Manusia

Started by sukma, 01 December 2008, 06:42:00 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Nevada

Quote from: sukma on 11 December 2008, 02:08:36 PM

Hi...! Salam untuk Markos dan Upasaka serta semua sobat yang tak tertulis namanya ....sdh 4 hari Off Line krn kesibukkan kerja persiapan proposal & Contract, sdh rindu dengan sobat-sobat di Web DC ini.

Untuk reply dari sobat Markos hal padanan bahasa Pali tentang kata "Hati Nurani" entar ya di jwb, saya tertarik dengan pemahaman tentang "Kesadaran" dengan panca indera Mata dari sobat Upasaka dan reply ke 44 sobat Markos, dibawah ini akan saya buat satu Analogi yang kiranya sesuai yang ditulis kalian berdua atau tidak.? Please Comment ya ....

Apabila sebatang tongkat atau bambu atau dayung yang lurus kita masukkan kedalam air yang jernih, maka tepat pada permukaan air itu tongkat/bambu atau dayung tampak "seolah-olah" tak lagi lurus tetapi patah. Jikalau melihat serta mempertimbangkan Gejala itu rasio kita memutuskan dan menyatakan bahwa tongkat/bambu atau dayung itu betul-betul tidak lurus dan patah, maka Hati Nurani (atau apa sebutan dalam Ajaran Buddhis) kita membiarkan dirinya dikuasai, atau mungkin boleh dikatakan ditolak/dikesampingkan, oleh kesan-kesan inderawi yang bersangkutan, dengan akibatnya bahwa putusan dan pernyataannya keliru.

Kita tidak perlu mengatakan bahwa pengamatan inderawi Menipu kita dan tidak dapat diandalkan. Rasio kita sendiri keliru dan kekeliruannya itu dapat diatasi dengan mudah. Rasio kita tidak terpaksa menuruti kesan-kesan inderawi itu, tetapi sudah cukup rasio menginsafi bahwa karena keadaan alamiahnya demikian, kesan-kesan inderawi itu mesti timbul sebagaimana terjadi.

Dengan perkataan lain, rasio kita dapat menolak kesan inderawi itu, dan dengan demikian berpegang pada putusan bahwa tongkat atau dayung kita itu tetap berbentuk lurus. Dengan demikian , rasio menyatakan dan menampakkan keunggulannya terhadap pengamatan inderawi.


Sdr. Sukma...

Itulah yang dikerjakan oleh indera kita. Indera kita hanya menangkap segala sesuatu berdasarkan apa yang terlihat, dan yang terlihat oleh indera adalah fatamorgana. Kenyataannya kita tidak bisa menggantungkan indera kita untuk menyelami kebenaran.

"Lima kelompok kehidupan (pancakkhandha) menyusun apa yang kita sebut AKU. Dari kelima kelompok ini, kelompok bentuk (rupakkhandha) memiliki sifat seperti busa yang berkumpul; kelompok perasaan (vedanakkhandha) memiliki sifat seperti sebuah gelembung; kelompok pencerapan (samjnakkhandha) memiliki sifat seperti sebuah fatamorgana; kelompok bentuk-bentuk pikiran (samkharakhandha) memiliki sifat seperti sebuah rumput layu; dan kelompok kesadaran (vijnanakkhandha) memiliki sifat seperti sebuah khayalan. Demikianlah seseorang harus mengetahui bahwa sifat pokok dari AKU adalah tidak lain dari sifat dari busa, gelembung, fatamorgana, rumput, dan khayalan; sehingga tidak ada kelompok kehidupan ataupun nama-nama kelompok kehidupan; tidak ada makhluk-makhluk ataupun nama-nama makhluk; tidak ada dunia fana ataupun dunia di atas fana. Pemahaman terhadap kelompok kehidupan yang benar seperti ini disebut pemahaman tertinggi. Jika seseorang mencapai pemahaman tertinggi ini, maka ia terbebaskan. Jika ia tidak melekat pada benda-benda duniawi, ia melebihi dunia fana."

Sejarah dunia sudah membuktikan kesalahan umat manusia dalam memandang Bumi dan Matahari. Secara pengamatan indera, terlihat seolah Matahari mengelilingi Bumi. Namun semua orang tentunya tidak bisa menolak kenyataan bahwa ternyata Bumi-lah yang mengelilingi Matahari. Ini contoh lain yang menunjukkan keterbatasan pengamatan indera dan pengenalan rasional umat manusia di zaman dahulu.

Seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya, kesadaran indera (pengamatan indrawi) dikondisikan oleh :
- adanya indera penglihatan
- adanya objek wujud (objek indera penglihatan)
- adanya media cahaya yang mendukung
- adanya perhatian (kesiagaan indera)
- adanya kontak indera*

Kelima kondisi ini bekerja bersamaan sehingga memunculkan kesadaran indera. Pada kondisi ini, kesadaran pada pintu indera fisik (panca dvara) masih mengenali objek sebagaimana adanya. Setelah itu kesadaran berproses menuju pintu indera pikiran (mano dvara), dan objek masih dilihat sebagaimana adanya. Kemudian di mano dvara, kesadaran itu mulai dipengaruhi dari persepsi dan pencerapan. Di titik ini, kesadaran sudah mengenal objek sebagaimana apa yang terlihat di dalam sudut pandang indera.

Setelah melihat objek, perasaan pun otomatis akan muncul. Perasaan ini terbagi menjadi perasaan yang menyenangkan, perasaan yang tidak menyenangkan dan perasaan netral. Bergantung pada cara pandang dan kematangan batin seseorang, dari perasaan inilah muncul gagasan atau konsepsi. Gagasan atau konsepsi ini akan menelaah dan membandingkan antara apa yang ditangkap oleh indera dengan apa yang tersimpan di memori; yaitu berupa faktor2 tingkat intelijen, pengalaman, keadaan batin dan karakter seseorang.

NB : *adanya kontak indera adalah kondisi ke-5 yang memenuhi syarat untuk munculnya sebuah kesadaran indera. Saya lupa menyisipkannya di postingan sebelumnya  _/\_

Kira2 begitu dulu yah...

Mungkin Bro Markosprawira bisa memberi penjelasan yang lebih detail...  _/\_

Reenzia

#46
 [at] sis sukma

sis, coba tanggapi pertanyaan bro sobat-darma deh, saia penasaran juga :))

sukma

#47
Permintan Reenzia   
[at] sis sukma

sis, coba tanggapi pertanyaan bro sobat-darma deh, saia penasaran juga
   :))

Reenzia, Sobat-darma, bagaimana saya mau mulai menjawab 8 pertanyaan sobat-darma ini.? mulai dari awal tulisan topic "manusia" ini seperti tulisan saya di reply 1 ini ;

Manusia terdiri atas Jiwa dan Badan tidak merupakan soal. Meskipun dapat terjadi., bahwa jiwa atau badan dianggap merupakan dan di sebut manusia, namun, betapapun harus dipertahankan, bahwa keduanya-duanya betul-betul berbeda, namun sebenarya badan bukan manusia jikalau jiwa tidak ada untuk menjiwainya, dan sebaliknya jiwa pun bukan manusia jikalau badan tidak di jiwai olehnya. Jadi, bagaimana pun juga, kedua-duanya digabungkan menjadi suatu kesatuan, untuk mendirikan manusia dalam arti utuh. Tetapi dengan demikian masih belum jelas, bagaimana kesatuan ini dapat dimengerti.???........dstnya

Perhatikan kalimat diatas yg digaris bawahi, serta tentang bagaimana para Filsuf memahami "jiwa" seperti pada reply yang ke 12 yang saya garis bawahi dibawah ini ;

Banyak Filsuf-Filsuf yang dengan sekonsekuen-konsekuennya menerima bahwa jiwa itu hanya sesuatu yang bendawi atau jasmani saja. Ada yang mengatakan bahwa jiwa itu adalah darah, menurut yang lain jiwa itu adalah otak, atau jantung (yakni bukan jantung dalam arti kiasan, melainkan dalam arti harfiah, jadi jantung yang dari daging itu). Ada juga yang erpikir jiwa itu terdiri dari atas atom-atom. Lain lagi menyatakan subtansi jiwa sama dengan anasir udara atau anasir api.

Dan masih ada teori yang menyatakan bahwa jiwa, yang terdiri dari dirinya sendiri tidak dapat dipikirkan sebagai subtansi, karena bukan sesuatu benda, adalah keselarasan antara anasir-anasie yang bersama-sama membentuk badan.


