MMD (Meditasi Mengenal Diri)

Started by hudoyo, 18 April 2008, 05:58:17 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

hudoyo

Mas Andi Cahya pernah saya kirimi e-book, terjemahan "The Experience of No-Self" tulisan Bernadette Roberts, beberapa bulan yang lalu.

Baru-baru ini dalam sebuah emailnya ia menulis pernah mendapat kiriman e-book itu dari saya dalam bahasa Inggris. Saya jadi heran, karena yang saya kirimkan kepadanya adalah terjemahan yang saya buat ke bahasa Indonesia. Lagi pula, saya tidak punya e-book-nya dalam bahasa Inggris.

Karena penasaran, saya minta Mas Andi Cahya mengirimkan e-book itu kepada saya kembali. Tentu saja yang dikirimkannya itu terjemahan bahasa Indonesia yang pernah saya kirimkan kepadanya.

Mas Andi Cahya masih belum "ngeh" sampai saya menulis email berikut kepadanya: :D

"Mas Madman,

Yang Anda kirim ke saya itu terjemahan bhs Indonesia yg pernah saya kirim ke Anda. Kata Anda, Anda punya yang aslinya. :D

Salam,
hudoyo"

Barulah datang jawaban berikut dari Mas Andi Cahya; hehe ... aneh bin ajaib, ya. :D

"-aduh... bener donk.. itu bahasa indonesia... ampun deh pak hud.. saya tidak mengerti.. ini aneh bgt..
-dulu saya bacanya bahasa ingris.. pak hud.. pacar saya juga bacanya bahasa ingris...
-hauahauahu... ampun deh pak hud.. saya nda bisa ngomong apa-apa.. cuma minta maaf.. semuanya udah, saya cek sampai ke recycle bin udah saya cek.. dan tidak ada buku bernadete robert versi ingris..
-berarti selama 2-3 bulan ini saya dan pacar saya tertipu oleh pikiran....
-tadi saya baca lagih bukunya... aneh banget.. saya seperti belum pernah baca buku itu.. kalau ingat pun.. hanya dalam bahasa ingrisnya...

-hehehe.. jadinya mo saya baca lagih bukunya dari awal...
-padahal saya baca.. udah hampir selesai... dalam beberapa kali kesempatan... selama ini saya baca apa ya???
-haaa.. mungkin saya sudah gila.. hehehehe...

terima kasih pak hud atas perhatiannya... pelajaran hari ini sangat berharga.. betapa ingatan itu tidak bisa dipercaya.. bahkan di tempat yang sepertinya tidak mungkin salah... semuanya jadi sangat mungkin...

madman,"

hudoyo

#646

Quote from: andicahya
-hmmm... dulu sidharta gautam.. memilih keluar dari istana dan meninggalkan tahtanya karena keinginan... hasil akhirnya, dia menjadi budha...
-hmmm... walaupun setelah tercerahkan, akhirnya sidharta menyadari bahwa bahkan dalam istanapun pencerahan dapat di capai.. tapi kita tidak bisa menutup mata bahwa keinginan juga lah yang ikut berperan melahirkan sang budha :D

Mas Madman,

Mungkin ini perlu direnungkan lebih dalam ...
Benarkah 'keinginan untuk bebas' ikut berperan menghasilkan 'kebebasan'? ...
Bila 'kebebasan' itu dihasilkan oleh 'keinginan untuk bebas', maka 'kebebasan' itu terkondisi, 'kebebasan' itu menjadi produk dari 'hukum sebab-akibat'. ... Betulkah demikian?

Menurut saya, yang terjadi adalah: bila 'keinginan untuk bebas' itu sendiri disadari ... sehingga berhenti dengan sendirinya ... di situlah muncul 'kebebasan' itu tanpa diinginkan. ...

'Kebebasan' itu muncul bila orang tidak melekat lagi pada 'keinginan untuk bebas'. ...

Jadi, ini berbeda sekali dengan orang yang menginginkan sebuah rumah mewah, terus mendapatkan rumah mewah (seperti dalam "The Secret") :D ... itu belum selesai, dan tidak akan pernah selesai, selama orang tidak memahami keinginannya sendiri.

Salam,
semar

==================================
ANDI CAHYA:

-heuehueheu... iyah om, saya mengerti :)
-betul bgt om, bebas itu justru keluar dari sebab-akibat, karenanya saya tulis "berperan", bukan menjadi sebab.. dan Sidharta sendiri, menyadari bahwa dalam istana pun pencerahan dapat dicapai - artinya: pencerahan Sidharta itu tidak disebabkan oleh keinginan untuk bebas.. hehehehe....
-sebenarnya, saya menuliskan keinginan yang satu "berperan" melahirkan budha tujuannya agar teman-teman mengerti, bahwa keinginan pun merupakan bagian dari kehidupan sidharta.. hehehe.... bahwa sidharta itupun dulunya pernah memiliki keinginan.. dan tidak ada yang salah dengan hal itu..
-heueheueheu... keinginan, itu ibaratnya hanya mobil untuk membawa kerumah sakit ketika si ibu mau melahirkan :) hmm.. tanpa mobil tersebutpun, si anak akan tetap lahir.. bahkan tanpa kerumah sakit pun si anak akan tetap lahir.. dan betul sekali si anak itu memang bukan produk dari mobil.. atau dilahirkan karena mobil :) heuheueheu... si anak telah lahir.. saya mengatakan bahwa mobil itu ikut berperan dalam kelahiran sang anak.. heuehueeu...
-wah.. terima kasih om semar.. heueheuehu... ternyata bisa juga disalah mengerti bahwa kebebasan lahir dari keinginan untuk bebas.... heuheueheu...

