News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu

transform?

Started by ika_polim, 19 March 2009, 12:33:55 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

hatRed

Quote from: tesla on 23 March 2009, 05:02:14 PM
Quote from: hatRed on 23 March 2009, 02:59:20 PM
IMHO, kalau arti menemukan pencerahan dalam Zen tidak sama dengan Pandangan Terang seperti dalam sutta2 yg i tahu...

dalam Zen (IMO lagi) pencerahan itu cuma sebatas pengetahuan kebijaksanaan saja...

boleh tau, menurut bro, apa faktor yg kurang pada pencerahan ala Zen dibanding dg yg tercatat dalam sutta?

pendapat itu cuma berdasar dari komik Origins of Zen aja (pernah di scann keknya ma om dilbert)  :P

jadi ya baru2 baca2 aja.....

soalnya dalam cerita itu... "pencerahan" yg dimaksud adalah "mengerti" namun tidak ada "kesucian" didalamnya...

jadi tidak jauh berbeda dengan orang yg bijaksana.
i'm just a mammal with troubled soul



tesla

sejauh yg saya pahami, pencerahan itu memang hanya sebatas "mengerti" akan sesuatu (hakikat sesungguhnya / nature of things). dan kesucian itu cuma label tambahan saja...

boleh tahu, "kesucian" yg tidak ada itu apa menurut bro?
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

hatRed

Kesucian.. itu yg tidak "terbaca"... oleh guru2 Zen adalah.. kesucian tingkah laku, ucapan, dan ide.

contoh seorang guru Zen yg membunuh kucing hanya agar berharap makhluk jenis lain (yaitu muridnya) tidak melekat kepada kucing (yg kasusnya diperebutkan oleh murid2 guru tersebut).
i'm just a mammal with troubled soul



tesla

Quote from: hatRed on 23 March 2009, 05:27:50 PM
Kesucian.. itu yg tidak "terbaca"... oleh guru2 Zen adalah.. kesucian tingkah laku, ucapan, dan ide.

contoh seorang guru Zen yg membunuh kucing hanya agar berharap makhluk jenis lain (yaitu muridnya) tidak melekat kepada kucing (yg kasusnya diperebutkan oleh murid2 guru tersebut).
em... keknya di sutta jg tidak dibilang bahwa ariya akan sempurna dalam sila (moralitasnya) deh...
cmiiw

_/\_
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

hatRed

#79
wah...i kurang tahu ya...mengenai ada atau tidaknya dijelaskan seorang Ariya harus/tidak dalam menyempurnakan sila..

tapi pedoman i sih ini = Sila -> Samadhi -> Panna

(baca: besarnya hasil dari Panna tergantung dari besarnya Samadhi yg dilakukan, besarnya hasil Samadhi tergantung dari besarnya Sila yg dilakukan)
i'm just a mammal with troubled soul



Budhi26

Quote from: dilbert on 23 March 2009, 02:17:22 PM
guru yang bagaimana ? atau bisa referensi salah satu guru yang bisa membantu "menemukan hakikat diri" ?

Saya pikir "sudah cukup" kalau dapat menemukan seorang guru yang dapat membantu perjalanan spiritual kita.

_/\_

Budhi.

dilbert

Quote from: tesla on 23 March 2009, 05:37:07 PM
Quote from: hatRed on 23 March 2009, 05:27:50 PM
Kesucian.. itu yg tidak "terbaca"... oleh guru2 Zen adalah.. kesucian tingkah laku, ucapan, dan ide.

contoh seorang guru Zen yg membunuh kucing hanya agar berharap makhluk jenis lain (yaitu muridnya) tidak melekat kepada kucing (yg kasusnya diperebutkan oleh murid2 guru tersebut).
em... keknya di sutta jg tidak dibilang bahwa ariya akan sempurna dalam sila (moralitasnya) deh...
cmiiw

