Mencapai pencerahan dengan sex?

Started by morpheus, 26 July 2007, 10:58:55 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

nyanabhadra

Quote from: karuna_murti on 26 March 2008, 11:39:59 AM
Loh, Nyanabhadra masih samanera kan? Sudah balik ke India lagi? Atau masih di Bandung? Kalau sudah jadi Bhikkhu, Anumodana

Ya betul, sudah diklarifikasi di posting sebelumnya.
Saya masih di Dharamsala, India.
Anumodana disimpan untuk beberapa tahun ke depan, ketika saya sudah siap menjadi bhiksu.......namun saya tidak pasti "siapa" yang datang duluan, MATI atau hari penahbisan menjadi bhiksu.

bow and respect,

bond

#46
Quote from: nyanabhadra on 26 March 2008, 03:09:48 PM
Quote from: bond on 26 March 2008, 11:15:41 AM
deleted...

Kalau memang tidak sesat, saya mau nanya, apakah melatih sadhana ini diperlukan pasangan lawan jenisnya alias berduaan ?

_/\_

Sudah dijelaskan di posting sebelumnya, kami sebagai monastik tidak "menyentuh " wanita sama sekali! sudah jelas-jelas vinaya yang diturunkan oleh Buddha menitik beratkan pada hidup selibat.

kalau mau sebagai praktisi umat biasa, silakan bersama istri yang sah.

kalau ada bhiksu apalagi samanera yg "menyentuh" wanita, sudah jelas dia sudah bukan monastik lagi, walaupun masih berkepala gundul dan berjubah.

"menyentuh" dalam arti melakukan hubungan intim, bukan sekedar menyentuh doang....mohon mengerti, agar tidak terjadi ambiguitas.

bow and respect,

Saya memahami dan menghormati kehidupan monastik yg selibat, yg saya tanyakan mengenai sadhana sexnya yg katanya bisa mencerahkan, bukankah itu sesat? karena tidak ada penjelasan yg memadai mengenai hal ini.
Dan Padmasambhava dan penganutnya melakukan hal ini.
Apakah Padmasambhava seorang Bhikkhu?

  ^:)^ _/\_
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

nyanadhana

 _/\_ wah di Dharamsala,boleh nih nambah postingannya lagi Samanera mengenai tibet vs.China dari kacamata Samanera...(bukan berarti ngajak berpolitik lho)cuman ingin tahu sebenarnya apa gitu lho.
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one's own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

nyanabhadra

Quote from: El Sol on 26 March 2008, 02:15:17 PM
Quote
Bro El sol, "pemuasan nafsu" (tanda kutip), jangan terlalu naif kalau pemuasan nafsu bisa mencerahkan tanpa daya upaya dan pemahaman tepat sesungguhnya tentang realitas dan shunyata.

kalau memang pernyataanmu benar bahwa "Pemuasan nafsu bisa tercerahkan" maka yang akan cerah duluan tampaknya umat yang berkeluarga!
kalau gitu ngapain dung saya masuk anggota sangha?
salah tangkep yg gw maksud...

sorry gw tulisnya gk jelas...

yg gw maksud adalah sex= pemuasan nafsu dianggap bisa mencerahkan sedangkan guru kita Sang Buddha Gotama mengajarkan yg sebaliknya..hanya dengan Sila, Samadhi dan Panna saja bisa tercerahkan...

Iya dengan Sila, Samadhi, dan Panna beserta aspek2 dari bagian-bagian itu dengan dikombinasikan dengan berbagai latihan.

ada seorang pasien, ia menderita penyakit "A", setelah terdiagnosa oleh Dokter ahli, maka dokter memberitahu bahwa untuk sembuh pasien ini tidak boleh makan daging untuk kurun waktu sekian lama, katakanlah 1thn. pasien sadar sepenuhnya bahwa makan daging bisa mengakibatkan kematian, maka ia pun tidak makan daging sama sekali. ternyata memang benar, pasien sembuh, dan pasien ke dokter itu lagi, dan dokter dengan yakin menyatakan bahwa penyakit sudah sembuh total, dan mulai sekarang boleh makan daging lagi.
namun pasien boleh memilih mau memakan daging atau tidak.

ini ilustrasi kasar, dan kalau memang dokter ahli itu merupakan kepercayaan anda, kalau anda meragukan dokter itu, yah saya juga tidak tahu akhir cerita itu.
memang kematian bisa terjadi kapan saja, namun cerita dibuat demikian utk memberi pemahana dalam bentuk ilustrasi.