Quote
Menurut saya, yang terjadi adalah: bila 'keinginan untuk bebas' itu sendiri disadari ... sehingga berhenti dengan sendirinya ... di situlah muncul 'kebebasan' itu tanpa diinginkan. ...
'Kebebasan' itu muncul bila orang tidak melekat lagi pada 'keinginan untuk bebas'. ...

-iyah om.. hanya kalimat diatas yang ingin saya sampaikan... hehehe.. tapi kemarin-kemarin.. teman-teman sepertinya melihat bahwa keinginan itu harus tidak ada agar jadi bebas.. dan berkesimpulan bahwa keinginan itu harus "Dihilangkan" atau menjadi tidak ada.. hal ini, justru menimbulkan keinginan baru.. yaitu ingin untuk tidak punya keinginan..
-dan tujuan dari menyadari (mengamati diri dll) menjadi: "untuk membebaskan diri dari keinginan.. atau agar keinginan menjadi hilang dengan sendirinya..."
-kalau menurut pandangan saya, menyadari itu tidak perlu bertujuan.. tanpa motif.. tanpa berharap.. walaupun harapan atau motif tersebut hanyalah: harapan bahwa keinginan akan hilang dengan sendirinya... (berharap ini lebih halus
-saya mencoba membuat EGO agar hanya mengamati / menjadi saksi tanpa tujuan apapun sama sekali.. dan mungkin dari situ dapat timbul penyadaran diri dengan sendirinya..
-heueheuehu... tapi karena pikiran itu butuh alasan.. butuh logika.. butuh yang rumit rumit.. jadinya saya ngomong muter-muter.. heueheuehu...
-duh.. mohon maaf kalau ada kesalahan-kesalahan dalam berfikir om :) mohon bimbingannya.

salam hormat,
madman,

================================
SEMAR:

'Keinginan untuk bermeditasi' yang sering dikemukakan orang sebetulnya adalah keinginan ketika ia masih belum bermeditasi, ketika masih berada di tataran pikiran. ... Di situ ia bisa "merencanakan ikut retret", bisa "berkeinginan untuk duduk diam", bahkan bisa "berkeinginan untuk mengamati akunya". ... Tetapi, ketika ia mulai 'sadar', mulai 'mengamati' ... di situ terjadi semacam 'lompatan' ... dan 'aku', 'pikiran' maupun 'keinginan' lenyap ... yang ada hanya 'sadar' ... Di situ tidak ada lagi 'meditasi', tidak ada 'tujuan', tidak ada 'jalan', tidak ada 'usaha', tidak ada 'aku'. ... Seperti Anda bilang: "Kalau menurut pandangan saya, menyadari itu tidak perlu bertujuan.. tanpa motif.. tanpa berharap.. walaupun harapan atau motif tersebut hanyalah: harapan bahwa keinginan akan hilang dengan sendirinya... (berharap ini lebih halus)." ... Kalau masih ada 'tujuan', masih ada 'jalan', masih ada 'aku', masih ada 'meditasi' ... maka orang itu belum mengambil 'lompatan' itu, belum mulai bermeditasi yang sesungguhnya.

Krishnamurti mengatakan 'lompatan' ini sebagai:
"The first step is the last step."

Salam,
semar

hudoyo

"Hidup ini seperti HANYA sehari.. setiap malam.. saya mati..

