MMD (Meditasi Mengenal Diri)

Started by hudoyo, 18 April 2008, 05:58:17 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

hudoyo

[Berikut ini saya forward email dari Mas Gendhisjawi; semoga bermanfaat untuk rekan-rekan yang lain./hudoyo]

Pak Hudoyo yang saya hormati,

Email ini saya kirim sebagai balasan atas permintana izin Pak Hudoyo di MMD Kaskus. Ya, saya adalah pemilik username Gendhisjawi di Kaskus. Tentu saja saya tak keberatan jika posting saya di Kaskus bisa menjadi bahan buku MMD yang Pak Hudoyo susun. Namun ada beberapa fakta yang harus saya ungkapkan/luruskan karena mungkin signifikan bagi Bapak untuk mempertimbangkan ulang apakah posting-posting saya masih layak masuk dalam bab "Belajar MMD melalui internet".

Pertama, nama asli saya adalah HM. Semoga Pak Hudoyo ingat saya pernah mengikuti MMD di Cipanas (di rumah Pak Tatang) pada November 2007. Jadi, sesungguhnya saya sudah mengenal bahkan mempraktekan MMD jauh sebelum mengikuti Thread MMD di Kaskus.

Walau begitu, bukan bermaksud sengaja mengaburkan fakta jika pada posting-posting di Kaskus muncul kesan bahwa saya mengenal MMD baru di Kaskus.

Ceritanya begini, Pak Hud. Terus terang saya akui, sebelum mengikuti MMD di Kaskus praktek meditasi saya tak kunjung menemukan bentuk. Sepulang retret Cipanas, saya "merindukan" pengalaman batin meditasi 3 hari itu dan mencoba menemukannya kembali dalam praktek meditasi sehari-hari di rumah. Apalagi, waktu itu istri saya sempat berkomentar positif, "Setelah  pulang retret kamu lain!." Saya yang semula enggak sabaran, terburu-buru, gampang marah, sepulang dari Cipanas menjadi lebih tenang, kalem, dan tak gampang tersinggung.

Namun, anehnya, semakin saya praktekkan MMD di rumah, pengalaman yang saya rindukan justru makin menjauh. Bahkan, lama-lama, saya malah tak bisa mengingatnya lagi. Meditasi saya berubah menjadi beban ritual. Kalau enggak saya praktekkan saya merasa bersalah, tapi kalau saya praktekkan saya malah frustrasi sendiri.

Saya masih ingat, waktu itu hendak mengeluhklan persoalan itu lewat milis MMD ini. Namun, saya jadi sungkan sendiri kalau mau konsultasi ke Pak Hud, takut dianggap "nyinyir"; sudah ikut retret segala tapi masih enggak mudeng-mudeng.

Sampai akhirnya saya membaca ajakan Pak Hud untuk bergabung di Kaskus MMD. Berhubung di Kaskus Pak Hudoyo memulai penuturan MMD dari awal sekali, saya mencoba me-reset diri saya seakan-akan saya baru belajar MMD dari awal lagi. Saya ikuti posting Pak Hudoyo dan sesama anggota Kaskus yang baru mengenal MMD. Saya coba ikut petunjuk-petunjuk Pak Hudoyo (Semar) kepada rekan-rekan yang baru kenal MMD dan tertarik mempraktekannya, seperti Mas Riang Mentari, Gus Djat, Mad Man, dan salah seorang anak muda yang saya lupa namanya karena belakangan enggak muncul lagi.

Dari situlah saya menemukan "esensi-esensi baru" tentang MMD yang sebelumnya luput dari perhatian saya, misalnya sewaktu Pak Semar memposting bahwa "kuncinya ada Pasrah". Terus soal "tanpa tujuan, tanpa konsep, dll", sampai perihal "tak ada pencatatan batin/labeling". Belakangan saya saya coba buka-buka kembali arsip milis MMD lama yang memang tak pernah saya hapus dari Inbox Yahoo Mail dan mendapati bahwa esensi-esensi itu sudah ada, hanya saya saja enggak jeli mencernanya.

