News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu

Abhidhamma & vipassana

Started by hudoyo, 29 July 2008, 09:45:38 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

morpheus

mahabuddhavamsa adalah buku karangan mingu sayadaw dari burma pada abad ke-20.
sudah tentu isinya merupakan opini dan komentar beliau terhadap sutta2 dari sudut pandang burmese buddhism yg kental dengan teori2 abhidhamma dan penafsiran agama buddha orthodox. orang2 banyak menyebut mahabuddhavamsa sebagai "kitab komentar burmese". cmiiw hasil googling saya ini.

suttanya sendiri tercatat di tipitaka dengan singkat:
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/kn/ud/ud.1.10.than.html
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

K.K.

Quote from: dilbert on 22 August 2008, 09:15:15 AM
...
Bagaimana pendapat rekan rekan semua tentang adanya persepi bahwa Bahiya Sutta merupakan tuntunan vipasana "tanpa usaha" ??

Seperti saya katakan sebelumnya, mungkin definisi "usaha" yang dipakai itu berbeda. Harus dilihat dulu konteksnya bagaimana. Kalau definisi "usaha"-nya itu tidak diuraikan, tidak akan ketemu permasalahannya di mana.

K.K.

Quote from: morpheus on 22 August 2008, 09:32:13 AM
mahabuddhavamsa adalah buku karangan mingu sayadaw dari burma pada abad ke-20.
sudah tentu isinya merupakan opini dan komentar beliau terhadap sutta2 dari sudut pandang burmese buddhism yg kental dengan teori2 abhidhamma dan penafsiran agama buddha orthodox. orang2 banyak menyebut mahabuddhavamsa sebagai "kitab komentar burmese". cmiiw hasil googling saya ini.

suttanya sendiri tercatat di tipitaka dengan singkat:
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/kn/ud/ud.1.10.than.html


Khotbahnya sendiri tidak terlalu singkat karena menguraikan 6 landasan indriah dan objeknya. Tetapi, konon Bahiya mencapai Arahatta bahkan sebelum khotbah itu selesai diuraikan.
Untuk komentar dan pendapat, biarkan semua dengan pilihan masing2. Jangan "diusik" dengan yang mana yang "lebih tua" ataupun "lebih asli". Tidak akan ketemu juga pembahasannya.


dilbert

Quote from: morpheus on 22 August 2008, 09:32:13 AM
mahabuddhavamsa adalah buku karangan mingu sayadaw dari burma pada abad ke-20.
sudah tentu isinya merupakan opini dan komentar beliau terhadap sutta2 dari sudut pandang burmese buddhism yg kental dengan teori2 abhidhamma dan penafsiran agama buddha orthodox. orang2 banyak menyebut mahabuddhavamsa sebagai "kitab komentar burmese". cmiiw hasil googling saya ini.

suttanya sendiri tercatat di tipitaka dengan singkat:
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/kn/ud/ud.1.10.than.html


ketika ada buddha orthodox, berarti ada lawannya donk... buddhisme modern ??
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

dilbert

Quote from: morpheus on 22 August 2008, 09:32:13 AM
mahabuddhavamsa adalah buku karangan mingu sayadaw dari burma pada abad ke-20.
sudah tentu isinya merupakan opini dan komentar beliau terhadap sutta2 dari sudut pandang burmese buddhism yg kental dengan teori2 abhidhamma dan penafsiran agama buddha orthodox. orang2 banyak menyebut mahabuddhavamsa sebagai "kitab komentar burmese". cmiiw hasil googling saya ini.

suttanya sendiri tercatat di tipitaka dengan singkat:
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/kn/ud/ud.1.10.than.html


"Then, Bahiya, you should train yourself thus: In reference to the seen, there will be only the seen. In reference to the heard, only the heard. In reference to the sensed, only the sensed. In reference to the cognized, only the cognized. That is how you should train yourself. When for you there will be only the seen in reference to the seen, only the heard in reference to the heard, only the sensed in reference to the sensed, only the cognized in reference to the cognized, then, Bahiya, there is no you in terms of that. When there is no you in terms of that, there is no you there. When there is no you there, you are neither here nor yonder nor between the two. This, just this, is the end of stress."
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Semit

#530
Mahabuddhavamsa disusun dengan bersumber dari Tipitaka, tentunya Tipitaka diakui oleh Buddhist sebagai catatan sejarah yang dapat diandalkan, penulisnya mengurutkan isi dari Tipitaka secara kronologis agar lebih mudah dipahami oleh pembaca. dan pada setiap kisah yang terdapat dalam buku itu juga dicantumkan rujukan Sutta, jadi sama sekali bukan rekayasa dari sang penulis.