_/\_

KUTADANTA SUTTA
Sutta Pitaka Digha Nikaya IV

26.     "Gotama, apakah ada upacara yang tidak sulit dan tidak merepotkan namun menghasilkan pahala dan manfaat lebih besar daripada lima cara ini?"
         "Ya ada, brahmana."
         "Gotama, apakah itu?"
         "Brahmana, seandainya di dunia ini muncul seorang Tathagata, yang maha suci, telah mencapai Penerangan Agung, sempurna pengetahuan serta tindak-tanduknya, sempurna menempuh Jalan, pengenal segenap alam, pembimbing yang tiada tara bagi mereka yang bersedia untuk dibimbing, guru para dewa dan manusia, yang Sadar, patut dimuliakan. Beliau mengajarkan pengetahuan yang telah diperoleh melalui usaha-nya sendiri kepada orang-orang lain, dalam dunia ini yang meliputi para dewa, mara dan para dewa brahmana; para pertapa, brahma, raja beserta rakyatnya. Beliau mengajarkan Dhamma (Kebenaran) yang indah pada permulaan, indah pada pertengahan, indah pada akhir, dalam isi maupun bahasanya. Beliau mengajarkan cara hidup selibat (brahmacariya) yang sempurna dan suci."
         "Kemudian, seorang yang berkeluarga atau salah seorang dari anak-anaknya atau seorang dari keturunan keluarga-rendah datang mendengarkan Dhamma itu, dan setelah mendengarnya ia memperoleh keyakinan, ia ingin menjadi bhikkhu. Setelah menjadi bhikkhu, ia hidup mengendalikan diri sesuai dengan Patimokkha (peraturan-peraturan bhikkhu), sempurna kelakuan dan latihannya, dapat melihat bahaya dalam kesalahan-kesalahan yang paling kecil sekalipun. Ia menyesuaikan dan melatih dirinya dalam peraturan-peraturan. Menyempurnakan perbuatan-perbuatan dan ucapannya. Suci dalam cara hidupnya, sempurna silanya, terjaga pintu-pintu inderanya. Ia memiliki perhatian-murni dan pengertian-jelas (sati-sampajanna); dan hidup puas."
          "Bagaimanakah, seorang bhikkhu yang sempurna silanya? Dalam hal ini, seorang bhikkhu menjauhi pembunuhan, menahan diri dari pembunuhan makhluk-makhluk; menjauhi pencurian, menahan diri dari memiliki apa yang tidak diberikan; ia hidup selibat dan menjauhi kedustaan.
Ia menjauhi ucapan menfitnah, menahan diri dari menfitnah; apa yang ia dengar di sini tidak akan diceritakan di tempat lain sehingga menyebabkan pertentangan di sini. Apa yang ia dengar di tempat lain tidak akan diceritakannya di sini sehingga menyebabkan pertentangan di sana. Ia hidup menyatukan mereka yang terpecah-belah, pemersatu, mencintai persatuan, mendambakan persatuan, persatuan merupakan tujuan pembicaraannya.
           Ia menjauhi ucapan kasar, menahan diri dari penggunaan kata-kata kasar, ia menjauhi pembicaraan yang menahan diri dari percakapan yang tidak bermanfaat, ia berbicara pada saat yang tepat, sesuai dengan kenyataan, berguna, tentang Dhamma dan Vinaya.
          Ia melaksanakan Cula Sila, Majjhima Sila dan Maha Sila (seperti yang tersebut dalam Brahmajala Sutta).