Selanjutnya, berdasar "petunjuk-petunjuk" baru itulah saya kembali belajar MMD. Saya juga mendalami wejangan-wejangan Ki Ageng Suryomentaram yang Pak Semar posting. Saya coba melacak ajaran Ajahn Chah setelah Pak Huduyo mengungkapkan ada kemiripannya dengan MMD. Atas rekomendasi Pak Hudoyo lewat Milis MMD, saya download serial dialog Krishnamurti dan Allan Anderson. Semuanya saya coba pahami dan praktekkan hingga kini.

Perkembangannya meditasi saya selanjutnya sudah saya posting di Kaskus dan Dhammacitta atas nama Gendhisjawi, sejujur-jujurnya.

Itulah pengakuan saya. Mohon maaf kepada Pak Hudoyo jika fakta ini mengecewakan Bapak. Apapun persepsi Bapak tentang saya, saya sangat bersyukur mengenal MMD dan oleh karena itu saya sungguh berterimakasih.

Hormat saya,
"Gendhisjawi"

hudoyo

#571
Terjemahan bebas saja, ya:

Pada November 1944, Andre Thomas, 53, pemilik toko yang disenangi pelanggannya di kota St. Martinville, Louisiana, AS bagian Selatan, ditemukan mati dengan 5 luka tembakan dari jarak dekat. Thomas, kulit putih, diduga punya hubungan cinta dengan perempuan-perempuan bersuami. Sembilan bulan penyelidikan polisi tidak ada hasilnya.

Pada Agustus 1945, polisi di Port Arthur, Texas, 250 km dari St. Martinville, menangkap Willie Francis, kulit hitam, yang tengah berkunjung ke rumah saudara perempuannya. Ketika ditangkap, Willie, yang hampir tidak bisa baca-tulis, berusia 16 tahun, anak bungsu dari 13 bersaudara kulit hitam dari kawasan Katholik yang sangat miskin.

Polisi yang semula mencurigainya sebagai bandar narkoba menahan Willie. Setelah yakin ia tidak terlibat narkoba, polisi mulai mengorek kemungkinan keterlibatannya dalam beberapa perampokan dan serangan di wilayah Port Arthur. Polisi melihat cara bicara Willie yang terbata-bata, yang menunjukkan kemungkinan adanya rasa bersalah.

Investigasi yang belakangan dilakukan oleh King, penulis buku, mengungkapkan beberapa hal yang mengagetkan: menurut Kepala Polisi Port Arthur, yang "tidak menyimpan catatan tentang interogasi itu", dalam waktu beberapa menit saja Willie mengakui membunuh Thomas. Polisi menemukan KTP Thomas di dompet Willie.

Pengakuan tertulis Willie, yang penuh dengan kesalahan ejaan, mengakui ia mencuri pistol dalam merencanakan pembunuhan itu. Juga diakui, setelah membunuh ia mengambil dompet Thomas yang berisi $4 beserta arloji emas yang kemudian digadaikannya. Dalam apa yang dinamakan pengakuan itu Willie tidak ditemani penasehat hukum.

Sebulan kemudian Willie diadili dengan juri yang terdiri dari 12 orang kulit putih. Dalam sidang pengadilan terungkap tidak ada bukti forensik yang mengaitkan Willie dengan kejahatan itu. Pistol dan peluru yang ditemukan di TKP juga tidak ditampilkan; katanya hilang dalam perjalanan ke Lab Kejahatan FBI. Bahkan tidak diambil sidik jari dari pistol itu. Arloji yang katanya dicuri juga tidak ada. Jadi dakwaan jaksa hanya bertumpu pada pengakuan remaja Willie tanpa didampingi penasehat hukum. Belakangan, para ahli hukum dan jurnalis yang mengkaji jalannya pengadilan itu menamakannya sebagai "sandiwara yang menggelikan".

Bagaimana pun juga Willie dijatuhi hukuman mati di kursi listrik. Kedua petugas jagalnya minum-minum dulu sampai mabok sebelum menjalannya tugasnya. Para saksi mencatat kedua petugas itu jelas mabok ketika tiba di tempat pelaksanaan hukuman. Tapi apa yang terjadi? Sekalipun sudah disetrum dengan listrik tegangan tinggi, Willie tidak mati. Willie dibawa kembali ke dalam selnya.

Lalu terjadilah proses yang berlangsung cepat. Pengacara Bertrand DeBlanc, seorang kulit putih yang sangat religius, yang baru pulang dari tugas dalam Perang Dunia II, bersedia menangani kasus Willie secara gratis. Ia bekerja sama dengan pengacara kulit putih lain, J. Skully Wright.