Sumedho

benar sekali kata bro kainyn, definisi "usaha" itu apa dulu nih. Apakah train/berlatih itu usaha? apakah mengamati itu usaha? apakah itu usaha?
There is no place like 127.0.0.1

morpheus

Quote from: Kainyn_Kutho on 22 August 2008, 09:36:53 AM
Khotbahnya sendiri tidak terlalu singkat karena menguraikan 6 landasan indriah dan objeknya. Tetapi, konon Bahiya mencapai Arahatta bahkan sebelum khotbah itu selesai diuraikan.
Untuk komentar dan pendapat, biarkan semua dengan pilihan masing2. Jangan "diusik" dengan yang mana yang "lebih tua" ataupun "lebih asli". Tidak akan ketemu juga pembahasannya.
saya setuju bang kainyn.

maaf saya lupa quote. di atas saya menanggapi kata2:
"Tuntunan vipasanna (kalau boleh dikatakan begitu), kelihatannya lebih mendetail di sumber ini dibandingkan dengan sumber lainnya."

jelas saja mendetail karena itu merupakan kitab komentar, di komentar sesuai dengan opini penulisnya.
kata kuncinya adalah komentar / opini, bukan adu tua2an...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

K.K.

Quote from: Sumedho on 22 August 2008, 10:38:13 AM
benar sekali kata bro kainyn, definisi "usaha" itu apa dulu nih. Apakah train/berlatih itu usaha? apakah mengamati itu usaha? apakah itu usaha?

Untuk "memperkeruh suasana", dalam Ogha-tarana Sutta (Samyutta Nikaya), Buddha mengatakan "menyeberang dengan tidak mendorong dan tidak berdiam di tempat". Jadi sebetulnya "harus pakai usaha" atau "harus tidak pakai usaha" juga sudah keliru.  ;D



Quote from: morpheus on 22 August 2008, 10:55:38 AM
...
maaf saya lupa quote. di atas saya menanggapi kata2:
"Tuntunan vipasanna (kalau boleh dikatakan begitu), kelihatannya lebih mendetail di sumber ini dibandingkan dengan sumber lainnya."

jelas saja mendetail karena itu merupakan kitab komentar, di komentar sesuai dengan opini penulisnya.
kata kuncinya adalah komentar / opini, bukan adu tua2an...
Ya, komentar itu diberikan berdasarkan background masing2 penulis. Kalau background-nya banyak Abhidhamma, jadi komentarnya memang dipengaruhi dengan Abhidhamma. Kadang juga komentar memberikan "kemungkinan alternatif" dari satu penafsiran. Jadi silahkan kita masing2 yang memilih saja, karena sebetulnya benar atau tidak, ga ada yang tahu.  :)


dilbert

oh ya... sering dikatakan dengan meditasi bisa mencapai kanikha samadhi. kondisi yang bagaimana kanikha samadhi ? apakah "keheningan" ? atau tidak bisa dijelaskan dengan "kata-kata" ?
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

gembusmetta

Quote from: Kainyn_Kutho on 22 August 2008, 09:32:46 AM
Seperti saya katakan sebelumnya, mungkin definisi "usaha" yang dipakai itu berbeda. Harus dilihat dulu konteksnya bagaimana. Kalau definisi "usaha"-nya itu tidak diuraikan, tidak akan ketemu permasalahannya di mana.

Saya sih sreg dengan definisi Anda sendiri, yang ini:
Quote from: Kainyn_Kutho on 22 August 2008, 08:46:30 AM
....Yang dimaksud usaha itu adalah mengkondisikan suatu pelepasan atau pelekatan/penolakan terhadap sesuatu.

Mengenai "kentut", jangan disamakan istilah usaha dalam fisika. 

So, sesuai definisi itu, "kentut" enggak termasuk kegiatan "dengan usaha", kan?  :)

Saya sama sekali enggak membicarakan kentut dalam konteks fisika.

