Sampah dan Pencerahan

Started by djoe, 03 June 2011, 10:13:07 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Nevada


Trick or Treat

 ;D mau tanya lagi... boleh y... ^^

1. apakah seseorang bisa-boleh mengamalkan ajaran Buddha, namun masih memegang Tradisi dan agama?
2. apakah kepercayaan (ttg adanya Tuhan) dapat menghalangi seseorang mendapat pencerahan?
3. apakah mempercayai praktek sihir dan gaib sudah melenceng dari ajaran Buddha?

trmksh.  :)

K.K.

Quote from: Trick or Treat on 07 June 2011, 05:08:26 PM
;D mau tanya lagi... boleh y... ^^

1. apakah seseorang bisa-boleh mengamalkan ajaran Buddha, namun masih memegang Tradisi dan agama?
Ajaran Buddha tidak ada sangkut pautnya dengan tradisi dan agama yang dianut seseorang. Siapapun meninggalkan keserakahan, kebencian, dan kebodohan bathin, akan lebih berbahagia, terlepas dari tradisi dan agama yang dianutnya.

Quote2. apakah kepercayaan (ttg adanya Tuhan) dapat menghalangi seseorang mendapat pencerahan?
Pencerahan tidak dicapai dengan memercayai atau tidak memercayai sesuatu, tapi dengan memahami semua fenomena sebagaimana adanya. 

Quote3. apakah mempercayai praktek sihir dan gaib sudah melenceng dari ajaran Buddha?
Sihir dan gaib adalah objek yang netral. Bagaimana seseorang memahami dan menyikapi suatu objek netral itulah yang bisa dinilai 'melenceng' atau tidak.

Misalnya dalam Ajaran Buddha, hal-hal metafisika diatur dalam citta niyama. Jika seseorang memiliki dan mengembangkan kekuatan bathin, itu hal yang tidak bertentangan. Tapi jika seseorang melihat kesaktian tersebut sebagai suatu pencapaian kesucian, maka itu dikatakan 'melenceng' dari Ajaran Buddha. Jadi kembali lagi, bukan objeknya, tapi cara menyikapi objek.

(Baca http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=6494.msg107334#msg107334 untuk penjelasan singkat hukum alam.)

djoe

Quote from: Trick or Treat on 07 June 2011, 05:08:26 PM
;D mau tanya lagi... boleh y... ^^

1. apakah seseorang bisa-boleh mengamalkan ajaran Buddha, namun masih memegang Tradisi dan agama?
2. apakah kepercayaan (ttg adanya Tuhan) dapat menghalangi seseorang mendapat pencerahan?
3. apakah mempercayai praktek sihir dan gaib sudah melenceng dari ajaran Buddha?

trmksh.  :)

Ajaran Buddha bisa dipraktekkan oleh siapa pun tanpa melihat agama seseorang dan tradisi seseorang. Ajaran Buddha mengajak kita untuk mengamati diri sendiri dan meneliti kehidupan itu. Ajaran Buddha tidak bertujuan untuk merubah agama / kepercayaan seseorang dan tradisi seseorang tetapi mengajak setiap orang untuk melihat kehidupan itu adalah suatu penderitaan bahwa segala hal duniawi itu hanyalah penderitaan.

Buddha memberikan suatu ide gagasan bahwa kehidupan itu adalah suatu penderitaan. Kita diajak untuk membuktikan kebenarannya. Benarkah bahwa hidup itu adalah suatu penderitaan? Bagaimana caranya membuktikan kebenaran itu? Mulailah dari diri sendiri anda. Amatilah tubuh dan batin anda. Adakah sesuatu yang pasti dan tetap dari tubuh anda sendiri?
Dengan melihat hidup itu adalah suatu penderitaan maka seseorang akan berpikir bagaimana cara mengakhiri penderitaan tersebut. Ia akan mencari sebab - sebab penderitaan. Kenapa kita mengalami penderitaan. Ajaran Buddha mengajak kita untuk meneliti penderitaan (kehidupan) dan mengakhirinya sampai ke akar - akarnya dan selamanya.

Jika seseorang hanya mengejar kekuatan gaib, tidak ubahnya sama seperti orang lain yang mengejar segala kesenangan duniawi. Segala hal yang duniawi ini hanya membawa penderitaan. Kemelekatan kepada hal duniawi hanya membawa penderitaan.

