//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Akar perpecahan  (Read 101897 times)

0 Members and 3 Guests are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Akar perpecahan
« Reply #255 on: 24 December 2009, 01:13:25 PM »
Quote
Di Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Apakah  Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
tentu tidak.  Lihat kisah Jataka. 
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Quote
Hmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.

Di dalam JATAKA apakah bukan biasanya disebutkan, di dalam salah satu kelahiran-nya... tumimbal lahir (punnabhava) bukan ber-emanasi ?
Benar, Jataka menganggapnya sebagai punnabhava, tetapi dari sudut pandang Mahayana, sesungguhnya itu adalah emanasi, karena tidak mungkin seorang Bodhisatva yang telah divyakarana oleh Buddha, masih terlahir di alam rendah. Kecuali belum divyakarana, maka wajar masih terlahir di alam rendah.

Karena memang konsep di dalam sudut pandang Mahayana seperti itu, jadi harus di muncul-kan lagi istilah EMANASI... sedangkan di dalam Pali Kanon, memang sudah disebutkan persyaratan apa saja seorang bodhisatta bakal terlahir kan kembali... Kalau tidak salah, tidak akan terlahir di alam neraka, kalau terlahir sebagai binatang, tidak akan lebih kecil dari burung puyuh dan sebagainya...
Bukan soal harus dimunculkan. Itu sudah merupakan adhitana dari seorang bodhisatva, dan utk bisa sperti itu, dia harus menghancurkan kemelekatan.
Dalam Theravada tentang kelahiran di alam rendah, saya memang ingin tahu apa sebabnya. hehe..tapi blm ada ya kasi penjelasan. Masalahnya disebutkan bahwa saat setelah diramal oleh Buddha Dipankara, cita-cita agung dan Parami bodhisatva sudah Tidak Terbelokkan lagi. Istilah dalam Mahayana menyebutkan "tidak akan merosot lagi", jadi walaupun Theravada bilang belum mencapai kesucian, okela, tetapi arah Parami dikatakan sudah tidak terbelokkan. Artinya Kebajikannya tidak akan mengalami kemunduran, kalo masih ada kemerosotan/terbelokkan berarti bertentangan dengan Paraminya. Tapi kok bisa terbelokkan?

anggaplah kita menerima frasa "tidak mungkin merosot sejak masa Buddha Dipankara", tetapi mungkinkah Bodhisatta masih menerima akibat perbuatan dari masa sebelum Buddha Dipankara?

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Akar perpecahan
« Reply #256 on: 24 December 2009, 01:39:03 PM »
Quote
Di Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Apakah  Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
tentu tidak.  Lihat kisah Jataka. 
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Quote
Hmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.

Di dalam JATAKA apakah bukan biasanya disebutkan, di dalam salah satu kelahiran-nya... tumimbal lahir (punnabhava) bukan ber-emanasi ?
Benar, Jataka menganggapnya sebagai punnabhava, tetapi dari sudut pandang Mahayana, sesungguhnya itu adalah emanasi, karena tidak mungkin seorang Bodhisatva yang telah divyakarana oleh Buddha, masih terlahir di alam rendah. Kecuali belum divyakarana, maka wajar masih terlahir di alam rendah.

Karena memang konsep di dalam sudut pandang Mahayana seperti itu, jadi harus di muncul-kan lagi istilah EMANASI... sedangkan di dalam Pali Kanon, memang sudah disebutkan persyaratan apa saja seorang bodhisatta bakal terlahir kan kembali... Kalau tidak salah, tidak akan terlahir di alam neraka, kalau terlahir sebagai binatang, tidak akan lebih kecil dari burung puyuh dan sebagainya...
Bukan soal harus dimunculkan. Itu sudah merupakan adhitana dari seorang bodhisatva, dan utk bisa sperti itu, dia harus menghancurkan kemelekatan.
Dalam Theravada tentang kelahiran di alam rendah, saya memang ingin tahu apa sebabnya. hehe..tapi blm ada ya kasi penjelasan. Masalahnya disebutkan bahwa saat setelah diramal oleh Buddha Dipankara, cita-cita agung dan Parami bodhisatva sudah Tidak Terbelokkan lagi. Istilah dalam Mahayana menyebutkan "tidak akan merosot lagi", jadi walaupun Theravada bilang belum mencapai kesucian, okela, tetapi arah Parami dikatakan sudah tidak terbelokkan. Artinya Kebajikannya tidak akan mengalami kemunduran, kalo masih ada kemerosotan/terbelokkan berarti bertentangan dengan Paraminya. Tapi kok bisa terbelokkan?

anggaplah kita menerima frasa "tidak mungkin merosot sejak masa Buddha Dipankara", tetapi mungkinkah Bodhisatta masih menerima akibat perbuatan dari masa sebelum Buddha Dipankara?

selama masih terlahirkan kembali, maka mungkin masih ada kondisi yang memungkinkan untuk kamma vipaka/phala berbuah...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Akar perpecahan
« Reply #257 on: 24 December 2009, 02:04:38 PM »
Quote
Di Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Apakah  Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
tentu tidak.  Lihat kisah Jataka. 
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Quote
Hmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.

Di dalam JATAKA apakah bukan biasanya disebutkan, di dalam salah satu kelahiran-nya... tumimbal lahir (punnabhava) bukan ber-emanasi ?
Benar, Jataka menganggapnya sebagai punnabhava, tetapi dari sudut pandang Mahayana, sesungguhnya itu adalah emanasi, karena tidak mungkin seorang Bodhisatva yang telah divyakarana oleh Buddha, masih terlahir di alam rendah. Kecuali belum divyakarana, maka wajar masih terlahir di alam rendah.

