, jelas-jelas Gotama berpura-pura ( yah rekayasa dgn pura-pura bedanya dimana bro? )
intinya adalah MEMBOHONGI PUBLIK
sama film acara program "reality show" dan "drama reality" itu beda...
sama halnya dengan termehek-mehek....mana bisa mengundang "kekaguman dan keharuan kalau ternyata REKAYASA"
kalau ga percaya coba search di GOOGLE mengenai itu...anda akan lihat betapa banyak tulisan orang kalau kecewa dengan acara program yg sempat di kira-nya REALITA...
Sekarang orang mana tahu perjuangan apa yang dilakukan seseorang di kehidupan lampau?
Tidak tahu kan? Maka karena para prthagjana tidak bisa mengetahuinyaaa..... Bodhisattva Sakyamuni MEWUJUDKAN / MENGGAMBARKAN PERJUANGANNYA SELAMA BERKALPA-KALPA itu dalam wujud perjuangan Petapa Siddharta.
justru inilah kejanggalan-nya...
Buat apa Siddharta ber-acting mewakili JUTAAN KALPA bahkan MILLIYARAN kalau hanya tertulis dalam sebuah T U L I S A N
lagian SIAPA SAKSI bahwa Buddha meditasi 6 tahun menyiksa diri? hayoo siapa saksi? pohon bodhi? yg benar aja donk
bodoh amat buddha kalau mau TAHAN LAPAR SELAMA 6 TAHUN hanya UNTUK MEMBERI KESAKSIAN LIVE PADA SEBUAH POHON.
kalau memang tujuan Bodhisatva mau menggugah "hati" orang dengan topic "sulitnya mencapai pencerahan" bisa dengan membuat sebuah tanda heboohhh, misalkan gunung diseluruh dunia tertattooo gambar buddha,atau buat stupa raksasa dari emas sebesar gunung Himalaya.
yg pokoknya bisa masuk kategori bangunan "keajaiban dunia" yang pada intinya prestasi dan simbol sesuai....
Lihat judul topik di atas mbahas apa bro.... "PROFESI"
maaf, tapi SUTTA nya membahas bahwa "menyebar sebuah kebenaran palsu dan kebohongan yg dapat membuat pandangan salah maka hanya 2 alam yg di tuju...neraka dan binatang"
dan dalam hal ini Buddha melakukannya.
_/\_
Quote from: Kelana on 14 February 2010, 05:07:22 PM
Titipan pertanyaan dari umat awam.
upaya kausalya itu apa ya? Sorry OT dikit
Upaya kausalya itu maksudnya adalah sebuah tindakan boddhisatva yg tidak dapat di pahami dengan akal dan pikiran manusia...
mirip kemampuan Tuhan dan apa yang di pikirkan Tuhan di agama-agama tetangga yg tidak dapat di pahami dengan akal dan pikiran manusia
se-umpama Boddhisatva melakukan tindakan pelecehan seksual pada anak kecil, kalau di pandangan kita maka tentu adalah tindakan TERCELA dan KRIMINAL.
sedangkan dalam tradisi mahayana apabila Boddhisatva melakukan tindakan pelecehan seksual pada anak, maka dianggap BENAR dan ataupun semata-mata sengaja melakukan itu untuk kebaikan anak tsb.
metta
Quote from: marcedes on 14 February 2010, 06:26:59 PM
se-umpama Boddhisatva melakukan tindakan pelecehan seksual pada anak kecil, kalau di pandangan kita maka tentu adalah tindakan TERCELA dan KRIMINAL.
sedangkan dalam tradisi mahayana apabila Boddhisatva melakukan tindakan pelecehan seksual pada anak, maka dianggap BENAR dan ataupun semata-mata sengaja melakukan itu untuk kebaikan anak tsb.
Bro saran aja, kalo mau kasih contoh ato perumpamaan, sebaiknya dari sutta aja :) Karena kalo bro memberi pernyataan seperti di atas, seolah-olah kita gak boleh kritis, karena kitalah yang bodoh gak sebanding dengan Boddhisatta, jadi sebaiknya kita diam saja karena beliau tau apa yang beliau lakukan dan kita tidak perlu tau alasannya (tindakan itu pasti benar). Jadi sebaiknya contoh dari sutta aja bro, yang memang kita bisa tau alasan dari "tindakan yang menurut putthujana, gak normal".