Praktek Ajaran agama buddha tidak mengajarkan benar atau salah. Benar atau salah adalah label yang diberikan oleh manusia. Ajaran Buddha melihat segala hal adalah netral, terlepas dari benar dan salah, bahagia dan duka dan mengajarkan kita untuk melihatnya sebagai fenomena yang tidak tetap, tidak memuaskan dan tiada diri. Jika seseorang masih terlibat dalam rutintias sehari - hari melihat benar dan salah, bahagia dan duka, maka ia akan terjebak ke dalam dualitas tersebut. Seperti roda yang berputar kadang bahagai kadang duka.

Jika kita terlibat dalam rutinitas duniawi benar dan salah, maka manusia akan terjebak dalam konflik di dunia ini. Melihat tinta diatas kertas dan mengatakan kitab Agama saya lebih benar dan suci, kita Agama anda salah dan sesat. Seseorang jika terlibat dalam hal ini tak ubahnya membandingkan kotoran dengan kotoran dan mengatakan kotoran saya lebih benar dan suci, kotoran anda lebih kotor. Karena mereka membandingkan tinta dengan tinta dan kertas dengan kertas dan mengambil kesimpulan seperti itu. Hal tersebut tidak berguna dan hanya membawa konflik dan penderitaan.

Nevada

Quote from: djoe on 08 June 2011, 10:09:52 AM
Ajaran Buddha bisa dipraktekkan oleh siapa pun tanpa melihat agama seseorang dan tradisi seseorang. Ajaran Buddha mengajak kita untuk mengamati diri sendiri dan meneliti kehidupan itu. Ajaran Buddha tidak bertujuan untuk merubah agama / kepercayaan seseorang dan tradisi seseorang tetapi mengajak setiap orang untuk melihat kehidupan itu adalah suatu penderitaan bahwa segala hal duniawi itu hanyalah penderitaan.

Buddha memberikan suatu ide gagasan bahwa kehidupan itu adalah suatu penderitaan. Kita diajak untuk membuktikan kebenarannya. Benarkah bahwa hidup itu adalah suatu penderitaan? Bagaimana caranya membuktikan kebenaran itu? Mulailah dari diri sendiri anda. Amatilah tubuh dan batin anda. Adakah sesuatu yang pasti dan tetap dari tubuh anda sendiri?
Dengan melihat hidup itu adalah suatu penderitaan maka seseorang akan berpikir bagaimana cara mengakhiri penderitaan tersebut. Ia akan mencari sebab - sebab penderitaan. Kenapa kita mengalami penderitaan. Ajaran Buddha mengajak kita untuk meneliti penderitaan (kehidupan) dan mengakhirinya sampai ke akar - akarnya dan selamanya.

Jika seseorang hanya mengejar kekuatan gaib, tidak ubahnya sama seperti orang lain yang mengejar segala kesenangan duniawi. Segala hal yang duniawi ini hanya membawa penderitaan. Kemelekatan kepada hal duniawi hanya membawa penderitaan.

Praktek Ajaran agama buddha tidak mengajarkan benar atau salah. Benar atau salah adalah label yang diberikan oleh manusia. Ajaran Buddha melihat segala hal adalah netral, terlepas dari benar dan salah, bahagia dan duka dan mengajarkan kita untuk melihatnya sebagai fenomena yang tidak tetap, tidak memuaskan dan tiada diri. Jika seseorang masih terlibat dalam rutintias sehari - hari melihat benar dan salah, bahagia dan duka, maka ia akan terjebak ke dalam dualitas tersebut. Seperti roda yang berputar kadang bahagai kadang duka.

Jika kita terlibat dalam rutinitas duniawi benar dan salah, maka manusia akan terjebak dalam konflik di dunia ini. Melihat tinta diatas kertas dan mengatakan kitab Agama saya lebih benar dan suci, kita Agama anda salah dan sesat. Seseorang jika terlibat dalam hal ini tak ubahnya membandingkan kotoran dengan kotoran dan mengatakan kotoran saya lebih benar dan suci, kotoran anda lebih kotor. Karena mereka membandingkan tinta dengan tinta dan kertas dengan kertas dan mengambil kesimpulan seperti itu. Hal tersebut tidak berguna dan hanya membawa konflik dan penderitaan.

Wah, postingan master djoe Buddhis banget.

Wijayananda

Quote from: djoe on 08 June 2011, 10:09:52 AM
Ajaran Buddha bisa dipraktekkan oleh siapa pun tanpa melihat agama seseorang dan tradisi seseorang. Ajaran Buddha mengajak kita untuk mengamati diri sendiri dan meneliti kehidupan itu. Ajaran Buddha tidak bertujuan untuk merubah agama / kepercayaan seseorang dan tradisi seseorang tetapi mengajak setiap orang untuk melihat kehidupan itu adalah suatu penderitaan bahwa segala hal duniawi itu hanyalah penderitaan.

