News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu

Pencapaian Nibbana dan Terlahir kembali

Started by Sukma Kemenyan, 19 December 2011, 11:02:47 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

William_phang

 ;D
Quote from: Kang_Asep on 23 December 2011, 03:09:36 PM
berarti sebenarnya sudah selesai urusan. semua sudah jelas. kemudian, apakah lagi yang dipermsalahkan?

Kalo saya sendiri tidak mempermasalahkan... yang saya tulis itu cuma untuk memperjelas saja.. apakah saya ada menanyakan ke YM Choa?... yang saya reply semua adalah postingan kang_Asep...  ;D

Kang_Asep

Quote from: adi lim on 23 December 2011, 02:52:37 PM
bingung  ???

demikianlah sifat dari faktor x tersebut. ia adalah sesuatu yang membingungkan, bila dicoba difahami olh pikiran. faktor x ini tidak dapt dijangkau oleh fikiran, hanya dapat disentuh oleh kesadaran.

Kang_Asep

Quote from: william_phang on 23 December 2011, 03:14:17 PM
;D
Kalo saya sendiri tidak mempermasalahkan... yang saya tulis itu cuma untuk memperjelas saja.. apakah saya ada menanyakan ke YM Choa?... yang saya reply semua adalah postingan kang_Asep...  ;D

dan pertanyaan yang diajukan sebelumnya, tidak ditujukan kepada seorang pribadi, tapi berlaku umum, ditujukan kepada sema mmber yang aktif di thread ini. adapun postingan yang dikutip hanyalah sebagai inspirator dari pertanyaan tersebut.

ryu

sebaiknya kalaian para arahat lebih bersabar lagi dalam menjamu tamu sehingga tidak terjadi guru2 para arahat yang muncul lalu dalam sekejap hilang lagi.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Rico Tsiau

Quote from: ryu on 23 December 2011, 03:17:16 PM
sebaiknya kalaian para arahat lebih bersabar lagi dalam menjamu tamu sehingga tidak terjadi guru2 para arahat yang muncul lalu dalam sekejap hilang lagi.

betul juga, belum apa2 maen bantai aja nih.

K.K.

Quote from: Kang_Asep on 23 December 2011, 02:33:40 PM
Setiap term itu memiliki 8 kesatuan arti dan 10 kategori. salah satunya adalah tmpat dan tempo. jika ada orang menyatakan bahwa "SBY itu murid saya", maka baik subjek (sby) atau predikat (murid saya) itu memiliki 8 kesatuan arti yang salah satunya adalah "tempat dan tempo". Jika kemudian orang menafsirkan bahwa si pembuat pernyataan telah menyatakan bahwa "saat ini sby adalah murid dia", maka dia telah melakukan suatu penambahan kepada term orang lain. padahal orang lain itu belum menjelaskan tempo "saat ini", " masa lalu" atau "masa depan" dari masing-masing term.
Tergantung kata dan penggunaannya, tidak semua harus memiliki kedelapan makna tersebut, terutama jika makna dari kata tersebut telah menjelaskannya. Misalnya anda bilang tentang "Buddha Gotama berguru pada Alara Kalama", maka itu sudah salah tanpa perlu ditanya tempo, sebab pencapaian Kebuddhaan sendiri terjadi SETELAH bodhisatta menyamai Alara Kalama dan meninggalkannya. Jadi tanpa perlu berkilah banyak, bisa dipastikan kalimat itu tidak sesuai dengan sutta.


Quotedemikian pula ketika ada orang mengatakan "murid saya telah menjadi arahat". itu tidak boleh terburu-buru ditafsirkan sebagai "saat ini", "masa lalu" maupun "masa depan". karena yang mengetahui "makna tempo" pada term sebuah pernyataan adalah orang yang membuat pernyataannya itu sendiri.
Istilah Arahat sendiri mengacu pada hal yang irreversible, tidak dapat menurun dari sana. Jadi 'di masa lalu Arahat, sekarang jadi orang biasa' itu tidak mungkin secara makna. Jika dikatakan untuk masa depan, maka penggunaan 'telah' itu sendiri keliru, sebab seharusnya digunakan kata 'akan'. Maka hanya ada satu makna dalam hal ini, yaitu 'sekarang ini muridnya sudah Arahat'. 

Jadi sekali lagi, anda jangan berkilah banyak. Pelajari dulu istilah-istilah yang digunakan dalam Ajaran Buddha.


Quote"Sang Buddha adalah murid seorang pertapa". membantah kebenaran proposisi ini dengan berargumen bahwa ketika sang buddha disebut "sang Buddha" adalah dalam kondisi sudah tidak berguru lagi kepada pertapa tersebut, menandakan bahwa pembantah tersbut telah menambahkan persepsinya kepada pernyataan orang lain, yakni menafsirkan sendiri term milik orang lain tanpa bertanya apa makna term tersebut kepada si pembuat pernyataan.

lalu, apa yang salah dengan pernyataan tersebut?
Dalam Brahmajala Sutta, ada 7 pandangan salah tentang nibbana. Buddha Gotama menjelaskan nibbana versinya sendiri. Lalu umat Buddha kemudian meneruskan ajaran itu dan membahasnya, maka ada namanya Ajaran Buddha Theravada.

Sekarang coba anda pikir masak-masak dengan akal sehat. Ketika ada dua umat yang membahas dalam koridor Buddhisme Theravada, apakah nibbana yang dibicarakan mereka adalah yang diajarkan Buddha Gotama, atau salah satu di antara 7 pandangan salah tersebut?