Waktu itu, saya pernah baca cerita ttg 10 parami. Bro Marcedes jg yg posting. Ttg Dana Parami, saya memang protes karena kok Bodhisatta menyerahkan anaknya ketika diminta. Saya waktu itu men-judge bahwa Boddhisatta tidak bijaksana. Lalu akhirnya saya tau alasannya dan saya salah sudah men-judge. Mungkin bisa liat lagi di sini
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,13149.0.html
Btw, sy uda coba buka broad Mahayana, ada 128pages, bingung bacanya. Tp sy coba komen aja deh..
Quote from: marcedes on 13 February 2010, 12:28:34 AM
yah seperti buddha Gotama yang pura-pura bodoh dan pikun akan pencerahan-nya...
pura-pura mencari guru,
pura-pura meditasi 6 tahun,
pura-pura tahan lapar hingga dari depan perut tulang punggung dapat dipegang,
pura-pura butuh istri,
pura-pura cuma sampai arupa jhana...
Bro Marcedes dan Bro Gandalf, adakah contoh lain dari kepura-puraan atau sandiwara Sang Buddha? soalnya sy kurang setuju sama pernyataan Bro Marcedes di atas... Karena yang saya tau,
1. Pangeran Siddhatta bersungguh-sungguh mencari guru, namun dari sekian banyak guru tersebut, tidak ada yang bisa memberi jawaban ttg bagaimana menghilangkan Dukkha. Oleh karena itu beliau memilih untuk berusaha sendiri.
2. Beliau bersungguh-sungguh meditasi 6 tahun dan menahan lapar sedemikian rupa. Beliau melakukan salah satu dari dua ekstrim yaitu "menyiksa diri", dan akhirnya beliau menyadari bahwa kedua ekstrim (menyiksa diri maupun memuaskan nafsu) harus dihindari karena gak ada gunanya
3. Kalo ttg isteri, ayah dari Pangeran Siddhatta -lah yang berusaha agar Pangeran menikah dengan harapan, anak-Nya kelak tidak meninggalkan istana bila telah berkeluarga.
4. Pangeran Siddhatta memang tidak pernah melihat orang tua (bukan berpura-pura tidak pernah melihat orang tua). Ayah beliau memang sengaja membersihkan istana dari orang tua dan orang sakit, karena berdasarkan ramalan, Pangeran akan meninggalkan istana bila melihat Orang tua, orang sakit, orang mati, dan petapa.
At mayvise : bro marcedes hanya memberikan perumpamaan atas pernyataan Bro gandalf mengenai kepura2 an bodhisatva (dengan menjadi aktor drama yg memberikan nilai dharma)
;D kata2 nya seperti sungguhan yah... Bro marcedes, bisakah di klarifikasi atas pandangan anda agar org yg baca tidak salah paham, atau mungkin memang saya yg salah paham kepada anda.
Buddha mengajarkan kebenaran maka barulah disebut "dhamma" kalau seumpamanya ada kebohongan dalam setiap perkataan berliau... hal itu tidak pantas disebut "dhamma" di ganti aja jadi "drama" kali yah....
Quote from: Mayvise on 14 February 2010, 10:20:20 PM
Quote from: marcedes on 14 February 2010, 06:26:59 PM
se-umpama Boddhisatva melakukan tindakan pelecehan seksual pada anak kecil, kalau di pandangan kita maka tentu adalah tindakan TERCELA dan KRIMINAL.
sedangkan dalam tradisi mahayana apabila Boddhisatva melakukan tindakan pelecehan seksual pada anak, maka dianggap BENAR dan ataupun semata-mata sengaja melakukan itu untuk kebaikan anak tsb.
biar tidak salah paham saya kash penjelasan lebih panjang
Bro saran aja, kalo mau kasih contoh ato perumpamaan, sebaiknya dari sutta aja :) Karena kalo bro memberi pernyataan seperti di atas, seolah-olah kita gak boleh kritis, karena kitalah yang bodoh gak sebanding dengan Boddhisatta, kenyataan memang begitu, makanya sempat saya pertanyakan..tapi jawaban yg di kasih adalah.......silahkan di simak
dalam Sebuah SUTRA mahayana dikatakan bahwa
"boddhistva dalam kalpa yg tak terhitung lamanya TELAH MENCAPAI PENCERAHAN SEMPURNA"
( jadi ketika Gotama lahir dan baru berusia 3 tahun saja, itu telah mencapai pencerahan sempurna )
mari simak kisah jataka Boddhisatva mahasatva(telah mencapai pencerahan sempurna) dalam kisah membunuh 1 pembunuh yg hendak membunuh 500 boddhisatva dalam sebuah kapal...
