science dan pseudo- science, apa bedanya?

Started by kullatiro, 10 October 2012, 05:25:46 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Sunyata

Chihuahua, Dalmatian = anjing. Beda
Bule, Indo = manusia. Ini juga beda
Saya ga ngerti. ^:)^

K.K.

Quote from: Sunyata on 12 October 2012, 02:15:09 PM
Chihuahua, Dalmatian = anjing. Beda
Bule, Indo = manusia. Ini juga beda
Saya ga ngerti. ^:)^
;D Yah cuma nanya doang sih.
Kalo kita lihat dari karakteristik, chihuahua sama dalmatian beda jauh 'kan? Tapi itu sebenernya satu spesies. Semua anjing yang kita kenal adalah hasil dari penjinakkan serigala. Serigala dipelihara, dalam kondisi berbeda, makanan berbeda, tugas berbeda, maka akhirnya terjadilah adaptasi. Body gede/kecil, kuping panjang/pendek, bulu cepak/gondrong, dll. Bahkan perilaku juga beda, ada yang pinter, nurut, bandel, cuek. Dari serigala, bisa jadi Bulldog ato Pudel.
Di manusia, perbedaannya ga gitu signifikan, paling bentuk tengkorak, pigmen kulit, dsb, tapi ga sampai seperti di anjing. Kalo manusia & kera, itu udah spesies yang berbeda.

Sunyata

Kalau sekarang saya bilang "teori evolusi itu mirip dengan yg tertulis di sutta ini dan itu". Apakah ini termasuk pseudo-science dan cocologi, om?

Mohon pencerahannya, om. ;D

xenocross

coba aja baca baca karya "ulama" dan "ilmuwan" yg namanya Harun Yahya

nah itu contoh pseudo science

Tambah lagi, di Indonesia jg ada, Fahmi Basya

di amerika, google aja Intelligent Design
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

Indra

Quote from: Sunyata on 12 October 2012, 11:41:44 PM
Kalau sekarang saya bilang "teori evolusi itu mirip dengan yg tertulis di sutta ini dan itu". Apakah ini termasuk pseudo-science dan cocologi, om?

Mohon pencerahannya, om. ;D

itu lebih mirip pseudo-sutta

K.K.

Quote from: Sunyata on 12 October 2012, 11:41:44 PM
Kalau sekarang saya bilang "teori evolusi itu mirip dengan yg tertulis di sutta ini dan itu". Apakah ini termasuk pseudo-science dan cocologi, om?

Mohon pencerahannya, om. ;D
Tergantung bahasannya juga, kalau memang membandingkan secara objektif dan 'tahu diri', tidak akan jadi pseudo-science. Tapi kalau saya lihat penjelasan di sutta tidak ada yang sampai detail dan cukup untuk diselidiki benar atau salah secara empirik. Kalau sudah ke arah pemaksaan (atau cocologi) sutta dengan sains, atau klaim yang tidak terbukti, memang mengarah pada pseudo-science. Misalnya pembahasan Abhidhamma yang (kadang) 'mengklaim sesuai sains' sudah mengarah pada pseudo-science.


K.K.

Quote from: xenocross on 13 October 2012, 12:22:14 AM
coba aja baca baca karya "ulama" dan "ilmuwan" yg namanya Harun Yahya

nah itu contoh pseudo science

Tambah lagi, di Indonesia jg ada, Fahmi Basya

di amerika, google aja Intelligent Design
Dibantu elaborasi donk, om Xeno. Pake satu atau dua contoh akan lebih mencerahkan bagi pembaca.

DArief

Quote from: Kainyn_Kutho on 13 October 2012, 08:50:32 AM
Misalnya pembahasan Abhidhamma yang (kadang) 'mengklaim sesuai sains' sudah mengarah pada pseudo-science.
?

Setuju.
Sains itu bukan kebenaran absolut, tetapi bisa diartikan sebagai pemahaman terbaik atas suatu fenomena berdasarkan data yang ada saat ini. Datanya sendiri seringkali tidak sempurna. Bukankah suatu ironi sesuatu 'kebenaran absolut' diusahakan agar kompatibel dengan sains? Apakah karena faktor kegamangan takut out-of-date?