Silahkan jawab.

Quoteapakah karena kita memiliki pengetahuan bahwa ciri-ciri dari arahat itu adalah begini dan begitu, lalu kemudian kita ingin menyelidiki, apakah dia itu memenuhi ciri-ciri arahat yang kita ketahui? apakah ini masalahnya?
Bukan. Saya berikan ilustrasi.
Choa: Saya juga orang Indonesia, maka saya akan mengajarkan Bahasa Indonesia. Cat bisa berpindah.
Pemirsa: Gimana berpindah? Udah ditempel ke tembok yah tetap di sana.
Choa: Jadi anda cuma gunakan Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi? Dasar picik. Cat adalah hewan yang mengeong.

Paham?

Quotehanya melihat dari halaman trakhir diskusi, yang tampak terlihat jelas kesalahan fahaman, atau mis komunikasi.
Menurut saya, andanya saja yang malas menyelidiki, hanya ambil kesimpulan berdasarkan halaman terakhir, dan tragisnya, anda memang tidak mampu menyimpulkan dengan baik.

bawel

Quote from: Kemenyan on 19 December 2011, 11:02:47 AM
Mungkinkah ?  :-?

Mungkinkah seseorang yang telah mencapai nibbana (arahat)
Bertekad untuk bergumul dengan samsara lagi ?

Kisah Godhika Thera

dari dhammapada
[spoiler]
QuoteGodhika Thera pada suatu kesempatan, melatih meditasi ketenangan dan
pandangan terang di atas lempengan batu di kaki gunung Isigili di Magadha. Ketika beliau telah mencapai Jhana, (1) beliau jatuh sakit dan kondisi ini mempengaruhi latihannya. Dengan mengabaikan rasa sakitnya, beliau tetap berlatih dengan keras. Namun setiap kali beliau mencapai kemajuan, beliau merasa kesakitan. Beliau mengalami hal ini sebanyak enam kali. (2) Akhirnya, beliau memutuskan untuk berjuang keras untuk mencapai tingkat arahat, walaupun ia harus mati untuk itu.

Tanpa beristirahat, beliau melanjutkan meditasinya dengan rajin. Akhirnya beliau memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri.(3) Dengan memilih perasaan sakit sebagai objek meditasi, beliau memotong lehernya sendiri dengan pisau. Dengan berkonsentrasi terhadap rasa sakit, beliau dapat memusatkan pikirannya dan mencapai tingkat kesucian arahat, tepat sebelum beliau meninggal dunia.

Ketika Mara mendengar bahwa Godhika Thera telah meninggal dunia, ia mencoba
untuk menemukan di mana Godhika Thera tersebut dilahirkan, tetapi gagal. Maka
dengan menyamar sebagai seorang laki-laki muda, Mara menghampiri Sang Buddha dan bertanya di mana Godhika Thera sekarang. Sang Buddha menjawab;

"Tidak ada manfaatnya bagi kamu untuk mengetahui Godhika Thera. Setelah terbebas dari kekotoran-kekotoran moral, ia mencapai tingkat kesucian arahat. Seseorang seperti kamu, Mara, dengan seluruh kekuatanmu tidak akan dapat menemukan ke mana para arahat pergi setelah meninggal dunia."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 57 berikut:

"Mara tak dapat menemukan jejak mereka yang memiliki sila,
yang hidup tanpa kelengahan,
dan yang telah terbebas melalui Pengetahuan Sempurna"
[/spoiler]

kutipan:

QuoteKemudian Sang Buddha membabarkan syair 57 berikut:

"Mara tak dapat menemukan jejak mereka yang memiliki sila,
yang hidup tanpa kelengahan,
dan yang telah terbebas melalui Pengetahuan Sempurna
"

*mara si penggoda semua alam saja tidak bisa menemukan jejak Godhika Thera, jadi dimanakah yang sudah merealisasikan nibbana terlahir? ;D
---------------

dari MARASAMYUTTA, Samyutta Nikaya, Sagatha Vagga, Bab 4, III. SUB BAB KE TIGA (KELOMPOK LIMA MARA)

[spoiler]
Quote23 (3) Godhika

Demikianlah yang kudengar.

Pada suatu ketika, Sang Bhagavà sedang berdiam di Ràjagaha, di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai.

Pada saat itu, Yang Mulia Godhika sedang berdiam di Batu Hitam, di Lereng Isigili.

Kemudian, selagi Yang Mulia Godhika sedang berdiam dengan tekun, rajin, dan teguh, ia mencapai pembebasan batin sementara, namun ia jatuh dari pembebasan batin sementara itu.

Untuk ke dua kalinya, selagi Yang Mulia Godhika sedang berdiam dengan tekun, rajin, dan teguh, ia mencapai pembebasan batin sementara, namun ia jatuh dari pembebasan batin sementara itu.

Untuk ke tiga kalinya ...

Untuk ke empat kalinya ...

... untuk ke lima kalinya ...

Untuk ke enam kalinya, selagi Yang Mulia Godhika sedang berdiam dengan tekun, rajin, dan teguh, ia mencapai pembebasan batin sementara, namun ia jatuh dari pembebasan batin sementara itu.

Untuk ke tujuh kalinya, selagi Yang Mulia Godhika sedang berdiam dengan tekun, rajin, dan teguh, ia mencapai pembebasan batin sementara.

