MARCEDES:
saudara Tan yang bijak,
dalam teks pali mesti kita teliti kata-kata tersebut....maaf dalam hal ini sy juga bukan ahli.
tetapi dalam kasus percakapan buddha dengan vecchagota, buddha jelas menolak kata "tidak ada setelah parinibbana" apabila tidak ada unsur yg padam...
TAN:
Tapi pada kenyataannya, ada khan unsur yang padam? Yaitu pancakkhanda. Kalau para makhluk hanya tersusun dari lima kandha dan itu padam saat mencapai nibanna tanpa sisa, lalu apa lagi yang tersisa? Mengapa tidak dikatakan saja tidak ada? Maka semuanya akan menjadi logis.
MARCEDES:
dan buddha juga menolak dikatakan "ADA" karena kasus nya tidak tepat....
dalam hal tumimbal lahir.
TAN:
Tunggu. Yang Anda maksud dalam kasus ini adalah tumimbal lahir atau seorang Buddha yang merealisasi anupadisesa nibanna? Ini yang perlu kita bedakan karena kasusnya berbeda.
Amiduofo,
Tan
Saudara Tan, seorang yang mencapai nibbana tidak akan berspekulasi, apakah dirinya akan ada dimasa depan, atau tidak ada dimasa depan....tetapi menembus akan dua hal itu....tidak terjebak pada pilihan yang dibuat pikirannya sendiri...
jadi tidaklah mungkin seorang yang mencapai arahat, itu berkata kepada orang lain bahwa, saya
telah mencapai tingkat kesucian arahat....dikarenakan tidak ada pencapaian apapun, tetapi yang ada adalah
"pelepasan"....tetapi sebenarnya
telah mencapai arahat.periksa lah Tipitaka dan sampai saat ini tidak ada satupun seorang arahat berkata bahwa "saya ada pada masa lampau, atau masa depan, atau tidak ada di kedua-dua-nya...."
tetapi sebenarnya itu telah padam....jadi dikatakan tidak ada apa-apa lagi...
jadi ketika anda bertanya, apakah Buddha itu tidak ada setelah parinibbana...tidaklah mungkin buddha berkata
"saya tidak ada", tetapi sebenarnya memang tidak ada....
karena para arahat tidak berpikir tentang masa lampau, atau masa depan...yang ada
"yathabhutam nanadassanam"inilah yang dimaksudkan dengan brahmajala sutta, tidak berspekulasi dan tidak berpikir tentang masa depan atau masa lampau......tetapi yang ada S A A T I N I
maka dikatakan padam..................
"Nibbana, O Raja, tidak dibangun, dan karenanya tidak ada sebab yang dapat
ditunjuk bagi pembuatannya. Tidak dapat dikatakan bahwa nibbana itu telah
timbul atau dapat timbul; bahwa nibbana itu adalah masa lalu, masa kini atau
masa depan; atau dapat dikenali dengan mata, telinga, hidung, lidah atau
tubuh."
"Kalau begitu, Yang Mulia Nagasena, nibbana adalah kondisi yang tidak ada!"
"Nibbana itu ada, O Baginda, dan dapat dikenali lewat pikiran.
Seorang siswa Arya yang pikirannya murni, mulia, tulus, tidak terhalang, dan
bebas dari kemelekatan dapat mencapai nibbana."
mudah-mudahan kata-kata saya bisa dipahami.
salam metta.