-siang om semar! hehehehe... udah lama nda ngasih laporan.. hehehehe... sedari pulang dari MMD bulan april, kemaren.. saya terus melakukan MMD dirumah.. hampir setiap hari setiap sebelum tidur.. waktunya cuma  5-10 menit.. melakukan meditasi duduk..
-setelah itu, saya lanjutkan dengan mengamati semuanya.. tapi.. dalam keadaan berbaring.. terlentang.. dan dilanjutkan dengan tidur :D hehehehe....
------------------------------------
-waktu berbaring.. pikiran ini jadi lebih liar.. mudah kemana-mana.. tidak terkendali.. bahkan sampai mengalami seperti mimpi... lalu tiba-tiba seperti tertarik.. dan tiba tiba sadar... pikiran berhenti karena kaget.. lalu ngomong "oiyah saya lagi meditasi"... terus mulai lagi kemana mana.. saya biarkan.. hehehe.. pola ini terus berulang dan berulang.. sadar - tidaksadar - sadar - tidaksadar.. dan terus seperti itu.. setiap kembali.. pikiran ini jadi sedikit lebih tenang. dan sampai akhirnya.. sadar.. dan hanya diam.. tidak berfikir..
-jeda tidak berfikir yang terakhir biasanya agak lama.. nda tau berapa lama.. tapi hanya diam.. seperti kehabisan bahan untuk dipikirkan.. baru kemudian letupan-letupan pikiran muncul kembali.. tapi itu pun langsung berhenti bahkan sebelum terolah menjadi kata-kata didalam pikiran... seperti mau keluar sudah mati duluan...
-selanjutnya.. saya baru meniatkan menggunakan pikiran.. "saat nya tidur".. dan baru lah saya bisa tidur sampai pagi.. atau sampai siang.. jadi selama meditasi saya banyak tidak sadar, tapi saya tidak tertidur..
-saya meditasi sambil berbaring.. karena kalau sambil duduk.. pikiran ini relatif terlihat sangat tenang.. mudah untuk diam dan kalaupun, kemana-mana cepat kembali ke keadaan sadarnya... (pikiran sepertinya menjadi anak yang baik, diam untuk menghibur saya..) jadi saya lakukan sambil berbaring.. agar pikiran ini tidak merasa diamati.. dan saya dapat menyaksikan pikiran saya apa adanya.. tanpa keinginan untuk melenyapkannya...
-tapi ada kalanya beberapa kali dalam seminggu.. saya meditasi duduk lebih lama.. diam seperti batu, dan merasakan pegal-pegal lagih .. hehehehe....
------------------------------------
-nah.. dalam kehidupan keseharian.. hidup saya belakangan ini (terutama sebulan ini) menjadi sangat aneh.. semakin hari semakin aneh...
-saya sepertinya buta akan konsep waktu.. kesadaran  saya tentang waktu, seperti berkurang... apa yang telah terjadi.. walaupun baru kemarin.. terasa seperti mimpi... seolah tidak pernah terjadi... hanya ingat berupa potongan potongan kejadian.. seperti kalau kita mengingat mimpi...
-saat ini, saya amat kesulitan membedakan mana kejadian yang kemarin.. mana kejadian yang seminggu yang lalu.. dan mana kejadian sebulan yang lalu.. semuanya terlihat sama...
-contoh: seminggu yang lalu.. saya main kerumah teman saya... dan  kemarin teman saya datang kerumah.. nah.. hari ini.. saya merasa saya pergi kerumah teman saya dan teman saya datang kerumah saya terjadi pada hari yang sama.. semuanya seperti baru kemarin... pokonya nda jelas..
-pernah saya ditanya kapan saya mengikuti retret MMD.. saya jawab bulan april kemarin (saya ingat bulannya) tapi.. saya bingung.. saya MMD itu tahun ini atau tahun kemarin... bahkan retret MMD kemarin.. terasa.. seperti udah begituuuuu lamaaa... sekaligus.. kaya baru kemarin....
-saya seperti tidak punya masa lalu...  saya lupa rasanya sekolah.. seperti mimpi... seolah terjadi hanya dalam mimpi.. hanya dalam tidur...
-hidup ini seperti HANYA sehari.. setiap malam.. saya mati.. dan ketika saya bangun.. saya seperti terlahir kembali... kemarin itu seolah tidak pernah ada.. hanya mimpi..
-bahkan.. seminggu ini.. ketika malam hari.. pagi tadi.. pun seolah seperti mimpi.. saya sampai agak bingung.. hari ini.. ada ato nda sih.. heuehueheuheu...
-kalau ngomong.. suka mendadak lupa.. eh.. saya mo ngomong apa? diem dulu bentar.. inget-inget lalu lanjut ngomongnya...
-bahkan.. beberapa kali.. saya seperti lupa caranya mengendarai motor.. seperti baru belajar naik motor.. jadi kalo bahasa sundanya asa karargok.. seperti tidak biasa naik motor... harus adaptasi dulu.. "mengingat" bagaimana nyetir motor selama sekitar 5 - 10 menit.. baru kembali seperti semula...
-kalau tidak bersama pacar saya... bahkan wajahnya pun.. saya lupa.. membayangkannya sulit.. hanya bisa samar-samar.. dan serasa tidak punya pacar sama sekali... dan tidak pernah punya pacar dari dulu...
-kalau bertemu pacar.. seperti baru pacaran.. hati serasa senang sekali... berbunga bunga... dan ceria.. sekaligus.. merasa.. saya sudah bertemu dengan pacar saya dari semenjak lahir....
-skarang saya hanya bisa melakukan satu kegiatan... walaupun santai.. seperti menulis e-mail ini.. kalau ada orang ngomong didepan saya pun... saya tidak mengerti apa yang dia omongkan.. seperti berbicara dalam bahasa lain... untuk dapat mengerti omongan orang itu.. saya harus dengan sengaja mengalihkan "perhatian saya" pada orang tersebut.. baru bisa mengerti apa yang orang itu sedang omongkan... jadi seperti mendengar... tapi tidak mengerti...
-untungnya di tempat-tempat penting saya tidak pernah lupa.. seperti membawa sim.. mengunci pintu kantor ketika pulang... jadi.. kalau saya putuskan.. ini penting harus di ingat.. maka akan ingat dengan sendirinya tepat pada saatnya... tapi hal-hal remeh.. saya lupa.. kalo mo di ingat harus di sengaja..  anehh...
-ketika bangun tidur... saya tidak tahu saya ini siapa... atau apa.. seperti kalau komputer itu harus load window dulu... hanya sepersekian detik sih.. baru setelah ingat lagi siapa saya.. kepribadian saya yang ini muncul.. hati mulai berbunga bunga.. dan serasa baru hidup saat itu.. seperti... tiba-tiba menclok ditubuh orang..
-saya udah nda tau lagi yang mana diri saya.. yang mana yang bukan.. kadang pikiran ini menjadi diri saya.. kadang saya merasa saya adalah tubuh ini.. kadang saya merasa saya hanya kesadaran kecil dibalik kedua mata ini... weheuheueheuheu.... saya tidak punya identitas.. kalau ada orang lain memanggil saya andi.. atau pacar saya manggil saya ayank.. saya, tidak merasa dipanggil oleh orang itu.. saya bahkan seperti tidak kenal dengan si andi ini..
-gituh om semar... kejadian agak mirip dengan waktu dulu saya pernah mengalaminya.. semuanya seperti berjalan dengan sendirinya... tapi.. waktu dulu saya mengalami nya dalam keadaan ekstase... dalam keadaan super bahagia.. bahkan bergerak pun nikmat.. nah.. justru sekarang.. saya mengalami yang aneh-aneh seperti ini dalam keadaan sehari-hari.. kesadaran yang biasa.. saya dalam keadaan sadar seperti layaknya orang lain.. tidak ada sensasi bergerak jadi lebih nikmat... atau merasa di awang awang... semuanya biasa.. hanya jadi aneh... sangat aneh...
-hehehe... terakhir.. ya itu tuh.. buku bernadete robert yang dikasih om semar dalam bahasa indonesia.. saya ingatnya.. baca dalam bahasa ingris.. padahal saya udah baca berkali kali.. dan waktu saya baca lagih kemarin.. seperti belum pernah baca... seakan baru yang pertama kali... heuehueheu.... mohon maaf ya atas kesalahannya om semar :D :D
-banyak bgt hal aneh lainnya... tapi.. sulit untuk menceritakannya... saya tidak tahu bagaimana menceritakannya... diataspun.. saya cuma bisa menceritakan pakai contoh dan seperti.. mencari contoh pun agak sulit.. karena sering lupa... dan kebanyakan hal yang aneh aneh itu pun bahkan saya lupa... seperti: "kemarin saya mengalami hal yang sangat aneh... tapi saya lupa apa itu.."
-saat ini saya hanya bisa berserah diri pada kehidupan dan hanya menyaksikan...
-saya tidak tahu.. apa yang akan terjadi besok... atau kedepannya seperti gimana... hehehe... kali ini seperti nya saya gila beneran.. hauahauhauahau..... mungkin segituh dulu laporannya :D
-heueheuehu... laporan kali ini saya tidak tulis di thread MMD.. karena saya tidak tahu bagaimana reaksi orang lain.. mungkin bisa takut.. mungkin malah mengejar... atau malah bersaing sharing pengalaman yang aneh-aneh.. heueheuehu... jadinya saya kirim lewat e-mail  khusus buat om semar! hehehe...:D
-ah.. semoga om semar sehat selalu.. semakin bertambah kebijaksanaan supernya... dan.. selalu bersedia membimbing saya dalam melampaui saat ini..
-salam hormat dan kasih, buat om semar.