Kemudian Yang Mulia Godhika berpikir:

"Sudah enam kali aku jatuh dari pembebasan batin sementara.

Biarlah aku menggunakan pisau."

Kemudian Màra si Jahat, setelah mengetahui perenungan dalam pikiran Yang Mulia Godhika dengan pikirannya sendiri, mendekati Sang Bhagavà dan berkata kepada Beliau dalam syair-syair ini:

syair 490
"O, Pahlawan besar, luas dalam kebijaksanaan,
Menyala dengan kekuatan dan kemenangan!
Aku menyembah kakiMu, yang memiliki penglihatan,
Yang telah mengatasi segala permusuhan dan ketakutan.

syair 491
"O, Pahlawan besar yang telah menaklukkan kematian,
SiswaMu menginginkan kematian.
Ia berniat [untuk membunuh dirinya sendiri]:
Cegahlah ia dari hal ini, O, Yang Bersinar!

syair 492
"Bagaimana mungkin, Bhagavà, siswaMu—
Seorang yang bergembira dalam Ajaran,
Seorang siswa yang mencari yang terbaik bagi batinnya—
Membunuh dirinya sendiri, O ,Yang Termashyur luas?"

Pada saat itu, Yang Mulia Godhika telah menggunakan pisau itu.

Kemudian Sang Bhagavà, setelah memahami, "Ini adalah Màra si Jahat," berkata kepadanya dalam syair:

syair 493
"Demikianlah sesungguhnya bagaimana yang teguh bertindak:
Mereka tidak melekat pada kehidupan.
Setelah mencabut keinginan hingga ke akarnya,
Godhika telah mencapai Nibbàna akhir."

Kemudian Sang Bhagavà berkata kepada para bhikkhu:

"Marilah, Para bhikkhu, kita pergi ke Batu Hitam, di Lereng Isigili, di mana Godhika menggunakan pisaunya."

"Baik, Yang Mulia," para bhikkhu itu menjawab.

Kemudian Sang Bhagavà, bersama dengan sejumlah bhikkhu, pergi ke Batu Hitam, di Lereng Isigili.

Dari jauh Sang Bhagavà melihat Yang Mulia Godhika terbaring di tempat tidur dengan bahunya terbalik.

Pada saat itu, segumpal asap, pusaran kegelapan, sedang bergerak dari timur, kemudian ke barat, ke utara, ke selatan, ke atas, ke bawah, dan ke bidang-bidang di antaranya.

Sang Bhagavà kemudian berkata kepada para bhikkhu:

"Apakah kalian lihat, Para bhikkhu, bahwa segumpal asap, pusaran kegelapan, bergerak dari timur, kemudian ke barat, ke utara, ke selatan, ke atas, ke bawah, dan ke bidang-bidang di antaranya?"

"Ya, Yang Mulia."

"Itu, Para bhikkhu, adalah Màra si Jahat yang sedang mencari kesadaran Godhika, bertanya-tanya:

'Di manakah sekarang kesadaran Godhika muncul?'

Akan tetapi, Para bhikkhu, dengan kesadaran yang tidak muncul di mana pun, Godhika telah mencapai Nibbana akhir."

Kemudian Màra si Jahat, membawa kecapi dari kayu vilva-kuning, mendekati Sang Bhagavà dan berkata kepada Beliau dalam syair:

syair 494
"Ke atas, ke bawah, dan ke sekeliling,
Di empat penjuru dan di antaranya,
Aku mencari tetapi tidak menemukan
Ke mana Godhika telah pergi."

[Sang Bhagavà:]

syair 495
"Orang yang teguh tidak tergoyahkan,
Seorang meditator selalu gembira dalam meditasi,
Mengerahkan dirinya siang dan malam
Tanpa kemelekatan bahkan pada hidupnya.

syair 496
"Setelah menaklukkan bala tentara Kematian,
Tidak kembali ke kehidupan baru,
Setelah mencabut keinginan hingga ke akarnya,
Godhika telah mencapai Nibbàna akhir."

syair 497
Begitu banyak ia didera oleh kesedihan
Sehingga kecapinya jatuh dari ketiaknya.
Lalu makhluk yang kecewa itu
Lenyap dari tempat itu.
[/spoiler]

kutipan:

QuoteKemudian Màra si Jahat, membawa kecapi dari kayu vilva-kuning, mendekati Sang Bhagavà dan berkata kepada Beliau dalam syair:

syair 494
"Ke atas, ke bawah, dan ke sekeliling,
Di empat penjuru dan di antaranya,
Aku mencari tetapi tidak menemukan
Ke mana Godhika telah pergi.
"

[Sang Bhagavà:]

syair 495
"Orang yang teguh tidak tergoyahkan,
Seorang meditator selalu gembira dalam meditasi,
Mengerahkan dirinya siang dan malam
Tanpa kemelekatan bahkan pada hidupnya.

syair 496
"Setelah menaklukkan bala tentara Kematian,
Tidak kembali ke kehidupan baru,
Setelah mencabut keinginan hingga ke akarnya,
Godhika telah mencapai Nibbàna akhir
."

syair 497
Begitu banyak ia didera oleh kesedihan
Sehingga kecapinya jatuh dari ketiaknya.
Lalu makhluk yang kecewa itu
Lenyap dari tempat itu.

*nah sang buddha sudah dengan jelas mengatakan tidak kembali ke kehidupan baru ;D. sama seperti sang buddha yang m***kikkan suara kemenangkan dengan mengatakan sudah menghancurkan si pembuat rumah ;D. (sang buddha kan arahat juga ;D).