Karena memang konsep di dalam sudut pandang Mahayana seperti itu, jadi harus di muncul-kan lagi istilah EMANASI... sedangkan di dalam Pali Kanon, memang sudah disebutkan persyaratan apa saja seorang bodhisatta bakal terlahir kan kembali... Kalau tidak salah, tidak akan terlahir di alam neraka, kalau terlahir sebagai binatang, tidak akan lebih kecil dari burung puyuh dan sebagainya...
Bukan soal harus dimunculkan. Itu sudah merupakan adhitana dari seorang bodhisatva, dan utk bisa sperti itu, dia harus menghancurkan kemelekatan.
Dalam Theravada tentang kelahiran di alam rendah, saya memang ingin tahu apa sebabnya. hehe..tapi blm ada ya kasi penjelasan. Masalahnya disebutkan bahwa saat setelah diramal oleh Buddha Dipankara, cita-cita agung dan Parami bodhisatva sudah Tidak Terbelokkan lagi. Istilah dalam Mahayana menyebutkan "tidak akan merosot lagi", jadi walaupun Theravada bilang belum mencapai kesucian, okela, tetapi arah Parami dikatakan sudah tidak terbelokkan. Artinya Kebajikannya tidak akan mengalami kemunduran, kalo masih ada kemerosotan/terbelokkan berarti bertentangan dengan Paraminya. Tapi kok bisa terbelokkan?

Mas Dilbert saya wakili untuk memberi penjelasan ya?
Mas Chingik ini lucu deh, kalau Bodhisatva terlahir di alam rendah karena kondisi yang mendukung kelahiran di alam yang lebih tinggi belum muncul (belum berbuah) dan kondisi kelahiran di alam yang lebih tinggi sebelumnya sudah habis. Jawabannya sederhana banget kok mas Chingik, mungkin semua teman-teman yang disini tahu jawabannya, tapi malas menjawab karena pertanyaannya terlalu mudah.

Inilah sebabnya Bodhisatva juga pernah terlahir sebagai Pariah (Candala), karena sebab timbunan karma baik yang lain belum memiliki kondisi untuk berbuah, dan karma baik yang menimbulkan kondisi jadi orang kaya belum muncul.

Jadi diumpamakan seperti ada tabungan deposito yang gede belum jatuh tempo, dan tabungan deposito yang jatuh tempo jumlahnya sangat kecil. Gitu aja kok bingung. 
The truth, and nothing but the truth...

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Akar perpecahan
« Reply #258 on: 24 December 2009, 02:35:57 PM »
Quote
Quote
Jadi untuk apa?  mengikat tali perjodohan karma baik dengan hewan-hewan rimba?
ya
:))

Quote
Quote
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Walah piye toh mas Chingik iki dibaca toh mas.... yang di-color biru.
Yang saya tanyakan bukan tujuannya, tapi utk apa harus menggunakan vikubbana iddhi?  Untuk apa gitu lho, kan menurut kalian Sang Buddha tidak perlu harus berpura-pura. Apakah Sang Buddha mau seperti Devadatta juga pake pura2/menyamar?

Mas Chingik ini lucu, ya tentu saja pakai ilmu kesaktian vikubbana iddhi dong, masak pake rias-muka ahli sulap?

Quote
Quote
Apakah Bodhisatva menyalin rupa menjadi harimau atau singa? lalu sambil menyalin-rupa beranak-pinak? dan beramah-tamah mengikat tali perjodohan karma baik dengan berbagai hewan rimba?
Yang bilang beranak pinak kan anda sendiri. Bisa saja dia hanya datang sementara lalu pergi.
Intinya tujuannya memberi manfaat, apa manfaatnya tentu ada kronologi sebab akibat . Kadang memperlihatkan sikap sepele juga ada manfaatnya. Silakan cermati sikap yg terlihat sepele, kadang bisa memberi inspirasi.
 Itulah welas asih yang dipertunjukkan. Tidaklah aneh bagi saya.

jadi Bodhisatva tak pernah "reinkarnasi" ya? cuma menyalin rupa jadi harimau terus pergi?
Mungkin sekali waktu Bodhisatva pernah ber-emanasi jadi nyamuk untuk mengikat tali perjodohan karma dengan penghuni rawa? Atau beremanasi jadi kutu dan belatung? mungkin juga jadi ikan buntal di laut untuk mengikat tali perjodohan karma?
« Last Edit: 24 December 2009, 02:38:52 PM by truth lover »
The truth, and nothing but the truth...

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Akar perpecahan
« Reply #259 on: 24 December 2009, 02:41:48 PM »
Quote
anggaplah kita menerima frasa "tidak mungkin merosot sejak masa Buddha Dipankara", tetapi mungkinkah Bodhisatta masih menerima akibat perbuatan dari masa sebelum Buddha Dipankara?
Ya, konteks ini benar dalam perspektif Theravada, karena bodhisatva masih belum terbebas dari kelahiran kembali.
Dalam konteks Mahayana, sejak Dipankara, bodhisatva telah mengakhiri siklus samsara. Yang sedang diusahakan adalah menyempurnakan Parami. Dan perwujudannya adalah emanasi.

Quote
selama masih terlahirkan kembali, maka mungkin masih ada kondisi yang memungkinkan untuk kamma vipaka/phala berbuah...
iya, ini benar dalam kondisi masih terlahirkan kembali.
Dalam konteks bodhisatva yg telah mengakhiri samsara (dlm Mahayana) , sudah tidak ada kondisi yg membuatnya terlahir, apalagi terlahir di alam rendah. Yang ada hanya perwujudan emanasi utk menyempurnakan paramita.

Saya memahami ini hanya karena perbedaan konsep sehingga muncul perbedaan perbedaan lainnya. Thanks

Quote
Mas Dilbert saya wakili untuk memberi penjelasan ya?
Mas Chingik ini lucu deh, kalau Bodhisatva terlahir di alam rendah karena kondisi yang mendukung kelahiran di alam yang lebih tinggi belum muncul (belum berbuah) dan kondisi kelahiran di alam yang lebih tinggi sebelumnya sudah habis. Jawabannya sederhana banget kok mas Chingik, mungkin semua teman-teman yang disini tahu jawabannya, tapi malas menjawab karena pertanyaannya terlalu mudah.

Inilah sebabnya Bodhisatva juga pernah terlahir sebagai Pariah (Candala), karena sebab timbunan karma baik yang lain belum memiliki kondisi untuk berbuah, dan karma baik yang menimbulkan kondisi jadi orang kaya belum muncul.

