Akar perpecahan

Started by truth lover, 17 February 2009, 06:50:37 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

GandalfTheElder

#150
Quoteyang saya tanyakan adalah mana ABHINNA-nya....org yg sudah menguasai abhinna tertinggi mencapai pencerahan sempurna, dalam RAPB Dewa mara di Vasavatti saja di taklukkan,, bayangkan jumlah nya yang mencapai 10 ribu alam semesta bersama pengikutnya di taklukkan oleh BUDDHA...(telah mencapai pencerahan sempurna)
jumlah dewa hingga 10 ribu alam semesta vs 1...

Buddha pun tak bisa menghalangi suku Kosala menghabisi dan membunuhi para suku Sakya, padahal untuk mencegahnya sudah dinasehati beberapa kali oleh seorang Samyaksambuddha!

Kenapa Buddha tidak memakai Abhinna (Abhijna) untuk menghalanginya???

Bahkan penasehat kerajaan / ahli strategi handal biasa [prthagjana / putthujana] saja bisa membalik keinginan pemerintah dari perang menjadi damai.

Semua ya memang ada kaitannya dengan karma.

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

GandalfTheElder

Quotedaftar isi hanya untuk search keyword "singa", detailnya tetap harus baca full.

makanya kalo bikin buku sebaiknya sertakan halaman index untuk memudahkan mencari. seperti buku2 terbitan DC press gitu loh

Oww..

Yep.... tapi pengerjaannya jadi makan banyak waktu  :))

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

chingik

#152
 [at] Jerry
Quote
Boleh tau lebih lanjut soal 2 jenis noda batin lainnya yg belum dikikis Arhat dan Pratyeka-Buddha?
Maaf, saya koreksi dikit, maksudnya ada 2 jenis noda batin/rintangan batin yang mana Arahat/Pratyeka-Buddha belum mengikis salah satunya.
2 itu adalah:
-Klesa-asrava--> Rintangan noda batin
-Jneya-asrava---> Rintangan Pengetahuan

Makhluk awam belum mengikis kedua2nya.
Arahat/pratyeka-Buddha sudah mengikis Klesa-asrava, blm mengikis Jneya-asrava
Bodhisatva sudah mengikis Klesa-asrava, sedangkan Jneya-asrava nya belum terkikis tuntas, semakin tinggi level bodhisatva semakin tipis Jneya-asrava.
Hingga mencapai Samyaksambuddha, kedua2nya telah terkikis habis.

Quote
Soal privilege seorang Bodhisattva, oleh Bro Chingik dikatakan "Yang menentukan smua ini tidak lain adalah kekuatan karmanya." Kira2 apa ya mksdnya? Bisa diperjelas? Secara saya takut salah berasumsi.
Dalam theravada, bodhisatta terlahir di alam rendah karena impuls karmanya.
Penyebab= X
Akibat = Terlahir di alam rendah

Maka X= melakukan perbuatan buruk

Dalam Mahayana , Bodhisatva tergantung levelnya. Jika yg telah mengikis Klesa-asrava, maka tidak akan melakukan tindakan buruk. Tidak melakukan tindakan buruk, maka tidak akan terlahir di alam rendah.  
Dalam kisah kelahiran bodhisatva di alam rendah, itu bukan kelahiran akibat karma buruk dalam pandangan mahayana, melainkan kekuatan abhinna , upaya kausalya dan welas asih.

Quote
Berarti Jataka Theravada berbeda dengan Jataka Mahayana ya? Di mana Jataka Mahayana mencakup Jataka Theravada dan ada Jataka di luar yg tdk diketemukan dalam Jataka Theravada? Jika Jataka Theravada = T. Maka Jataka Mahayana ibarat M = T+a
Dengan demikian, inkonsistensi dalam Jataka Theravada mungkin sekali dapat dikatakan sbg inkonsistensi dalam Jataka Mahayana juga? (secara Jataka Mahayana juga mencakup Jataka Theravada)