Kang_Asep

Quote from: Kainyn_Kutho on 23 December 2011, 03:24:18 PM
Tergantung kata dan penggunaannya, tidak semua harus memiliki kedelapan makna tersebut, terutama jika makna dari kata tersebut telah menjelaskannya. Misalnya anda bilang tentang "Buddha Gotama berguru pada Alara Kalama", maka itu sudah salah tanpa perlu ditanya tempo, sebab pencapaian Kebuddhaan sendiri terjadi SETELAH bodhisatta menyamai Alara Kalama dan meninggalkannya. Jadi tanpa perlu berkilah banyak, bisa dipastikan kalimat itu tidak sesuai dengan sutta.

hal tersebut benar. tanpa perlu bertanya lagi kepada orang itu, sudah jelas pernyataan seperti itu salah. tapi hendaknya difahami "salah itu kata siapa, menurut siapa?" tentunya "salah itu kata kita, menurut kita"  dengan "pengetahuan, logika dan semua argumen yang kita miliki".

tetapi, perlu pula diingat bahwa dalam suatu diskusi, apa yang benar dan salah menurut diri kita sendiri bukanlah faktor yang dicari bersama. faktor yang dicari bersama dalam suatu diskusi adalah sesuatu yang bernilai "benar" menurut kedua belah pihak yang berdiskusi. maka ketika orang berkata "Buddha berguru kepada alara krama", dimana hal ini dinilai salah oleh kita, tapi apakah nilai "salah" itu juga diakui oleh kawan diskusi kita? seandainya suatu perdebatan itu menggunakan "dalil" dan tidak hanya menggunakan argumen, maka inilah yang akan menjadi perdebatan yang sehat.

argumen itu bersifat umum, yakni alasan dari suatu pernyataan yang bisa bernilai benar atau salah menurut satu pihak atau kedua belah pihak, tapi dalil adalah argumen yang diterima kebenarannya oleh kedua belah pihak. maka berdebatlah dngan dalil. apabila suatu argumen tidak dapat diterima oleh satu pihak, maka kita harus fahami bahwa itu bukanlah "dalil yang sah" dalam sebuah diskusi maupun perdebatan.

Quote
Istilah Arahat sendiri mengacu pada hal yang irreversible, tidak dapat menurun dari sana. Jadi 'di masa lalu Arahat, sekarang jadi orang biasa' itu tidak mungkin secara makna. Jika dikatakan untuk masa depan, maka penggunaan 'telah' itu sendiri keliru, sebab seharusnya digunakan kata 'akan'. Maka hanya ada satu makna dalam hal ini, yaitu 'sekarang ini muridnya sudah Arahat'. 

ini adalah contoh argumen, tapi apakah ini sebuah dalil?

Quote
Jadi sekali lagi, anda jangan berkilah banyak. Pelajari dulu istilah-istilah yang digunakan dalam Ajaran Buddha.

dan juga pelajari apa yang dimaksud oleh orang lain!

Quote
Dalam Brahmajala Sutta, ada 7 pandangan salah tentang nibbana. Buddha Gotama menjelaskan nibbana versinya sendiri. Lalu umat Buddha kemudian meneruskan ajaran itu dan membahasnya, maka ada namanya Ajaran Buddha Theravada.

Sekarang coba anda pikir masak-masak dengan akal sehat. Ketika ada dua umat yang membahas dalam koridor Buddhisme Theravada, apakah nibbana yang dibicarakan mereka adalah yang diajarkan Buddha Gotama, atau salah satu di antara 7 pandangan salah tersebut?

tentu, seharusnya "yang diajarkan oleh buddha gotama". tapi tentang "mana yang diajarkan oleh buddha gotama" belum tentu sama dalam pandangn masing-masing orang.

Quote
Silahkan jawab.
Bukan. Saya berikan ilustrasi.
Choa: Saya juga orang Indonesia, maka saya akan mengajarkan Bahasa Indonesia. Cat bisa berpindah.
Pemirsa: Gimana berpindah? Udah ditempel ke tembok yah tetap di sana.
Choa: Jadi anda cuma gunakan Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi? Dasar picik. Cat adalah hewan yang mengeong.

tampaknya jawabannya tidak masuk akal. karena tidak mungkin "car adalah hewan yang mengeong". tapi juga, ketidak mungkinan ini harus diingat, kata siapa dan menurut siapa? menurut kita? bagaimana menurut dia?

Paham?
Menurut saya, andanya saja yang malas menyelidiki, hanya ambil kesimpulan berdasarkan halaman terakhir, dan tragisnya, anda memang tidak mampu menyimpulkan dengan baik.
[/quote]

Choa

Quote from: Kang_Asep on 21 December 2011, 11:24:17 PM
jika ada orang yang mengaku suci, lalu apa yang harus kita khawatirkan?

tentu kita tidak harus meng-iya-kan klaim orang itu, tetapi juga tidak harus membantah kepadanya.

kita dapat menjelaskan bahwa ciri-ciri arahat itu adalah demikian-demikian. biarkan umat belajar, mereka akan tau apakah orang itu benar-benar suci atau sekedar klaim.

tapi kalau orang yang mengaku suci trus dibantah, maka yang terjadi adalah berbantah-bantahan, menjadi perslisihan, dan dhammacitta akan tampak menjadi tempat berdebat yang tidak sehat, mendorong umat berpikir dengan emosi, bukan dengan pikiran yang damai.