          'Selanjutnya, seorang Bhikkhu yang sempurna silanya, tidak melihat adanya bahaya dari sudut mana pun sejauh berkenaan dengan pengendalian terhadap sila.                             Sama seperti seorang ksatria yang patut dinobatkan menjadi raja, yang musuh-musuhnya telah dikalahkan, tidak melihat bahaya dari sudut mana pun sejauh berkenaan dengan musuh-musuh; demikian pula, seorang bhikkhu yang sempurna silanya, tidak melihat bahaya dari sudut mana pun sejauh berkenaan dengan pengendalian-sila. Dengan memiliki kelompok sila yang mulia ini, dirinya merasakan suatu kebahagiaan murni (anavajja sukham). Demikianlah seorang bhikkhu yang memiliki sila-sempurna'.
           Bagaimanakah seorang bhikkhu memiliki penjagaan atas pintu-pintu inderanya? Bilamana seorang bhikkhu melihat suatu obyek dengan matanya, ia tidak terpikat dengan bentuk keseluruhan atau bentuk perinciannya. Ia berusaha menahan diri terhadap bentuk-bentuk yang dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya keadaan-keadaan tidak baik atau buruk, keserakahan dan kebencian; yang telah begitu lama menguasai dirinya sewaktu ia berdiam tanpa pengendalian diri terhadap indera penglihatannya. Ia menjaga indera penglihatannya.
           Bilamana ia melihat suatu obyek dengan matanya, ia mendengar suara dengan telinganya, mencium bau dengan hidungnya, ia mengecap rasa dengan lidahnya, ia merasakan sentuhan dengan tubuhnya, atau ia mengetahui sesuatu (dhamma) dengan pikirannya ia tidak terpikat dengan bentuk keseluruhan atau bentuk perinciannya. Ia berusaha menahan diri terhadap bentuk-bentuk yang dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya keadaan-keadaan tidak baik dan buruk, keserakahan dan kebencian; yang telah begitu lama menguasai dirinya sewaktu ia berdiam tanpa pengendalian diri terhadap indera-inderanya. Ia menjaga indera-inderanya, dan memiliki pengendalian terhadap indera-inderanya.
          Bagaimanakah seorang bhikkhu memiliki perhatian murni dan pengertian jelas? Dalam hal ini seorang bhikkhu mengerti dengan jelas sewaktu ia pergi atau sewaktu kembali; ia mengerti dengan jelas sewaktu melihat ke depan atau melihat ke samping; ia mengerti dengan jelas sewaktu mengenakan jubah atas (sanghati), jubah luar (civara) atau mengambil mangkuk (patta); ia mengerti dengan jelas sewaktu makan, minum, mengunyah atau menelan; ia mengerti dengan jelas sewaktu buang air atau sewaktu kencing; ia mengerti dengan jelas sewaktu dalam keadaan berjalan, berdiri, duduk, tidur, bangun berbicara atau diam.
          Bagaimanakah seorang bhikkhu merasa puas? Dalam hal ini seorang bhikkhu merasa puas hanya dengan jubah-jubah yang cukup untuk menutupi tubuhnya, puas hanya dengan makanan yang cukup untuk menghilangkan rasa lapar perutnya. Kemana pun ia pergi, ia pergi hanya dengan membawa hal-hal ini.
          Setelah memiliki kelompok-sila yang mulia ini, memiliki pengendalian terhadap indera-indera yang mulia ini, memiliki perhatian murni dan pengertian jelas yang mulia ini, memiliki kepuasan yang mulia ini, ia memilih tempat-tempat sunyi di hutan, di bawah pohon, di lereng bukit, di celah gunung, di gua karang, di tanah kubur, di dalam hutan lebat, di lapangan terbuka, di atas tumpukan jerami untuk berdiam. Setelah pulang dari usahanya mengumpulkan dana makanan dan selesai makan; ia duduk bersila, badan tegak, sambil memusatkan perhatiannya ke depan'.
           Dengan menyingkirkan keinginan nafsu keduniawian, ia berdiam dalam pikiran yang bebas dari keinginan nafsu, membersihkan pikirannya dari nafsu-nafsu. Dengan menyingkirkan itikad-jahat, ia berdiam dalam pikiran yang bebas dari itikad-jahat, dengan pikiran bersahabat serta penuh kasih sayang terhadap semua makhluk, semua yang hidup, ia membersihkan pikirannya dari itikad-jahat.                                                              Dengan menyingkirkan kemalasan dan kelambanan, ia berdiam dalam keadaan bebas dari kemalasan dan kelambanan; dengan memusatkan perhatiannya pada penyerapan terhadap cahaya (alckasanni), ia membersihkan pikirannya dari kemalasan dan kelambanan. Dengan menyingkirkan kegelisahan dan kekhawatiran, ia berdiam bebas dari kekacauan; dengan batin tenang, ia membersihkan pikirannya dari kegelisahan dan kekhawatiran. Dengan menyingkirkan keragu-raguan, ia berdiam mengatasi keragu-raguan; dengan tidak lagi ragu-ragu terhadap apa yang baik, ia membersihkan pikirannya dari keragu-raguan.
          Demikianlah, selama lima rintangan (panca nivarana) belum disingkirkan, seorang bhikkhu merasakan dirinya seperti orang yang berhutang. Tetapi setelah lima rintangan itu disingkirkan, maka seorang bhikkhu merasa dirinya seperti orang yang telah bebas dari hutang.