Buddha memberikan suatu ide gagasan bahwa kehidupan itu adalah suatu penderitaan. Kita diajak untuk membuktikan kebenarannya. Benarkah bahwa hidup itu adalah suatu penderitaan? Bagaimana caranya membuktikan kebenaran itu? Mulailah dari diri sendiri anda. Amatilah tubuh dan batin anda. Adakah sesuatu yang pasti dan tetap dari tubuh anda sendiri?
Dengan melihat hidup itu adalah suatu penderitaan maka seseorang akan berpikir bagaimana cara mengakhiri penderitaan tersebut. Ia akan mencari sebab - sebab penderitaan. Kenapa kita mengalami penderitaan. Ajaran Buddha mengajak kita untuk meneliti penderitaan (kehidupan) dan mengakhirinya sampai ke akar - akarnya dan selamanya.

Jika seseorang hanya mengejar kekuatan gaib, tidak ubahnya sama seperti orang lain yang mengejar segala kesenangan duniawi. Segala hal yang duniawi ini hanya membawa penderitaan. Kemelekatan kepada hal duniawi hanya membawa penderitaan.

Praktek Ajaran agama buddha tidak mengajarkan benar atau salah. Benar atau salah adalah label yang diberikan oleh manusia. Ajaran Buddha melihat segala hal adalah netral, terlepas dari benar dan salah, bahagia dan duka dan mengajarkan kita untuk melihatnya sebagai fenomena yang tidak tetap, tidak memuaskan dan tiada diri. Jika seseorang masih terlibat dalam rutintias sehari - hari melihat benar dan salah, bahagia dan duka, maka ia akan terjebak ke dalam dualitas tersebut. Seperti roda yang berputar kadang bahagai kadang duka.

Jika kita terlibat dalam rutinitas duniawi benar dan salah, maka manusia akan terjebak dalam konflik di dunia ini. Melihat tinta diatas kertas dan mengatakan kitab Agama saya lebih benar dan suci, kita Agama anda salah dan sesat. Seseorang jika terlibat dalam hal ini tak ubahnya membandingkan kotoran dengan kotoran dan mengatakan kotoran saya lebih benar dan suci, kotoran anda lebih kotor. Karena mereka membandingkan tinta dengan tinta dan kertas dengan kertas dan mengambil kesimpulan seperti itu. Hal tersebut tidak berguna dan hanya membawa konflik dan penderitaan.
Setuju dgn master djoe...

rooney

#51
Quote from: djoe on 08 June 2011, 10:09:52 AM
Praktek Ajaran agama buddha tidak mengajarkan benar atau salah. Benar atau salah adalah label yang diberikan oleh manusia. Ajaran Buddha melihat segala hal adalah netral, terlepas dari benar dan salah, bahagia dan duka dan mengajarkan kita untuk melihatnya sebagai fenomena yang tidak tetap, tidak memuaskan dan tiada diri. Jika seseorang masih terlibat dalam rutintias sehari - hari melihat benar dan salah, bahagia dan duka, maka ia akan terjebak ke dalam dualitas tersebut. Seperti roda yang berputar kadang bahagai kadang duka.

Jika kita terlibat dalam rutinitas duniawi benar dan salah, maka manusia akan terjebak dalam konflik di dunia ini. Melihat tinta diatas kertas dan mengatakan kitab Agama saya lebih benar dan suci, kita Agama anda salah dan sesat. Seseorang jika terlibat dalam hal ini tak ubahnya membandingkan kotoran dengan kotoran dan mengatakan kotoran saya lebih benar dan suci, kotoran anda lebih kotor. Karena mereka membandingkan tinta dengan tinta dan kertas dengan kertas dan mengambil kesimpulan seperti itu. Hal tersebut tidak berguna dan hanya membawa konflik dan penderitaan.

Kalo gitu kenapa di JMB8, tiap unsur selalu diakhiri dengan kata "benar" ?

djoe

#52
Quote from: rooney on 08 June 2011, 10:29:28 AM
Kalo gitu kenapa di JMB8, tiap unsur selalu diakhiri dengan kata "benar" ?

Karena jita tidak ada benar jadi kek gini
Berpandangan
Berpikiran
Berbicara

dst....

Anda tahu gak maksud yang ingin disampaikan dengan contoh diatas? :))

Jika dengan kata benar
Berpandangan Bendar
Berpikiran Benar
Berbicara Benar
dst...

Karena kitab agama saya paling banyak kata benarnya, maka menjadi kitab paling benar
Karena kitab agama saya paling banyak kata sucinya, maka menjadi kitab paling suci

Kalau ilustrasi ini gimana?