sepertinya ade-ade putthujanna disini penasaran apakah ada mahluk yang dapat mempraktekan
ajaran buddha dharma, dan mencapai apa yang tertera di sutta/sutra

karena ini topik sudah saya jawab
lalu banyak pertanyaan pada klaim saya (yang saya maksudkan untuk menguatkan argumen saya)
serta bahasan OOT, disini termasuk para momod

ade-ade putthujanna disini yang tidak dapat menghormati Gurunya secara "pantas" masih penasaran akan
saya "ladeni" asal ada ijin dari TS, dan sekalu momod disini

maka topik terbuka bukan hanya pertanyaan TS saja
biar saya didik, anak-anak murid Gotama yang tidak tahu diri disini
sekalian saya bikin "terguncang"


maka kalau ada konfirmasi dari TS dan momod akan saya lanjutkan dan akan saya nyatakan
ini berbentuk "debat" bukan berdhamma desana,  ;D

karena "bodoh" nya member disini ngak ketulungan, tidak akan mempan mengunakan bahasa dharma
saya rasa tabungan kamma baiknya belum cukup untuk mencerap dhamma tingkat tinggi

saya tunggu confirmasi TS dan sekaligus sebagai momod
jika di ijinkan saya mohon maaf dengan kata-kata saya yang akan "vulgar"
^:)^

nah para sekkha, para putthujanna, para manusia bodoh yang hanya tahu teory be wise
bertanyalah, pertanyaan yang kalian tidak tahu
jangan malu saya tahu kwalitas otak kalian dan tabungan kamma baik kalian sedikit
jadi saya maklumi kata-kata bodoh kalian

saya akan bicara sama guru kalian, maklumin saja manusia yang sedikit debu dimatanya
sepertinya sudah habis di jama ini

jika di ijinkan let the fight begun... :o

bawel

Quote from: Kemenyan on 19 December 2011, 11:02:47 AM
Mungkinkah ?  :-?

Mungkinkah seseorang yang telah mencapai nibbana (arahat)
Bertekad untuk bergumul dengan samsara lagi ?

Bhikkhu Vakkhali

[spoiler]
QuoteDikisahkan bahwa Sepanjang hari dan malam itu Sang Buddha berada di puncak Karang Burung Nasar. Ketika malam telah berlalu, Beliau memberikan wejangan demikian kepada para Bhikkhu : " Para Bkhikkhu, pergilah menemui Bhikkhu Vakkhali dan beritahu dia tentang hal ini :

" Sahabat, dengarlah apa yang para dewa sampaikan kepada Sang Bhagava : semalam dua orang dewa yang berwajah gemilang datang menemui Sang Bhagava dan mereka berkata :' Yang Mulia, hati bhikkhu Vakkhali telah siap untuk menerima pembebasan'. Sedang yang lainnya berkata :'Yang Mulia, ia pasti memperoleh pembebasan yang sempurna.'

Dan Sang Bhagava memberitahu kepadamu hal ini sahabat : " Jangan takut, Vakkhali, jangan takut. Kematianmu akan bebas dari kejahatan, akhir hayatmu akan bebas dari kejahatan."

"Baiklah, Yang Mulia," jawab mereka.

Dan mereka pergi menemui Yang Mulia Vakkhali dan berkata kepadanya :" Sahabat, dengarlah pesan dari Sang Bhagava dan dari dewa-dewa...".

Tidak lama kemudian setelah kepergian mereka, Yang Mulia Vakkhali mempergunakan pisau untuk membunuh dirinya.

Melihat kejadian ini Sang Buddha berkata : " Para Bhikkhu, Vakkhali telah mencapai Nibbana, sehingga kesadarannya tidak berada dimanapun."
[/spoiler]

kutipan:

QuoteMelihat kejadian ini Sang Buddha berkata : " Para Bhikkhu, Vakkhali telah mencapai Nibbana, sehingga kesadarannya tidak berada dimanapun."

di sini juga jelas, nibbana itu sudah terbebas dari samsara ;D.

Indra

 [at] mod, saya juga mohon agar diijinkan

bawel

Quote from: Kemenyan on 19 December 2011, 11:02:47 AM
Mungkinkah ?  :-?

Mungkinkah seseorang yang telah mencapai nibbana (arahat)
Bertekad untuk bergumul dengan samsara lagi ?

Kisah Bhikkhu Channa
dari CHANNOVADA SUTTA, Majjhima Nikaya, Maha Vagga, bab 144

[spoiler]
Quote1. Demikian yang saya dengar.

Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Rajagaha, di Hutan Bambu, Taman Tupai.

2. Pada waktu itu, Y.M. Sariputta, Y.M. Maha Cunda, dan Y.M. Channa sedang berdiam di Puncak Burung Nasar.

3. Pada suatu ketika Y.M. Channa sedang terkena penyakit, menderita, dan sakit parah.

Kemudian, menjelang malam, Y.M. Sariputta bangkit dari meditasinya, Pergi menemui Y.M. Maha Cunda, dan berkata kepadanya:

"Sahabat Cunda, marilah kita pergi menemui Y.M. Channa dan menanyakan tentang sakitnya."

"Baik, sahabat," jawab Y.M. Maha Cunda.