Jadi diumpamakan seperti ada tabungan deposito yang gede belum jatuh tempo, dan tabungan deposito yang jatuh tempo jumlahnya sangat kecil. Gitu aja kok bingung.
O ya benar, karena dalam konteks Theravada memang demikian. Saya sepintas mempertanyakan masalah karena sekilas memposisikan bodhisatta dalam versi Mahayana. Bila kedua konteks ini dipisahkan, maka masing2 memiliki konseptual tersendiri.
Ok. Thanks

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Akar perpecahan
« Reply #260 on: 24 December 2009, 02:45:57 PM »
Quote
Mas Chingik ini lucu, ya tentu saja pakai ilmu kesaktian vikubbana iddhi dong, masak pake rias-muka ahli sulap?
haha.., ada2 saja.
Jadi kenapa harus pake iddhi? maksudnya apa alasannya, karena membuat para pendengar dhamma bertambah bingung.  Kalo langsung kan ga papa

Quote
jadi Bodhisatva tak pernah "reinkarnasi" ya? cuma menyalin rupa jadi harimau terus pergi?
Mungkin sekali waktu Bodhisatva pernah ber-emanasi jadi nyamuk untuk mengikat tali perjodohan karma dengan penghuni rawa? Atau beremanasi jadi kutu dan belatung? mungkin juga jadi ikan buntal di laut untuk mengikat tali perjodohan karma?
bakal berputar2 nih..haha

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Akar perpecahan
« Reply #261 on: 24 December 2009, 02:46:10 PM »
Jika saja Bodhisatva dan Arahat berkunjung ke DC dan memberikan testimoni masing2 maka segala kontroversi dari masing2 pihak bisa terjawab. ;D
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Akar perpecahan
« Reply #262 on: 24 December 2009, 03:11:42 PM »
Quote
Quote
Mas Chingik ini lucu, ya tentu saja pakai ilmu kesaktian vikubbana iddhi dong, masak pake rias-muka ahli sulap?
haha.., ada2 saja.
Jadi kenapa harus pake iddhi? maksudnya apa alasannya, karena membuat para pendengar dhamma bertambah bingung.  Kalo langsung kan ga papa

Saya kira bukan bingung, tetapi untuk mengatasi penolakan. Kita tahu banyak kelompok masyarakat yang cenderung menolak orang asing.

Quote
Quote
jadi Bodhisatva tak pernah "reinkarnasi" ya? cuma menyalin rupa jadi harimau terus pergi?
Mungkin sekali waktu Bodhisatva pernah ber-emanasi jadi nyamuk untuk mengikat tali perjodohan karma dengan penghuni rawa? Atau beremanasi jadi kutu dan belatung? mungkin juga jadi ikan buntal di laut untuk mengikat tali perjodohan karma?
bakal berputar2 nih..haha.

Loh kenapa? bukankah sejalan dengan kata-kata mas Chingik sendiri?
"Intinya tujuannya memberi manfaat, apa manfaatnya tentu ada kronologi sebab akibat . Kadang memperlihatkan sikap sepele juga ada manfaatnya. Silakan cermati sikap yg terlihat sepele, kadang bisa memberi inspirasi. "

Menjadi nyamuk lebih mudah lagi memberi manfaat pada penghuni rawa kan? oh ya saya mendadak ingin kasih GRP untuk mas Chingik atas ketabahannya.

By the way, kalau Bodhisatva jadi nyamuk menghisap darah termasuk melanggar vegetarian nggak ya?
« Last Edit: 24 December 2009, 03:13:44 PM by truth lover »
The truth, and nothing but the truth...

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Akar perpecahan
« Reply #263 on: 24 December 2009, 05:01:02 PM »
 
Quote
Saya kira bukan bingung, tetapi untuk mengatasi penolakan. Kita tahu banyak kelompok masyarakat yang cenderung menolak orang asing.
nah itu dia.., jadi bukan pura2 lho...

Quote
Loh kenapa? bukankah sejalan dengan kata-kata mas Chingik sendiri?
"Intinya tujuannya memberi manfaat, apa manfaatnya tentu ada kronologi sebab akibat . Kadang memperlihatkan sikap sepele juga ada manfaatnya. Silakan cermati sikap yg terlihat sepele, kadang bisa memberi inspirasi. "

Menjadi nyamuk lebih mudah lagi memberi manfaat pada penghuni rawa kan? oh ya saya mendadak ingin kasih GRP untuk mas Chingik atas ketabahannya.

By the way, kalau Bodhisatva jadi nyamuk menghisap darah termasuk melanggar vegetarian nggak ya?
Kalo yang bro maksudkan sejalan itu, ya okelah. clear.


Thanks atas GRP , akhirnya saya berketik mati-matian tidak sia sia wkwkwk...just kidding. saya jg ga tau apa gunanya grp itu hehehe..

Semua pertanyaan dari rekan2 di sini cukup membuat saya senang dan hargai , karena bisa dorong saya lebih rajin menggali nilai2 ajaran Buddha.

oya , saya sih percaya bodhisatva ga isep darahlah, kan bukan drakula. :))
 

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Akar perpecahan
« Reply #264 on: 24 December 2009, 10:38:23 PM »
kan masih bisa terlahir jadi nyamuk betina, dan beremanasi menjadi binatang yang lebih kecil dari burung puyuh :whistle:
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Akar perpecahan
« Reply #265 on: 25 December 2009, 12:12:03 AM »
Quote
Singkat saja, Allah itu adalah suatu entitas yang tunggal, monopoli tunggal
Dharmakaya adalah dimliiki setiap Buddha , lebih dari itu dimiliki setiap makluk yg berhasil menjadi Buddha.
Bagaimana bisa sama?

Anak Tuhan  (Yesus) tampil berkomunikasi dengan Allah Bapanya, itulah sebabnya Yesus memannggilnya Bapa, suatu entitas yg terpisah.
Sakyamuni sebagai Nirmanakaya, hubungannya dengan  Dharmakaya adalah tak terpisahkan. Bagaikan bulan dengan representasi bayangan bulan, tak terpisahkan. Bagaimana bisa sama?

Roh Kudus adalah jiwa yang bersifat kekal abadi
Sambhogakaya adalah hasil manifestasi yang muncul dari hasil kontemplasi setiap manusia saat mencapai Pencerahan. Tanpa pencapaian itu maka Sambhogakaya tidak akan muncul. Bagaimana bisa sama?
 