Kentut adalah sebuah realita sehari-hari. Kentut tak ada bedanya dengan obyek lain seperti tubuh, teman, ayah, ibu, bunga, langit, pohon, hewan, bahkan agama, dst, dsb. Hayo, siapa yang berani memastikan bahwa "kentut" tak termasuk "obyek-obyek" sebagaimana wejangan Sang Budha terhadap Bahiya?

Bedanya, terhadap kebanyakan obyek lain itu kita "melekat", sedangkan terhadap kentut tidak. Kita tak pernah secara khusus latihan agar tak perlu melekat pada kentut, tapi sibuk latihan dengan bermacam konsep dan metode agar tak melekat pada obyek-obyek lain.

Satu lagi, ini pertanyaan pribadi yang sejak dulu menganggu saya. Mumpung diingatkan oleh posting berikut, saya mohon petunjuk:

Quote from: dilbert on 22 August 2008, 09:11:15 AM

"....Tidak-munculnya batin-dan-jasmani baru adalah akhir dari kotoran yang merupakan dukkha dan akhir dari kelahiran kembali yang merupakan dukkha."Demikianlah Buddha membabarkan Dhamma yang memuncak pada Pelenyapan tertinggi atau NibbĂ na di mana tidak ada lagi unsur-unsur kehidupan (khandha) tersisa.

Mengapa Buddha yang sudah mencapai nibbana masih menganggap kekotoran merupakan dukkha dan kelahiran kembali juga dukkha? Apakah itu bukan berarti Buddha melekat pada "batin yang bersih" dan melekat pada "ketidaklahiran kembali"?

_/\_







Hendra Susanto

QuoteMengapa Buddha yang sudah mencapai nibbana masih menganggap kekotoran merupakan dukkha dan kelahiran kembali juga dukkha? Apakah itu bukan berarti Buddha melekat pada "batin yang bersih" dan melekat pada "ketidaklahiran kembali"?

hayolohhhh...

^-^ ^-^

K.K.

Quote from: dilbert on 22 August 2008, 12:08:43 PM
oh ya... sering dikatakan dengan meditasi bisa mencapai kanikha samadhi. kondisi yang bagaimana kanikha samadhi ? apakah "keheningan" ? atau tidak bisa dijelaskan dengan "kata-kata" ?

Ada dijelaskan sama fabian c, coba lihat reply #511.



Quote from: gembusmetta on 22 August 2008, 12:43:54 PM
So, sesuai definisi itu, "kentut" enggak termasuk kegiatan "dengan usaha", kan?  :)

Saya sama sekali enggak membicarakan kentut dalam konteks fisika.

Kentut adalah sebuah realita sehari-hari. Kentut tak ada bedanya dengan obyek lain seperti tubuh, teman, ayah, ibu, bunga, langit, pohon, hewan, bahkan agama, dst, dsb. Hayo, siapa yang berani memastikan bahwa "kentut" tak termasuk "obyek-obyek" sebagaimana wejangan Sang Budha terhadap Bahiya?

Bedanya, terhadap kebanyakan obyek lain itu kita "melekat", sedangkan terhadap kentut tidak. Kita tak pernah secara khusus latihan agar tak perlu melekat pada kentut, tapi sibuk latihan dengan bermacam konsep dan metode agar tak melekat pada obyek-obyek lain.

Quote from: gembusmetta on 21 August 2008, 05:31:07 PM
Hampir saban hari kita kentut, tapi tak pernah perlu berusaha untuk kentut, kan? Kentut adalah contoh kegiatan tanpa usaha...

Dalam konteks dhamma, usaha (vayama) yang benar adalah mengusahakan hal-hal baik yang sudah ada tetap ada, dan memunculkan hal baik yang belum ada; mengusahakan hal-hal buruk yang sudah ada dihilangkan, dan yang belum ada supaya jangan sampai ada.
Dalam mengembangkan bathin, 'kentut' hanyalah sebuah objek netral, tidak berkenaan dengan usaha. Yang bisa diusahakan adalah gerak pikiran terhadap 'kentut' itu sendiri.