Reenzia, Sobat-darma, semua orang itu dengan konsekuen berpendirian bahwa ; Jiwa itu fana dan tanpa badan mesti mati, tetapi ada Filsuf yang, bertolak dari pendapat bahwa jiwa bukan jasmani atau bendawi, melainkan menurut subtansinya adalah hidup, yang menghidupi badan, berusaha membuktikkan bahwa jiwa tidak dapat mati, karena tidak mungkin, hidup itu sendiri tidak hidup.

Masih ada pendapat, yang menyamakan jiwa dengan apa yang mereka sebut Anasir yang kelima dan mereka gabungkan dengan badan, yang terdiri atas keempat anasir yang terkenal itu. Tetapi barangkali para Filsuf pun harus digolongkan bersama dengan mereka yang menyamakan Jiwa dengan yang Bendawi menurut artinya yang biasa.

Ternyata, adanya begitu banyak pendapat mengenai jiwa merupakan pertanda bahwa jiwa itu tidak dikenal

Beberapa analogi yang coba saya tuangkan direply yang lalu sepertinya saya gagal memberi penjelasan yang lebih mengarah ke Ajaran Buddhis, tapi beri waktu dan dengan rileks saya akan coba menuangkannya...take time.



ryu

Pandangan sukma ini masuknya ke buddhism bukan? Atau punya aliran sendiri? Aliran apa yah?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

sukma

By Ryu
Pandangan sukma ini masuknya ke buddhism bukan? Atau punya aliran sendiri? Aliran apa yah?


Saya mencoba memposisikan diri saya diluar Buddhism, karena terlalu sempit buat saya berdiskusi secara Universal Humanity bila saya harus memakai istilah bahasa Pali yang nota bene pemahamannya ke dalam bahasa Indonesia sangat terbatas. Aliran sendiri.? tidak mampu buat saya mempunyai Aliran sendiri

ryu

Quote from: sukma on 13 December 2008, 06:46:16 PM
By Ryu
Pandangan sukma ini masuknya ke buddhism bukan? Atau punya aliran sendiri? Aliran apa yah?


Saya mencoba memposisikan diri saya diluar Buddhism, karena terlalu sempit buat saya berdiskusi secara Universal Humanity bila saya harus memakai istilah bahasa Pali yang nota bene pemahamannya ke dalam bahasa Indonesia sangat terbatas. Aliran sendiri.? tidak mampu buat saya mempunyai Aliran sendiri

hal yang sederhana menurut saya dalam Buddhism itu tidak mengenal jiwa :) kalau mau di hubung2kan/disama2kan dengan Jiwa sepertinya tidak akan nyambung.
Seperti ingin menyamakan air dan api yang sudah tentu berlawanan makan tidak akan ada titik temu :)
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

sukma

Quote from: ryu on 13 December 2008, 06:53:58 PM
Quote from: sukma on 13 December 2008, 06:46:16 PM
By Ryu
Pandangan sukma ini masuknya ke buddhism bukan? Atau punya aliran sendiri? Aliran apa yah?


Saya mencoba memposisikan diri saya diluar Buddhism, karena terlalu sempit buat saya berdiskusi secara Universal Humanity bila saya harus memakai istilah bahasa Pali yang nota bene pemahamannya ke dalam bahasa Indonesia sangat terbatas. Aliran sendiri.? tidak mampu buat saya mempunyai Aliran sendiri

hal yang sederhana menurut saya dalam Buddhism itu tidak mengenal jiwa :) kalau mau di hubung2kan/disama2kan dengan Jiwa sepertinya tidak akan nyambung.
Seperti ingin menyamakan air dan api yang sudah tentu berlawanan makan tidak akan ada titik temu :)

Ryu, permasalahannya Utamanya hanya di bahasa saja tentang kata ; jiwa / hati nurani, lihat reply nya sdr Markos tentang ini diatas. Saya memahami di Buddhis tidak ada kata jiwa/ hati nurani. tapi tidakkah saya ini seorang manusia yang menurut ilmu kedokteran manusia juga mempunyai jiwa.?

ryu

Quote from: sukma on 13 December 2008, 07:01:19 PM
Quote from: ryu on 13 December 2008, 06:53:58 PM
Quote from: sukma on 13 December 2008, 06:46:16 PM
By Ryu
Pandangan sukma ini masuknya ke buddhism bukan? Atau punya aliran sendiri? Aliran apa yah?