Jadi korelasi dan interaksi antara ketiga atribut Kaya itu sudah berbeda dengan korelasi interaksi antar 3 aspek Trinitas  , yang beda kenapa harus disamakan
dalam Trinitas Yesus dan ALLAH itu sama loh dan mengacu pada 1 orang....entah mana tubuh asli ALLAH atau YESUS,
menurut seorang Nasrani yg pernah saya ajak diskusi Yesus itu di bumi, sedangkan Allah itu disurga...tetapi mengacu pada satu individu..ESA
kata kasarnya, kalau di bumi dipanggil Yesus, kalau di Surga di panggil ALLAH....

Quote
Quote
Buddha mengatakan kepada ananda mengenai beberapa kotbah..disitu sudah ada para Arahat yang mengerti tentang apa yang dikatakan buddha..

coba balik ke sutta...pernahkah buddha membabarkan sesuatu yang tidak di mengerti oleh para Arahat sendiri atau tidak dimengerti oleh satu pun audience nya.  

dan sampai sekarang berarti Buddha telah mengajarkan sesuatu yang useless kepada kita mengenai konsep yg tidak mungkin kita mengerti...jadi apa tujuan buddha membabarkan hal yg tidak akan kita mengerti?
ini seperti mengajar para anak TK mengenai pelajaran rumit seperti Hukum fisika. yg sudah nyata tidak akan mungkin di mengerti oleh anak TK tersebut...
apakah anak TK yg bodoh atau guru nya yg bodoh?...silahkan anda jawab sendiri.
Dalam Mahayana, Trikaya juga adalah kotbah yg diberikan Buddha, lalu mengapa awalnya harus membuat pertanyaan soal siapa yang ngerti dan tidak. Jika penjelasan anda seperti itu, maka anda sendiri telah menjawabnya.
mas chingik saya tanyakan adalah...kenapa buddha mengajarkan ajaran yang tidak ada gunanya dan ditujukan untuk siapa ajaran ini...
mohon mas chingik menjelaskan...mungkin karena pengetahuan anda ttg sutra lebih bagus dari saya. siapa tahu ada kutipan nya..mengenai ini.
setahu saya Buddha sangat bijaksana dan mengajarkan sebuah ajaran yang pasti BERGUNA.
kalau tidak dipahami oleh siapapun didunia ini...untuk apa dibicarakan.....
ini sama saja bicara pakai bahasa inggris sama Ananda, lantas Ananda mengulang bahasa inggris lagi dalam sutra.....
dan siapa yg mengerti?

Quote
Pemahaman bro sudah melenceng, jadi pertanyaan yang dibuat juga jadi aneh.
Kata siapa dharmakaya hanya dimiliki Buddha Amitabha , sedangkan Vairocana tidak ada?
Setiap Buddha memilki Trikaya.
tolong baca pertanyaan saya baik-baik....setiap buddha memiliki Trikaya...tapi mengapa menjadi rumusan demikian

dharma kaya = buddha amitabha.
sambogha kaya = Bodhisattva Avalokistesvara
nirmana kaya = buddha gotama...

mengapa bukan menjadi....................
Dharma kaya = Vairocana
Samboghakaya = boddhisattva mahasatva
nirmana kaya = Buddha gotama.

jadi kalau dikatakan Dhammakaya merupakan sebuah hakekat kebenaran dan lambang kesunyataan, berarti rumusan terbalik tidak masalah bukan...

dan tolong di konfirmasikan....................
apakah pikiran Buddha gotama dan boddhisatva Avalokitesvara itu PARAREL atau TIDAK PARAREL?
misalkan konsep Trinitas seperti yang saya sebut di atas..

Quote
Setiap Buddha memilki Trikaya.
saya tahu dalam konsep mahayana setiap buddha memiliki Trikaya...tapi mengapa mesti rumusan nya demikian,sedangkan arti salah satu kaya misalkan Dhammakaya adalah sebuah hakekat kebenaran dan lambang kesunyataan

Quote
pertanyaan tepat bagaimana? justru ini mencerminkan pertanyaan yg tidak berbobot.
Memangnya yg namanya mengajar di alam hewan harus dituntut persis dapat dimengerti sama dengan kondisi yang bersifat manusiawi yang harus sesuai dengan logika manusia? Jataka saja sudah menunjukkan bagaimana bodhisatta sebagai hewan memiliki kesadaran khusus yg mampu mengorbankan diri. Apa bro Truth mau meledek lagi bahwa bodhisatta di Jataka itu cuma bisa ngajar hewan lain bermeditasi.

begini bro, boddhisatta terlahir di alam binatang memang memiliki sebuah kesadaran khusus....tetapi kalau dikatakan sengaja terlahir di alam binatang(ber emansipasi) tujuan nya apa? mengajar binatang kah?
jadi yg di tanyakan adalah Tujuan....

Quote
Quote
loh saya cuma minta perbedaan antara trinitas dan trikaya...

Singkat saja, Allah itu adalah suatu entitas yang tunggal, monopoli tunggal
Dharmakaya adalah dimliiki setiap Buddha , lebih dari itu dimiliki setiap makluk yg berhasil menjadi Buddha.
Bagaimana bisa sama?

Anak Tuhan  (Yesus) tampil berkomunikasi dengan Allah Bapanya, itulah sebabnya Yesus memannggilnya Bapa, suatu entitas yg terpisah.
Sakyamuni sebagai Nirmanakaya, hubungannya dengan  Dharmakaya adalah tak terpisahkan. Bagaikan bulan dengan representasi bayangan bulan, tak terpisahkan. Bagaimana bisa sama?

Roh Kudus adalah jiwa yang bersifat kekal abadi
Sambhogakaya adalah hasil manifestasi yang muncul dari hasil kontemplasi setiap manusia saat mencapai Pencerahan. Tanpa pencapaian itu maka Sambhogakaya tidak akan muncul. Bagaimana bisa sama?
 
Jadi korelasi dan interaksi antara ketiga atribut Kaya itu sudah berbeda dengan korelasi interaksi antar 3 aspek Trinitas  , yang beda kenapa harus disamakan

Memang agaknya kurang cocok dengan Trinitas mas Marcedes, lebih mirip dengan konsep Atman dan Paramatman.
Bila diumpamakan Dharmakaya adalah Paramatman, yang ada pada setiap atman atau untuk lebih jelasnya setiap Atman adalah bagian dari Paramatman

Jadi bila suatu ketika seseorang mencapai pencerahan maka ia memiliki kemampuan kembali kepada Paramatman, ini seperti Dharmakaya yang dimiliki oleh setiap mahluk yang berhasil menjadi Buddha. Dharmakayanya akan kembali ke Nirvana

Menurut mas Tan, Dharmakaya ini akan selalu bersinar di Nirvana, sama dengan Paramatman yang selalu ada di Nirvana, setiap atman (atta: Pali) akan kembali ke Nirvana.
maksud saya adalah mengapa rumusannya menuju pada amitabha, avalokitesvara, gotama.....mengapa amitabha? kalau di ganti vairocana bisa kah?

kalau arti dhamma kaya adalah sebuah lambang hakekat dan kesunyataan, memang nya vairocana bukan lambang hakekat dan kesunyataan? lalu apabedanya vairocana dan amitabha....