alkisah bahwa ada 1 pembunuh yg hendak membunuh ke-500 awak dalam kapal...dalam kapal itu ternyata
ada 1 pembunuh yg berniat buruk hendak membunuh 500 orang tsb...jadi bodhisatva melakukan "upayakausalya" dengan membunuh 1 orang itu, karena apabila 1 orang ini membunuh 500 bodhisatva maka lebih baik dirinya membunuh 1 orang ini agar terhindar dari kamma buruk berkalpa-kalpa....walau pun diri bodhisatva masuk ke alam neraka sekalipun, bodhistva ini RELA....
( tentu saja bagi pembaca yg tidak teliti pasti beranggapan bahwa kasus ini mencerminkan "Pengorbanan luar biasa" yakni demi menyelamatkan 1 orang ini, bodhisatva rela masuk neraka.... )
tapi...........................
disitu dikatakan bahwa seorang Boddhistva ini telah mencapai pencerahan sempurna...yg jadi pertanyaan adalah KEMANA KESAKTIAN-NYA ?
sekilas bahwa seorang Buddha saja melakukan kesaktian itu mudah sekali, apalagi hanya mengalahkan 1 pembunuh ? ular besar di hutan uruvela menaklukkan kassapa saja begitu easy...
jadi buat apa bodhisatva membunuh kalau bisa dengan kesaktian mengikat atau membuat 500 orang tsb tak terlihat? buat apa ada korban kalau bisa terhindar?
silahkan anda pikir....
jadi sebaiknya kita diam saja karena beliau tau apa yang beliau lakukan dan kita tidak perlu tau alasannya (tindakan itu pasti benar). Jadi sebaiknya contoh dari sutta aja bro, yang memang kita bisa tau alasan dari "tindakan yang menurut putthujana, gak normal".
Waktu itu, saya pernah baca cerita ttg 10 parami. Bro Marcedes jg yg posting. Ttg Dana Parami, saya memang protes karena kok Bodhisatta menyerahkan anaknya ketika diminta. Saya waktu itu men-judge bahwa Boddhisatta tidak bijaksana. Lalu akhirnya saya tau alasannya dan saya salah sudah men-judge. Mungkin bisa liat lagi di sini
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,13149.0.html
kamu masih bagus dapat penjelasan yg bisa diterima akal......
Btw, sy uda coba buka broad Mahayana, ada 128pages, bingung bacanya. Tp sy coba komen aja deh..
Quote from: marcedes on 13 February 2010, 12:28:34 AM
yah seperti buddha Gotama yang pura-pura bodoh dan pikun akan pencerahan-nya...
pura-pura mencari guru,
pura-pura meditasi 6 tahun,
pura-pura tahan lapar hingga dari depan perut tulang punggung dapat dipegang,
pura-pura butuh istri,
pura-pura cuma sampai arupa jhana...
Bro Marcedes dan Bro Gandalf, adakah contoh lain dari kepura-puraan atau sandiwara Sang Buddha? soalnya sy kurang setuju sama pernyataan Bro Marcedes di atas... Karena yang saya tau,
1. Pangeran Siddhatta bersungguh-sungguh mencari guru, namun dari sekian banyak guru tersebut, tidak ada yang bisa memberi jawaban ttg bagaimana menghilangkan Dukkha. Oleh karena itu beliau memilih untuk berusaha sendiri.
2. Beliau bersungguh-sungguh meditasi 6 tahun dan menahan lapar sedemikian rupa. Beliau melakukan salah satu dari dua ekstrim yaitu "menyiksa diri", dan akhirnya beliau menyadari bahwa kedua ekstrim (menyiksa diri maupun memuaskan nafsu) harus dihindari karena gak ada gunanya
3. Kalo ttg isteri, ayah dari Pangeran Siddhatta -lah yang berusaha agar Pangeran menikah dengan harapan, anak-Nya kelak tidak meninggalkan istana bila telah berkeluarga.