          Apabila ia menyadari bahwa lima rintangan itu telah disingkirkan dari dirinya, maka timbullah kegembiraan, karena gembira maka timbullah kegiuran (piti), karena batin tergiur, maka seluruh tubuhnya terasa nyaman, karena tubuh menjadi nyaman, maka ia merasa bahagia, karena bahagia, maka pikirannya menjadi terpusat. Kemudian, setelah terpisah dari nafsu, jauh dari kecenderungan-kecenderungan tidak baik, maka ia masuk dan berdiam dalam Jhana I; suatu keadaan batin yang tergiur dan bahagia (piti-sukha), yang timbul dari kebebasan, yang masih disertai dengan vitaka (pengarahan pikiran pada obyek) dan vicara (obyek telah tertangkap oleh pikiran). Seluruh tubuhnya dipenuhi, digenangi, diresapi serta diliputi dengan perasaan tergiur dan bahagia, yang timbul dari kebebasan; dan tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi oleh perasaan tergiur dan bahagia itu, yang timbul dari kebebasan (viveka).
            Selanjutnya seorang bhikkhu yang telah membebaskan diri dari vitaka dan vicara, memasuki dan berdiam dalam Jhana II; yaitu keadaan batin yang tergiur dan bahagia, yang timbul dari ketenangan konsentrasi, tanpa disertai dengan vitaka dan vicara, keadaan batin yang memusat. Demikianlah seluruh tubuhnya dipenuhi, diresapi serta diliputi dengan perasaan tergiur dan bahagia, yang timbul dari konsentrasi, dan tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi oleh perasaan tergiur dan bahagia itu, yang timbul dari konsentrasi.
          Selanjutnya seorang bhikkhu yang telah membebaskan dirinya dari perasaan tergiur, berdiam dalam keadaan seimbang yang disertai dengan perhatian murni dan pengertian jelas. Tubuhnya diliputi dengan perasaan bahagia, yang dikatakan oleh para ariya sebagai 'kebahagiaan yang dimiliki oleh mereka yang batinnya seimbang dan penuh perhatian-murni; ia memasuki dan berdiam dalam Jhana III.               Demikianlah seluruh tubuhnya dipenuhi, digenangi, diresapi serta diliputi dengan perasaan bahagia yang tanpa disertai dengan perasaan tergiur; dan tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi oleh perasaan bahagia yang tanpa disertai dengan perasaan tergiur itu'.
            Selanjutnya, dengan menyingkirkan perasaan bahagia dan tidak bahagia, dengan menghilangkan perasaan-perasaan senang dan tidak senang yang telah dirasakan sebelumnya, bhikkhu itu memasuki dan berdiam dalam Jhana IV, yaitu suatu keadaan yang benar-benar seimbang, yang memiliki perhatian-murni (satiparisuddhi) bebas dari perasaan bahagia dan tidak bahagia. Demikianlah ia duduk di sana, meliputi seluruh tubuhnya dengan perasaan batin yang bersih dan jernih'.
          Brahmana, inilah upacara yang menghasilkan pahala dan manfaat lebih besar daripada cara-cara lain.
          Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia mempergunakan dan mengarahkan pikirannya ke pandangan-terang yang timbul dari pengetahuan (nana-dassana). Demikianlah ia mengerti: "Tubuhku ini mempunyai bentuk, terdiri atas empat unsur-pokok (mahabhuta) berasal dari ayah dan ibu, timbul dan berkembang karena perawatan yang terus menerus;, bersifat tidak kekal, dapat mengalami kerusakan, kelapukan, kehancuran, dan kematian; begitu pula halnya dengan kesadaran (vinnana) yang terikat dengannya'.
           Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat diguncangkan, ia menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada penciptaan 'tubuh-ciptaan-batin' (manomaya-kaya). Dari tubuh ini, ia menciptakan 'tubuh-ciptaan-batin' melalui pikirannya, yang memiliki bentuk memiliki anggota-anggota dan bagian-bagian tubuh lengkap, tanpa kekurangan sesuatu organ apapun'.
           Demikian pula dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada penciptaan 'wujud-ciptaan-batin' (mano-maya-kaya). Dari tubuh ini, ia menciptakan 'tubuh-ciptaan-batin' melalui pikirannya; yang memiliki bentuk, memiliki anggota-anggota dan bagian-bagian tubuh lengkap, tanpa kekurangan sesuatu organ apa pun'.
          Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan; ia menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada bentuk-bentuk iddhi (perbuatan-perbuatan gaib). Ia melakukan iddhi dalam aneka ragam bentuknya; dari satu ia menjadi banyak, atau dari banyak kembali menjadi satu; ia menjadikan dirinya dapat dilihat atau tidak dapat dilihat; tanpa merasa terhalang, ia berjalan menembusi dinding, benteng atau gunung, seolah-olah berjalan melalui ruang kosong; ia menyelam ia timbul melalui tanah, seolah-olah berjalan di atas tanah, dengan duduk bersila ia melayang-layang di udara. Seperti seekor burung dengan sayapnya; dengan tangan ia dapat menyentuh dan meraba bulan dan matahari yang begitu dahsyat dan perkasa, ia dapat pergi mengunjungi alam-alam dewa brahma dengan membawa tubuh kasarnya.'