Quote
Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.
bro chingik dalam Mahaparinibbana Sutta dikatakan Sangbuddha memberikan kotbah dhamma untuk memberikan pencerahan...
jadi tujuan dalam "menyamar" adalah mengajarkan dhamma kepada orang tersebut...

mungkin sudah nonton film avatar?
coba lihat, kalau SangBuddha dengan pakaiannya demikian lantas datang dan mengajar...tentu tidak mungkin di terima langsung oleh suku omaticaya/navi (err susah eja nya)
tapi SangBuddha menjelma ( berubah bentuk ) menjadi seperti mereka alias seperti jakesully memakai tubuh avatar....kemudian mengajar..barulah di terima...

disini kita ketahui tujuan dari menjelma adalah "mengajarkan dhamma/memberikan pencerahan"
kalau jadi binatang? mau di ajar sama siapa......sekiranya saya tanyakan disini adalah "tujuan" beremansipasi jadi binatang apa....

kalau disebut pertalian hukum sebab akibat...ini namanya aneh,mengapa disebut aneh?
1.anda katakan bahwa seorang boddhisatva saja sudah bebas dari hukum sebab akibat karena melakukan upaya kausalya....
2.kalau anda mengatakan masalah pertalian hukum kamma, memang semua demikian...saya pun jadi binatang dulunya juga karena pertalian hukum kamma....

jelas ini aneh kan....
tadinya anda katakan bahwa "Sengaja beremansipasi jadi binatang" sekarang berubah jadi binatang karena hukum sebab akibat....
jadi walau keinginan buddha menjadi dewa..tapi karena hukum sebab akibat di haruskan jadi nyamuk...maka buddha jadi nyamuk gitu?

kalau kata "sengaja" berarti jelas bahwa SangBuddha berpura-pura jadi binatang karena "tujuan" tertentu
sekarang "apakah tujuan itu?"
gitu bro..

Quote
Di Mahaparinibbana sutta dikatakan Sang Buddha menyamar menjadi kelompok mahluk manusia, dewa dan Brahma untuk mengajarkan Dhamma.
Apakah  Bodhisatva hanya menyamar sebagai singa agar bisa mengajarkan Dhamma kepada hewan rimba?
tentu tidak.  Lihat kisah Jataka.  
Menurut bro mengapa Sang Buddha harus menyamar?

Quote
Hmm menarik.. memilih sengaja emanasi sebagai binatang untuk menjalin ikatan tali perjodohan karma baik? Bahkan didahului dengan adhitana supaya ber-emanasi jadi singa atau harimau?
Pertanyaan saya ber-emanasi jadi singa tidak makan daging, apakah ini hukum sebab akibat?
tentu saja hukum sebab akibat. Proses kerja sebab akibat itu dipertimbangkan makanya baru memilih utk beremanasi. Tidak makan daging pun tidak berarti harus menunjukkan fenomena yang nyata. Sama seperti Sang Buddha menyamar jadi dewa ,mara, brahma, itu bukan fenomena nyata sebagai dewa, mara atau brahma.

Di dalam JATAKA apakah bukan biasanya disebutkan, di dalam salah satu kelahiran-nya... tumimbal lahir (punnabhava) bukan ber-emanasi ?
Benar, Jataka menganggapnya sebagai punnabhava, tetapi dari sudut pandang Mahayana, sesungguhnya itu adalah emanasi, karena tidak mungkin seorang Bodhisatva yang telah divyakarana oleh Buddha, masih terlahir di alam rendah. Kecuali belum divyakarana, maka wajar masih terlahir di alam rendah.

Karena memang konsep di dalam sudut pandang Mahayana seperti itu, jadi harus di muncul-kan lagi istilah EMANASI... sedangkan di dalam Pali Kanon, memang sudah disebutkan persyaratan apa saja seorang bodhisatta bakal terlahir kan kembali... Kalau tidak salah, tidak akan terlahir di alam neraka, kalau terlahir sebagai binatang, tidak akan lebih kecil dari burung puyuh dan sebagainya...
Bukan soal harus dimunculkan. Itu sudah merupakan adhitana dari seorang bodhisatva, dan utk bisa sperti itu, dia harus menghancurkan kemelekatan.
Dalam Theravada tentang kelahiran di alam rendah, saya memang ingin tahu apa sebabnya. hehe..tapi blm ada ya kasi penjelasan. Masalahnya disebutkan bahwa saat setelah diramal oleh Buddha Dipankara, cita-cita agung dan Parami bodhisatva sudah Tidak Terbelokkan lagi. Istilah dalam Mahayana menyebutkan "tidak akan merosot lagi", jadi walaupun Theravada bilang belum mencapai kesucian, okela, tetapi arah Parami dikatakan sudah tidak terbelokkan. Artinya Kebajikannya tidak akan mengalami kemunduran, kalo masih ada kemerosotan/terbelokkan berarti bertentangan dengan Paraminya. Tapi kok bisa terbelokkan?
mas chingik kata "adhittana-nya tak Terbelokkan" itu berbeda dengan kata "tidak akan merosot lagi"

addhittana yg tak terbelokkan di maksud dengan "keinginan yang tak mungkin berubah" ,misalkan saya bertujuan menjadi dokter....apapun itu saya tidak akan berubah keinginan...tetap jadi dokter...
sedangkan kata "tidak akan merosot lagi" anda mungkin sudah mengerti jadi sy tak usah jelaskan...

dalam hal ini sudah berbeda...seseorang mau jadi dokter, mungkin kadang berbuat yg tidak sesuai untuk menjadi dokter, misalkan menyontek pada saat ujian....itu wajar..namanya saja belom jadi dokter..
tapi tujuannya tetap jadi dokter...