andi cahya wijaya.

=============================
SEMAR:

Bagus sekali, Mas Andi. ... Cerita Anda menunjukkan bahwa batin Anda mulai terbiasa untuk berhenti dalam kesadaran sehari-hari. ... Dan itu bukan Anda peroleh dalam suatu retret yang intensif, melainkan dalam kehidupan sehari-hari.

Coba perhatikan, banyak aspek yang Anda tulis dalam "laporan" itu sama atau mirip dengan yang dilaporkan Fery dalam testimoninya setelah mengikuti retret MMD seminggu. Testimoni Fery itu saya tayangkan pagi ini.

Sekalipun Mas Andi mengirimkan "laporan" itu kepada saya pribadi, saya merasa perlu untuk membagi cerita Mas Andi dengan semua pejalan spiritual di forum ini. Jangan hiraukan orang-orang yang tidak mengerti dan hanya akan melecehkan/ngejunk. Biarin aja mereka. :)

Salam,
semar

Riky_dave

Yah,saya mau nanya kejadian saya hampir sedikit mirip dengan Mas Andi yang diatas...
Saya juga sering lupa apa yang baru saya ucapkan,dan saya butuh waktu lagi untuk mengingatnya tapi tanpa sengaja...Yang ada saya harus diam,tutup mata dan tiba2 apa yang saya terlupakan muncul,kadang2 sampai saya menolaknya muncul atau terhentak gitu...
Jika saya sengaja/memaksakannya untuk mengingat malah tambah lupa....Tapi kejadian saya tidak seperti kejadian mas Andi yang mungkin kesadarannya sudah kuat...:)

Salam,
Riky
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

hudoyo

Betul. Bila orang 'sadar', maka segala macam hal yang sesungguhnya tidak penting tidak diingatnya. Sedangkan untuk hal-hal yang penting, sering kali orang harus mengerahkan sedikit usaha untuk bisa mengingatnya.

Salam,
Ayah

Riky_dave

Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

hudoyo

Dari: Draft Buku Panduan MMD

[Berikut ini disampaikan dua komentar yang menarik, karena isinya bertolak belakang. Dua-duanya tidak menyebutkan nama, tetapi tampaknya penulisnya pernah mengikuti retret vipassana versi Mahasi Sayadaw sebelum mengikuti retret MMD sekarang.]

Rekan A:

"Pengalaman: Saya melihat MMD ini sama saja dengan metode meditasi yang lain; intinya menyadari. Semua meditasi vipassana yang lain juga menyadari. Kalau ada orang yang menyatakan ini berbeda dengan metode lain, itu disebabkan karena orang itu memegang perbedaan itu.

Memang ada perbedaan sedikit, tapi saya tidak melihat sebagai sesuatu yang penting: MMD tidak mencatat, metode yang lain mencatat.

Hasilnya: dengan MMD, sepertinya perhatian kurang tajam.
Metode Mahasi, perhatian tajam.

Hasil akhirnya sama mencapai keheningan, tidak adanya 'aku' (kosong), walaupun cuma beberapa detik.

Terima kasih."
--------------------------------------
Rekan B:

"Semoga berbahagia.

Selama saya mengikuti retret MMD ini, walaupun hanya 3 hari, saya merasakan adanya perbedaan dengan retret meditasi metode Mahasi. Saya merasa tidak terbebani secara mental dalam retret MMD ini. Saya begitu apa adanya rasanya setelah tidak melabel dan mau menerima apa adanya gejolak batin yang timbul, seperti bosan, cemas, senang karena mendapat pengalaman baru, kebanggaan. Hal ini tidak sepenuhnya saya rasakan pada saat retret metode yang lain, di mana saya harus berkonsentrasi dan melabel.

Semoga retret MMD semakin berkembang."