4. Pangeran Siddhatta memang tidak pernah melihat orang tua (bukan berpura-pura tidak pernah melihat orang tua). Ayah beliau memang sengaja membersihkan istana dari orang tua dan orang sakit, karena berdasarkan ramalan, Pangeran akan meninggalkan istana bila melihat Orang tua, orang sakit, orang mati, dan petapa.
pandangan anda itu THERAVADA :) berbeda dengan pandangan mahayana...
dalam sebuah sutra yang di klaim sutra tertinggi dan terbaik mengalahkan sutra lainnnya dalam pandangan mahayana menyatakan bahwa
"bodhisatva telah mencapai pencerahan sempurna dalam kalpa tak terhitung lamanya"
jadi Gotama yg waktu itu umur 1 hari saja, sudah mencapai pencerahan sempurna :)
makanya terlihat sangat-sangat aneh bagi saya....masa orang yg sudah mencapai pencerahan sempurna masih mencari istri? mencari guru-guru meditasi? menderita 6 tahun? aneh bukan...
kira-kira kalau saya bilang itu upayakausalya bisa terima gak?
kemudian berlanjut-lah pada "alasan" apa Gotama ber-akting? katanya "untuk mengajarkan dharma"
maka seperti post-post di atas semua itu saya pertanyakan...
belum lagi masalah Padma dan Buddha yang jelas-jelas memecahkan sendiri sangha lalu berpihak pada 1 sisi...
tolong di jawab please.....siapa saja yg bisa menjawab seluruh mata rantai kejanggalan ini...gw kasih anpau ;D
Quote from: Rina Hong on 15 February 2010, 10:04:46 AM
At mayvise : bro marcedes hanya memberikan perumpamaan atas pernyataan Bro gandalf mengenai kepura2 an bodhisatva (dengan menjadi aktor drama yg memberikan nilai dharma)
;D kata2 nya seperti sungguhan yah... Bro marcedes, bisakah di klarifikasi atas pandangan anda agar org yg baca tidak salah paham, atau mungkin memang saya yg salah paham kepada anda.
Buddha mengajarkan kebenaran maka barulah disebut "dhamma" kalau seumpamanya ada kebohongan dalam setiap perkataan berliau... hal itu tidak pantas disebut "dhamma" di ganti aja jadi "drama" kali yah....
oleh sebab itu saya pengen ahli mahayana yg memang ahli menjelaskan mengenai "drama" sang Boddhisatva.
bukan menjawab dengan membuat kebingunan baru....
Quote from: marcedes link=topic=14966.msg243381#msg243381
dalam Sebuah SUTRA mahayana dikatakan bahwa
"boddhistva dalam kalpa yg tak terhitung lamanya TELAH MENCAPAI PENCERAHAN SEMPURNA"
( jadi ketika Gotama lahir dan baru berusia 3 tahun saja, itu telah mencapai pencerahan sempurna
Bro, kalimatnya agak janggal neh, gak perlu pake "3 tahun" kalo memang berkalpa yang lalu telah mencapai pencerahan :) Trus, saya memang pernah baca cerita ttg Boddhisatta yang membunuh 1 orang demi menyelamatkan ratusan nyawa lainnya. Tapi di cerita itu tidak menyebutkan bahwa beliau telah menjadi seorang Buddha (telah mencapai pencerahan sempurna).
Btw, di Broad Mahayana uda pernah dibahas? bro indra uda ngasih link-nya tapi g liat ada 128pages, bisa jereng mata carinya ;D Ya sudah gak usa dibahas dulu, mudah-mudahan ada yang ngerti Mahayana jadi bisa memberi penjelasan.
Lalu, yg saya saranin, kalo mau kasih contoh/perumpamaan dari Upaya Kausalya, sebaiknya bro memberi contoh yang "sudah tidak menjadi tanda tanya" bagi diri sendiri. Jadi kalo ada yang tanya ini itu, bro bisa jawab gitu. Atau kalo ditanya, jadinya gak perlu memberi kalimat-kalimat yang seolah-olah bernada Pembenaran atau Pembelaan :)
at mayvise : itu kata2 tingkat tinggi ;D
Quote from: Rina Hong on 15 February 2010, 11:08:09 AM
at mayvise : itu kata2 tingkat tinggi ;D
Yang mana sis? ttg Upaya Kausalya?