Sistem pembelajaran dalam Mahayana adalah tahapan dan ada klasifikasinya.
Ketika mempelajari ajaran tingkat Sravaka, kita harus memahami itu dalam kategori pemikiran Sravaka. Jadi smua yg tercakup dlaam Jataka Theravada dapat dianggap benar dengan asumsi itu dalam level batin Sravaka. Setelah selesai menguasai semua ini, dan memasuki level pemikiran Mahayana, kita menarik kesimpulan bahwa ajaran Sravaka memang benar sejauh itu dalam konteks ketika batin dalam level Sravaka. Lalu kita mendapat pemahaman baru lagi dalam level Mahayana.  Sama seperti anda merasa benar bahwa masih ada AKU/DIRI sejauh anda berada dalam level batin manusia awam dengan kemelekatan pd AKU, tapi ketika anda memasuki ke level pencapaian kesucian, anda akan mengalami sendiri bahwa AKU itu tidak ada,    dan itu bukan berarti anda inkosisten, melainkan anda menyadari perbedaan level batin anda.  
Jadi ketika JATAKA Theravada dianggap sebagai cakupan dalam Mahayana, itu bukan inkonsistensi. Itu dipelajari sebgai tahapan dalam pembelajaran.  

Quote
Setuju bahwa tdk dpt digeneralisir. Tapi, spt pendapat Acek Ganteng Ganjen Ryu, menurut saya membunuh bukan satu-satunya cara. Bisa saja perampok tsb ditangkap bukan? Trus diikat.. Mungkin awalnya jika perlu, Bodhisattva memberitahu pd 500 orang lalu bersama2 mereka gebuk rame-rame dulu hingga perampok kelenger baru diiket?
Saya rasa bro Bond-bond (hehe..) sudah memberi penjelasan yg cukup bagus.
Saya tambahkan sedikit, di sini bodhisatva sudah mengetahui bahwa cara2 lain sudah tidak efektif.  Tidak berada di lapangan,kita tidak akan tahu situasi sebenarnya. jadi kita tidak bisa dengan gampangnya menilai bahwa pasti ada cara2 lain atau sejenisnya.  Jadi tidak perlu mendebatkan hal2 yg tidak kita tahu situasi sesungguhnya, apalagi menilai kondisi batin bodhisatva pada saat itu.

Quote
"Memang di Sutra ini ada menyebutkan bodhisatva sudah tidak memiliki opsi lain."
Di Sutra? Atau mksd Bro Chingik adl Jataka? Di bagian mana ya dikatakan demikian? Kalo bisa tolong kutipkan cerita selengkapnya, saya tidak memiliki sourcenya.
Mahavaipulya Upaya Kausalya Sutra (Taiso 0346)

Quote
"Memang kata membunuh adalah harga mati yg harus dihindari bagi seorang Theravadin."
Di sini yg jadi pertanyaan, bukankah dalam Theravada malah bodhisatta masih dapat membunuh sehingga jelas membunuh bukan harga mati, dan pembunuhan yg dilakukan bodhisatta dalam Jataka Theravada oleh Bro Chingik dikatakan salah 1 bentuk inkonsistensi dalam Jataka Theravada?
Dalam Theravada bodhisatta masih membunuh tetapi dianggap pastilah karma buruk. Karena tidak bisa ditawar lagi, apapun kejadiannya dan bagaimanapun hasilnya, bunuh =karma buruk.  Saya katakan tidak konsisten karena membandingkannya dengan Abhinihara ,welas asih dan Parami bodhisatta yg katanya tidak akan terbelokkan dan akan terus maju, tetapi kok malah mundur dgn berbuat karma buruk.

Sedangkan Mahayana setuju dgn pernyataan tidak terbelokkan dan terus maju, sehingga kelahiran di alam rendah itu bukan kelahiran karena hasil karma buruk, melain adhitana, abhinihara, welas asih dan upaya kausalya.

Kesimpulan anda ttg perbedaan Jataka Theravada dan Mahayana itu ya lebih kurang begitu deh.
Tetapi saya memiliki satu penafsiran baru, bahwa JATAKA Theravada bisa saja mencampurkan kisah kelahiran bodhisatta dan sebelum menjadi bodhisatta (sebelum mendapat ramalan Buddha Dipankara) . Jadi kisah tentang bodhisatta yg membunuh (sebagai seekor singa) bisa saja adalah sosok yg belum diramal oleh Buddha Dipankara, dengan kata lain belum menjadi bodhisatta. 