4. Maka Y.M. Sariputta dan Y.M. Maha Cunda pergi menemui Y.M. Channa dan bertukar sapa dengannya.

Setelah percakapan yang ramah dan bersahabat ini selesai, mereka duduk di satu sisi dan Y.M. Sariputta berkata kepada Y.M. Channa:

"Saya harap engkau membaik, sahabat Channa. Saya harap engkau nyaman.

Saya harap perasaan-perasaanmu yang menyakitkan mereda dan tidak bertambah; dan bahwa meredanya perasaan-perasaan yang menyakitkan itu, bukan meningkatnya, jelas terlihat."

5. "Sahabat Sariputta, saya tidak membaik, saya tidak nyaman.

Perasaan-perasaan saya yang menyakitkan bertambah, tidak mereda; bertambahnya perasaan-perasaan menyakitkan itu, bukan meredanya, jelas terlihat.

Sama seolah-olah seorang laki-laki yang kuat sedang membelah kepala saya dengan pedang yang tajam, demikian pula, angin yang keras menusuk kepala saya.

Saya tidak membaik, saya tidak nyaman.

Perasaan-perasaan saya yang menyakitkan bertambah, tidak mereda; bertambahnya perasaan-perasaan menyakitkan itu, bukan meredanya, jelas terlihat.

Sama seolah-olah seorang laki-laki yang kuat sedang mengencangkan tali kulit yang ulet ke sekeliling kepala saya sebagai ikat kepala, demikian pula, ada rasa sakit yang luar biasa di kepala saya.

Saya tidak membaik, saya tidak nyaman.

Perasaan-perasaan saya yang menyakitkan bertambah, tidak mereda; bertambahnya perasaan-perasaan menyakitkan itu, bukan meredanya, jelas terlihat.

Sama seolah-olah seorang tukang jagal yang terampil atau magangnya memotong perut sapi dengan pisau jagal yang tajam, demikian pula, angin yang keras memotong perut saya.

Saya tidak membaik, saya tidak nyaman.

Perasaan-perasaan saya yang menyakitkan bertambah, tidak mereda; bertambahnya perasaan-perasaan menyakitkan itu, bukan meredanya, jelas terlihat.

Sama seolah-olah dua laki-laki yang kuat menarik orang yang lebih lemah pada kedua lengannya dan memanggangnya di atas lubang batubara yang panas menganga, demikian pula ada rasa terbakar yang luar biasa di tubuh saya.

Saya tidak membaik, saya tidak nyaman.

Perasaan-perasaan saya yang menyakitkan bertambah, tidak mereda; bertambahnya perasaan-perasaan menyakitkan itu, bukan meredanya, jelas terlihat."

Saya akan menggunakan pisau, sahabat Sariputta; saya tidak punya keinginan untuk hidup."

6. "Biarlah Y.M. Channa tidak menggunakan pisau.

Biarlah Y.M. Channa hidup.

Kami ingin Y.M. Channa hidup.

Jika dia kekurangan makanan yang cocok, saya akan mencari makanan yang cocok untuknya.

Jika dia kekurangan obat yang cocok, saya akan mencari obat yang cocok untuknya.

Jika dia kekurangan perawat yang cocok, saya akan merawatnya.

Biarlah Y.M. Channa tidak menggunakan pisau.

Biarlah Y.M. Channa hidup.

Kami ingin Y.M. Channa hidup.

7. "Sahabat Sariputta, bukannya saya tidak punya makanan dan obat yang cocok atau perawat yang cocok.

Justru, sahabat Sariputta, Sang Guru telah lama dipuja oleh saya dengan cinta kasih, bukannya tanpa cinta kasih; memang sudah selayaknya siswa memuja Guru dengan cinta kasih, bukannya tanpa cinta kasih.

Sahabat Sariputta, ingatlah hal ini:

bhikkhu Channa akan menggunakan pisau tanpa-cela."

8. "Kami ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepada Y.M. Channa, Jika Y.M. Channa berkenan menjawab."

"Bertanyalah, sahabat Y.M. Sariputta.

Saya akan tahu setelah saya mendengar."

9. "Sahabat Channa, apakah engkau menganggap mata, kesadaran mata, dan hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-mata demikian:

'Ini adalah milikku, inilah aku, ini adalah diriku'?

Apakah engkau menganggap telinga, kesadaran telinga, dan hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-telinga demikian:

'Ini adalah milikku, inilah aku, ini adalah diriku'?

Apakah engkau menganggap hidung, kesadaran hidung, dan hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-hidung demikian:

'Ini adalah milikku, inilah aku, ini adalah diriku'?

Apakah engkau menganggap lidah, kesadaran lidah, dan hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-lidah demikian:

'Ini adalah milikku, inilah aku, ini adalah diriku'?

Apakah engkau menganggap tubuh, kesadaran tubuh, dan hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-tubuh demikian:

'Ini adalah milikku, inilah aku, ini adalah diriku'?

Apakah engkau menganggap pikiran, kesadaran pikiran, dan hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-pikiran demikian:

'Ini adalah milikku, inilah aku, ini adalah diriku'?

"Sahabat Sariputta, saya menganggap mata, kesadaran mata, dan hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-mata demikian:

'Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah diriku.'

Saya menganggap telinga, kesadaran telinga, dan hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-telinga demikian:

'Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah diriku.'

Saya menganggap hidung, kesadaran hidung, dan hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-hidung demikian:

'Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah diriku.'

Saya menganggap lidah, kesadaran lidah, dan hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-lidah demikian:

'Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah diriku.'

Saya menganggap tubuh, kesadaran tubuh, dan hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-tubuh demikian:

'Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah diriku.'