Sunyata

Quote from: Kainyn_Kutho on 13 October 2012, 08:50:32 AM
Tergantung bahasannya juga, kalau memang membandingkan secara objektif dan 'tahu diri', tidak akan jadi pseudo-science. Tapi kalau saya lihat penjelasan di sutta tidak ada yang sampai detail dan cukup untuk diselidiki benar atau salah secara empirik. Kalau sudah ke arah pemaksaan (atau cocologi) sutta dengan sains, atau klaim yang tidak terbukti, memang mengarah pada pseudo-science. Misalnya pembahasan Abhidhamma yang (kadang) 'mengklaim sesuai sains' sudah mengarah pada pseudo-science.


Apa masalahnya lebih ke ego ya, om?

K.K.

Quote from: DArief on 13 October 2012, 09:38:59 AM
?

Setuju.
Sains itu bukan kebenaran absolut, tetapi bisa diartikan sebagai pemahaman terbaik atas suatu fenomena berdasarkan data yang ada saat ini. Datanya sendiri seringkali tidak sempurna. Bukankah suatu ironi sesuatu 'kebenaran absolut' diusahakan agar kompatibel dengan sains? Apakah karena faktor kegamangan takut out-of-date?
Karena sifat 'takut kenyataan berbeda dengan harapan' adalah manusiawi. Jadi terlepas apapun kepercayaan seseorang, selalu ada usaha untuk meneguhkan kepercayaannya itu sebagai 'kebenaran', walaupun harus lewat pembenaran. Semoga dari topik ini kita semua bisa lebih terbuka pada kenyataan dan meninggalkan kepercayaan membuta.


K.K.

Quote from: Sunyata on 13 October 2012, 09:41:46 AM
Apa masalahnya lebih ke ego ya, om?
Yang 'lebih ke ego' maksudnya yang mana?

Rico Tsiau

pertanyaan dikit OOT :

dalam hal menempuh jalan spiritual, sebenarnya apakah perlu sains?

K.K.

Quote from: Rico Tsiau on 13 October 2012, 09:59:16 AM
pertanyaan dikit OOT :

dalam hal menempuh jalan spiritual, sebenarnya apakah perlu sains?
Nah, ini pertanyaan bagus.

Tapi sebelum bisa jawab, harus tahu dulu 'jalan spiritual' yang bagaimana, dan sains yang bagaimana?

Sunyata

Quote from: Kainyn_Kutho on 13 October 2012, 09:46:14 AM
Yang 'lebih ke ego' maksudnya yang mana?
Quote from: Kainyn_Kutho on 13 October 2012, 09:45:36 AM
Karena sifat 'takut kenyataan berbeda dengan harapan' adalah manusiawi. Jadi terlepas apapun kepercayaan seseorang, selalu ada usaha untuk meneguhkan kepercayaannya itu sebagai 'kebenaran', walaupun harus lewat pembenaran. Semoga dari topik ini kita semua bisa lebih terbuka pada kenyataan dan meninggalkan kepercayaan membuta.


Thanks. :)

Rico Tsiau

#29
Quote from: Kainyn_Kutho on 13 October 2012, 10:05:14 AM
Nah, ini pertanyaan bagus.

Tapi sebelum bisa jawab, harus tahu dulu 'jalan spiritual' yang bagaimana, dan sains yang bagaimana?

spiritual, asumsikan saja ke-agama-an (mungkin dipersempit, dalam hal ini buddhisme)
sains, asumsikan saja bukti/pengetahuan bahwa gravitasi bulan 1/6 bumi

mungkin terlalu gak berhubungan yach?

atau saya ganti sains dengan bukti2 (pada batas tertentu) terhadap evolusi.
yang dalam buddhisme, sang buddha menerangkan bagaimana dulunya makhluk hidup semakin hari semakin kompleks berbentuk setelah makan sari tanah.
apakah dengan begitu lantas sebagai umat buddha kita harus mencocokkan hal tersebut dan dengan lantang berkata bahwa buddhisme sesuai sains.

nah hal tersebut apakah 'perlu' dalam menempuh jalan spiritual buddhisme?

disclaimer : saya tidak menyatakan bahwa umat buddha tidak butuh sains dan atau teknologi lhooo?