jadi wajar kalau masih terlahir di alam menderita...misalkan hewan.

opsi kedua seperti yg di katakan om Indra..... ;D alias menerima kamma buruk kehidupan lampau

mohon di jawab yah pertanyaan saya...

selamat hari natal....may u be happy
 _/\_
« Last Edit: 25 December 2009, 12:21:22 AM by marcedes »
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Akar perpecahan
« Reply #266 on: 25 December 2009, 08:48:07 AM »
Quote
Quote
Loh kenapa? bukankah sejalan dengan kata-kata mas Chingik sendiri?
"Intinya tujuannya memberi manfaat, apa manfaatnya tentu ada kronologi sebab akibat . Kadang memperlihatkan sikap sepele juga ada manfaatnya. Silakan cermati sikap yg terlihat sepele, kadang bisa memberi inspirasi. "

Menjadi nyamuk lebih mudah lagi memberi manfaat pada penghuni rawa kan? oh ya saya mendadak ingin kasih GRP untuk mas Chingik atas ketabahannya.

By the way, kalau Bodhisatva jadi nyamuk menghisap darah termasuk melanggar vegetarian nggak ya?

Kalo yang bro maksudkan sejalan itu, ya okelah. clear.
Thanks atas GRP , akhirnya saya berketik mati-matian tidak sia sia wkwkwk...just kidding. saya jg ga tau apa gunanya grp itu hehehe..
Semua pertanyaan dari rekan2 di sini cukup membuat saya senang dan hargai , karena bisa dorong saya lebih rajin menggali nilai2 ajaran Buddha.

oya , saya sih percaya bodhisatva ga isep darahlah, kan bukan drakula. :))

Mas Chingik belum menjawab pertanyaan saya, tambah satu pertanyaan lagi, menurut Mahayana memungkinkan Bodhisatva beremanasi menjadi nyamuk kan? Upaya Kausalya: walau nampak sepele wkwkwkwk....

 _/\_
The truth, and nothing but the truth...

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Akar perpecahan
« Reply #267 on: 25 December 2009, 10:20:53 AM »
Quote
dalam Trinitas Yesus dan ALLAH itu sama loh dan mengacu pada 1 orang....entah mana tubuh asli ALLAH atau YESUS,
menurut seorang Nasrani yg pernah saya ajak diskusi Yesus itu di bumi, sedangkan Allah itu disurga...tetapi mengacu pada satu individu..ESA
kata kasarnya, kalau di bumi dipanggil Yesus, kalau di Surga di panggil ALLAH....
Seharusnya bro kaji dulu apakah Dharmakaya itu sama dengan Tuhan?  
 
Quote
mas chingik saya tanyakan adalah...kenapa buddha mengajarkan ajaran yang tidak ada gunanya dan ditujukan untuk siapa ajaran ini...
mohon mas chingik menjelaskan...mungkin karena pengetahuan anda ttg sutra lebih bagus dari saya. siapa tahu ada kutipan nya..mengenai ini.
setahu saya Buddha sangat bijaksana dan mengajarkan sebuah ajaran yang pasti BERGUNA.
kalau tidak dipahami oleh siapapun didunia ini...untuk apa dibicarakan.....
ini sama saja bicara pakai bahasa inggris sama Ananda, lantas Ananda mengulang bahasa inggris lagi dalam sutra.....
dan siapa yg mengerti?
Lho, bukannya saat Buddha membicarakan Nibbana , tidak semua orang mengerti kan? Kecuali telah merealisasinya
Yang merasa tidak berguna kan bro sendiri.
Buddha menjelaskan Trikaya itu kan menyatakan realitas apa adanya dari aspek kondisi seorang Buddha.
Ada hal-hal yang kedengaran tidak berguna pd dirinya, tapi blm tentu pada orang lain. Kalo anda merasa tidak berguna, itu urusan anda. Toh bagi saya berguna.
Ketika Buddha menyatakan diri adalah orang yang telah mencapai Sammasambuddha, ada juga orang lain yg merasa tidak berguna dan tidak percaya. Lalu apakah semua orang mengerti? apakah Ananda mengerti Sammasambuddha itu? Apakah Arahat juga mengerti keadaan seorang Sammasambuddha secara absolut?

Quote
tolong baca pertanyaan saya baik-baik....setiap buddha memiliki Trikaya...tapi mengapa menjadi rumusan demikian

dharma kaya = buddha amitabha.
sambogha kaya = Bodhisattva Avalokistesvara
nirmana kaya = buddha gotama...

mengapa bukan menjadi....................
Dharma kaya = Vairocana
Samboghakaya = boddhisattva mahasatva
nirmana kaya = Buddha gotama.

jadi kalau dikatakan Dhammakaya merupakan sebuah hakekat kebenaran dan lambang kesunyataan, berarti rumusan terbalik tidak masalah bukan...

dan tolong di konfirmasikan....................
apakah pikiran Buddha gotama dan boddhisatva Avalokitesvara itu PARAREL atau TIDAK PARAREL?
misalkan konsep Trinitas seperti yang saya sebut di atas..

rumusan anda itu juga tidak salah kok.
Pikiran Buddha dan para bodhisatva bahkan para makhluk hidup itu menurut mahayana adalah Sunyata.
Jika anda bilang paralel maupun tidak paralel, maka kedua2nya akan terjebak pada konsep ada suatu DIRI.

Quote
saya tahu dalam konsep mahayana setiap buddha memiliki Trikaya...tapi mengapa mesti rumusan nya demikian,sedangkan arti salah satu kaya misalkan Dhammakaya adalah sebuah hakekat kebenaran dan lambang kesunyataan
rumusannya yg anda dapatkan itu cuma contoh praktis. Seperti rumusan dari anda sendiri itu juga dibenarkan .