The Ronald

QuoteDalam Theravada bodhisatta masih membunuh tetapi dianggap pastilah karma buruk. Karena tidak bisa ditawar lagi, apapun kejadiannya dan bagaimanapun hasilnya, bunuh =karma buruk.  Saya katakan tidak konsisten karena membandingkannya dengan Abhinihara ,welas asih dan Parami bodhisatta yg katanya tidak akan terbelokkan dan akan terus maju, tetapi kok malah mundur dgn berbuat karma buruk.
karena bhodhisatta kebanyakan tidak mengingat kehidupan sebelumnya
masih dalam tahap menyempurnakan parami, perlahan 2..tp pasti, walau naik turun
btw, pertapaan dgn menyiksa diri..adalah bentuk parami atau bukan? menikah?
dan kenapa hal ini tetap terjadi bahkan di kehidupan terakhirnya sebagai Buddha, karena tekadnya yg kuat, tp tidak di dukung dgn ingatannya akan kehidupan lalu



QuoteTetapi saya memiliki satu penafsiran baru, bahwa JATAKA Theravada bisa saja mencampurkan kisah kelahiran bodhisatta dan sebelum menjadi bodhisatta (sebelum mendapat ramalan Buddha Dipankara) . Jadi kisah tentang bodhisatta yg membunuh (sebagai seekor singa) bisa saja adalah sosok yg belum diramal oleh Buddha Dipankara, dengan kata lain belum menjadi bodhisatta.
yup banyak pandangan yg terjadi atau di bentuk, demi suatu kesempurnaan mutlak suatu sosok yg harusnya baru sempurna pada saat mencapai penerangan di bawa pohon bodhi... harusnya gini harusnya gitu, aku sih menerima saja... :)
...

chingik

#154
Quote
karena bhodhisatta kebanyakan tidak mengingat kehidupan sebelumnya
masih dalam tahap menyempurnakan parami, perlahan 2..tp pasti, walau naik turun
btw, pertapaan dgn menyiksa diri..adalah bentuk parami atau bukan? menikah?
dan kenapa hal ini tetap terjadi bahkan di kehidupan terakhirnya sebagai Buddha, karena tekadnya yg kuat, tp tidak di dukung dgn ingatannya akan kehidupan lalu
Mengenai penyiksaan diri  dan menikah , Buddha telah menjelaskan dalam Mahavaipulya Upaya Kausalya Sutra bahwa semua itu bukan kenyataan, melainkan hasil dari ilusionisis yg dilakukannya, karena Buddha sejak menjadi bodhisatva agung telah terbebas dari kemelekatan.

The Ronald

err..sutta apa tuh? mahayana yah?
btw.. klo menurut tradisi Mahayana, Guan Yu adalah Bhodhisatta...  tp masih melakukan pembunuhan
apakah itu termasuk cuma ilusi?
...

chingik

Quote from: The Ronald on 20 December 2009, 06:50:05 PM
err..sutta apa tuh? mahayana yah?
btw.. klo menurut tradisi Mahayana, Guan Yu adalah Bhodhisatta...  tp masih melakukan pembunuhan
apakah itu termasuk cuma ilusi?

ya itu Sutra mahayana. bukan sutta pali.
guan yin melakukan pembunuhan? bagaimana ceritanya?

The Ronald

baca cerita sam kok dunk....
...

bond

Quote from: Indra on 20 December 2009, 01:31:27 PM
Quote from: bond on 20 December 2009, 11:07:33 AM
Quote
Mas chingik, hewan saling memangsa itu karma buruk, bagaimana dengan vegetarian? bukankah seharusnya Bodhisatwa selalu vegetarian? Sebagai harimau atau singa apakah Bodhisatwa vegetarian atau tidak?

Katanya pernah jadi singa, dan makan hanya makanan sisa dari hewan carnivora pemburu lain. Tapi setelah disearch belum ada referensi yang menunjukan bodhisatta sebagai singa makan bangkai. Yg ada adalah ikut memburu.  Sehingga kesimpulan bodhisatta sebagai singa tidak membunuh sepertinya hanya pembenaran berdasarkan asumsi belaka, karena tidak ada referensi mendukung.