Semakin dalam DeBlanc mempelajari kasus Willie, semakin marah ia. Ia tidak pernah menyanggah kesalahan Willie--Willie sendiri tidak pernah menyatakan dirinya tak bersalah, atau mengajukan keberatan atas penahanannya atau keputusan pengadilan terhadapnya. DeBlanc memusatkan pembelaannya pada penekanan bahwa pelaksanaan hukuman mati kedua merupakan hukuman yang kejam dan tidak biasa, dan berarti dua kali membahayakan jiwa kliennya.

Kasus itu akhirnya sampai ke Mahkamah Agung di Washington. Pembelaan DeBlanc sangat menakjubkan. Enam puluh tahun kemudian, 'tindakan ganda membahayakan keselamatan', 'hukuman yang kejam dan tidak biasa', dan 'tidak boleh diadili dua kali untuk perkara yang sama' akan menjadi strategi hukum bagi para pembela. Tetapi semua itu tidak ada di tahun 1946. Sudah sering Mahkamah Agung mendalilkan bahwa hak-hak warga negara yang tercantum dalam amandemen UUD, yang puluhan tahun kelak akan dianggap biasa oleh masyarakat, pada waktu itu tidak berlaku untuk kasus-kasus yang berawal di tingkat negara bagian.

Pada tahun 1908, Mahkamah Agung juga mendalilkan bahwa amandemen kelima UUD tentang kasus "menyalahkan diri sendiri" juga tidak berlaku di pengadilan negara bagian. Namun DeBlanc dkk tidak bergeming. Mereka menyatakan bahwa Undang-Undang Hak-Hak Warga Negara berlaku sampai ke negara bagian. Mereka juga berkilah bahwa menghadapi kursi listrik untuk kedua kali adalah kejam, tidak biasa dan jelas tidak sah.

Mahkamah Agung tidak setuju. Dengan perbandingan lima lawan empat, sehari setelah Willie memperingati ultah ke-18, mahkamah memutuskan Willie harus naik ke kursi listrik lagi.

Para pembela minta Gubernur Louisiana untuk mengubah hukuman Willie menjadi seumur hidup. Anehnya, Hakim Agung yang ikut dalam mayoritas yang menghukum Willie, juga mengirimkan permintaan kepada Gubernur Louisiana untuk menyelamatkan jiwa Willie.

Semua usaha ini gagal. Pada 9 Mei 1947, Willie jadi mati disetrum di kursi listrik untuk kedua kali.

Sampai sekarang tidak seorang pun tahu apa yang sesungguhnya terjadi antara Willie dan Thomas. Bertahun-tahun kemudian, mulai beredar desas-desus bahwa Thomas adalah gay, dan bahwa hubungannya dengan perempuan yang telah menikah hanya sebatas perkawanan saja. Pernyataan yang pernah dibuat Willie--penjelasannya tentang apa yang terjadi, "itu adalah rahasia antara saya dan dia"--tidak pernah digali lebih dalam.

Investigasi King terhadap kasus Willie Francis yang tragis dan banyak upaya untuk menyelamatkannya sangat memukau. Dengan riset yang baik dan penyampaian yang cepat, kisah Willie mengungkapkan perbenturan antara aktivis keadilan sosial dan sebuah sistem hukum yang bertekad mempertahankan statusquo. Lebih dari itu, kisah ini mengingatkan kita akan riak-riak di bawah permukaan dari kebanyakan upaya perubahan sosial. Dalam kasus ini, sekalipun DeBlanc dkk tidak berhasil menyelamatkan Willie, keberanian mereka, ketabahan mereka, dan perlawanan mereka mendorong munculnya tindakan-tindakan perlawanan lain. Sesungguhnya, advokasi mereka telah menggugah keberanian orang lain dan membantu menampilkan ketidakadilan rasial dan ketidakmanusiawian membunuh para pelanggar hukum muda usia ke dalam kesadaran publik.-

Riky_dave

Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

hudoyo


hudoyo

Melalui pesan pribadi, Riky menyatakan selama beberapa hari ini ingin "vakum" dulu. ... Katanya tulisan banyak orang di Forum Diskusi merupakan "debu yang menutupi mata" ... makanya ia perlu "vakum" sejenak untuk "tidak terkontaminasi dengan debu" itu.