Saya mencoba memposisikan diri saya diluar Buddhism, karena terlalu sempit buat saya berdiskusi secara Universal Humanity bila saya harus memakai istilah bahasa Pali yang nota bene pemahamannya ke dalam bahasa Indonesia sangat terbatas. Aliran sendiri.? tidak mampu buat saya mempunyai Aliran sendiri

hal yang sederhana menurut saya dalam Buddhism itu tidak mengenal jiwa :) kalau mau di hubung2kan/disama2kan dengan Jiwa sepertinya tidak akan nyambung.
Seperti ingin menyamakan air dan api yang sudah tentu berlawanan makan tidak akan ada titik temu :)

Ryu, permasalahannya Utamanya hanya di bahasa saja tentang kata ; jiwa / hati nurani, lihat reply nya sdr Markos tentang ini diatas. Saya memahami di Buddhis tidak ada kata jiwa/ hati nurani. tapi tidakkah saya ini seorang manusia yang menurut ilmu kedokteran manusia juga mempunyai jiwa.?
apa bukan keterbatasan ilmu kedokteran juga yang mengartikan jiwa?
bingung ah :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Reenzia

sis sukma, menurut ilmu kedokteran, apakah jiwa itu?

sukma

#54
Quote from: Reenzia on 13 December 2008, 07:31:45 PM
sis sukma, menurut ilmu kedokteran, apakah jiwa itu?

Reenzia, buat menjawab pertanyaan anda dibawah ini saya beri referensi dari
TheFreeDictionary ; 

http://www.thefreedictionary.com/soul 

:o

Reenzia

#55
sis, di link yg anda berikan, soul itu hanya ada dalam dictionary
sedangkan yg saia tanyakan itu menurut ilmu kedokteran, bukan secara umum

nah setelah coba saia cari di medical dictionary tidak ditemukan adanya soul 'soul'

http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/soul

Nevada

#56
[at] sukma

Sebagai bahan referensi penjelasan akan konsep jiwa (atta) di dalam Buddhisme :

Konsep Anatta di Buddhisme

Suatu hari adalah seorang pertapa yang bernama Vacchagotta mengunjungi Sang Buddha untuk menanyakan beberapa hal penting. Dia bertanya kepada Sang Buddha, "Apakah atta itu ada?" Sang Buddha diam. Kemudian, dia bertanya kembali, "Apakah atta itu tidak ada?" Namun Sang Buddha tetap diam. Setelah Vacchagotta berlalu, Sang Buddha menjelaskan kepada Ananda, mengapa Ia telah bersikap diam. Sang Buddha menjelaskan bahwa Ia mengetahui Vacchagotta sedang mengalami kebingungan tentang atta, dan jika Ia menjawab bahwa atta itu ada, berarti Ia mengajarkan paham eternalistik, teori jiwa yang kekal, yang tidak Ia setujui. Namun, bila Ia menjawab bahwa atta itu tiada, maka Vacchagotta akan berpikir Sang Buddha mengajarkan paham nihilistik, paham yang mengajarkan bahwa makhluk hidup hanyalah suatu organisme batin-jasmani yang akan musnah total setelah kematian.

Apakah atta yang ditolak oleh Sang Buddha itu? Kata anatta adalah kombinasi dua kata, yaitu an dan atta. An berarti tidak atau tiada, dan atta biasanya diterjemahkan sebagai jiwa atau diri. Atta dipahami sebagai inti dalam segala sesuatu, bagian terbaik dari sesuatu, bagian yang merupakan sari, bagian yang murni, sejati, indah, bagian yang menjadi penguasa, dan tak lekang oleh waktu.

Sang Buddha menjelaskan, sesuatu yang sering disebut sebagai atta (jiwa / roh) oleh awam adalah pancakkhandha (5 kelompok kehidupan / kegemaran) :

(1) Kegemaran kepada bentuk materi (rupakkhandha)
Dalam kelompok ini termasuk empat Mahabhuta , yaitu empat unsur yang terdiri dari unsur    padat, cair, panas dan gerak yang mengkondisikan fisik jasmani. Termasuk pula benda-benda dan hal-hal yang berkaitan dengan Mahabhuta    itu sendiri, seperti enam indera (mata, hidung, telinga, lidah, kulit dan batin) dengan objeknya masing-masing, dan juga pikiran, gagasan dan konsepsi yang berada dalam alam objek pikiran (dhammayatana). Rupakkhandha adalah keseluruhan bentuk-bentuk, baik yang berada dalam tubuh kita maupun objek sasarannya.

(2)Kegemaran kepada perasaan (vedanakkhandha)
Dalam kelompok ini termasuk semua perasaan (perasaan bahagia, perasaan tidak bahagia dan juga perasaan netral) yang timbul karena adanya kontak indera dengan dunia luar. Ada enam jenis perasaan, yaitu perasaan yang timbul dari kontak mata dengan wujud yang terlihat, telinga dengan suara yang terdengar, hidung dengan bebauan yang tercium, lidah dengan rasa yang terkecap, kulit dengan bentuk yang tersentuh, dan batin dengan objek pikiran (mental) yang terolah. Semua perasaan ini termasuk dalam kelompok ini. Sebaiknya terlebih dahulu kita sedikit membahas mengenai "pikiran" (manas) dalam pemahaman Buddhis.

Menurut ilmu pengetahuan, dibutuhkan waktu berjuta-juta tahun untuk mengembangkan pikiran dan pemahaman manusia. Banyak jenis manusia purba yang memiliki volume otak yang lebih besar dari manusia saat ini, namun tingkat kecerdasannya tidak berkembang secanggih manusia saat ini. Di antara beraneka ragam jenis makhluk di Alam Semesta ini, hanya manusia yang memiliki kecerdasan tertinggi. Hanya manusia yang dapat mengembangkan pikiran sampai menyentuh tingkat Kebijaksanaan Tertinggi. Oleh karena itulah hanya manusia yang dapat menjadi Buddha, mencapai Nibbana. Makhluk Deva dan Brahma memang memiliki kebijaksanaan tinggi. Namun struktur biologis dan kondisi alam mereka tidak memungkinkan untuk mengembangkan pikiran sampai melebihi kemampuan manusia. Makhluk Peta (hantu), Asura (jin) dan Niraya (penghuni neraka) bahkan tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan kebijaksanaannya, terlebih lagi Makhluk Tiracchana (hewan).

Sedikit pembahasan, yang membuat manusia beranggapan bahwa hewan itu tidak memiliki "jiwa", "roh" atau "pribadi", adalah cara hidupnya. Cara hidup hewan adalah berpikir dengan instingnya. Insting adalah artian dari berpikir instan dan sederhana. Hewan itu hidup hanya dengan memikirkan nafsu-nafsunya, melampiaskan nafsu-nafsunya, dan mempertahankan nafsu-nasfunya. Mereka hanya hidup untuk mencari makan, bermain, bertualang dalam habitatnya, kawin, membela diri atau bertengkar untuk merebut sesuatu, serta bertahan dan melindungi diri dari perubahan alam ataupun serangan lainnya. Cara hidup mereka yang berdasarkan insting inilah yang sering dianggap manusia bahwa mereka tidak bisa berpikir, tidak punya pikiran, atau bahkan hidup mereka memang sudah "terprogram" oleh Tuhan. Perbedaan kualitas pikiran inilah yang menjadikan manusia menjadi sangat mulia di antara makhluk-makhluk lainnya.

Dari pikiran maka seseorang dapat menitikkan air matanya. Dari pikiran maka seseorang dapat diumbar nafsunya. Dari pikiran maka seseorang dapat dipancing emosinya. Dari pikiran seseorang maka hormon pun dapat dihasilkan oleh kelenjar di dalam tubuhnya. Dan dalam kenyataan sesungguhnya, dari pikiranlah maka jantung, paru-paru, darah dan segala organ tubuh kita dapat bekerja! Dalam konsep ilmu kebatinan, dari pikiranlah maka semua kekuatan gaib yang sudah kita miliki sejak lahir dapat dikembangkan dan diasah. Sudah jelas kiranya bahwa pikiran memang yang menggerakkan dunia!

Yang pertama kita harus mengerti dengan baik bahwa "manas" bukanlah "jiwa" atau "roh" sebagai lawan dari badan jasmani. Ia juga sebuah indera layaknya seperti indera-indera lainnya. Manas dapat dikendalikan dan dikembangkan seperti indera lainnya. Masing-masing indera hanya memegang satu peranan bagi sang makhluk untuk mengenali dunianya. Contohnya : kita dapat melihat warna dengan mata, dan bukannya dapat melihat suara dengan mata. Semua objek indera yang dapat langsung kita rasakan di dunia ini (seperti wujud, suara, bebauan, rasa dan bentuk) hanyalah sebagian dari isi dunia ini. Begitu pula gagasan, pikiran dan konsepsi. Mereka juga bagian dari dunia ini, dan mereka hanya dapat dirasakan oleh indera batin (pikiran).

Harus disadari bahwa pikiran dan gagasan tidaklah berdiri sendiri. Pada hakikatnya mereka tergantung kepada dan timbul oleh pengalaman. Seorang yang dilahirkan buta tidak mempunyai ide (gambaran) tentang warna, kecuali melalui perbandingan gerak udara maupun suara yang dihasilkan dari warna-warna tersebut. Dengan demikian, pikiran (yang jika mengolah suatu objek dapat menimbulkan bentuk perasaan atau vedana) adalah salah satu dari keenam indera kita yang dapat dikendalikan, dikekang, dan diarahkan ke jalan menuju kesucian.


(3)Kegemaran kepada pencerapan (sannakkhandha)
Seperti dengan perasaan, pencerapan pun terdiri dari enam jenis yang berhubungan dengan indera kita dengan objeknya masing-masing. Pencerapan juga terjadi karena indera kita mengadakan kontak dengan dunia luar, baik yang merupakan objek fisik maupun objek mental.

(4)Kegemaran kepada bentuk-bentuk pikiran (samkharakkhanda)
Kelompok ini mencakup semua kegiatan "kehendak" kita, atau yang dikenal dalam masyarakat umum dengan sebutan kamma (perbuatan atau action). Untuk berbuat sesuatu pada umumnya semua makhluk akan terlebih dahulu berkehendak. Kehendak (cetana) adalah satu bentuk kegiatan mental. Kegiatan inilah yang mengarahkan pikiran kita untuk berbuat baik, berbuat buruk, ataupun berbuat netral. Seperti perasaan dan pencerapan, kehendak ini juga terdiri dari enam jenis yang berhubungan    dengan keenam indera kita dengan objeknya masing-masing. Perasaan dan pencerapan bukan merupakan perbuatan, karenanya mereka tak akan menghasilkan buah kamma (akibat). Namun kegiatan kehendak yang dapat menimbulkan buah-kamma, misalnya :
   - manasikara – perhatian
   - chanda – keinginan untuk berbuat
   - adhimokkha ¬– ketetapan hati
   - saddha – keyakinan
   - samadhi – semedi
   - panna – kebijaksanaan
   - viriya – semangat
   - raga ¬– hawa nafsu
   - patigha – rasa dengki
   - avijja – ketidaktahuan
   - mana – keangkuhan
   - sakkayaditthi – ide tentang "Aku" yang kekal dan terpisah dari jasmani maupun batin
   Semuanya terdapat 52 kegiatan mental yang dapat digolongkan dalam kelompok ini.

(5)Kegemaran kepada kesadaran (vinnanakkhandha)
Kesadaran adalah reaksi yang mempunyai dasar salah satu dari keenam indera kita dengan objeknya masing-masing. Sebagaimana halnya dengan perasaan, pencerapan dan kehendak, kesadaran    pun terdiri atas enam jenis yang berhubungan dengan keenam indera kita yang mengadakan kontak dengan objeknya masing-masing.

Kesadaran (vinnana) bukanlah "jiwa", "Roh" atau "Aku". Banyak yang menganggap bahwa kesadaran yang samalah yang keluar dan masuk berkeliling, sesuatu yang melakukan, yang merasakan dan yang mengawali dari semua perbuatan. Vinnana berarti kesadaran atau juga disebut dengan citta. Keberadaannya dapat kita analisa ketika kita menyadari bahwa batin kita telah menangkap suatu rangsangan ketika anggota tubuh kita berhubungan dengan sesuatu, misalnya:
- terjadi kontak antara mata dengan suatu bentuk
- terjadi kontak antara jasmani dengan sentuhan
- terjadi kontak antara telinga dengan suara
- terjadi kontak antara hidung dengan bau-bauan
- terjadi kontak antara pikiran dengan situasi

Pancakkhandha ini jika bekerjasama dalam satu kombinasi sebagai "satu mesin physio-psychologic", maka kita akan mendapatkan ide tentang "Aku" itu. Namun ini adalah ide palsu. Maksudnya kalimat awal tadi hanyalah memberi info bahwa "Aku" itu adalah pancakkhandha yang berkerja bersama dalam mengarungi kehidupan. Dalam proses tumimbal lahir selanjutnya, pancakkhandha ini juga akan berubah dan menjadi orang (makhluk) lain. Namun orang (makhluk) lain itu tidak bukan sebenarnya adalah akibat dari makhluk sebelumnya. Atau dengan kata lain mereka berdua itu berbeda, namun bukanlah orang (makhluk) yang berbeda.
"Hanya penderitaan yang ada, namun tak dapat dijumpai si penderita"
"Perbuatan yang ada, tetapi tak ada si pembuat"


Tak ada penggerak yang bergerak di belakang pergerakan itu, yang ada hanyalah pergerakan itu sendiri. Penghidupan ini bukan bergerak, namun penghidupan itu sendiri merupakan pergerakkan. Keduanya bukanlah hal yang berbeda. Dengan kata lain, tak terdapat si pemikir di belakang pikiran. Pikiran itu sendirilah yang berpikir.

Nevada

#57
[at] sukma

Quote"Suatu hari adalah seorang pertapa yang bernama Vacchagotta mengunjungi Sang Buddha untuk menanyakan beberapa hal penting. Dia bertanya kepada Sang Buddha, "Apakah atta itu ada?" Sang Buddha diam. Kemudian, dia bertanya kembali, "Apakah atta itu tidak ada?" Namun Sang Buddha tetap diam. Setelah Vacchagotta berlalu, Sang Buddha menjelaskan kepada Ananda, mengapa Ia telah bersikap diam. Sang Buddha menjelaskan bahwa Ia mengetahui Vacchagotta sedang mengalami kebingungan tentang atta, dan jika Ia menjawab bahwa atta itu ada, berarti Ia mengajarkan paham eternalistik, teori jiwa yang kekal, yang tidak Ia setujui. Namun, bila Ia menjawab bahwa atta itu tiada, maka Vacchagotta akan berpikir Sang Buddha mengajarkan paham nihilistik, paham yang mengajarkan bahwa makhluk hidup hanyalah suatu organisme batin-jasmani yang akan musnah total setelah kematian."

Justru dalam ilmu pengetahuan, anatta adalah sejalan dengan penemuan ilmiah. Kisah di atas menunjukkan sikap Sang Buddha dalam menanggapi pertanyaan akan keberadaan atta. Tanggapan Sang Buddha itu mirip dengan jawaban Robert Oppenheimer, seorang ahli Fisika, yang menyatakan :

" Apabila kita bertanya apakah kedudukan elektron tetap sama, kita harus menjawab 'tidak'. Apabila kita bertanya apakah kedudukan elektron berubah beberapa waktu kemudian, kita harus menjawab 'tidak'. Bila kita bertanya apakah electron bergerak, kita juga harus menjawab 'tidak'.

Dalam iptek, konsep anatta adalah selaras. Semua orang yang telah melihat teori dan fakta bahwa di dunia ini adalah paduan atom2 seharunya tidak menyanggah kalau 'makhluk' pun tersusun dari atom2 itu. Dalam konsep kedokteran, pemakaian kata "jiwa" dimaksudkan akan "suatu keberadaan yang mendukung kelangsungan fisik, yang dikenal juga dalam istilah mental atau psikis". Saya tidak pernah mendengar ilmu kedokteran menemukan fakta keberadaan 'roh'.


ryu

Keberadaan roh dialam Peta kali yang ada mah :)
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Nevada

[at] ryu

kalau itu mah yang sering disebut oleh orang awam sebagai 'roh gentayangan'  ;D