metode yang diterapkan untuk penyakit yg berbeda-beda, tergantung pada dokter dan pasien, namun terdapat kesamaan "ritme" dan memberi resep kepada pasien.

bagi saya pribadi, hidup selibat sudah jelas menjadi latihan penting yg diturunkan oleh Buddha, saya menjalankan dengan ketat. itu sudah jelas.

kalau mau ngomong ini, perlu pengetahuan atas Vinaya dan berbagai aspeknya, saya rasa seorang samanera tak berhak ngomong Vinaya, maaf.

bow and respect,

nyanabhadra

Quote from: nyanadhana on 26 March 2008, 03:19:52 PM
_/\_ wah di Dharamsala,boleh nih nambah postingannya lagi Samanera mengenai tibet vs.China dari kacamata Samanera...(bukan berarti ngajak berpolitik lho)cuman ingin tahu sebenarnya apa gitu lho.

Silakan mulai judul baru untuk membahas dari segi buddhistik.
Loceng sudah berbunyi, saya harus masuk kelas. nanti kita bahas lagi.

bow and respect,

Sumedho

Thanks to samanera nyanabhadra utk bergabung :)

Perlu para "ahli" untuk menjelaskan disini nih... Mohon bimbingannya  _/\_


[at]  All:
Utk bhante upaseno, beliau lagi sibuk thesis, jadi sangat jarang online. Terakhir kali sih minggu lalu pas ada online dan sempat chat sebentar.
There is no place like 127.0.0.1

nyanadhana

sudah ada postingannya di bagian Lingkungan ->Tibetvs.China
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one's own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

nyanabhadra

Quote from: bond on 26 March 2008, 03:10:40 PM
deleted...

Kalau ga salah ingat, jika telah menjadi Arahat, salah satu kejadian seperti turunnya Bodhisatwa maitreya ke Jambudvipa akan mengetarkan para Arahat untuk masuk ke jalur bodhisatwa, dan mulai dari level ke-6 bodhisatwabhumi.

itu yang saya ingat.


Maksudnya Arahat yg telah mencapai Nibbana(masih hidup) atau yg Parinibbana?

Kalau sudah arahat dan Bodhistava Metteya datang utk menjadi Buddha,arahat terlahirkan lagi utk masuk jalur bodhisatva , bukankah arahat sudah tidak terlahirkan lagi ?

Keliatannya ada perbedaan dari sutta yg ada dengan yg Bhante jelaskan.

Apakah para arahat jaman Buddha dipankara, ada yg terlahir lagi sebagai bodhisatva, jika ya, mengapa Sang Buddha tidak pernah menjelaskan hal ini?

Jika arahat bisa dilahirkan kembali, kenapa dalam kitab suci Tipitaka dikatakan Arahat tidak terlahirkan kembali kontradiksi bukan.

_/\_

[/quote]

Ada beberapa perbedaan teori.
theravada dan mahayana menyatakan bahwa terori pertama menyatakan bahwa yang mencapai arhat (sisa dan tanpa sisa) tidak akan terlahir lagi.

Mahayana menambahkan penjelasan bahwa Arhat betul tidak dilahirkan lagi, yaitu tidak dilahirkan karena dorongan karma dan kilesa, karena mereka sudah membersihkannya sampai pada tingkat tertentu. Namun Arahat bisa terlahirkan lagi jika ia menginginkannya, namun ini murni karena kekuatan Arahat tersebut, bukan karena dia dilemparkan oleh karma dan kilesanya (karena arhat sudah terlepas dari ini semua).

tidak seperti manusia normal yang tidak sanggup mengendalikan kelahirannya, saya tidak sanggup mengendalikan kehidupan akan datang saya, karena saya dikendalikan sepenuhnya oleh karma dan kilesa saya, saya tak punya kekuatan utk memilih terlahir di mana, terlahir jadi apa, dll.....namun arhat memiliki kekuatan untuk itu.

contoh, barangkali kita mengenal baik YA Sariputra, menurut naskah theravada, beliau adalah seorang arahat, namun naskah mahayana menyebutkan beliau adalah bodhisatwa yang 'menyamar' sebagai Arhat diantara Arahat.

saya rasa masih ada beberapa contoh lain.

ini yg pernah saya tahu, namun sya tidak tahu dikutip dari sutra mahayana yang mana, tampaknya komentar prajnaparamita yg veri 800ribu syair ada.

