Bisnis manusia

Started by tjong tony, 22 February 2009, 01:24:50 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

gajeboh angek

Quote from: Sumedho on 23 February 2009, 06:48:41 AM
Quote from: upasaka on 22 February 2009, 11:15:07 PM
Lebih tepatnya "perdagangan makhluk hidup". Artinya hewan yang diperjual-belikan pun termasuk dalam jenis perdagangan yang seharusnya dihindari ini...
sepertinya di pali-nya adalah manussa bukan satta, jadi mengacu pada human being yg diterjemahkan ke english.

Di Vanijja Sutta An. 5 117 bunyinya adalah sattavanijja
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Sumedho

#16
punya contekannya nga bos?

aye liat di terjemahan laen sih mirip2x

Quote
'Monks, these five trades ought not to be plied by a lay disciple. what five ?

trade in weapons, trade in human beings, trade in flesh, trade in spirits and trade in poison.

verily, monks, these five trades ought not to be plied by a lay-diciple.


sekrang apa pula arti satta itu hmm  :-?
There is no place like 127.0.0.1

gajeboh angek

#17
Tipiṭaka
Suttapiṭaka
Aṅguttaranikāya
Pañcakanipātapāḷi
7. Vaṇijjāsuttaṃ

177. ''Pañcimā , bhikkhave, vaṇijjā upāsakena akaraṇīyā. Katamā pañca? Satthavaṇijjā, sattavaṇijjā, maṃsavaṇijjā, majjavaṇijjā, visavaṇijjā – imā kho, bhikkhave, pañca vaṇijjā upāsakena akaraṇīyā''ti. Sattamaṃ.

makanya aye dari dulu bingung, koq terjemahannya manusia?

EDIT : Sori, dulu pernah aye post

"sattavaṇijjā" ti manussavikkayo. -> atthakatha
Berdagang manusia disebut "berdagang makhluk hidup"

sattavaṇijjā abhujissabhāvakaraṇato -> tika
berdagang makhluk hidup tidak seharusnya dilakukan karena merupakan penyebab orang lain kehilangan statusnya sebagai orang bebas (atau penyebab perbudakan)

sepertinya menurut komentar yang dimaksud adalah manusia.
kenapa pulak YM. Ananda gak bilang aja manussavanijja yak?
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Sumedho

There is no place like 127.0.0.1

gajeboh angek

HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Sumedho

keknya karena satta punya banyak makna.

ada yg warrior, man, seven, beings, ato lainnya
There is no place like 127.0.0.1

Nevada

Sang Buddha menjelaskan bahwa ada 5 jenis perdagangan yang sebaiknya dihindari. Kelima jenis perdagangan ini adalah berdagang senjata, berdagang makhluk hidup, berdagang daging, berdagang zat yang bisa melemahkan kesadaran, dan berdagang racun. Petikan ucapan Sang Buddha ini bisa ditemukan di Vanijja Sutta, Anguttara Nikaya 5. 177.

Berikut ini petikan Vanijja Sutta dalam Bahasa Inggris versi Bhikkhu Thanissaro =>
Quote from: Vanijja Sutta"Monks, a lay follower should not engage in five types of business. Which five? Business in weapons, business in human beings, business in meat, business in intoxicants, and business in poison.

"These are the five types of business that a lay follower should not engage in."


Yang bisa diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi =>
Quote from: Vanijja Sutta"Para Bhikkhu, seorang umat awam seharusnya tidak melakukan 5 jenis bisnis. Apakah lima itu? Bisnis senjata, bisnis manusia, bisnis daging, bisnis barang yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran, dan bisnis racun.

"Inilah lima jenis bisnis yang seorang umat awam seharusnya tidak lakukan."



Dalam teks Pali Kanon, yang ditulis adalah "satta vanijja". Seharusnya diterjemahkan menjadi "business in sentient beings", atau "perdagangan makhluk hidup". Namun Bhikkhu Thanissaro justru menerjemahkannya menjadi "business in human beings", atau "perdagangan manusia". Bagaimana pendapat teman-teman mengenai hal ini? Apakah ada petikan dari Kitab Komentar yang menguraikan lebih jelas tentang "satta vanijja" ini?

