News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu

Sampah dan Pencerahan

Started by djoe, 03 June 2011, 10:13:07 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

K.K.

Quote from: Sunyata on 09 June 2011, 11:24:10 AM
;D ;D ;D ;D
:hammer: :hammer: :hammer: :hammer:

Kalau Buddha kasusnya tidak sama om. Maaf kalo ada kata yang salah ;D
Bisa dijelaskan mengapa dan bagaimana berbedanya? Bukankah akan membingungkan orang awam kalau mengatakan di satu sisi "ini relatif" tapi di sisi lain mengatakan "yang Buddha omong yah bener"?

(Coba dijelaskan dengan bahasa sederhana saja, anggap saya orang yang tidak kenal Buddhism.)

djoe

#166
Quote from: Kainyn_Kutho on 09 June 2011, 09:19:13 AM
Kalau sesuai logika master sih seharusnya mencari kebenaran sejati sama sia-sianya dengan mencari kesalahan sejati, karena semua hanya ilusi. Ekstrem dan jalan tengah juga hanya label. Bagi yang masih membedakan "ini ekstrem, ini jalan tengah," maka latihannya akan sia-sia.

Berbuat baik juga tidak perlu, karena pikiran bisa terkontaminasi oleh perbuatan baik kita. ;D

Makin mantap.
Quote from: djoe on 09 June 2011, 09:06:11 AM
Dalam konteks orang awam, kita berbicara benar dan salah. Perbuatan benar dan salah harus bisa dibedakan. Tetapi dalam konteks pencapaian kebenaran sejati, kita tidak boleh melekat pada benar apalagi yang salah. Buddha mengajarkan agar kita menjauhi perubuatan jahat dan melakukan perbuatan baik. Tetapi anda jangan sampai melekat pada kebaikan, melekat pada pandangan anda telah berbuat baik Jika anda berpandangan anda telah melakukan banyak kebaikan anda telah melekat padanya dan praktek anda menjadi terkontaminasi. Usaha anda dalam mencari dan mewujudkan kebenaran sejati akan sia sia. Jika anda melekat pada perbuatan baik yang telah anda lakukan dan seseorang yang telah menerima kebaikan anda menyakiti anda, maka anda mulai berbicara kebaikan anda  sendiri. Pikiran anda terkontanminasi dengan kebaikan anda sendiri. Dengan Pikiran seperti ini praktek anda sia sia belaka dalam mencapai pencerahan
Dalam konteks praktek mencari kebenaran sejati untuk mencapai pencerahan, maka anda harus melepas ke 2 extrim tersebut dan berdiam diam di tengah. (Dalam konteks batin dan pikiran anda sendiri harus seperti ini).

JIka anda belajar dharma hanya untuk melihat perbuatan baik jahat seseorang, saya rasa orang yang tidak beragama pun tahu baik dan jahat secara umum. Tidak diperlukan kitab suci untuk menilai baik dan jahat. Toh label baik dan jahat itu hanya pikiran manusia yang membeda bedakan. Manusia yang menilai ini baik, ini jahat. Sebenarnya tidak ada nama, manusia yang memberikan namanya. Manusia yang meberikan label. Anda berbicara  Buddha tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Tetapi benarkah Buddha memberikan label tersebut.?

***Warna merah adanya pengeditan

Quote from: Kainyn_Kutho on 09 June 2011, 11:09:54 AM

Coba bercermin dulu dari postingan sendiri, yang buat pikiran terkontaminasi adalah perbuatan baik atau kemelekatan pada perbuatan baik?

Mungkin anda tidak tolor, anda tidak buta, tetapi bisa saja anda tolor dan bego pada waktu bersamaan????
Anda menuruh saya bercermin pada postingan saya sebelumnya dan saya sudah bercermin dan postingan tersebut ada diatas. Anda kemudian membuat penafsiran  ini dengan mengatakan :
Berbuat baik juga tidak perlu, karena pikiran bisa terkontaminasi oleh perbuatan baik kita. ;D

Saya tidak tahu anda itu tolor atau buta atau tolor dan buta atau  anda seorang Buddha bisa menuduh saya mengatakan itu. Anda bingung sendiri siapa yang harus bercermin????BIngung sendiri siapa yg mengucapkan kata kata itu dan menuduh orang lain??? Mungkin anda belum qualify untuk baca tulisan saya.