jadi tidak ada kontradiksi, demikian yg saya paham. mohon di cek dan ricek sama orang lain yang juga tahu.

bow and respect,

nyanabhadra

Quote from: Sumedho on 26 March 2008, 03:27:22 PM
Thanks to samanera nyanabhadra utk bergabung :)

Perlu para "ahli" untuk menjelaskan disini nih... Mohon bimbingannya  _/\_


[at]  All:
Utk bhante upaseno, beliau lagi sibuk thesis, jadi sangat jarang online. Terakhir kali sih minggu lalu pas ada online dan sempat chat sebentar.


halo Bro Sumedho, apa kabar?
Belum mengaku "ahli" karena sy juga baru mulai belajar, sharing pengetahuan saja. tak lebih dari itu, semoga bisa sedikit memotivasi teman2 utk mencari tahu lebih banyak, juga memotivasi diriku utk mencari tahu lebih banyak.
dan tentu saja dipakai utk melenyapkan avidya dan menjadi bahan renungan meditasi dan latihan.

bow and respect,

Sunkmanitu Tanka Ob'waci

#54
Justru saya sedang mencari referensinya, di Sutra Mahayana awal ada disebutkan masing-masing jalan, Savaka tidak bisa menjadi Bodhisattva. Pacekka tidak bisa menjadi Bodhisattva. Saya ingat pernah disebutkan oleh seorang Bhikkhu Taiwan, dalam Sansekerta dan Mandarin.

Snying Rje
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

nyanabhadra

Quote from: karuna_murti on 26 March 2008, 05:03:59 PM
Justru saya sedang mencari referensinya, di Sutra Mahayana awal ada disebutkan masing-masing jalan, Savaka tidak bisa menjadi Bodhisattva. Pacekka tidak bisa menjadi Bodhisattva. Saya ingat pernah disebutkan oleh seorang Bhikkhu Taiwan, dalam Sansekerta dan Mandarin.

Snying Rje

Semuanya bisa masuk jalur bodhisatwa, tidak ada yang tidak bisa.


bow and respect,

Sunkmanitu Tanka Ob'waci

#56
QuoteSeveral early Mahayana sutras, including the Astasahasrika, the Ugraparprccha, etc., specifically warn the aspirant bodhisattva NOT to reach the level of "samyak niyamatva" = "full determination", wherein they are determined / fixed as / set as attainers of the four Arya-phala.

From the Asta (Kumarajiva's translation, c. 403):
(Translation and notes my own.)


須菩提語釋提桓因,及諸天眾:「憍尸迦!我今當承佛神力,說般若波羅蜜。若諸天子未發阿耨多羅三藐三菩提心者,今應當發。若人已入正位,則不堪任發阿耨多羅三藐三菩提心。何以故?已於生死作障隔故。是人若發阿耨多羅三藐三菩提心,我亦隨喜,終不斷其功德。所以者何?上人應求上法。」
Subhūti said to Śakra Devānām Indra and all [those] assembled devas: "O Kauśika! I shall now, empowered by the Buddha's spiritual might, teach the prajñāpāramitā. All those sons of the devas who have yet to arise the mind [of aspiration towards] anuttarā samyak saṃbodhi, they should now arise [that aspiration]. If a person has already penetratively [realized] the fixed status [of dharmas],1 they are therefore unable to arise the mind [of aspiration towards] anuttarā samyak saṃbodhi. For what reason? Because they have already constructed an obstructing barrier [between themselves and the cycle of] birth and death.2 If these people were to arise the mind [of aspiration towards] anuttarā samyak saṃbodhi, I would also have appreciative joy [towards that], and never prevent their merit.3 For what reason? Superior people should aspire for superior dharmas."4

1 S: "... samyaktva-niyāmam ...". I think that the FGBD: "即達悟之位、無煩惱之境地,亦即聲聞所得見證之無為涅槃。<一>指小乘之涅槃。維摩經問疾品(大一四‧五四五下):「雖觀諸法不生,而不入正位。」" is incorrect.
I prefer: "stableness of the Dhamma (dhamma-ṭṭhitatā), the fixed course of Dhamma (dhamma-niyāmatā)" (Bodhi, Bhikkhu, tr (2001): "Conditions", II 12.20 and "Cases of Knowledge", II 12.34 in Samyutta Nikāya, Wisdom: Boston. p. 551, 573.) – the first two: -ṭṭhitatā (住位性) & niyāmatā (定性).
It is a stage of realization, just not yet nirvāṇa. Thus, Conze's "[ie. arhats who have reached their last birth, etc.]" is also incorrect. It is a point of non-return, only, not finality.