[Dari retret MMD di Brahmavihara-arama, Bali, 20-22 Juni 2008]
--------------------------------------
Catatan Pembimbing:
Tentang adanya perbedaan pengalaman & kesan yang bertolak belakang antara Rekan A dan Rekan B, itu adalah hal yang wajar-wajar saja.

Yang perlu saya tanggapi adalah pernyataan Rekan A:
"Hasilnya: dengan MMD, sepertinya perhatian kurang tajam.
Metode Mahasi, perhatian tajam."

Observasi Rekan A itu memang benar. Tetapi tidak ada yang salah dalam kedua versi vipassana itu, baik versi Mahasi Sayadaw maupun versi MMD, karena masing-masing versi bertolak dari pemahaman yang sangat berbeda satu sama lain.

Vipassana versi Mahasi Sayadaw bertolak dari pemahaman bahwa vipassana adalah suatu 'usaha untuk mencapai nibbana'. Sebagaimana tercantum dalam MAHASATIPATTHANA-SUTTA:
"Inilah satu-satunya jalan untuk memurnikan makhluk-makhluk, untuk mengatasi kesedihan dan ratap tangis, untuk memusnahkan penderitaan dan kesakitan, untuk mencapai jalan yang benar, untuk merealisasikan Nibbana."

Dengan demikian, praktik vipassana versi Mahasi Sayadaw merupakan suatu 'jalan', suatu usaha (viriya) maksimal, dengan cara berkonsentrasi, memperlambat gerakan, dan mencatat (memberi label) segala sesuatu yang diamati.

Dengan sendirinya, hasilnya adalah perhatian yang tajam. Perhatian yang tajam ini pada gilirannya akan menghasilkan 'pengetahuan-pengetahuan' (ñana-ñana) sampai akhirnya tercapai nibbana. Begitu teorinya.

Di lain pihak, MMD bertolak dari pemahaman bahwa meditasi vipassana bukanlah "usaha" untuk "mencapai sesuatu di masa depan", melainkan suatu sikap sadar/eling yang pasif pada saat kini, tanpa memikirkan tujuan apa pun di masa depan. Sebagaimana tuntunan Sang Buddha kepada petapa Bahiya dan bhikkhu Malunkyaputta:
"Malunkyaputta, lakukan ini: dalam apa yang terlihat hanya ada yang terlihat ... dst. Kalau kamu bisa berada dalam keadaan itu, ... maka kamu tidak ada ... , dan itulah—hanya itulah—akhir dukkha." [lihat Bab 2 – Prinsip & Pelaksanaan MMD]

Oleh karena itu, dalam MMD ditekankan sikap pasif, tidak ada usaha (viriya) sedikit pun, tidak ada upaya berkonsentrasi, tidak ada teknik meditasi apa pun (memperlambat gerakan, mencatat dsb), tidak ada cita-cita atau tujuan, tidak ada 'jalan', tidak ada waktu.

Dengan sendirinya, dalam MMD perhatian tidak akan setajam dibandingkan perhatian pada vipassana metode Mahasi Sayadaw; namun bila tercapai keheningan, maka perhatian akan menjadi tajam dengan sendirinya, tanpa dibuat tajam. Di sisi lain, hasil yang langsung dirasakan dalam MMD adalah terlepasnya 'beban meditasi', adanya rasa lega, rasa bebas, tanpa tujuan, tanpa usaha, sebagaimana dialami oleh Rekan B.

Dalam MMD tidak dibutuhkan konsentrasi yang tajam, karena MMD tidak bertujuan untuk mencapai ñana-ñana seperti dalam vipassana versi Mahasi Sayadaw. Alih-alih, sebagaimana dinyatakan oleh Sang Buddha kepada Bahiya dan Malunkyaputta, bilamana pemeditasi bisa berada dalam keadaan sadar/eling secara pasif, tanpa usaha apa pun, maka aku/atta tidak ada, dan itulah akhir dukkha (nibbana). Itulah dasar pemahaman & praktik MMD.

Dalam hal ini tidak relevan berbicara tentang mana yang benar dan mana yang tidak benar di antara kedua versi vipassana itu. Seperti telah diutarakan dalam Bagian Pendahuluan buku ini, tidak ada satu metode meditasi vipassana yang cocok untuk semua orang, vipassana versi Mahasi Sayadaw tidak, MMD pun tidak. Para peminat meditasi yang ingin mengalami sendiri perbedaan antara meditasi vipassana versi Mahasi Sayadaw dan versi MMD silakan mencoba kedua-duanya.



hudoyo

Dari: milis meditasi-mengenal-diri [at] yahoogroups.com

QuoteFrom: Hasbi Maulana [mailto:hasbim [at] yahoo.com]
Sent: 03 Agustus 2008 15:13
To: meditasi-mengenal-diri-owner [at] yahoogroups.com
Subject: Tentang Sakit, Tua, dan Mati

Salam, Pak Hudoyo.

Ada satu hal yang ingin saya tanyakan kepada Bapak menyangkut ajaran Sang Budha Gautama.

Kalau saya tak salah mengingat isi beberapa film dan buku; sewaktu muda dan tinggal di istana, Pangeran Sidharta gundah melihat orang-orang yang mengalami sakit, tua, dan mati. Itulah awal sehingga beliau mencari "obat" untuk mengakhiri beberapa hal yang dianggapnya sebagai penderitaan itu.
Pertanyaan saya, apakah setelah Sidharta menjadi Budha dan mendapatkan pencerahan/pembebasan sempurna, beliau masih menganggap sakit, tua, dan, mati sebagai bentuk penderitaan?

Semoga Pak Hud berkenan memberikan penjelasan atas rasa penasaran saya ini. Terimakasih.

Salam,
Hasbi M.