Quote from: Kainyn_Kutho on 09 June 2011, 11:09:54 AM
Tolol sekali kalau anda bilang perbuatan baik mengontaminasi pikiran, karena bahagia pada sebuah perbuatan baik adalah sebuah termasuk perbuatan baik juga yang disebut mudita-citta.

Ah, tapi anda juga menganggap semua itu ilusi, jadi sebetulnya tidak ada yang baik dan buruk.
Siapa yang tolor dan buta sekarang???

Sostradanie

Quote from: Sunyata on 09 June 2011, 11:10:42 AM
disini sis sriyeklina, dikatakan bahwa baik dan buruk hanyalah sebuah label. Suatu hal yg dicap baik oleh orang lain, belum tentu membawa hasil yang baik dan sebaliknya. Mohon dimengerti _/\_
Yah, saya mengerti. Karena bro candra menilai sesuatu itu baik atau tidak dari sisi manfaat suatu tujuan sebuah proses perbuatan yang panjang.
Sedangkan saya menilai dalam ruang lingkup yang lebih kecil/detail.

PEMUSNAHAN BAIK ADANYA (2019)

dilbert

VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Sunyata

Quote from: Sunyata on 09 June 2011, 11:24:10 AM
;D ;D ;D ;D
:hammer: :hammer: :hammer: :hammer:

Kalau Buddha kasusnya tidak sama om. Maaf kalo ada kata yang salah ;D
Selain itu om, Buddha adalah yang tercerahkan sempurna. Kebenaranya tidak dapat disangkal siapapun, orang bodoh manapun. Jadi Buddha memang pantas untuk dihormati dan ditiru segala tindak-tanduknya ;D

K.K.

Quote from: djoe on 09 June 2011, 11:32:17 AM


Mungkin anda tidak tolor, anda tidak buta, tetapi bisa saja anda tolor dan bego pada waktu bersamaan????
Anda menuruh saya bercermin pada postingan saya sebelumnya dan saya sudah bercermin dan postingan tersebut ada diatas. Anda kemudian membuat penafsiran  ini dengan mengatakan :
Berbuat baik juga tidak perlu, karena pikiran bisa terkontaminasi oleh perbuatan baik kita. ;D

Saya tidak tahu anda itu tolor atau buta atau tolor dan buta atau  anda seorang Buddha bisa menuduh saya mengatakan itu. Anda bingung sendiri siapa yang harus bercermin????BIngung sendiri siapa yg mengucapkan kata kata itu dan menuduh orang lain??? Mungkin anda belum qualify untuk baca tulisan saya.


Siapa yang tolor dan buta sekarang???
Yah tentu anda lah yang 'tolor' dan buta, masa' masih nanya?


Quote from: djoe on 09 June 2011, 09:06:11 AM
Dalam konteks orang awam, kita berbicara benar dan salah. Perbuatan benar dan salah harus bisa dibedakan. Tetapi dalam konteks pencapaian kebenaran sejati, kita tidak boleh melekat pada benar apalagi yang salah. Buddha mengajarkan agar kita menjauhi perubuatan jahat dan melakukan perbuatan baik. Tetapi anda jangan sampai melekat pada kebaikan, melekat pada pandangan anda telah berbuat baik Jika anda berpandangan anda telah melakukan banyak kebaikan anda telah melekat padanya dan praktek anda menjadi terkontaminasi. Usaha anda dalam mencari dan mewujudkan kebenaran sejati akan sia sia. Jika anda melekat pada perbuatan baik yang telah anda lakukan dan seseorang yang telah menerima kebaikan anda menyakiti anda, maka anda mulai berbicara kebaikan anda  sendiri. Pikiran anda terkontanminasi dengan kebaikan anda sendiri. Dengan Pikiran seperti ini praktek anda sia sia belaka dalam mencapai pencerahan
Dalam konteks praktek mencari kebenaran sejati untuk mencapai pencerahan, maka anda harus melepas ke 2 extrim tersebut dan berdiam diam di tengah. (Dalam konteks batin dan pikiran anda sendiri harus seperti ini).

JIka anda belajar dharma hanya untuk melihat perbuatan baik jahat seseorang, saya rasa orang yang tidak beragama pun tahu baik dan jahat secara umum. Tidak diperlukan kitab suci untuk menilai baik dan jahat. Toh label baik dan jahat itu hanya pikiran manusia yang membeda bedakan. Manusia yang menilai ini baik, ini jahat. Sebenarnya tidak ada nama, manusia yang memberikan namanya. Manusia yang meberikan label. Anda berbicara  Buddha tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Tetapi benarkah Buddha memberikan label tersebut.?.