《大智度論》卷18:「如佛說。[16]若有比丘於諸有為法不能正憶念。欲得世間第一法無有是處。若不得世間第一法。欲入正位中無有是處。若不入正位。欲得須陀洹斯陀含阿那含阿羅漢無有是處。」 (CBETA, T25, no. 1509, p. 192, c10-17) [16]〔若〕-【宋】【元】【明】【宮】【石】。
MPPU: "As the Buddha taught: 'If a bhikṣu is unable to correctly direct the mind with regards to conditioned dharmas, yet wishes to attain foremost mudane dharmas, this is impossible; if one does not attain foremost mundane dharmas, yet wishes to penetratively [realize] the unconditioned in the fixed status [of dharmas], this is impossible; if one does not penetratively [realize] the fixed status [of dharmas], yet wishes to attain śrotāpanna, śakṛādāgāmi, anāgāmi, or arhatva, this is impossible. ... [and the formula in reverse.]"
Thus, the "fixed status" is preceding realization of the ārya-phalas.

2 = baddhasīmāno hi te saṃsārasrotasaḥ

3 = has = kuśalamūla

4 = viśiṣṭebhyo hi dharmebhyo viśiṣṭatamā dharmā adhyālambitavyāḥ


Later, it explains explicity that "skilful means" (kausalya upaya) is whereby the bodhisattva uses the meditations of sunya, animitta and apranihita to cultivate the path yet prevent attainment of the four Arya-phala.

One without such skilful means will either fall back into the sravaka-yana, or, be neither sravaka nor bodhisattva.

There is some debate about exactly where and when one is set upon their particular vehicle. Though from the above, by the time of "samyak niyama" they are already set.

Many take the Lotus sutra as a "classic example of Mahayana", but actually from what I see, it is a very small minority in its opinions on the Buddhahood of all beings. Most Mahayana texts take all vehicles - arhat, pratyekabuddha and buddha - as valid options. They also state that when one attains one of these fruits, that is the end of samsara for that person. Unlike the Lotus, which suggests that Arhats come back. The Lotus is a minority Mahayana sutra which suggests such a thing.

By Ven. Huifeng

Bagi yang lihat kotak-kotak, encodingnya utf-8. Beberapa Sutra Mahayana awal seperti Astasahasrika, Ugraparprccha secara khusus memperingatkan bagi mereka yang beraspirasi menjadi Bohisattva agar tidak mencapai level "samyak niyamatva", niat penuh. Niat penuh untuk menjadi Sottapana, Sakadagami, Anagami, Arahat.
Banyak yang memberi contoh Lotus Sutra sebagai "Contoh Mahayana Klasik", tetapi dari apa yang beliau lihat, Lotus Sutra adalah Sutra yang opininya "minoritas" mengenai ke-Buddha-han  semua makhluk. Sutra-Sutra Mahayana lainnya menyatakan ketika seseorang telah menjadi Sottapana, Sakadagami, Anagami, dan Arahat, itu adalah akhir samsara. Tidak seperti Lotus Sutra, yang menyarankan Arahat kembali lagi. Lotus Sutra adalah sebagian kecil Sutra Mahayana yang menyatakan demikian.

Snying Rje
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

nyanabhadra

[quote author=karuna_murti link=topic=219.msg30020#msg30020

deleted

Bagi yang lihat kotak-kotak, encodingnya utf-8. Beberapa Sutra Mahayana awal seperti Astasahasrika, Ugraparprccha secara khusus memperingatkan bagi mereka yang beraspirasi menjadi Bohisattva agar tidak mencapai level "samyak niyamatva", niat penuh. Niat penuh untuk menjadi Sottapana, Sakadagami, Anagami, Arahat.
Banyak yang memberi contoh Lotus Sutra sebagai "Contoh Mahayana Klasik", tetapi dari apa yang beliau lihat, Lotus Sutra adalah Sutra yang opininya "minoritas" mengenai ke-Buddha-han  semua makhluk. Sutra-Sutra Mahayana lainnya menyatakan ketika seseorang telah menjadi Sottapana, Sakadagami, Anagami, dan Arahat, itu adalah akhir samsara. Tidak seperti Lotus Sutra, yang menyarankan Arahat kembali lagi. Lotus Sutra adalah sebagian kecil Sutra Mahayana yang menyatakan demikian.

Snying Rje
[/quote]

sangat betul sekali, karena sudah berakhir samsara, maka tidak ada option lagi, dengan kekuatan besar samyaksambuddha (yang mempertontonkan 12 aktifitas mulia, Buddha Maitreya [sekarang adalah seorang bodhisatwa]), sebagian para Arhat akan tergetar dan dengan kekuatannya terlahir menjadi manusia untuk menerima ajaran Buddha dan memasuki jalur Bodhisatwa dan bisa dengan cepat mencapai pencerahan setara dengan Buddha Maitreya.

Ini yang saya tahu.

saya rasa, topik ini sudah semakin luas, dan rasanya sudah cukup clear beberapa posisi, dan saya juga merasa sudah menuliskan opini yang saya tahu, semoga menjadi bahan renungan, semoga bermanfaat dan maju dalam spiritual.

saya pikir, topik ini sudah boleh di tutup....kalau masih ada yg mau melanjutkan, monggooooo...

bow and respect,

SandalJepit

#58
QuoteMemang ada dugaan percampuran tantra hindu dan tantra Buddha, saya tidak tahu persis, namun banyak yang mirip antara kedua tantra tersebut. saya tidak berani bilang Buddhis mengadopsi tantra hindu atau justru tantra hindu mengadopsi tantra buddhis.
mungkin yang ini ada hubungannya dengan :

http://en.wikipedia.org/wiki/Kama_Sutra
Quote
Kamasutra (Sanskrit: कामसूत्र), (also Kama Sutra), is an ancient Indian text widely considered to be the standard work on love in Sanskrit literature. It is said to be authored by Mallanaga Vatsyayana. A portion of the work deals with human sexual behavior.[1]

The Kama Sutra is most notable of a group of texts known generically as Kama Shastra (Sanskrit: Kāma Śāstra).[2] Traditionally, the first transmission of Kama Shastra or "Discipline of Kama" is attributed to Nandi the sacred bull, Shiva's doorkeeper, who was moved to sacred utterance by overhearing the lovemaking of the god and his wife Parvati and later recorded his utterances for the benefit of mankind.[3]

QuotePleasure and spirituality

Indians includes following the "four main goals of life",[7][8] known as the purusharthas:[9]

1). Dharma: Virtuous living. 2). Artha: Material prosperity. 3). Kama: Aesthetic and erotic pleasure.[10][11] 4). Moksha: Liberation.

Dharma, Artha and Kama are aims of everyday life, while Moksha is release from the cycle of death and rebirth. The Kama Sutra (Burton translation) says:

    "Dharma is better than Artha, and Artha is better than Kama. But Artha should always be first practised by the king for the livelihood of men is to be obtained from it only. Again, Kama being the occupation of public women, they should prefer it to the other two, and these are exceptions to the general rule." (Kama Sutra 1.2.14)[12]

Of the first three, virtue is the highest goal, a secure life the second and pleasure the least important. When motives conflict, the higher ideal is to be followed. Thus, in making money virtue must not be compromised, but earning a living should take precedence over pleasure, but there are exceptions.

In childhood, Vātsyāyana says, a person should learn how to make a living, youth is the time for pleasure, as years pass one should concentrate on living virtuously and hope to escape the cycle of rebirth.[13]

The Kama Sutra is sometimes wrongly thought of as a manual for tantric sex. While sexual practices do exist within the very wide tradition of Hindu tantra, the Kama Sutra is not a tantric text, and does not touch upon any of the sexual rites associated with some forms of tantric practice.

Also the Buddha preached a Kama Sutra, which is located in the Atthakavagga (sutra number 1). This Kama Sutra, however, is of a very different nature as it warns against the dangers that come with the search for pleasures of the senses.

kiman

dalam hindu (dalam Yoga) mengenal Milarepa, Naropa, Atisha, dll. Bagi praktisi tantra (Vajrayana), nama2 yg saya sebutkan tadi pasti kenal. Makna tantra sering disalahartikan oleh orang barat (bule). bahkan malah ada Buddha Bar. Tantra tidak sama dengan kamasutra. Kamasutra juga memiliki tujuan untuk memberikan "pelayanan" kepada suami/istri agar bahagia, bukan kenikmatan sexual. kebodohan dan kenikmatan duniawilah penyebab kesalahpahaman ini.
U CAN GET DHARMA WITHOUT MONEY