          Dengan pikirannya yang terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada kemampuan dibbasota (telinga-dewa). Dengan kemampuan dibba-sota yang jernih, yang melebihi telinga manusia, ia mendengar suara-suara manusia dan dewa, yang jauh atau yang dekat'.
         Dengan pikiran yang terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada ceto-pariyanana (pengetahuan untuk membaca pikiran orang lain). Dengan menembus melalui pikirannya sendiri, ia mengetahui pikiran-pikiran makhluk lain, pikiran orang lain.
         Ia mengetahui: Pikiran yang disertai nafsu sebagai pikiran yang disertai nafsu, pikiran tanpa-nafsu sebagai pikiran tanpa nafsu. Pikiran yang disertai kebencian .... pikiran tanpa kebencian ...., pikiran disertai ketidaktahuan ...., pikiran tanpa ketidaktahuan , pikiran yang teguh, ragu-ragu, berkembang, tidak berkembang, rendah, luhur dan bebas.
         Dengan pikiran yang terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang pubbenivasanussati (ingatan terhadap kelahiran-kelahiran lampau). Demikianlah ia ingat tentang bermacam-macam kelahirannya yang lampau, seperti: satu ... sepuluh ... seratus ... seribu ... seratus ribu kelahiran, kelahiran-kelahiran pada banyak masa-menjadinya-bumi (samvatta-kappa), melalui banyak masa kehancuran bumi (vivatta-kappa), melalui banyak masa-menjadi-kehancuran bumi (samvatta-vivatta-kappa). Ia ingat, di suatu tempat demikian, namaku, makananku, keluargaku, suku-bangsaku, aku mengalami kebahagiaan dan penderitaan, batas umurku adalah demikian. Kemudian, setelah aku berlalu dari keadaan itu, aku lahir kembali di suatu tempat, disana namaku, makananku keluargaku, suku-bangsaku, aku mengalami kebahagiaan dan penderitaan, batas umurku adalah demikian. Setelah aku berlalu dari keadaan itu, kemudian aku lahir kembali di sini'. Demikianlah ia mengingat kembali tentang bermacam-macam kelahirannya di masa lampau, dalam seluruh seluk beluknya, dalam seluruh macamnya'.
          Dengan pikiran yang terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang timbul dan lenyapnya makhluk-makhluk (cutupapata-nana), Dengan kemampuan dibba-cakkhu (mata-dewa) yang jernih, yang melebihi mata manusia, ia melihat bagaimana setelah makhluk-makhluk berlalu dari satu kehidupan, muncul dalam kehidupan lain; rendah, mulia, indah, jelek, bahagia, dan menderita. Ia melihat bagaimana makhluk-makhluk itu muncul sesuai dengan perbuatan-perbuatannya:        'Makhluk-makhluk ini memiliki perbuatan, ucapan dan pikiran yang jahat, penghina para suci, pengikut pandangan-pandangan keliru, dan melakukan perbuatan menurut pandangan keliru.
         Pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam celaka, alam sengsara, alam neraka. Tetapi, makhluk-makhluk yang lain memiliki perbuatan, ucapan dan pikiran yang baik, bukan penghina para suci, pengikut pandangan-pandangan benar, dan melakukan perbuatan menurut pandangan benar. Pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam bahagia, alam surga'. Demikianlah, dengan kemampuan dibba cakkhu (mata dewa) yang jernih, yang melebihi mata manusia, ia melihat bagaimana setelah makhluk-makhluk berlalu dari satu kehidupan, muncul dalam kehidupan lain; rendah, mulia, indah, jelek, bahagia dan menderita'.
         Dengan pikiran yang terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang penghancuran noda-noda batin (asava). Demikianlah, ia mengetahui sebagaimana adanya 'Inilah dukkha', 'Inilah sebab dukkha', 'Inilah akhir dari dukkha' dan 'Inilah         Jalan yang menuju pada lenyapnya dukkha'. Ia mengetahui sebagaimana adanya: 'Inilah akhir asava' dan 'Inilah Jalan yang menuju pada lenyapnya asava'. Dengan mengetahui, melihat demikian, maka pikirannya terbebas dari noda-noda nafsu (kamasava), noda-noda perwujudan (bhavasava), noda-noda ketidaktahuan (avijjasava). Dengan terbebas demikian, maka timbullah pengetahuan tentang kebebasannya, dan ia mengetahui: 'Berakhirlah kelahiran kembali, terjalani kehidupan suci, selesailah apa yang harus dikerjakan, tiada lagi kehidupan sesudah ini'.
          'Brahmana, inilah upacara yang menghasilkan pahala dan manfaat lebih besar daripada cara-cara lain.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

