[...]
Dalam aturan 227 PATIMOKKHA SIKKHAPADA – PERATURAN KE-BHIKKHUAN
bagian Patticiya, sang Buddha bahkan melarang Bhikku untuk merusak tanaman :Dan Buddha juga melarang Bhikku berpindapatta saat musim hujan karena takut merusak tanaman.
Bagaimana mungkin seorang Buddha yang bahkan melarang Bhikku memetik tanaman tapi mengizinkan untuk makan daging. Sudah jelas dalam airan theravada Buddha mengatakan mengizinkan makan daging dengan 3 kondisi, yaitu jika tidak mengetahui-nya. Namun zaman sekarang di restoran-restoran sudah jelas kita tahu asal daging itu dari mana kita bisa melihat jelas mayat daging babi dan daging bebek digantung , tapi kita mencari alasan untuk pemuasan nafsu mulut kita, tidak hanya sekedar kenyang. Toh kita bayar dengan uang, dengan demikian pilihan ada di tangan kita.
Kalo di restoran, misalnya ada jual ikan segar. Nah, nanti ikan itu kita pilih, lalu dibunuh dan dimasak untuk kita. Itu keliatan jelas, kita beli makanya ikan itu dibunuh.
Tapi ada juga restoran yang sediakan ikan yang memang sudah dalam keadaan mati. Kita beli atau ga beli, ga ada efeknya buat ikan itu karena ikan itu memang sudah mati.
Lalu saya mau bahas yang dibold. Maksudmu, mencari-cari alasan gimana? kalo misalnya saya datang ke restoran pertama, lalu saya mengatakan bahwa saya tidak bersalah, karena toh saya hanya pilih ikannya. Si tukang masaknya yang ketok kepala si ikan sampe mati.. Nah itu baru namanya cari alasan.
Sutra Surangama:
Tujuan mempraktekkan Dhyana dan upaya mencapai Samadhi adalah membebaskan diri dari penderitaan. Tetapi dalam perjuangan melepaskan diri dari penderitaan kita sendiri, bagaimana kita telah menjadi penyebab penderitaan bagi makhluk lain? Jika engkau tidak mengontrol pikiranmu hingga pikiran tentang hal-hal tak baik dan pembunuhan menjadi menjijikkan, maka engkau tak akan pernah terbebas dari belenggu dunia... Setelah aku mencapai Parinirvana maka dalam kalpa terakhir berbagai setan iblis akan bermunculan menipu orang dan mengajarkan bahwa mereka boleh makan daging dan masih dapat mencapai pencerahan... Bagaimana o seorang bikhu yang mendamba menyelamatkan makhluk yang tak terbatas jumlahnya menjadikan dirinya pemakan daging makhluk hidup lainnnya?
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa makan daging sama dengan membunuh makhluk hidup. Ini yang kurang pas. Seperti contoh saya di atas, tidak ada proses membunuh saat saya makan ikan yang sudah jadi bangkai di restoran. Saya beli atau tidak beli, ikan itu sudah memang mati.
Tidak ada yang melarang anda memakan bangkai ayam. Saya memiliki pendapat sama seperti seorang ibu hamil yang janin-nya keguguran, bolehkan janin yang sudah mati itu dimakan?
Jika melihat seorang tertabrak mobil, saya tidak berpikir ataupun ingin untuk memasak-nya, sama juga dengan ayam yang tertabrak mobil.
Jawab : Saya tidak akan memakan-nya.
Itu karena ga tega aja. Kamu berpikir: "daging ini (misalnya ikan), dulu adalah makhluk hidup yang menderita karena dibunuh". Karena berpikir begitu, makanya kamu ga tega memakannya.
Kalo kamu memutuskan untuk ga makan karena ga tega, ya sah-sah aja.
Tapi ada orang yang tidak berpikir seperti yang kamu pikirkan. Atau ia kepikiran tapi ia tau bahwa ia tidak memiliki cela dalam memakan makanan ini, lalu ia makan tanpa beban. Dan, apakah orang ini salah hanya karena ga ada perasaan "ga tega"? Nggak kan?