***Warna merah adanya pengeditan

Kalimat bold itu berarti perbuatan baik bisa mengontaminasi 'kan?



djoe

Quote from: Kainyn_Kutho on 09 June 2011, 11:15:36 AM
Kok anda tahu jalan pikiran orang suci yah?
Quote from: djoe on 09 June 2011, 10:05:34 AM
Jika orang suci melakukan perbuatan baik, kondisi batin dan pikirannya gimana?Apakah ia mempertahankan pikiran bahwa ia baru saja berbuat kebaikan?

Anda bisa baca gak? Anda bisa lihat gak? Anda tidak lihat tanda tanya?

Nevada


djoe

Quote from: Kainyn_Kutho on 09 June 2011, 11:16:27 AM
Yang dengan kata lain, apa yang Buddha bilang sebagai bermanfaat, sebetulnya belum tentu bermanfaat bagi orang lain. ;D

Dilihat dari cara anda respon, memang benar, apa yang BUddha bilang belum tentu bermanfaat bagi orang lain ;D

CandraWie

Quote from: Kainyn_Kutho on 09 June 2011, 11:28:25 AM
Bisa dijelaskan mengapa dan bagaimana berbedanya? Bukankah akan membingungkan orang awam kalau mengatakan di satu sisi "ini relatif" tapi di sisi lain mengatakan "yang Buddha omong yah bener"?

(Coba dijelaskan dengan bahasa sederhana saja, anggap saya orang yang tidak kenal Buddhism.)

_/\_ ikut nimbrung ya om...
sejauh pemahamanku sih... "yang Buddha omong yah bener" kurang tepat...
bukan meragukan kemampuan beliau yg sudah mencapai penerangan sempurna, tp bukankah beliau tidak memberikan jaminan kebenaran? tapi analisalah apa yg telah beliau tunjukkan, dan kalau itu membawa manfaat, silahkan diikuti...
jadi kembali lagi.. "ini relatif" tergantung siapa yg meyakininya....
..lebih baik melihat ke dalam cermin dan perbaiki yg ada daripada selalu melihat ke luar jendela dan mengeluhkan apa yg ada...

dilbert

Tindakan seorang suci (baca para arahat), apakah masih terkait dengan kusala citta ?
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

dilbert

Quote from: djoe on 09 June 2011, 11:40:31 AM
Dilihat dari cara anda respon, memang benar, apa yang BUddha bilang belum tentu bermanfaat bagi orang lain ;D

tidak bermanfaat pada orang yang pingin berbuat jahat misalnya... hehehe
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

djoe

Quote from: sriyeklina on 09 June 2011, 11:21:28 AM
Jika itu tidak sesuai, maka kita akan bertanya apa yang dipikirkan orang tersebut sampai mempunyai pendapat seperti itu. Dan akan semakin tidak nyambung jika orang yang ditanyakan hanya memberikan jawaban semua itu ilusi atau halusinasi atau kotoran dll.

Mungkin karena pertanyaannya bermasalah atau sekedar bertanya atau asal bertanya atau oot dan melenceng karena tidak memperhatikan konteks.
Seperti seseorang menerangkan rasa apel, tetapi org tersebut bertanya durian
Mungkin Orang tersebut bertanya tentang ilusi atau halusinasi atau kotoran dll.

K.K.

Quote from: Sunyata on 09 June 2011, 11:36:17 AM
Selain itu om, Buddha adalah yang tercerahkan sempurna. Kebenaranya tidak dapat disangkal siapapun, orang bodoh manapun. Jadi Buddha memang pantas untuk dihormati dan ditiru segala tindak-tanduknya ;D
Bagaimana tuh ciri khas 'tercerahkan sempurna'? Apa bisa dilihat dengan mata awam, misalnya menilai perbuatan 'tanpa label', kalau diberi contoh kasus, mengatakan orang itu sedang berilusi, atau bagaimana nih? ;D

K.K.

Quote from: djoe on 09 June 2011, 11:39:06 AM


Anda bisa baca gak? Anda bisa lihat gak? Anda tidak lihat tanda tanya?
Baca atau tidak baca hanya ilusi, Grasshopper. Ada atau tidak adanya tanda tanya, hanyalah label.