Quote
begini bro, boddhisatta terlahir di alam binatang memang memiliki sebuah kesadaran khusus....tetapi kalau dikatakan sengaja terlahir di alam binatang(ber emansipasi) tujuan nya apa? mengajar binatang kah?
jadi yg di tanyakan adalah Tujuan....
tujuannnya tentu membantu binatang yang bersangkutan. Mahayana berpegang pd prinsip para Buddha/bodhisatva mengajar/membantu mereka yang memiliki ikatan jodoh karma, dan bila ada kondisi yg tepat maka terjadi interaksi antar makhluk itu dengan Buddha/bodhisatva, bila tidak kondisi yg mendukung maka tidak ada. Lihat saja mengapa Sang Buddha yg memiliki abhinna tidak terbang saja ke Eropa utk mengajar dhamma. Tidak perlu menghabiskan waktu utk berjalan dari Magadha ke Vesali, keliling sana sini pake jalan kaki.  Sisa waktu itu kan seharusnya bisa dimanfaatkan dgn cara menghilang dan muncul di belahan dunia lain utk mengajar dhamma. Tapi tidak dilakukannya, karena memang belum ada kondisi yg tepat dan pertalian jodoh karma dengan makhluk bersangkutan.
Jadi  dari  pertanyaan anda itu, penjelasannya adalah  karena bodhisatva menemukan ada kondisi yg tepat utk memberi bantuan pd makhluk bersangkutan.    
Anda boleh tidak percaya, tapi dalam ajaran Mahayana ya begitu. Mungkin anda akan bantah bahwa itu nonsens. Terserah, memang diajarkan begitu, dan atas dasar itu pula para praktisi menjadi lebih intens utk mengembangkan welas asih.  

Quote
maksud saya adalah mengapa rumusannya menuju pada amitabha, avalokitesvara, gotama.....mengapa amitabha? kalau di ganti vairocana bisa kah?

kalau arti dhamma kaya adalah sebuah lambang hakekat dan kesunyataan, memang nya vairocana bukan lambang hakekat dan kesunyataan? lalu apabedanya vairocana dan amitabha....
tentu saja boleh digant sperti itu.
sifat dharmakaya vairocana dan amitabha sama, hakikat dharmakaya semua buddha sama.

Quote
bro chingik dalam Mahaparinibbana Sutta dikatakan Sangbuddha memberikan kotbah dhamma untuk memberikan pencerahan...
jadi tujuan dalam "menyamar" adalah mengajarkan dhamma kepada orang tersebut...

mungkin sudah nonton film avatar?
coba lihat, kalau SangBuddha dengan pakaiannya demikian lantas datang dan mengajar...tentu tidak mungkin di terima langsung oleh suku omaticaya/navi (err susah eja nya)
tapi SangBuddha menjelma ( berubah bentuk ) menjadi seperti mereka alias seperti jakesully memakai tubuh avatar....kemudian mengajar..barulah di terima...
Saya juga tidak memungkirinya kok. Cuma saat bodhisatva juga melakukan hal2 seperti itu, tapi dituduh pura2, berarti tidak adil dong cara penilaiannya seperti itu, makanya saya tanya balik.  

Quote
disini kita ketahui tujuan dari menjelma adalah "mengajarkan dhamma/memberikan pencerahan"
kalau jadi binatang? mau di ajar sama siapa......sekiranya saya tanyakan disini adalah "tujuan" beremansipasi jadi binatang apa....
Saya tidak mengatakan mengajar dhamma/memberikan pencerahan, mohon bedakan itu. Mengajar memiliki konotasi membantu, menjalin jodoh karma baik yg bersifat jangka panjang. Manfaatnya tentu tidak harus terjadi pada kehidupan. Dengan adanya jalinan ini, pd masa kehidupan mendatang pun terbuka kemungkinan makhluk yg bersangkutan dapat bertemu lagi dgn bodhisatta. Semua dilihat dari kondisi karma, bukan berarti bodhisatva melekat pd karma.  
Semua ini tergantung adhitana, dan ketika saya mampu melakukan abhinna bila saya memiliki adhitana maka saya memiliki hak untuk melakukannya. Mengapa itu tidak memungkinkan?  Ketika saya menyelidiki ternyata hewan bersangkutan adalah ibu dari kehidupan saya sebelumnya, mengapa saya tidak mau melakukannya? Dan itu akan dilakukan setelah saya memastikan diri tidak mengalami kemerosotan lagi, sehingga apa yg saya lakukan itu lebih efekftif.  Tentu tidak semata2 pd alam binatang, bahkan bila melihat ada kondisi yg tepat, maka akan dilakukan di mana pun dan kapanpun. Kira2 begitulah ideal pemikiran dari pengajaran konsep ini.  
Jadi ingat, ini ideal pemikiran Jalur bodhisatva dalam konteks mahayana. Jangan dicampur adukkan dgn sistem yg anda anut. Tidak akan selesai nanti. hehe . Yang namanya diskusi ya sama2 berbagi wawasan. Percuma kalo anda bilang itu mustahil bla..bla...lalu membantahnya dll.

Quote
kalau disebut pertalian hukum sebab akibat...ini namanya aneh,mengapa disebut aneh?
1.anda katakan bahwa seorang boddhisatva saja sudah bebas dari hukum sebab akibat karena melakukan upaya kausalya....
2.kalau anda mengatakan masalah pertalian hukum kamma, memang semua demikian...saya pun jadi binatang dulunya juga karena pertalian hukum kamma....

jelas ini aneh kan....
tadinya anda katakan bahwa "Sengaja beremansipasi jadi binatang" sekarang berubah jadi binatang karena hukum sebab akibat....
jadi walau keinginan buddha menjadi dewa..tapi karena hukum sebab akibat di haruskan jadi nyamuk...maka buddha jadi nyamuk gitu?