Bagi saya wajar2 sajalah kalau bodhisatta jadi singa masih memburu(namanya juga sifat naluri alami binatang). Atau disatu kesempatan ada perampok lalu kepepet membunuh, sekalipun cara itu tidak benar tetapi itu bisa menjadi tindakan yg bijaksana.


Mr. Bond, anda nakal sekali membuat saya terpaksa membaca 5 kitab Jataka tebal2 terbitan ITC. Komentar saya sebelumnya adalah karena saya teringat pada Jataka 397 (MANOJA-JATAKA), dimana Bodhisatta yg terlahir sebagai seekor singa memilik anak bernama Manoja yg setiap hari melakukan perburuan dan membawakan dagingnya untuk orang tua dan adiknya.

namun, setelah melakukan speed reading lebih lanjut, saya menemukan:

Jataka 157 (GUNA-JATAKA), Sang Bodhisatta yg saat itu terlahir sebagai seekor singa terperosok dan tenggelam dalam lumpur ketika sedang berburu rusa. seekor serigala datang dan menyelamatkannya, dan untuk membalas budi kepada serigala, Bodhisatta singa membunuh seekor kerbau dan memberikannya kepada serigala ...

Jataka 143 (VIROCANA-JATAKA), Bodhisatta adalah seekor singa jantan yang menetap di Gua Emas di Himalaya. Suatu hari ia meloncat turun dari sarangnya, melihat ke utara, selatan, barat dan timur, dan mengaum dengan keras. kemudian ia membunuh seekor kerbau besar, melahap bagian yg terbaik dari bangkai itu ....

------------------
ini sekaligus mengoreksi postingan saya sebelumnya.

_/\_

Betara, maaf atas kenakalan saya  ^:)^ memang saya sengaja   ;D, karena saya benar2 mau tau dan bingung tentang cerita jataka ^:)^

Anyway thanks Betara  ;D _/\_
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

chingik

#159
 
Quote from: The Ronald on 20 December 2009, 07:45:12 PM
baca cerita sam kok dunk....
:)) :))
salah baca, guan yu kirain guan yin.

Kalo guanyu dianggap bodhisatva itu cuma berdasarkan kisah setelah kematiannya beliau menjadi makhluk halus pelindung vihara. Dari sini ditambah dengan pamor jiwa ksatrianya lalu dihormati sebagai bodhisatva pelindung dharma. Apakah lalu guanyu benar2 jadi bodhisatva , tidak ada yang tahu. Sosok guanyu sbg bodhisatva hanya karakteristik Mahayana Tiongkok. 
Pada sisi lain, walaupun seseorang byk membunuh, tapi bila tersadarkan bisa juga melatih jalan bodhisatva atau jalan kesucian lainnya. Seperti Angulimala. misalnya

bond

Quoteby marcedes
masalahnya di sutra dikatakan Boddhisatva itu sudah mencapai pencerahan sempurna dalam kurung tak terhitung lama-nya....memiliki pencerahan dan statusnya adalah guru dari savaka buddha dan paccekabuddha.

Untuk memperjelas pertanyaan marcedes, mungkin pihak mahayana bisa menjelaskan mengenai bodhisatva yang membunuh perampok adalah pada tingkatan bodhisatva ke berapa?

Kalau tidak salah, menurut mahayana pada tingkatan bodhisatva tertentu masih ada LDM dan pada tingkatan tertentu pula telah bersih CMIIW.

Nah kalau setiap cerita mahayana yg kontroversi bisa dijelaskan bodhisatva itu berada pada tingkatan mana, maka ini akan menjadi jelas. Tetapi jika tidak disebutkan maka kita semua disini hanya berspekulasi tanpa henti. _/\_

Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

bond

#161
Quote from: The Ronald on 20 December 2009, 06:50:05 PM
err..sutta apa tuh? mahayana yah?
btw.. klo menurut tradisi Mahayana, Guan Yu adalah Bhodhisatta...  tp masih melakukan pembunuhan
apakah itu termasuk cuma ilusi?