JIka begitu, Cara pandang kita tak ubahnya sama dengan umat lain. Kalau udah gitu siapa yang benar?


rooney

Quote from: djoe on 08 June 2011, 10:52:51 AM
Karena jita tidak ada benar jadi kek gini
Berpandangan
Berpikiran
Berbicara

dst....
:))

Berarti label "benar" dan "salah" masih dibutuhkan bukan ?  :whistle:

djoe

Quote from: rooney on 08 June 2011, 10:55:16 AM
Berarti label "benar" dan "salah" masih dibutuhkan bukan ?  :whistle:

Berarti kata "rooney" masih dibutuhkan bukan????
Jika anda berpraktek dan melihat batin dan pikiran anda sendiri, adakah yang namanya rooney disitu? Jenis kelaminnya Pria atau wanitakah ?

Anda harus membedakan kata "benar" dengan kebenaran itu sendiri

CandraWie

 _/\_

master djoe ini benar2 seorang master...  ^:)^
aku mengagumi cara bro djoe menjelaskan, pasti mengena dan ada pnyelesaiannya dibalik itu, walopun tidak gamblang...

..lebih baik melihat ke dalam cermin dan perbaiki yg ada daripada selalu melihat ke luar jendela dan mengeluhkan apa yg ada...

rooney

#56
Quote from: djoe on 08 June 2011, 11:02:44 AM
Berarti kata "rooney" masih dibutuhkan bukan????
Jika anda berpraktek dan melihat batin dan pikiran anda sendiri, adakah yang namanya rooney disitu? Jenis kelaminnya Pria atau wanitakah ?

Sekalipun diri sejati itu tidak ada , namun bukan berarti "diri" (perwujudan diri) itu tidak ada. Ada arus kontinuitas. Perwujudan diri (fisik dan mental) kita pasti tidak sama dengan diri kita 7 tahun yang lalu, namun kita masih diterima jika dikatakan kita adalah orang yang sama dengan diri kita yang ada di foto keluarga 7 tahun lalu. Tidak ada seorang pun yang dapat menolak arus perubahan. Apa yang ditegaskan dalam ajaran Buddha adalah diri sebagai kata kerja. Kalau kita berbicara label nama, tentu sudah berbeda substansinya...

Kira-kira seperti itu dia maksudnya, label rooney masih dibutuhkan...  :P




Trick or Treat

#57
Thx. Bro Djoe untuk jawabannya..

saya berpikir begini, kegiatan 'sok suci' dr agama a-b-c-d sebenarnya saya anggap itu individual.. krn saya menilai semua agama 'yg murni' pasti mengajarkan kebaikan untuk menjalin kedamaian lewat cinta kasih. dalam agama saya pun melakukan hal yg 'benar' ditujukan untuk mencapai kesempurnaan (terbebas dr kehidupan dan sifat2 egoisme dunia).
dalam pandangan Bro Djoe,
1. apakah membedakan Ajaran Buddha dengan agama? (terlepas dr konsep ke-Tuhanan)
2. melihat kepercayaan Ajaran Buddha yang tdk men-Tuhankan sesuatu, apakah hal ini dpt disamakan dengan kaum atheis (maaf)? jika tidak, dimakah perbedaannya?

NB: setau saya pikiran orang Atheis adalah lebih baik dia tdk mempercayai satu ajaran-Tuhan pun yg penting dpt hidup lbh baik dr pd org yg beragama..

Trmksh. (untuk no.2.. 1x lg maap.. bkn mksd ingin menyinggung)  :)

K.K.

Quote from: upasaka on 08 June 2011, 10:13:43 AM
Wah, postingan master djoe Buddhis banget.
Apalagi mengenai "Jalan Mulia Mulia Berunsur 8"-nya:
Pandangan tanpa label
Pikiran tanpa label
Ucapan tanpa label
Perbuatan tanpa label
Penghidupan tanpa label
Usaha tanpa label
Perhatian tanpa label
Konsentrasi tanpa label

Benar2 membuat saya mau 'menangis'.

Nevada

Quote from: Kainyn_Kutho on 08 June 2011, 11:57:20 AM
Apalagi mengenai "Jalan Mulia Mulia Berunsur 8"-nya:
Pandangan tanpa label
Pikiran tanpa label
Ucapan tanpa label
Perbuatan tanpa label
Penghidupan tanpa label
Usaha tanpa label
Perhatian tanpa label
Konsentrasi tanpa label

Benar2 membuat saya mau 'menangis'.

=))