OK, Riky, bagus sekali ... lakukan retret sendiri di rumah ... Ayah akan mendampingimu dari jauh.

Riky, ... ayah sudah tua ... umur ayah sekarang sudah 65 tahun ... tidak lama lagi ayah mengajar MMD ini ... Tapi sekarang, ayah sudah menemukan pewaris ayah, penerus ayah ... Ayah yakin, tidak lama lagi Riky akan menggantikan ayah membabarkan MMD kepada setiap orang yang mau mendengarkan ... setidak-tidaknya selama dua generasi (50 tahun) lagi ... :) ... dan ayah bisa pergi dengan tersenyum ... :)

Ayah.

F.T


Riky jg pernah menyampaikan kepada saya bahwa ingin vakum dahulu dari forum untuk beberapa minggu kedepan, Nanti setelah vakum, riky akan hadir lagi ke forum dhammacitta dan berdiskusi bersama teman-teman di forum. Kami akan menunggu kembali kehadiran riky di forum dhammacitta _/\_

Terima kasih kepada Pak Hudoyo yang telah membimbing riky berlatih Meditasi, Sekarang sudah bisa di lihat kemajuan batin riky setelah mendapat  bimbingan dari Pak Hud... Salut _/\_

Semoga Semua Mahkluk Berbahagia ... :lotus:


Save the Children & Join With :
Kasih Dharma Peduli ~ Anak Asuh
May all Beings Be Happy


Contact Info : Kasihdharmapeduli [at] [url="//yahoo.com"]yahoo.com[/url]

ryu

Hmm , jangan sampai debu dimata sendiri jg tidak diperhatikan, hanya memperhatikan debu dimata orang lain yang di lihat.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

andry

Wah bagus neh Bro ricky makin maju...
nanti udah maju share2 yah...
dan jangan lupa harus turun gunung loh...
Samma Vayama

hudoyo

Dari:  > Subforum: Spiritual > Thread: MMD-2

Quote from: doddymobileKeinginan adalah kekuatan, dan tanpa kekutan yang dasyat dari keinginan, tak seorang pun yang bisa membuat kemajuan ke arah kebahagiaan yang sesungguhnya. Yang harus disingkirkan bukanlah keinginan tetapi keinginan yang sifatnya mementingkan ke-aku-an.

Saya berbeda pendapat, Mas Doddy:

Keinginan adalah manifestasi dari si aku. Keinginan itu bisa buruk/duniawi, bisa baik, seperti: ingin masuk surga, ingin menyatu dengan Tuhan, ingin mencapai nibbana (nirvana), ingin moksha. Semua itu perwujudan dari cita-cita si aku.

Dalam hal-hal duniawi--bahkan mungkin alam surga--bisa saja keinginan itu tercapai. Kalau tercapai, maka si aku menikmati keinginannya. Tetapi hal-hal seperti itu tidak bisa lepas dari sunnatullah, yakni kefanaan. Segala sesuatu di alam semesta ini fana (Al-Qasas, Al-Rahman).

Di lain pihak, dalam hal yang bersifat 'ultimate' (terakhir)--yakni Tuhan (yang sejati), pelepasan, nibbana atau moksha--hal itu tidak bisa dicapai dengan keinginan si aku. Mengapa? Karena si aku itulah justru penghalang terbesar bagi terealisasinya pembebasan. Oleh karena itu ada kalimat: "Tuhan ada, bila aku tidak ada; bila aku ada, Tuhan tidak ada (bagiku)." -- Untuk bisa sampai pada keadaan batin seperti itu, si aku & segala keinginannya (yang setinggi apa pun) harus berakhir.

Jadi, menurut saya, pembebasan, pencerahan terakhir, tidak bisa dipandang sebagai "kemajuan", apalagi menuju "kebahagiaan", melainkan adalah DIAM, BERHENTI sempurna.