IMO, memang Upaya Kausalya itu, sebagian tidak dapat kita pahami (karena gak ada penjelasan yang cukup). Tapi tidak semua juga kan... contohnya yang tentang Dana Parami. Boddhisatta dengan sangat ikhlasnya menyerahkan anak-anaknya ketika diminta. Saya awalnya menilai Boddhisatta tidak bijak. Tapi akhirnya saya tau alasan di balik itu semua, dan sayalah orang yang tidak bijak krn sudah men-judge bodhisatta.
Nah saya menyarankan bahwa kalo mau memberi contoh, sebaiknya yang kita sendiri sudah paham betul tentang contoh tersebut. Jadi bila ditanya, kita bisa menjelaskan dengan baik :) Akhirnya si penanya, bisa mengakui Ketidakbijaksanaannya (seperti saya :-[ ).
Tapi kalo si penanya hanya dibilang bahwa: "itu upaya kausalya lho, putthujana gak akan ngerti. Boddhisatta maha bijak, beliau tau apa yang beliau lakukan. Pasti ada alasannya. Pasti ada, jadi terima aja". Nah kalo seperti itu, si penanya gak akan merasa puas.
OOT dikit, tapi ini menarik
Quote from: Mayvise on 15 February 2010, 11:26:25 AM
Quote from: Rina Hong on 15 February 2010, 11:08:09 AM
at mayvise : itu kata2 tingkat tinggi ;D
Yang mana sis? ttg Upaya Kausalya?
IMO, memang Upaya Kausalya itu, sebagian tidak dapat kita pahami (karena gak ada penjelasan yang cukup). Tapi tidak semua juga kan... contohnya yang tentang Dana Parami. Boddhisatta dengan sangat ikhlasnya menyerahkan anak-anaknya ketika diminta. Saya awalnya menilai Boddhisatta tidak bijak. Tapi akhirnya saya tau alasan di balik itu semua, dan sayalah orang yang tidak bijak krn sudah men-judge bodhisatta.
boleh di-share sis, apakah "alasan di balik itu" menurut sis?
^ ^ ^ bisa liat di sini aja ya biar lebih lengkap:
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,13149.0.html
Quote from: Mayvise on 15 February 2010, 12:46:21 PM
^ ^ ^ bisa liat di sini aja ya biar lebih lengkap:
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,13149.0.html
saya tidak membaca ada bagian "alasan di balik" itu pada thread itu. bisa lebih spesifik, sis?
menurut RAPB, Bodhisatta melakukan segala macam pelanggaran sila, kecuali berbohong.
gak tau kalau pertunjukan, itu masuk kategori bohong gak yak?
Quote from: Indra on 15 February 2010, 04:40:21 PM
saya tidak membaca ada bagian "alasan di balik" itu pada thread itu. bisa lebih spesifik, sis?
Nah, awalnya itu, saya masih oke-oke aja waktu diceritakan bahwa Boddhisatta mendanakan harta, walaupun konsekuensinya beliau sampai diusir dari istana. Tapi kemudian saya protes karena anak dan isterinya juga bersedia didanakan :|
Akhirnya, saya berpikir (mohon koreksi bila salah), Dana Paramita adalah Kesempurnaan dari Memberi (Perfection of Giving) yang intisarinya, selain kemurahan hati, juga ketidakmelekatan. Beliau sedang menyempurnakan paraminya, oleh karena itu selain tidak melekat pada harta, tidaklah mengherankan bila beliau juga berusaha tidak melekat pada keluarga.
Tapi IMO, don't try this at home :)) karena sebetulnya beliau tidak "memberi secara membuta". Selain dalam rangka penyempurnaan parami, Boddhisatta tahu bahwa anaknya tidak akan dijadikan budak dalam waktu yang lama dan beliau melihat bahwa brahmana tersebut layak menerima dana tersebut. (Maaf, tentang "layak" ini saya juga tidak paham mengapa brahmana ini dilihat "layak" menerima dana).
Quote from: Kelana on 14 February 2010, 05:07:22 PM
Titipan pertanyaan dari umat awam.
upaya kausalya itu apa ya? Sorry OT dikit
Rina Hong : itu kata2 tingkat tinggi
upaya kausalya itu bahasa tingkat sesama Bodhisatta, jadi hanya para Bodhisatta baru ngerti.
jadi umat awam tidak perlu ngerti. :)) :))
karena akhir cerita pastilah alasan adalah Boddhisatta melakukan
upaya kausalya !!!!!