Mas Hasbi,

Ingatan Anda tentang masa muda Pangeran Siddhartha Gautama tidak salah. Konon keempat peristiwa itulah—entah terjadi secara aktual entah secara simbolik—yang mendorongnya untuk mencari "obat" bagi penderitaan umat manusia ini.

Ternyata pencariannya mengungkapkan bahwa penyebab dari pendritaan manusia itu tidak lain adalah dirinya sendiri: akunya, pikirannya, keinginannya dsb. Si aku yang tidak pernah diam itu menyebabkan manusia terus-menerus terseret dalam penderitaan yang dilihatnya. Semua itu baru berakhir bila penyebab itu berakhir.

Berakhirnya penderitaan itu bukan dicapai di luar kehidupan ini, melainkan justru di dalam kehidupan ini, yaitu ketika si aku ini padam pada saat kini, bukan ditunda-tunda sampai nanti, karena tidak dilekati lagi. Sang Buddha dan para arahat siswa beliau adalah orang-orang yang telah mencapai berakhirnya penderitaan.

Itu tidak berarti bahwa mereka bebas dari sakit, usia tua dan kematian. Namun, mereka tidak melekat lagi pada tubuh ini, tempat segala penderitaan jasmaniah itu; dan tidak melekat lagi pada batin, pada si aku dan pikirannya, yang menyebabkan segala penderitaan batriniah. Dan yang penting, mereka tidak akan kembali lagi kepada eksistensi individual sebagai apa pun, yang mau tidak mau selalu berubah dan menjadi sumber penderitaan, betapa pun halusnya.

Jadi, kesimpulannya: yang menyebabkan penderitaan bukanlah sakit, usia tua dan kematian, melainkan adalah kelekatan; kalau orang tidak melekat, ia tidak menderita, sekalipun berada di tengah-tengah sakit, usia tua dan kematian.

Salam,
hudoyo

hudoyo

Two priests decided to go to Hawaii on vacation. They were determined to make this a real vacation by not wearing anything that would identify them as clergy.  As soon as the plane landed they headed for a store and bought some really outrageous shorts, shirts, sandals, sunglasses, etc. The next morning they went to the beach dressed in their 'tourist' garb. They were sitting on beach chairs, enjoying a drink, the sunshine and the scenery when a 'drop dead gorgeous' blonde in a topless bikini came walking straight towards them. They couldn't help but stare. As the blonde passed them she smiled and said 'Good Morning, Father ~ Good Morning, Father,' nodding and addressing each of them individually, then she passed on by. They were both stunned. How in the world did she know they were priests? So the next day, they went back to the store and bought even more outrageous outfits. These were so loud you could hear them before you even saw them! Once again, in their new attire, they settled down in their chairs to enjoy the sunshine. After a little while, the same gorgeous blonde, wearing a different colored topless bikini, taking her sweet time, came walking toward them. Again she nodded at each of them, said   'Good morning, Father ~ Good morning, Father,' and started to walk away. One of the priests couldn't stand it any longer and said, 'Just a minute, young lady.' 'Yes, Father?' 'We are priests and proud of it, but I have to know, how on earth do you know we are priests, dressed as we are?' She replied, 'Father, it's me, Sister Kathleen.'

hudoyo

Quotesalam pak Hud,

kalau demikian, apakah 'definisi hidup / eksistensi kehidupan' ini sebenarnya?
sebab, hal ini seperti menafikan hidup dan kehidupan itu sendiri. bukankah kita hidup didunia ini dengan peran dan 'tugas' kita masing2..? apakah kita seluruh umat manusia ini lalu menjadi 'pertapa' dan hanya 'reaktif' saja ..?

lalu, ketika kita 'melepas kelekatan', apa yg sesungguhnya kita 'angankan' atau coba hentikan dialam angan/fikir/rasa..
lalu, berhenti dimana? ('perhentian' itu sama ngga buat seluruh manusia? lalu, manfaatnya untuk seluruh alam,seluruh mahluk apa? (sebab, seperti kata kanjeng Rasulullah Muhammad SAW, sebaik2 manusia adalah yg paling bermanfaat..eh, bener gak kata2 beliau ini?)

terima kasih atas pencerahannya..

salam,
bahagia utama

Wah, langsung dapet tanggapan. :) 'Met pagi, Mas Bahagia.

Coba direnungkan lebih dalam. Sang Buddha menemukan bahwa sebab penderitaan adalah diri/si aku (pikiran, keinginan dsb). ... Padahal diri inilah entitas yang paling berharga yang kita miliki. ... Apakah diri ini harus dilepaskan? ... Dari situlah timbul keraguan dalam batin kebanyakan manusia, bahkan seringkali penolakan: apakah ini bukan 'nihilisme', menafikan kehidupan itu sendiri? ... Keraguan, bahkan penolakan, itu dapat dipahami sepenuhnya, karena kita tidak pernah mengalami keadaan batin di mana diri/individu ini tidak ada, di mana orang tidak memiliki identitas individual lagi. ...

Kalau orang sudah mengalami sendiri suatu tataran batin di mana diri/individu ini tidak ada lagi, ia akan menyadari bahwa kesadarannya dulu, selama ia masih memiliki diri/individu, itu tidak lebih ibarat sebuah mimpi yang dipegang erat-erat. Ia akan mengalami sendiri, bahwa kesadaran yang baru di mana diri/individu ini tidak ada adalah laksana bangun dari mimpi diri. ... Orang yang bangun tahu bedanya bangun dan mimpi, tapi orang yang tengah bermimpi tidak tahu bagaimana rasanya bangun.