Quote Bebaslah mereka yang meninggalkan hasrat2 kepentingan pribadinya
Dan mendobrak kurungan-ego dan milikku
Menyatu dalam Tuhan yang pengasih
Inilah keadaan maha tinggi
Capailah ini dan dari kematian kau akan menuju keabadian (Bhagavad Gita)

Kutipan bagian dari Bhagavad Gita ini mewakili ajaran agama-agama monoteistik, yang pemahamannya tidak terlepas dari pikiran. (Dalam Bhagavad Gita ada bagian-bagian lain yang mengungkapkan pemahaman yang menurut saya "lebih tinggi".) Dalam keheningan yang sejati, di mana pikiran sudah diam, semua pemahaman seperti itu sudah runtuh. Seperti kata Krishnamurti:

"Meditasi adalah pengosongan batin dari segala sesuatu yang dibentuk oleh batin. Jika Anda lakukan itu, maka Anda akan mendapati ada ruang luar biasa di dalam batin, dan ruang itu adalah kebebasan. Jika Anda berjalan sejauh itu, maka ada suatu gerak dari apa yang tak diketahui, yang tak dikenal, yang tak dapat diterjemahkan, yang tak dapat dirumuskan dengan kata-kata--maka Anda akan mendapati ada gerak dari Yang Mahaluas."

'Apa yang tak diketahui' tidak bisa diberi nama, bahkan nama "Tuhan".

Salam,
hudoyo

hudoyo

A: apa yang salah dengan berkeinginan ?
B: tidak ada yang salah
A: lalu kenapa saya merasa arahnya adalah membunuh keinginan ?
B: kita tidak bisa "berusaha" membunuh keinginan, kenginan akan selalu ada bagaimanapun kita mengusahakannya
A: lalu, apa artinya ?
B: menyadari
A: mengapa harus menyadari ?
B: karena gerak pikir yang tidak disadari adalah akar dari kesengsaraan. kesia-sian yang tidak diperlukan.
A: maksudnya ?
B: keinginan adalah mendambakan sesuatu yang tidak dimiliki. ini memisahkan diri kita dengan apa yang kita miliki. keinginan berada di masa depan. hal ini memisahkan kita dengan saat sekarang. keinginan adalah ilusi karena yang nyata hanya saat ini, dan semua yang kita miliki saat ini.
A: apakah artinya harus berhenti punya cita-cita dan tujuan ?
B: tidak ada keharusan, yg terpenting adalah sadar. sadar bahwa cita2 adalah ilusi jika kita tidak menyadari saat ini. sadar bahwa cita-cita bisa berubah menjadi siksaan jika kita tidak mensyukuri apa yang telah kita miliki. sadar bahwa keinginan bisa membuat hidup kita menderita, cemas akan perbandingan dengan orang lain, kecewa dengan keadaan saat ini; jika keinginan itu terpisah dari apa yang ada saat ini.
.....


hudoyo

[Dari: ]

Quote from: riang_mentarimengapa saya makin merasa tidak tahu ?
spertinya teori2 ini sudah sebegitu sesaknya ada di pikiran saya
saya mulai mempertanyakan yang tidak sesuai dengan pengalaman saya...

saya diajarkan bahwa mood harus selalu ceria
maka itu jika ada kejadian yang mengesalkan hati,
saya alihkan dengan mendengarkan musik
atau tertawa bersama kawan-kawan

sekarang tidak bisa lagi sperti itu
pengalihan memberi kepuasan sementara
menindih kekesalan dengan keceriaan, tidak akan menghilangkannya
kekesalan itu masih tetap ada...tertimbun tak sempurna
terakumulasi untuk bangkit kembali...suatu saat nanti...
dalam amarah, frustrasi, kecemasan...

jd skrg saya merasakannya,
mencicipi dan menerima pengalaman kekesalan
bukan menghindarinya, bukan berusaha menghilangkannya
mengecap-kecapkan rasa dlm setetes pengalaman...

*masih menanti koreksi dari eyang dan kawan2 seperjalanan...*

Mas Riang Mentari,

Anda betul ... semakin dalam kesadaran kita, semakin kita tidak tahu, semakin kita tidak ingat apa yang kita alami.

Pengetahuan & pengalaman adalah fungsi pikiran. ... Orang yang pengetahuan bukunya banyak, bisa mengutip kitab-kitab spiritual dari mana-mana ... orang yang bisa mengingat pengalaman hidupnya yang banyak .,. orang seperti itu pikirannya tidak pernah berhenti.

Sebaliknya, semakin berkembang sadar/eling dalam batin kita, semakin tipis pengetahuan & pengalaman kita ... Sadar/eling tidak sama dengan "tahu" (pengetahuan) dan "ingat akan pengalaman".