Kalo dalam bio-fisika, 'kentut' atau fungsi otomatis lain seperti nafas, memang tidak diusahakan, karena otomatis terjadi karena perbedaan tekanan antara dalam dan luar, diatur oleh saraf parasimpatik yang tidak lewat proses otak. Namun secara fisika, itu pun ada usaha (Work)-nya karena ada perpindahan objek oleh energi. Jadi tergantung konteksnya, definisinya bisa berubah.


QuoteSatu lagi, ini pertanyaan pribadi yang sejak dulu menganggu saya. Mumpung diingatkan oleh posting berikut, saya mohon petunjuk:
...
Mengapa Buddha yang sudah mencapai nibbana masih menganggap kekotoran merupakan dukkha dan kelahiran kembali juga dukkha? Apakah itu bukan berarti Buddha melekat pada "batin yang bersih" dan melekat pada "ketidaklahiran kembali"?
Mengapa orang yang telah terlepas dari pengaruh obat2an terlarang mengatakan bahwa kecanduan narkoba itu adalah penderitaan?
Apa berarti dia masih melekat padanya? 


Sumedho

Quote

Untuk "memperkeruh suasana", dalam Ogha-tarana Sutta (Samyutta Nikaya), Buddha mengatakan "menyeberang dengan tidak mendorong dan tidak berdiam di tempat". Jadi sebetulnya "harus pakai usaha" atau "harus tidak pakai usaha" juga sudah keliru.
Kalau ini sih sudah jelas, konteksnya menyebrang banjir/sungai itu adalah nafsu keinginan.
Beliau tidak menerjang (dalam artian membenci atau mengutuk dkk) ataupun berdiam didalamnya (memuaskan nafsu), tapi dengan melepas.

tentang samma vayama ini ada contekan dikit
Quote from: http://dhammacitta.org/tipitaka/sn/sn45/sn45.008.than.html
"Dan apakah, para bhikkhu, usaha benar? (i) Dimana seorang bhikkhu memunculkan keinginan, usaha keras, bersiteguh, menegakkan & mempertahankan kehendaknya untuk tidak memunculkan hal buruk, kualitas tidak terampil yang belum muncul. (ii) Dia memunculkan keinginan, usaha keras, bersiteguh, menegakkan & mempertahankan kehendaknya untuk meninggalkan hal buruk, kualitas yang tidak terampil yang telah muncul. (iii) Dia memunculkan keinginan, usaha keras, bersiteguh, menegakkan & mempertahankan kualitas terampil yang belum muncul. (iv) Dia memunculkan keinginan, usaha keras, bersiteguh, menegakkan & mempertahankan kehendaknya untuk mempertahankan, mengerti, menambah, memperbanyak, mengembangkan, & mengumpulkan kualitas terampil yang telah muncul: Ini, para bhikkhu, yang disebut usaha benar.

QuoteMengapa Buddha yang sudah mencapai nibbana masih menganggap kekotoran merupakan dukkha dan kelahiran kembali juga dukkha? Apakah itu bukan berarti Buddha melekat pada "batin yang bersih" dan melekat pada "ketidaklahiran kembali"?
Ini sering kali terjadi dimana kata "melekat" itu digunakan pada tempat yg tidak tepat. Semua hal dikatakan melekat. Makan melekat, minum melekat, nonton melekat. Nafas melekat.
IMO sih yg lebih tepat melekat itu dipakai pada esensinya, pemuasan indria, pandangan salah tentang atta dan latihan.


There is no place like 127.0.0.1

K.K.

Quote from: Sumedho on 22 August 2008, 01:35:19 PM
Quote
Untuk "memperkeruh suasana", dalam Ogha-tarana Sutta (Samyutta Nikaya), Buddha mengatakan "menyeberang dengan tidak mendorong dan tidak berdiam di tempat". Jadi sebetulnya "harus pakai usaha" atau "harus tidak pakai usaha" juga sudah keliru.
Kalau ini sih sudah jelas, konteksnya menyebrang banjir/sungai itu adalah nafsu keinginan.
Beliau tidak menerjang (dalam artian membenci atau mengutuk dkk) ataupun berdiam didalamnya (memuaskan nafsu), tapi dengan melepas.
Itu dia. Kalau tidak dijelaskan detailnya, maka orang bisa salah paham mengenai satu metoda, melihatnya sebagai "mendorong" (dengan usaha) dan di lain pihak orang bisa melihat itu sebagai "diam di tempat" (tanpa usaha).