Di dalam Islam, apa yang saya uraikan di atas ada pula di dalam tasawuf. Ada dua ayat dalam surah Al-Qasas dan Al-Rahman, yang berbunyi: "Qullu man alaiha faana, wa yabqo Wajhu Rabbika ..." ("Segala sesuatu di muka bumi ini bersifat fana; yang tetap hanyalah Wajah Tuhanmu ...") ... Nah, bukankah diri/individu ini juga fana? ... Mengapa kita pegang erat-erat? ...

Anda bertanya, ketika "diam", apa sesungguhnya yang diangankan, berhenti di mana? ... Di dalam tasawuf, ada ungkapan seorang wali yang menunjuk pada sebuah hadis qudsi (saya lupa nama walinya): "Tentang hamba yang Kucintai, Aku akan menjadi matanya untuk melihat, Aku akan menjadi telinganya untuk mendengar, Aku akan menjadi lidahnya untuk bicara, dan Aku akan menjadi tangannya untuk berbuat." (mungkin kata-katanya tidak persis, tapi maknanya seperti itu.) ... Nah, mungkin itu bisa memberikan sedikit gambaran kepada kita apa yang terjadi ketika diri/individu ini lenyap.

Tentang ucapan Rasulullah, menurut hemat saya, orang yang paling bermanfaat di dunia adalah orang yang sudah kehilangan diri/akunya, karena ia tidak akan pernah berbuat kerusakan di muka bumi lagi. ... Orang yang tidak punya diri/aku lagi bukanlah menjadi lumpuh atau pemalas ... jauh dari itu. Lihatlah Sang Buddha, setelah tercerahkan, selama 45 tahun sampai meninggalnya terus berkelana mengajarkan jalan kebenaran tanpa memikirkan kesenangan diri sendiri. Begitu pula dengan J. Krishnamurti, bahkan selama 60 tahun ia mengembara, tidak punya harta benda, tidak punya istri ... Tentu saja tidak semua orang bisa hidup seperti mereka ... Tapi saya rasa, di dunia ini tidak sedikit orang yang tidak lagi mempunyai diri/individu, atau setidak-tidaknya diri/individunya sudah sangat tipis, dan mereka tetap berkarya dengan diam-diam di lingkungan masing-masing. Menurut saya, merekalah orang yang paling bahagia dan paling bermanfaat bagi sekitarnya. ... Tapi mereka sendiri tidak menyadari hal itu, mereka tidak mengharapkan pengakuan & penghargaan untuk karya-karyanya ... karena mereka tidak punya diri/aku lagi ... seluruh perhatian mereka terarah ke luar dan tidak lagi ke dalam dirinya. ... Mereka itu ibarat bunga mawar di tepi jalan, yang memancarkan keharumannya ke sekelilingnya, tanpa peduli apakah ada orang yang menghirupnya atau tidak.

Salam,
hudoyo

hudoyo

QuotePak Hudoyo,

saya juga ingin numpang tanya. Sang Budha, setelah meninggalkan anak dan istri, bahkan menanggalkan keakuannya, kemudian mengemis, mengharapkan keiklasan dari orang lain. Ketika ketemu dengan istrinya, dia sudah tidak mengenalinya lagi. Bahkan dia tidak menjawab, ketika istrinya bertanya: apakah dengan meninggalkan saya, anak, dan dirimu sendiri, apakah engkau sudah menemukan Tuhan? Kenapa engkau perlu meninggalkan semuanya?

Mohon pencerahan, sebenarnya apa yang diperoleh Sang Budha? Apa yang bisa kita lakukan untuk mencapai kasampurnan seperti Budha. Bukankah persekutuan dengan Tuhan itu dicapai setelah kita menemukan jati diri kita dan meninggalkan/ menanggalkan segala pikiran dan egoisme kita?

Terima kasih,
Margana

Pak Margana,

Pertanyaan Anda, "apa yang diperoleh Sang Buddha", saya rasa perlu dimodifikasi sedikit, karena ketika Sang Pangeran Siddhartha dalam perjalanan spiritualnya menyadari bahwa sumber penderitaan adalah diri/aku, maka ia mengamati diri ini sedalam-dalamnya sampai diri ini lenyap. Jadi Sang Buddha tidak "memperoleh" apa-apa, karena diri yang memperoleh itu sudah tidak ada; alih-alih, Sang Buddha justru kehilangan diri/akunya.

Apakah yang bisa kita lakukan untuk mencapai kesempurnaan seperti Buddha? Pertanyaan ini pun harus diubah menjadi: Apakah yang bisa kita LEPASKAN sehingga bebas dari penderitaan? -- Dalam "jalan' ini orang tidak bicara tentang "kesempurnaan"--yang mungkin menjadi tujuan jalan-jalan spiritual lain--melainkan orang menyadari SIAPA itu yang selalu mencari? Yang selalu mencari itu sesungguhnya FANA.

Dalam posting Anda muncul suatu pengertian, "jatidiri" ... Apakah jatidiri itu? Menurut hemat saya, jatidiri adalah pikiran, keinginan, harapan, kenikmatan sesaat, kekecewaan dsb ... itulah menurut saya seluruhnya yang disebut 'jatidiri' ... dengan kata lain, 'jatidiri' adalah penderitaan.

Saya tidak begitu setuju kalau orang berkata: "Manusia bisa bersekutu/menyatu dengan Tuhan" ... bagaimana diri yang terbatas ini bisa "bertemu", "menyatu", dengan sesuatu yang tak terbatas. ... Menurut saya, itu hanyalah 'hubris' (kesombongan) manusia. ... Menurut saya, justru 'diri' harus lenyap agar Tuhan bisa bersemayam dalam batin ini, yang sudah bukan milikku ini ... (lihat hadis qudsi ungkapan seorang wali yang saya sitir dalam tanggapan saya untuk Mas Bahagia) ...