Guan Yu ketika menjadi Jendral perang belumlah menjadi bodhisatta. Cerita menjadi bodhisatva pun baru muncul belum lama ini/baru muncul belakangan. Yang saya tau sih dia menjadi Dewa setelah melalui suatu proses. Konon menurut cerita dia terlahir lagi menjadi jendral Yanfei sebagai pemenuhan/menyempurnakan ikrar kesetiaannya pada negara.
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

The Ronald

ic ternyata setelah meninggal

QuotePada sisi lain, walaupun seseorang byk membunuh, tapi bila tersadarkan bisa juga melatih jalan bodhisatva atau jalan kesucian lainnya. Seperti Angulimala. misalnya
yah.. itu dia, sayangnya jataka Boddhisatta, tidak lengkap selengkap2nya,tp biasanya setelah melakukan suatu kesalahan, biasanya boddhisatta menjadi tersadarkan, dan mulai pergi melatih jalannya
...

chingik

Quote from: bond on 20 December 2009, 08:54:13 PM
Quoteby marcedes
masalahnya di sutra dikatakan Boddhisatva itu sudah mencapai pencerahan sempurna dalam kurung tak terhitung lama-nya....memiliki pencerahan dan statusnya adalah guru dari savaka buddha dan paccekabuddha.

Untuk memperjelas pertanyaan marcedes, mungkin pihak mahayana bisa menjelaskan mengenai bodhisatva yang membunuh perampok adalah pada tingkatan bodhisatva ke berapa?

Kalau tidak salah, menurut mahayana pada tingkatan bodhisatva tertentu masih ada LDM dan pada tingkatan tertentu pula telah bersih CMIIW.

Nah kalau setiap cerita mahayana yg kontroversi bisa dijelaskan bodhisatva itu berada pada tingkatan mana, maka ini akan menjadi jelas. Tetapi jika tidak disebutkan maka kita semua disini hanya berspekulasi tanpa henti. _/\_



Pada kasus ini memang tidk dijelaskan bodhisatva pd tingkat berapa.
Tapi substansi dari Sutra ini adalah "Cara-cara bijak yang berlandaskan welas asih".  
Jika mengkaji secara cermat dari keseluruhan Sutra akan menjadi jelas sendiri.
Taruhlah seandainya ada penyebutan bodhisatva pd tingkat berapa, tetap tidak akan jelas bagi siapa pun yg jika mencernanya dari konteks pemikiran Theravada. Ini sudah hukum alami yg tidak bisa dihindari.

chingik

Quote from: The Ronald on 20 December 2009, 09:03:55 PM
ic ternyata setelah meninggal

QuotePada sisi lain, walaupun seseorang byk membunuh, tapi bila tersadarkan bisa juga melatih jalan bodhisatva atau jalan kesucian lainnya. Seperti Angulimala. misalnya
yah.. itu dia, sayangnya jataka Boddhisatta, tidak lengkap selengkap2nya,tp biasanya setelah melakukan suatu kesalahan, biasanya boddhisatta menjadi tersadarkan, dan mulai pergi melatih jalannya


Memang sebenarnya tradisi Mahayana sering membahas masalah "melakukan kesalahan , menjadi sadar lalu melatih diri"
Poin yg ingin dikemukakan adalah bila seseorang melatih jalan bodhisatva utk mencapai Kebuddhaan tidaklah mudah. Anda berbuat baik lalu terlahir di alam surga, tapi anda malah mabuk kepayang dgn kenikmatan surga, akhirnya jatuh ke alam rendah, anda merasa sengsara lalu sadar ingin berbuat baik lagi, dan terlahir di alam bahagia lagi,  dan begini terus menerus terombang ambing. Memang tidak mudah. Jalan bodhisatva memang demikian. TETAPI, saat bodhisatva mendapat ramalan dari seorang Buddha, maka itu pertanda dia tidak akan merosot lagi. Tidak akan terjatuh lagi, yang ada adalah menanjak terus, maka mengapa saat diramalkan, seluruh dunia berguncang, para dewa bergegap gempita. Karena saat itu bodhisatva telah mencapai tahapan yg tidak merosot lagi.   Maka dalam pandangan Mahayana, jataka yg menceritakan bodhisatva di alam rendah, itu hanyalah perwujudan emanasi, bukan karena akibat karma dari perbuatan buruk.