PS: posting ini juga saya forward ke Dhammacitta.org & beberapa milis.

Salam,
semar

hudoyo

#581
Quote from: NORBUPak Semar :-),

mohon ma'af ni quick question saja. apakah "MARA" itu personnya sama dengan "iblis".

terus kalau bukan iblis, si "iblis" itu menurut ajaran buddha siapa ya.

trims dulu,sebelumnya
T.

Mas T.,

'Mara' maupun 'Iblis' itu bukan suatu makhluk yang ada di luar diri kita, melainkan adalah si aku beserta segala keinginannya di dalam batin kita sendiri.

Salam,
semar

tula

salam pak hudoyo dan mas ricky .. ketinggalan beberapa hari ketingglan beberpa lembar lagi dah :)

saya benernya dari kemaren2 uda menyadari, kenapa saya ga isa menerapkan MMD ini sampe saat ini ... karena masi memiliki kebiasaan terhadap focusing ....

dan jg kesalahan saya .. mencompare MMD dengan focusing meditation ini ... karena emang sangat bertolak belakang ...

tp sejujurnya, saya tidak bisa dengan serta merta lgsg aja mencaplok ajaran baru yg datang tanpa ba bi bu, saya harus mencermati, dan mengira2 dahulu ... apakah ada kemungkinan lebih baik dari yg lama ? kalo aku lgsg asal trima aja bisa2 metode ku ga perna tetep dari waktu2 kewaktu ... selalu mencoba

terima kasih atas penjelasan2 nya selama ini mas mas dan pak pak (ada mbak2 kaga ya ? :D)..... saya jg akan vakum dulu dari thread ini utk sementara waktu .. mencoba utk melepas metode lama

makaci. (makan siang dulu dah gue)

hudoyo

MMD sendiri tidak ada teorinya sama sekali ... MMD bukanlah suatu 'ajaran' ... . Membanding-bandingkan MMD dengan berbagai metode meditasi lain tanpa mencobanya, tidak ada manfaatnya sama sekali.

Kalau mau tahu MMD bermanfaat atau tidak, harus langsung terjun ke air "berenang" ... kalau cuma dipikir-pikir, direnung-renung, tidak akan pernah tahu MMD bermanfaat atau tidak.

Salam,
hudoyo

hudoyo

Namaste Romo Hudoyo,

Romo ketika saya membaca buku Krishnamurti, seringkali maknanya kok menjadi
berbeda-beda. Lima kali membaca bisa mendapat 3 pemahaman, namun pemahaman tsb seringkali saling melengkapi. Terkadang bertentangan.
Apakah memang membaca buku Krishnamurti itu perlu berulang kali ?
Dan yang aneh, walau dengan topik yg sama, melihat film-nya timbul pengertian
berbeda.

Romo apakah wajar kalau kadang ada rasa terpaksa ketika melakukan meditasi harian ?

Namaste
J.
---------------------------
Rekan J. yg baik,

Krishnamurti membahas banyak hal yang bersifat sangat dalam, halus, dan sering kali mengatasi pikiran. Biasanya orang yang membaca K selalu mem-filter kata-katanya menurut kondisi batinnya dalam memahami sesuatu. Kondisi batin ini berbeda-beda dari waktu ke waktu. Oleh karena itu pemahamannya mengenai apa yang dikatakan K bisa berbeda-beda dari waktu ke waktu.

Dianjurkan untuk membaca K berulang-ulang dalam kondisi yang berbeda-beda. Kecuali Anda bisa membaca K dalam kondisi hening sama sekali. Pengertian yang diperoleh di situ adalah pengertian yang paling dalam.

Kalau melakukan meditasi harian dengan rasa terpaksa, berarti masih melihat meditasi sebagai ritual. Dalam hal ini tidak banyak "hasil" yang diperoleh. Meditasi baru "optimal" apabila dilakukan sebagai kebutuhan, sebagai "akibat" kejenuhan dengan pikiran sehari-hari.

Lebih baik lagi kalau meditasi dilakukan sepanjang hari, di sela-sela kesibukan sehari-hari. Lama-kelamaan tidak bisa dibedakan antara kesadaran ketika duduk diam dan kesadaran dalam kehidupan sehari-hari ketika pikiran tidak diperlukan.

Salam,
Hudoyo