dilbert

Quote from: Budhi26 on 25 March 2009, 12:30:06 PM
Quote from: dilbert on 23 March 2009, 02:17:22 PM
guru yang bagaimana ? atau bisa referensi salah satu guru yang bisa membantu "menemukan hakikat diri" ?

Saya pikir "sudah cukup" kalau dapat menemukan seorang guru yang dapat membantu perjalanan spiritual kita.

_/\_

Budhi.

saya masih belum nangkap bro budhi... guru yang bagaimana ? Apakah ada guru yang disarankan ? namanya ? dimana guru-nya ?
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

tesla

 [at] dilbert

di Digha Nikaya bagian awal memang dijelaskan bagaimana sila sempurna itu (cula sila ~ maha sila), namun saya belum ketemu tulisan bahwa seseorang ariya akan selalu sempurna silanya.

kalau tidak salah dalam buku ke2 DC Press (mungkin Kebebasan Sempurna) pernah dicantumkan referensi di sutta yg menyatakan ariya sempurna dalam silanya... tapi mohon dicek ulang oleh rekan2 DC yg lain yg memiliki terjemahan sutta yg dimaksud atau yg mampu membaca teks pali.
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

dilbert

Quote from: tesla on 25 March 2009, 02:16:41 PM
[at] dilbert

di Digha Nikaya bagian awal memang dijelaskan bagaimana sila sempurna itu (cula sila ~ maha sila), namun saya belum ketemu tulisan bahwa seseorang ariya akan selalu sempurna silanya.

kalau tidak salah dalam buku ke2 DC Press (mungkin Kebebasan Sempurna) pernah dicantumkan referensi di sutta yg menyatakan ariya sempurna dalam silanya... tapi mohon dicek ulang oleh rekan2 DC yg lain yg memiliki terjemahan sutta yg dimaksud atau yg mampu membaca teks pali.

apakah mungkin ada seorang individu yang sempurna sila-nya ?
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Budhi26

Quote from: dilbert on 25 March 2009, 01:14:04 PM
saya masih belum nangkap bro budhi... guru yang bagaimana ? Apakah ada guru yang disarankan ? namanya ? dimana guru-nya ?