Saya menganggap pikiran, kesadaran pikiran, dan hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-pikiran demikian:

'Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah diriku.'"

10. "Sahabat Channa, apa yang telah engkau lihat, apa yang telah engkau ketahui secara langsung di dalam mata, di dalam kesadaran-mata, dan di dalam hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-mata sehingga engkau menganggapnya demikian:

'Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah diriku'?

Apa yang telah engkau lihat, apa yang telah engkau ketahui secara langsung di dalam telinga, di dalam kesadaran-telinga, dan di dalam hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-telinga sehingga engkau menganggapnya demikian:

'Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah diriku'?

Apa yang telah engkau lihat, apa yang telah engkau ketahui secara langsung di dalam hidung, di dalam kesadaran-hidung, dan di dalam hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-hidung sehingga engkau menganggapnya demikian:

'Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah diriku'?

Apa yang telah engkau lihat, apa yang telah engkau ketahui secara langsung di dalam lidah, di dalam kesadaran-lidah, dan di dalam hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-lidah sehingga engkau menganggapnya demikian:

'Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah diriku'?

Apa yang telah engkau lihat, apa yang telah engkau ketahui secara langsung di dalam tubuh, di dalam kesadaran-tubuh, dan di dalam hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-tubuh sehingga engkau menganggapnya demikian:

'Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah diriku'?

Apa yang telah engkau lihat, apa yang telah engkau ketahui secara langsung di dalam pikiran, di dalam kesadaran-pikiran, dan di dalam hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-pikiran sehingga engkau menganggapnya demikian:

'Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah diriku'?

"Sahabat Sariputta, melalui melihat penghentian, melalui mengetahui secara langsung penghentian di dalam mata, di dalam kesadaran-mata, dan di dalam hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-mata, maka saya menganggapnya demikian:

'Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah diriku.'

Melalui melihat penghentian, melalui mengetahui secara langsung penghentian di dalam telinga, di dalam kesadaran-telinga, dan di dalam hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-telinga, maka saya menganggapnya demikian:

'Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah diriku.'

Melalui melihat penghentian, melalui mengetahui secara langsung penghentian di dalam hidung, di dalam kesadaran-hidung, dan di dalam hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-hidung, maka saya menganggapnya demikian:

'Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah diriku.'

Melalui melihat penghentian, melalui mengetahui secara langsung penghentian di dalam lidah, di dalam kesadaran-lidah, dan di dalam hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-lidah, maka saya menganggapnya demikian:

'Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah diriku'

Melalui melihat penghentian, melalui mengetahui secara langsung penghentian di dalam tubuh, di dalam kesadaran-tubuh, dan di dalam hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-tubuh, maka saya menganggapnya demikian:

'Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah diriku'

Melalui melihat penghentian, melalui mengetahui secara langsung penghentian di dalam pikiran, di dalam kesadaran-pikiran, dan di dalam hal-hal yang dapat dikognisi [oleh pikiran] melalui kesadaran-pikiran, maka saya menganggapnya demikian:

'Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah diriku.'"

11. Ketika hal ini dikatakan, Y.M. Maha Cunda berkata kepada Y.M. Channa:

"Karena itu, sahabat Channa, instruksi Yang Terberkahi ini haruslah senantiasa diperhatikan:

'Ada kegentaran pada orang yang bergantung, tidak ada kegentaran pada orang yang tidak-bergantung; bila tidak ada kegentaran, ada ketenangan; bila ada ketenangan, tidak ada bias; bila tidak ada bias, tidak ada datang dan pergi; bila tidak ada datang dan pergi, tidak ada kelenyapan dan kemunculan-kembali; bila tidak ada kelenyapan dan kemunculan-kembali, tidak ada di sini atau di sebelah sana atau di antaranya.

Inilah akhir penderitaan.'"

12. Kemudian setelah Y.M. Sariputta dan Y.M. Maha Cunda menasihati Y.M. Channa demikian, mereka bangkit dari tempat duduknya dan pergi.

Maka, segera setelah mereka pergi, Y.M. Channa menggunakan pisaunya.

13. Maka Y.M. Sariputta pergi menemui Yang Terberkahi, dan setelah memberi hormat kepada Beliau, dia duduk di satu sisi dan berkata kepada Yang Terberkahi:

"Bhante, Y.M. Channa telah menggunakan pisau.

Di mana tempat tujuannya, di mana arah di masa-depannya?"

"Sariputta, tidakkah bhikkhu Channa menyatakan kepadamu tentang tanpa-celanya?

"Bhante, ada sebuah desa Vajji yang bernama Pubbajira.
Di sana Y.M. Channa mempunyai keluarga-keluarga yang merupakan sahabatnya, keluarga-keluarga yang merupakan teman-dekatnya, keluarga-keluarga yang pantas dicela."

"Memang ada keluarga-keluarga yang merupakan sahabat-sahabat bhikkhu Channa, Sariputta, keluarga-keluarga yang merupakan teman-dekatnya, keluarga-keluarga yang pantas dicela; tetapi aku tidak mengatakan bahwa sejauh ini bhikkhu Channa adalah pantas dicela.

Sariputta, bila seseorang melekatkan tubuh ini dan melekat pada tubuh yang baru, pada waktu itu kukatakan bahwa dia pantas dicela.

Tidak ada hal itu pada bhikkhu Channa; bhikkhu Channa telah menggunakan pisau tanpa-cela."

Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi.