kalau kata "sengaja" berarti jelas bahwa SangBuddha berpura-pura jadi binatang karena "tujuan" tertentu
sekarang "apakah tujuan itu?"
gitu bro..
Mungkin bro salah paham maksud saya. bodhisatva tidak terlahir di alam binatang karena akibat dari karma buruk. tapi melalui kekuatan adhitananya ia beremanasi di sana.  Untuk yang emanasi ini, dia mempertimbangkan hubungan sebab akibat dan kondisi yg tepat. Jadi yang saya maksudkan, bodhisatva tunduk pd hukum sebab  akibat berkenaan dengan aktifitas segala sesuatu memang bagian yg tak terpisahkan dgn hukum ini.  Tapi Bodhisatva tidak menciptakan karma buruk baru, sehingga tidak terlahir di alam buruk.  Mengenai Karma buruk yang ditabung di kehidupan sblm diramalkan sebagai seorang bodhisatta ,  itu sudah tidak ada kondisi yg membuatnya berbuah, alias akarnya telah dicabut.  Jika semua karma buruk harus berbuah, maka tidak ada makhluk di dunia yang akan meraih nibbana, karena kalpa masa lalu tak terhingga, karma buruk juga tak terhingga jumlahnya.  
Bila anda mengatakan tidak demikian dgn alasan karena Buddha juga menuai karma semasa hidupnya, dan hanya akan terpupus saat mencapai Anupadisesa nibbana. Silahkan, tapi saya cuma beri info saja bahwa Mahayana tidak demikian karena semasa hidup Buddha sudah tidak menerima karma buruk karena sudah mencabut akar yg bisa membuatnya berbuah.  Semua itu adalah upaya kausalya, yg menurut anda tidak masuk akal, tapi menurut saya masuk akal karena Buddha telah menjelaskannya bukan tidak menjelaskannya dan telah memberitahu alasannya bukan tidak memberitahu . Berbeda lagi kalo tidak ada angin tidak ada hujan mendadak saya billang itu upaya kausalya, maka itu bolehlah anda bilang saya cari2 alasan.

Quote
mas chingik kata "adhittana-nya tak Terbelokkan" itu berbeda dengan kata "tidak akan merosot lagi"

addhittana yg tak terbelokkan di maksud dengan "keinginan yang tak mungkin berubah" ,misalkan saya bertujuan menjadi dokter....apapun itu saya tidak akan berubah keinginan...tetap jadi dokter...
sedangkan kata "tidak akan merosot lagi" anda mungkin sudah mengerti jadi sy tak usah jelaskan...

dalam hal ini sudah berbeda...seseorang mau jadi dokter, mungkin kadang berbuat yg tidak sesuai untuk menjadi dokter, misalkan menyontek pada saat ujian....itu wajar..namanya saja belom jadi dokter..
tapi tujuannya tetap jadi dokter...

jadi wajar kalau masih terlahir di alam menderita...misalkan hewan.

opsi kedua seperti yg di katakan om Indra.....  alias menerima kamma buruk kehidupan lampau

mohon di jawab yah pertanyaan saya...

selamat hari natal....may u be happy

Oke saya mengerti analogi anda.
Tapi menurut pandangan Mahayana, seorang yang sampai divyakarana oleh seorang Sammasambuddha, dia tidak akan merosot dan juga tidak terbelokkan ,memang beda, tapi keduan2nya tidak akan terjadi. Mengapa? Indikasi ini dapat diukur dari saat Buddha meramalkan Sumedha, dunia ini berguncang, para dewa merayakannya, Buddha memujinya. Yang artinya, Sumedha sudah menjadi siswa jenius dan teladan. Siswa teladan tidak mungkin menyontek lagi, karena dia tahu itu sikap yang berlawanan dengan keteladanannya itu sendiri.
Kalo semua orang masih menyontek, maka semua orang pada saat itu juga bisa saja diramalkan akan menjadi dokter. Tapi tidak. Mengapa, karena hanya calon dokter yg pasti tidak nyontek, pasti tidak dapat nilai dibawah 6 yg pantas membuat semesta ini berguncang dan diramalkan oleh Buddha.
Demikian pandangan saya.
Dan saya juga menghormati pandangan anda. Terima kasih

Happy x',mas too.
 :)

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Akar perpecahan
« Reply #268 on: 25 December 2009, 10:31:47 AM »
Quote
Quote
Loh kenapa? bukankah sejalan dengan kata-kata mas Chingik sendiri?
"Intinya tujuannya memberi manfaat, apa manfaatnya tentu ada kronologi sebab akibat . Kadang memperlihatkan sikap sepele juga ada manfaatnya. Silakan cermati sikap yg terlihat sepele, kadang bisa memberi inspirasi. "

Menjadi nyamuk lebih mudah lagi memberi manfaat pada penghuni rawa kan? oh ya saya mendadak ingin kasih GRP untuk mas Chingik atas ketabahannya.

By the way, kalau Bodhisatva jadi nyamuk menghisap darah termasuk melanggar vegetarian nggak ya?

Kalo yang bro maksudkan sejalan itu, ya okelah. clear.
Thanks atas GRP , akhirnya saya berketik mati-matian tidak sia sia wkwkwk...just kidding. saya jg ga tau apa gunanya grp itu hehehe..
Semua pertanyaan dari rekan2 di sini cukup membuat saya senang dan hargai , karena bisa dorong saya lebih rajin menggali nilai2 ajaran Buddha.

oya , saya sih percaya bodhisatva ga isep darahlah, kan bukan drakula. :))

Mas Chingik belum menjawab pertanyaan saya, tambah satu pertanyaan lagi, menurut Mahayana memungkinkan Bodhisatva beremanasi menjadi nyamuk kan? Upaya Kausalya: walau nampak sepele wkwkwkwk....

 _/\_

misalnya dan seandainya kalau pernah juga knapa bro? lalu apakah nyamuk jg menghisap darah? bisa saja tidak.
mungkin anda akan bilang bukankah itu sifat alami binatang
bodhisatva kan tidak benar2 menjadi binatang. sama prinsip saat Buddha menjelma jadi makhluk dewa, mara. apakah Buddha lalu dilihat sebagai dewa, mara?
hehe..begitulah kira2.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Akar perpecahan
« Reply #269 on: 25 December 2009, 10:39:44 AM »

Bila anda mengatakan tidak demikian dgn alasan karena Buddha juga menuai karma semasa hidupnya, dan hanya akan terpupus saat mencapai Anupadisesa nibbana. Silahkan, tapi saya cuma beri info saja bahwa Mahayana tidak demikian karena semasa hidup Buddha sudah tidak menerima karma buruk karena sudah mencabut akar yg bisa membuatnya berbuah.  Semua itu adalah upaya kausalya,


Dalam Riwayat Sang Buddha menurut Theravada, terjadi beberapa kali Sang Buddha mengalami peristiwa buruk, seperti, kakinya terluka hingga berdarah, difitnah oleh Cinca, tidak memperoleh dana makanan dan terpaksa harus memakan makanan kuda  karena bencana kelaparan, dll. dan sehubungan dengan peristiwa ini biasanya Sang Buddha menceritakan penyebabnya yg berasal dari kehidupan lampau.

Bagaimanakah pendapat Mahayana mengenai hal ini?