Itulah makna ucapan Krishnamurti: "Tuhan ada, bila aku tidak ada; bila aku ada, Tuhan tidak ada."

Salam,
hudoyo

Riky_dave

Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

hudoyo

#657
QuoteFROM: bahagiautama [at] firstedition.co.id

salam, wah, sangat cepat tanggap.. terima kasih dengan jawaban langsung pak Hud. lalu, menurut pengalaman dan pengetahuan pak Hud, metoda tercepat dan terefektif dalam pencapaian itu, apa dan bagaimana? bisakah dicapai dengan waktu yang cepat? apakah bisa 'dibantu'?

terimakasih, salam,

Mas Bahagia,

hehe ... bagaimana "metode" untuk sadar/bebas paling cepat, paling efektif ... kalau bisa instan, ya? ... :)

Hati-hati, coba kita renungkan lebih dalam: yang disebut 'metode' itu apa? ... 'Metode' adalah CARA untuk mencapai suatu TUJUAN di MASA DEPAN, bukan? ... Itulah yang selalu kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, bukan? ... Apa pun yang kita lakukan dalam kehidupan ini SELALU mempunyai tujuan di masa depan, dan metode/cara untuk mencapainya ... Ketahuilah, semua itu adalah fungsi dari si aku.

Tapi sadar/bebas itu lain sekali dari kegiatan si aku sehari-hari ... Aku tidak mungkin bertujuan melenyapkan dirinya, dengan metode apa pun ... Usaha seperti itu, seperti dilakukan di dalam banyak aliran/tarekat "spiritual", tidak akan menghasilkan apa-apa, kecuali menghasilkan si aku yang lebih halus, yang dengan demikian lebih sukar terlihat dan disadari. ... Ibaratnya seperti seekor anak anjing yang berputar-putar mengejar ekornya sendiri ... tidak akan pernah berhasil.

Agar batin ini bebas dari si aku--dan Tuhan bersemayam di dalamnya--tidak ada apa-apa yang bisa dilakukan oleh si aku. Ia hanya bisa menyadari gerak-gerik dirinya dari saat ke saat secara pasif, tanpa bereaksi sedikit pun, selama dirinya bergerak, tanpa bisa berbuat apa pun untuk menghentikannya. Kata kuncinya adalah: 'diam', 'berhenti', 'sadar/eling (akan gerak-gerik badan & batin sendiri)', 'berada pada saat kini terus-menerus'. ... Tapi sekali lagi, hati-hati: kata-kata kunci ini pun tidak bisa diupayakan atau direkayasa ... Jadi, sadarilah ketika batin ini tidak diam, tidak berhenti, tidak sadar/eling, selalu bereaksi, selalu mengembara ke masa lampau atau ke masa depan. Itu saja; tapi untuk bisa berada dalam keadaan itu, perlu pembiasaan dalam suatu retret selama beberapa hari total. ... Di sinilah sulitnya mengajarkan MMD, mengajarkan sadar/eling ... kata-kata kunci, yang bersifat deskriptif, mudah sekali diterima sebagai bersifat normatif ("harus begitu").

Mudah-mudahan Anda dapat memahami paparan saya ... dan mulai menyadari segala gerak-gerik batin & pikiran Anda ... entah dalam kesendirian, atau dalam retret bersama.

Salam,
hudoyo

Lex Chan

QuoteCoba direnungkan lebih dalam. Sang Buddha menemukan bahwa sebab penderitaan adalah diri/si aku (pikiran, keinginan dsb). ... Padahal diri inilah entitas yang paling berharga yang kita miliki. ... Apakah diri ini harus dilepaskan? ... Dari situlah timbul keraguan dalam batin kebanyakan manusia, bahkan seringkali penolakan: apakah ini bukan 'nihilisme', menafikan kehidupan itu sendiri? ... Keraguan, bahkan penolakan, itu dapat dipahami sepenuhnya, karena kita tidak pernah mengalami keadaan batin di mana diri/individu ini tidak ada, di mana orang tidak memiliki identitas individual lagi. ...

Terima kasih Pak Hudoyo. Saya merasa inilah "missing piece" yang dicari selama ini..
Hal yang membuat saya "maju-mundur" dalam perjalanan spiritual.
Mau "maju untuk meneruskan" tetapi ragu-ragu, akhirnya "mundur" lagi..
_/\_
"Give the world the best you have and you may get hurt. Give the world your best anyway"
-Mother Teresa-

hudoyo

Quote from: Lex Chan on 05 August 2008, 12:17:42 PM
Terima kasih Pak Hudoyo. Saya merasa inilah "missing piece" yang dicari selama ini..
Hal yang membuat saya "maju-mundur" dalam perjalanan spiritual.
Mau "maju untuk meneruskan" tetapi ragu-ragu, akhirnya "mundur" lagi..
_/\_

Anda sudah melihat dan berhadapan muka dengan vicikiccha (keraguan), Rekan Lex. ... Teruskan ... Terimalah keraguan itu, sadarilah ... Pada suatu titik kelak, pikiran Anda akan berhenti ... dan Anda akan tahu sendiri bagaimana tanpa-aku itu ... Di situ tidak ada keraguan lagi ... Anda bisa mengalami itu sekarang juga, tidak perlu jadi Sotapanna untuk itu. ... Selama pikiran bergerak, dan oleh karena itu aku ada, selama itu pula keraguan itu tetap ada ... Tapi SEKALI Anda mengalami tanpa-aku, keraguan itu tidak ada lagi, sekalipun pikiran dan si aku bergerak lagi. ...

Salam,
hudoyo