Sorry, saya tidak punya referensi seperti itu.

Yang memiliki referensi seperti itu, mohon di-sharing.

_/\_

Budhi.

dilbert

Quote from: Budhi26 on 23 March 2009, 01:22:15 PM
[at]  bro dilbert :

Kutipan setelah paragraf di atas, adalah :

If you don't understand by yourself, you'll have to find a teacher to get to the bottom of life and death. But unless he sees his nature, such a person isn't a teacher.

If so, diperlukan seorang guru (orang yang bijaksana) untuk menjelaskan arti dari "menemukan hakekat diri" itu.

_/\_

Budhi.

saya ingin "menemukan hakikat diri" saya, dan kata sdr.budhi diperlukan seorang guru. Yang bagaimana ?
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

tesla

Quote from: dilbert on 25 March 2009, 04:08:53 PM
Quote from: tesla on 25 March 2009, 02:16:41 PM
[at] dilbert

di Digha Nikaya bagian awal memang dijelaskan bagaimana sila sempurna itu (cula sila ~ maha sila), namun saya belum ketemu tulisan bahwa seseorang ariya akan selalu sempurna silanya.

kalau tidak salah dalam buku ke2 DC Press (mungkin Kebebasan Sempurna) pernah dicantumkan referensi di sutta yg menyatakan ariya sempurna dalam silanya... tapi mohon dicek ulang oleh rekan2 DC yg lain yg memiliki terjemahan sutta yg dimaksud atau yg mampu membaca teks pali.

apakah mungkin ada seorang individu yang sempurna sila-nya ?

seharusnya mungkin saja... karena itu adalah salah satu jalan pencerahan melalui (mulai dari) sila seperti yg dituturkan dalam sutta2 di Digha Nikaya, Silakhandavagga
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

dilbert

Quote from: tesla on 25 March 2009, 08:58:23 PM
Quote from: dilbert on 25 March 2009, 04:08:53 PM
Quote from: tesla on 25 March 2009, 02:16:41 PM
[at] dilbert

di Digha Nikaya bagian awal memang dijelaskan bagaimana sila sempurna itu (cula sila ~ maha sila), namun saya belum ketemu tulisan bahwa seseorang ariya akan selalu sempurna silanya.

kalau tidak salah dalam buku ke2 DC Press (mungkin Kebebasan Sempurna) pernah dicantumkan referensi di sutta yg menyatakan ariya sempurna dalam silanya... tapi mohon dicek ulang oleh rekan2 DC yg lain yg memiliki terjemahan sutta yg dimaksud atau yg mampu membaca teks pali.

apakah mungkin ada seorang individu yang sempurna sila-nya ?

seharusnya mungkin saja... karena itu adalah salah satu jalan pencerahan melalui (mulai dari) sila seperti yg dituturkan dalam sutta2 di Digha Nikaya, Silakhandavagga

dan apakah yang sempurna sila-nya itu adalah seorang ariya.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

hendrako

Quote from: tesla on 25 March 2009, 08:58:23 PM
Quote from: dilbert on 25 March 2009, 04:08:53 PM
Quote from: tesla on 25 March 2009, 02:16:41 PM
[at] dilbert

di Digha Nikaya bagian awal memang dijelaskan bagaimana sila sempurna itu (cula sila ~ maha sila), namun saya belum ketemu tulisan bahwa seseorang ariya akan selalu sempurna silanya.

kalau tidak salah dalam buku ke2 DC Press (mungkin Kebebasan Sempurna) pernah dicantumkan referensi di sutta yg menyatakan ariya sempurna dalam silanya... tapi mohon dicek ulang oleh rekan2 DC yg lain yg memiliki terjemahan sutta yg dimaksud atau yg mampu membaca teks pali.

apakah mungkin ada seorang individu yang sempurna sila-nya ?

seharusnya mungkin saja... karena itu adalah salah satu jalan pencerahan melalui (mulai dari) sila seperti yg dituturkan dalam sutta2 di Digha Nikaya, Silakhandavagga

Saya setuju dengan adanya kemungkinan itu.

....."sabar, tenang, sempurna segala tingkah lakunya....."
yaa... gitu deh