Pdt. D.M. Peter Lim, S.Ag, MBA, M.Sc memiliki komentar tersendiri mengenai "satta vanijja". Menurut beliau (dan menurut banyak pengajar Agama Buddha - lulusan Sarjana Buddhis), "satta vanija" adalah memperdagangkan makhluk hidup yang dimanfaatkan untuk dikonsumsi atau dibunuh. Jika demikian, tidak semua perdagangan makhluk hidup merupakan perdagangan salah. Misalnya perdagangan ikan hias dan hewan peliharaan.


Bagaimana Anda menanggapi hal ini?

gajeboh angek

HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Nevada

[at] Bro Gachapin

Tolong digabungin aja Bro.
Jadi, menurut Tika: tetap saja perdagangan makhluk hidup meski tidak dibunuh dan dianiya itu merupakan perdagangan tidak baik?

Bagaimana dengan Atthakatha?

markosprawira

Quote from: upasaka on 02 February 2010, 12:31:43 PM
Pdt. D.M. Peter Lim, S.Ag, MBA, M.Sc memiliki komentar tersendiri mengenai "satta vanijja". Menurut beliau (dan menurut banyak pengajar Agama Buddha - lulusan Sarjana Buddhis), "satta vanija" adalah memperdagangkan makhluk hidup yang dimanfaatkan untuk dikonsumsi atau dibunuh. Jika demikian, tidak semua perdagangan makhluk hidup merupakan perdagangan salah. Misalnya perdagangan ikan hias dan hewan peliharaan.

Bagaimana Anda menanggapi hal ini?

kalo memang diperkenankan selain untuk konsumsi atau dibunuh, berarti perdagangan budak, wanita lintas negara ga masalah dong?

saya pribadi lebih cenderung "satta" = mahluk hidup karena sama aja dengan berbagai sifat universal lainnya yg hendaknya dikembangkan bagi semua mahluk hidup

Sumedho

 [at] upasaka:
Quote from: Sumedho on 23 February 2009, 09:55:01 PM
keknya karena satta punya banyak makna.

ada yg warrior, man, seven, beings, ato lainnya
There is no place like 127.0.0.1

Nevada

Quote from: markosprawira on 02 February 2010, 02:19:18 PM
Quote from: upasaka on 02 February 2010, 12:31:43 PM
Pdt. D.M. Peter Lim, S.Ag, MBA, M.Sc memiliki komentar tersendiri mengenai "satta vanijja". Menurut beliau (dan menurut banyak pengajar Agama Buddha - lulusan Sarjana Buddhis), "satta vanija" adalah memperdagangkan makhluk hidup yang dimanfaatkan untuk dikonsumsi atau dibunuh. Jika demikian, tidak semua perdagangan makhluk hidup merupakan perdagangan salah. Misalnya perdagangan ikan hias dan hewan peliharaan.

Bagaimana Anda menanggapi hal ini?

kalo memang diperkenankan selain untuk konsumsi atau dibunuh, berarti perdagangan budak, wanita lintas negara ga masalah dong?

saya pribadi lebih cenderung "satta" = mahluk hidup karena sama aja dengan berbagai sifat universal lainnya yg hendaknya dikembangkan bagi semua mahluk hidup

Saya pikir membunuh itu penjelasan generalisasinya. Intinya perlakuan yang melanggar sila. Misalnya, Pancasila Buddhis hanya menganjurkan agar kita menghindari pembunuhan; tetapi tidak menganjurkan kita menghindari penyiksaan. Tapi pada umumnya, umat Buddha pun sadar bahwa meski "penganiayaan" tidak disebutkan dalam Pancasila, tetapi mereka tidak akan menyiksa makhluk hidup lain.

Coba kita analogikan...

Menjual hewan (misalnya: ayam, sapi dan babi) untuk disembelih jelas tidak baik. Karena kita melakukan perdagangan makhluk hidup, dan makhluk itu akan dianiaya dan dibunuh. Sedangkan menjual hewan peliharaan (misalnya: ikan hias (dengan catatan bukan untuk umpan atau ikan predator), burung, anjing, dsb), apakah juga tidak baik? Karena hewan-hewan itu pun dijual untuk dipelihara dan dirawat oleh pembelinya. Majikan yang baik pun tidak akan menganiaya atau membunuh hewan peliharaannya.

Bagaimana pendapat Bro Markos mengenai hal ini?


Quote from: Sumedho on 02 February 2010, 02:23:12 PM
[at] upasaka:
Quote from: Sumedho on 23 February 2009, 09:55:01 PM
keknya karena satta punya banyak makna.

ada yg warrior, man, seven, beings, ato lainnya

Saya tertarik dengan arti "tujuh". Itu maksudnya apa yah? :hammer:

markosprawira

Quote from: upasaka on 02 February 2010, 02:34:03 PM
Quote from: markosprawira on 02 February 2010, 02:19:18 PM
Quote from: upasaka on 02 February 2010, 12:31:43 PM
Pdt. D.M. Peter Lim, S.Ag, MBA, M.Sc memiliki komentar tersendiri mengenai "satta vanijja". Menurut beliau (dan menurut banyak pengajar Agama Buddha - lulusan Sarjana Buddhis), "satta vanija" adalah memperdagangkan makhluk hidup yang dimanfaatkan untuk dikonsumsi atau dibunuh. Jika demikian, tidak semua perdagangan makhluk hidup merupakan perdagangan salah. Misalnya perdagangan ikan hias dan hewan peliharaan.

Bagaimana Anda menanggapi hal ini?

kalo memang diperkenankan selain untuk konsumsi atau dibunuh, berarti perdagangan budak, wanita lintas negara ga masalah dong?

saya pribadi lebih cenderung "satta" = mahluk hidup karena sama aja dengan berbagai sifat universal lainnya yg hendaknya dikembangkan bagi semua mahluk hidup

Saya pikir membunuh itu penjelasan generalisasinya. Intinya perlakuan yang melanggar sila. Misalnya, Pancasila Buddhis hanya menganjurkan agar kita menghindari pembunuhan; tetapi tidak menganjurkan kita menghindari penyiksaan. Tapi pada umumnya, umat Buddha pun sadar bahwa meski "penganiayaan" tidak disebutkan dalam Pancasila, tetapi mereka tidak akan menyiksa makhluk hidup lain.

Coba kita analogikan...

Menjual hewan (misalnya: ayam, sapi dan babi) untuk disembelih jelas tidak baik. Karena kita melakukan perdagangan makhluk hidup, dan makhluk itu akan dianiaya dan dibunuh. Sedangkan menjual hewan peliharaan (misalnya: ikan hias (dengan catatan bukan untuk umpan atau ikan predator), burung, anjing, dsb), apakah juga tidak baik? Karena hewan-hewan itu pun dijual untuk dipelihara dan dirawat oleh pembelinya. Majikan yang baik pun tidak akan menganiaya atau membunuh hewan peliharaannya.

Bagaimana pendapat Bro Markos mengenai hal ini?


Majikan yg baik memang tidak akan menganiaya atau membunuh bro, tapi disitu harus diakui ada akusala yaitu kemelekatan/lobha....

utk hewan yg dibunuh : org juga bisa beralasan "membantu memutus kehidupan sebagai hewan supaya terlahir kembali sebagai mahluk yg lebih baik" ..... soalnya saya ada bincang2 dengan beberapa org, terutama yg sering menepuk nyamuk atau serangga

disinilah sulitnya utk melakukan sesuatu yang tidak akusala, karena mayoritas dari apapun yg kita lakukan, kalau tidak lobha, yah dosa  ;D

itu kenapa dalam segala sesuatu, hendaknya bisa sesuai dengan yang ada dalam kalama sutta yaitu :
- Bila hal ini baik
- Bila hal ini tidak tercela
- Bila hal ini dipuji oleh para bijak (bagian ini kadang dihilangkan secara sengaja oleh pihak tertentu, dengan dasar 'jangan percaya kata-kata orang bijak')
- Bila dilakukan dan dikembangkan membawa pada keuntungan dan kebahagiaan
- Bila menuntun pada lenyapnya LDM

gajeboh angek

QuoteSaya pikir membunuh itu penjelasan generalisasinya. Intinya perlakuan yang melanggar sila. Misalnya, Pancasila Buddhis hanya menganjurkan agar kita menghindari pembunuhan; tetapi tidak menganjurkan kita menghindari penyiksaan. Tapi pada umumnya, umat Buddha pun sadar bahwa meski "penganiayaan" tidak disebutkan dalam Pancasila, tetapi mereka tidak akan menyiksa makhluk hidup lain.

Yang Mulia S. Dhammika menyamakan menyiksa orang dengan melanggar sila pembunuhan.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Nevada

Quote from: markosprawira on 02 February 2010, 03:09:03 PM
Majikan yg baik memang tidak akan menganiaya atau membunuh bro, tapi disitu harus diakui ada akusala yaitu kemelekatan/lobha....

utk hewan yg dibunuh : org juga bisa beralasan "membantu memutus kehidupan sebagai hewan supaya terlahir kembali sebagai mahluk yg lebih baik" ..... soalnya saya ada bincang2 dengan beberapa org, terutama yg sering menepuk nyamuk atau serangga

disinilah sulitnya utk melakukan sesuatu yang tidak akusala, karena mayoritas dari apapun yg kita lakukan, kalau tidak lobha, yah dosa  ;D

itu kenapa dalam segala sesuatu, hendaknya bisa sesuai dengan yang ada dalam kalama sutta yaitu :
- Bila hal ini baik
- Bila hal ini tidak tercela
- Bila hal ini dipuji oleh para bijak (bagian ini kadang dihilangkan secara sengaja oleh pihak tertentu, dengan dasar 'jangan percaya kata-kata orang bijak')
- Bila dilakukan dan dikembangkan membawa pada keuntungan dan kebahagiaan
- Bila menuntun pada lenyapnya LDM

[at] Bro Markos

Begini deh Bro. Saya tertarik untuk mendiskusikan perihal ini, karena sepertinya masih abu-abu. :)
Dalam konteks ini, saya bicara dalam tataran perumah tangga. Jadi wajar saja kalau seseorang masih memilih makanan yang enak di restoran, masih suka ngemil snack sering-sering, masih suka beli handphone keluaran terbaru, masih hobi memelihara ikan, masih buka toko bangunan dan terus membuka cabang toko di daerah lain, dan juga masih melakukan perdagangan hewan.

Itu saja. Saya tidak sedang membahas perbuatan mana yang baik untuk mengurangi lobha, atau perbuatan mana yang memunculkan lobha. Pada dasarnya saya hanya ingin membahas "perdagangan" yang kontroversial ini. ;D

Mengenai membunuh nyamuk untuk "mengirimnya" ke kehidupan lebih baik, saya pikir itu sudah pandangan keliru. Jadi saya pikir itu tidak berhubungan.

Saya tahu ada banyak umat Buddha dari kalangan tertentu yang sama sekali tidak setuju dengan "main hewan" atau makhluk hidup lainnya. Jadi saya sudah tahu jawaban mereka pasti sangat menentang perdagangan hewan ternak maupun hewan peliharaan.

Namun saya ingin berpikiran terbuka dan mengosongkan cangkir saya, untuk bisa menerima pendapat-pendapat mereka. Saya malah mendapatkan dua jenis pendapat, yang cukup berseberangan. Salah satunya adalah ada pandangan dari teman-teman lain yang menyatakan bahwa perdagangan hewan peliharaan tidak termasuk perdagangan tidak baik. Karena hewan yang dijual itu tidak dianiaya atau dibunuh. Sebagai renungan, saya cantumkan analogi mengenai Pancasila Buddhis itu.

Sekarang saya ingin menanyakan pendapat Anda. Apakah perdagangan hewan peliharaan itu tidak baik secara moralitas? Apa alasannya?