Y.M. Sariputta merasa puas dan bersuka cita di dalam kata-kata Yang Terberkahi.
[/spoiler]

kutipan:

Quote"Bhante, ada sebuah desa Vajji yang bernama Pubbajira.
Di sana Y.M. Channa mempunyai keluarga-keluarga yang merupakan sahabatnya, keluarga-keluarga yang merupakan teman-dekatnya, keluarga-keluarga yang pantas dicela."

"Memang ada keluarga-keluarga yang merupakan sahabat-sahabat bhikkhu Channa, Sariputta, keluarga-keluarga yang merupakan teman-dekatnya, keluarga-keluarga yang pantas dicela; tetapi aku tidak mengatakan bahwa sejauh ini bhikkhu Channa adalah pantas dicela.

Sariputta, bila seseorang melekatkan tubuh ini dan melekat pada tubuh yang baru, pada waktu itu kukatakan bahwa dia pantas dicela.

Tidak ada hal itu pada bhikkhu Channa; bhikkhu Channa telah menggunakan pisau tanpa-cela."

Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi.

Y.M. Sariputta merasa puas dan bersuka cita di dalam kata-kata Yang Terberkahi.

nah, itu artinya kalo masih pengen lahir lagi namanya adalah yang dicela oleh para yang bijaksana ;D.
jadi Y.M. Choa itu pantas dicela atau tidak? ;D :)) =))

Kang_Asep

Quote from: Choa on 23 December 2011, 03:43:51 PM
sepertinya ade-ade putthujanna disini penasaran apakah ada mahluk yang dapat mempraktekan
ajaran buddha dharma, dan mencapai apa yang tertera di sutta/sutra

karena ini topik sudah saya jawab
lalu banyak pertanyaan pada klaim saya (yang saya maksudkan untuk menguatkan argumen saya)
serta bahasan OOT, disini termasuk para momod


ade-ade putthujanna disini yang tidak dapat menghormati Gurunya secara "pantas" masih penasaran akan
saya "ladeni" asal ada ijin dari TS, dan sekalu momod disini


maka topik terbuka bukan hanya pertanyaan TS saja
biar saya didik, anak-anak murid Gotama yang tidak tahu diri disini
sekalian saya bikin "terguncang"


maka kalau ada konfirmasi dari TS dan momod akan saya lanjutkan dan akan saya nyatakan
ini berbentuk "debat" bukan berdhamma desana,  ;D

karena "bodoh" nya member disini ngak ketulungan, tidak akan mempan mengunakan bahasa dharma
saya rasa tabungan kamma baiknya belum cukup untuk mencerap dhamma tingkat tinggi


saya tunggu confirmasi TS dan sekaligus sebagai momod
jika di ijinkan saya mohon maaf dengan kata-kata saya yang akan "vulgar"
^:)^

nah para sekkha, para putthujanna, para manusia bodoh yang hanya tahu teory be wise
bertanyalah, pertanyaan yang kalian tidak tahu
jangan malu saya tahu kwalitas otak kalian dan tabungan kamma baik kalian sedikit
jadi saya maklumi kata-kata bodoh kalian


saya akan bicara sama guru kalian, maklumin saja manusia yang sedikit debu dimatanya
sepertinya sudah habis di jama ini

jika di ijinkan let the fight begun... :o


agar kata-kata lebih mudah difahami orang lain.

kata-kata yang baik  dan menyenangkan saja, kadang kala sulit difahami. maka apalagi kata-kata yang tidak baik dan tidak menyenangkan?

Choa

Quote from: william_phang on 22 December 2011, 06:08:19 AM
Ikutan ah....untuk memperjelas masalahnya..

Didalam theread ini YM Choa sudah menyatakan bahwa muridnya aja sudah "arahat" dan beliau sendiri, YM Choa, adalah seorang "bodhisatva/mahasatva" tingkatan tinggi...dimana kalo arahat itu cuma tingkat setara demgan bodhisatva tingkat 5. jadi dapat dipastikan bahwa beliau sudah jauh diatas Arahat Kan?.... apakah krn sudah diatas arahat jd tidak pantas dipertanyakan?

kamu tifak kasihan dengan kedua orang tuamu yang sudah menjaga dan mendidikmu
dan dengan kerja keras membanting tulang mencari sesuap nasi dan menabung sedikit
demi sedikit disisihkanya untuk pendidikanmu,

apa hasilnya kalau mereka tahu betapa "dungu' nya dirimu
membaca dan mengurut tulisan saja tidak bisa, saya tidak tahu apakah kedua orang tuamu
pernah menyogok kepala sekolah agar kamu tetap naik kelas walau otakmu tidak pantas
untuk naik kelas? coba tanyakan ya, nak

saya menulis (mengatakan) bahwa murid saya "dimasa lampau" ada yang sudah mencapai
arahatta, beda dengan konsep arahat theravada, kitap yang kamu baca lalu di bakar dan
airnya di minum bukanya di praktekan

mengerti kamu nak,
sekolah yang rajin ya, jangan biarkan orang tuamu sedih telak bekerja keras agar kamu dapat
sekolah dan hasilnya tetap saja bodoh

maaf terlalu vulgar ngak???

post terakhir jika tidak di ijinkan TS
Kalau di ijinkan saya akan teruskan memukul pantat anak murid durhaka di thread ini.
yang bikin malu gurunya, sampai tidfak mengenali mahluk yang bahkan oleh gurunya juga
dihormati 8)

johan3000

Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya