Kepada Kainyn_Kutho, hatRed,
hendrako markosprawira
upasaka, tolong saya siapkan makalah ini sesudh reply ini kita baru bahas.
Lanjutan hubungan jiwa – badan dan pengamatan indriawi.
[at] sukma : saya hanya ingin menambahkan bhw selama anda masih berpegang pada adanya JIWA yg kekal dan asumsi adanya "mahluk" yg itu2 juga tapi pindah antar kehidupan, selama itu pula anda ga akan mengerti mengenai proses kelahiran - kematian dalam Buddhism . Khusus pesan dari Karkos akan saya amati.
Sentuhan suatu titik kecil pada kulit di reply kemarin bukan tidak ketahuan oleh jiwa, atau tidak tersembunyi bagi jiwa, menjadi penting baginya untuk menerangkan seluruh pengamatan indriawi. Proses pengamatan indriawi ini berlangsung karena ada kerja sama antara pengaruh obyek dari luar pada indra yang bersangkutan dan perhatian yang hidup atau barangkali boleh dikatakan kesiapsiagaan jiwa dalam badan. Karena kesiapsiagaan itu suatu perubahan dalam salah satu organ indra yang diakibatkan oleh salah satu obyek bukan tidak ketahuan oleh jiwa ; dan harus ditambah bahwa perbuatan itu bukan tidak ketahuan langsung, dan tidak melalui pengaruh dari suatu yang lain.
Ambil contoh yang berikut ini ;
Kita melihat asap, maka kita berkesimpulan, bahwa ada apinya. Tentu saja adanya asap itu kita ketahui melalui indra penglihat, dan tentang adanya api itu juga dapat dikatakan bahwa kita mengetahuinya melalui indra penglihat. Tetapi, untuk mengetahui adanya asap sudah cukup organ penglihat itu dipengaruhi dan diubah, perubahan yang dari dirinya sendiri diketahui oleh jiwa, sedangkan tentang api itu pengenalan tidak sama langsung, karena selaian perubahan dalam organ indra diperlukan juga suatu Penalaran Raional, yang menimbulkan kesimpulan, bahwa jikalau ada asap, maka mesti ada api juga yang mengakibatkan asap tersebut.
Jadi, untuk kedua jenis pengenalan itu perubahan dalam organ –oleh pengarug asap- adalah suatu syarat yang perlu terpenuhi. Tetapi untuk pengenalan jenis yang pertama terpenuhinya syarat itu sudah cukup juga, agar kesiapsiagaan jiwa terhadapnya diaktifkan, sedangkan untuk jenis pengenalan yang kedua, syarat itu belum cukup untuk menghasilkan dalam jiwa pengenalan tentang adanya api, karena untuk itu selain
Perubahan dalam organ dan kesiapsiagaan jiwa masih diperlukan juga : Penalaran Rasional.
Dan perbedan antarakedua jenis pengenalan itu memperlihatkan bahwa dan mengapa jenis pengenalan yang pertama adalah “Pengamatan Indrawi”, dan jenis pengenalan yang kedua adalah “Pengenalan Rasional”. Seluruh perbedaan antara kedua jenis pengenalan itu ialah bahwa pengenalan indrawi adalah suatu perubahan dalam organ badani yang dari dirinya sendiri bukan tidak ketahuan oleh jiwa, sedangkan pengenalan rasional sebagai titik tolak dapat memakai pengenalan indrawi, tetapi atas tingkatnya sendiri antara perubahan dalam organ badani dan timbulnya pengenalan harus menyisipkan Keaktifan Rasio.
Singkatnya ; pengamatan indrawi bukan suatu keaktifan badan melainkan suatu keaktifan jiwa yang memakai badan.
Sdr. Sukma yang berjiwa besar...
Tidak usah terburu2, pekerjaan Anda juga penting. Kita bisa mendiskusikan thread2 Anda dengan santai. OK, saya akan menanggapi postingan Anda yg diquote itu...
Saya sepertinya sudah cukup mengerti mengenai konsep Pengamatan Indrawi dan Pengenalan Rasional yang Anda jelaskan. Sebagai bahan perbandingan, Konsep Pengamatan Indrawi itu mungkin dikenal dalam Buddhisme sebagai Kesadaran Indera. Sedangkan Konsep Pengenalan Rasional itu mungkin sejalan dengan Konsep Pencerapan, Gagasan dan Konsepsi di Buddhisme...
Bagaimana cara kerja indera mengenal objek luar?Kesadaran adalah reaksi yang mempunyai dasar salah satu dari
keenam indera* kita dengan objeknya masing-masing. Sebagaimana halnya dengan perasaan, pencerapan dan kehendak, kesadaran pun terdiri atas enam jenis yang berhubungan dengan keenam indera kita yang mengadakan kontak dengan objeknya masing-masing. Perlu ditekankan kali ini, yang disebut indera itu adalah alat di tubuh kita yang berfungsi untuk mengenali dunia luar, untuk mengenali objeknya masing-masing. Jadi salah besar kalau ada orang yang mampu 'menebak' sesuatu dengan tepat, maka kemampuan itu diberi nama sebagai “indera”. Kemampuan seperti itu lebih layak disebut sebagai insting, berpikir instan, sederhana dan sedikit keberuntungan.
Kembali ke pembahasan sebelumnya, Anda harus mengerti bahwa kesadaran tidak dapat mengenali objeknya. Kesadaran hanya merupakan kesadaran, yaitu kesadaran akan adanya objek. Misalnya kalau mata mendapatkan kontak (
phassa)dengan warna merah, kesadaran mata kita akan bangkit dan kita akan sadar akan adanya objek yang berwarna tersebut. Pada tingkat ini kesadaran belum mengenal apa-apa. Pada tingkat pencerapanlah maka kita dapat mengenal objek itu sebagai warna merah. Kesadaran mata hanya berarti bahwa satu bentuk atau objek telah terlihat. Begitu pula yang terjadi pada indera kita yang lain.
Kesadaran (
vinnana) bukanlah “jiwa”, “Roh” atau “Aku”. Banyak yang menganggap bahwa kesadaran yang samalah yang keluar dan masuk berkeliling, sesuatu yang melakukan, yang merasakan, yang hadir dan yang mengalami akibat dari semua perbuatan. Dengan kata lain teori ini menduplikatkan makna Roh dalam satu bentuk “kesadaran”. Teori ini sepenuhnya salah! Kenapa? Karena kesadaran itu timbul karena satu kondisi yang sesuai, dan tak ada kesadaran yang timbul tanpa kondisi. Kesadaran diberi nama dari kondisi yang menimbulkannya. Oleh karena ada mata dan objek yang terlihat oleh mata, maka timbullah kesadaran yang diberi nama “kesadaran mata”. Demikian pula kesadaran-kesadaran lain yang dikondisikan indera-indera lainnya.
Sebagai contoh, kesadaran mata dikondisikan oleh :
- adanya indera penglihatan
- adanya objek wujud (objek indera penglihatan)
- adanya media cahaya yang mendukung
- adanya perhatian (kesiagaan indera)
Tanpa salah satu kondisi itu terpenuhi, maka tidak akan ada kesadaran mata (penglihatan), sehingga tidak memungkinkan untuk diteruskan ke tingkat pencerapan.
NB : * enam indera (salayatana -> mata, telinga, hidung, lidah, kulit dan pikiran)Bagaimana menurut Anda Sdr. Sukma...?