_/\_
Quote from: adi lim on 18 February 2010, 09:54:54 AM
Quote from: Kelana on 14 February 2010, 05:07:22 PM
Titipan pertanyaan dari umat awam.
upaya kausalya itu apa ya? Sorry OT dikit
Rina Hong : itu kata2 tingkat tinggi
upaya kausalya itu bahasa tingkat sesama Bodhisatta, jadi hanya para Bodhisatta baru ngerti.
jadi umat awam tidak perlu ngerti. :)) :))
karena akhir cerita pastilah alasan adalah Boddhisatta melakukan upaya kausalya !!!!!
_/\_
Well... mungkin kalian menangkap perkataann "bahasa tingkat tinggi " itu salah satunya upaya Kausalya...
tapi maksud Rina bahasa tingkat tinggi itu bukan kata2 itu...
bahasa tingkat tinggi itu berupa sindiran yg hanya org2 tertentu yg mengerti (org yg disindir)
org yg membacanya pikir itu hanya sebuah pernyataan biasa.
rasanya gw ga mengiyahkan pernyataan sis may... itu kata Sis May, bukan kata Rina... ^-^ lagi2 salah paham...
Quote from: Mayvise on 15 February 2010, 11:26:25 AM
Quote from: Rina Hong on 15 February 2010, 11:08:09 AM
at mayvise : itu kata2 tingkat tinggi ;D
Yang mana sis? ttg Upaya Kausalya?
IMO, memang Upaya Kausalya itu, sebagian tidak dapat kita pahami (karena gak ada penjelasan yang cukup). Tapi tidak semua juga kan... contohnya yang tentang Dana Parami. Boddhisatta dengan sangat ikhlasnya menyerahkan anak-anaknya ketika diminta. Saya awalnya menilai Boddhisatta tidak bijak. Tapi akhirnya saya tau alasan di balik itu semua, dan sayalah orang yang tidak bijak krn sudah men-judge bodhisatta.
Nah saya menyarankan bahwa kalo mau memberi contoh, sebaiknya yang kita sendiri sudah paham betul tentang contoh tersebut. Jadi bila ditanya, kita bisa menjelaskan dengan baik :) Akhirnya si penanya, bisa mengakui Ketidakbijaksanaannya (seperti saya :-[ ).
Tapi kalo si penanya hanya dibilang bahwa: "itu upaya kausalya lho, putthujana gak akan ngerti. Boddhisatta maha bijak, beliau tau apa yang beliau lakukan. Pasti ada alasannya. Pasti ada, jadi terima aja". Nah kalo seperti itu, si penanya gak akan merasa puas.
^ ^ ^ Owh, maaf sis, saya salah paham, saya kira "kata-kata tingkat tinggi" = "Upaya Kausalya" :)
_/\_
jadi kita tidak perlu tahu untuk apa Boddhisatva berpura-pura? gitu? cukup terima saja....
kembali pada diri masing-masing, kalau saya orang nya mau tahu banyak...
^ ^ ^ bukannya kita sedang menunggu klarifikasi dari yang ngerti Mahayana? coz kuncinya ada di pernyataan bahwa Pangeran Siddhatta telah mencapai kebuddhaan sejak berkalpa-kalpa yang lalu. Pernyataan ini kan kontradiktif dengan Theravada yang menyatakan bahwa Pangeran Siddhatta mencapai kebuddhaan pada kehidupan saat ini...
Kalo misalnya pernyataan yang "katanya" dari Mahayana tersebut ternyata tidak ada, berarti Pangeran Siddhatta atau Sang Buddha tidak pernah berpura-pura.
Setau saya sih, Pangeran siddharta ngak pernah pura2.....mungkin yg dimaksud mencapai kebuddhaan = sifat2 bodhi pada tingkat bodhisatva tertentu. Dan itu pun tidak dikatakan Samasambuddha. Keknya pernah dibahas deh. Ini menurut pandangan mereka mahayana.(lihat bodhisatva 1-10) diluar bro bisa menerima atau tidak, tetapi itulah konsepnya/teorinya, kecuali bro uda mengalami dan bisa merubah teori itu jadi kitab baru.. ;D
Dan uda diulang-ulang jawabannya dan pertanyaannya juga diulang2 kembali). Cuma mr. Mercy masih penasaran. Alangkah baiknya pertanyaan yg sama tidak diulang2, kalau tidak mengerti, langsung terjun pelajari ke mahayana. Saya rasa bro Gandalf juga bosan jawabinnya. ;))
Dalam suatu konteks memang mahayana berbeda konsep dengan theravada tetapi ada hal yg juga sama. Tetapi perlu diketahui bahwa perjalanan spritual seseorang entah bodhistava melalui theravada ataupun mahayana seringkali bersinggungan dengan sifat2 transendental. Seperti kasus yg pernah sis Mayvise bilang, seorang bodisatta yg memberikan anaknya....dst...apalagi seringkali mereka2 itu memiliki kesaktian2 yg sulit diungkap yakni spiritual transendental. Sehingga ada banyak konsep diluar benar atau tidak. Manusia yg belum mencapai titik itu hanya bisa berpaku pada teori2 teksbook entah mahayana atau theravada.
Termasuk upaya kausalya yg mungkin menurut kita nyeleneh...tetapi sesungguhnya kita tidak tau persis Dhamma yg terkandung.. Kecuali sudah ada yg mencapai bodhisatva atau menjadi Arahat. Tetapi hal nyeleneh ini jangan diartikan pembenaran karena keterbatasan kita yg tidak mengalami langsung dengan mengatakan semua perbuatan nyeleneh boleh dilakukan.
Perjalanan menjadi bodhisatva itu puannnnjang sekali.......bahkan setelah dapat konfirmasi dari Samasambuddha perlu waktu yg panjaaaang pula sehingga, banyak hal yg tidak ketahui dalam rentang itu....apalagi hanya berisi dari kitab suci itu tidak merangkai semua sejarah secara detil beserta semua aspeknya.
Upaya kausalya ini pun kebanyakan dipelajari secara teksbook. Tetapi Aplikasi sebenarnya....tidak ada yg tau persis..yg ada hanyalah konsep2 belaka. Nah karena ketidakmengertian yg berlarut-larut sering menjadi penasaran dan tidak puas. Nah kalau sudah begini, salah yg menjawab upaya kausalya, atau yg bertanya, atau upaya kausalyanya....yg pasti karena ketidakmampuan dari penanya dan penjawab yg mungkin belum mengalami hal itu bukan...dan kebetulan dari dua mazhab yg berbeda...habislah tambah semrawut...jawaban pasti ada di hati kita masing2 kalau sudah mau mempraktekannya dengan jernih.
Saya ambil contoh nyata : kasus Ajahn Mun melihat Buddha.....ada muncul komentar...aha! itu tidak mungkin , atau aha!! penulisnya meragukan-->nah disini muncul yg sebenarnya keyakinan yg sifatnya subjektif....tanpa pembuktian langsung, karena memang demikianlah pembuktian langsung itu diperlukan . padahal begitu org mengatakan tidak mungkin, telah terjebak pada pandangan nihilis(perlu diketahui penjelasannya sudah ada ), atau ketika mengomentari penulisnya....org itu hanya berkomentar seakan-akan tingkatan batinnya lebih hebat dari sang penulis dan mengalaminya. Tetapi bagi Mahayana hal itu bisa diterima diluar apakah itu benar atau tidak.
Dhamma itu tidak hanya segenggam daun simsapa. Karena sekalipun kita mempelajari segenggam daun simsapa dari Sang Tathagata sering muncul dalam praktek daun2 lainnya...nah bisakah kita mengenali itu...
Makanya bro mercy kalau dari jawaban Gandalf sekiranya kurang mengena terhadap pertanyaan2 bro ttg mahayana ada baiknya tanya lsg didarat kepada mahayanis supaya tidak penasaran dan semakin OOT. Ini saran saya. Karena topik ini lebih kepada profesi pemain drama. Beda dengan Bodhisatva. Dari pada karena ketidaktahuan kita dalam pencarian membuat judgement2 yg belum tentu benar .
Smoga berkenan dan mengerti... _/\_ :backtotopic:
saya sudah pernah di beri jawaban, waktu itu dikatakan bahwa bodhisatva berpura-pura demi memperlihatkan "betapa sulitnya mencapai pencerahan"
waktu itu saya belum terpikirkan dan menerima saja jawaban itu, tetapi entah kenapa sekarang malah terpikirkan "alasan kuat" bahwa tidak lah mungkin bodhisatva memperlihatkan "betapa sulitnya mencapai pencerahan pada sebuah Pohon, guna nya apa?"