"Siapa pun Dapat Ke surga" Cukup bersikap Baik saja

Started by Jayadharo Anton, 18 March 2011, 09:38:06 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

K.K.

Quote from: johan3000 on 22 March 2011, 09:14:58 AM
SURGA

Surga dapat dikatakan sebagai tempat dimana kita dapat dilahirkan setelah kita meninggal nanti.
ini termasuk kelahiran dialam yg lebih rendah itu semua juga surga ?
;D
Restoran A dapat dikatakan sebagai tempat di mana bro 3K dapat singgah kalau bepergian ke daerah X.

Dapat di sini maksudnya 'bisa' atau 'mungkin', bukan suatu kepastian.


Quote
pemarah > neraka,
pikiran tenang > surga.

:o

perut laper ?  :'( :'(
Tergantung bagaimana menyikapinya.


Quotenahh... apa defenisi SURGA menurut anda ?
Tempat di mana orang bejad dan orang tolol tidak berkuasa.

fabian c

#91
Quote from: Kainyn_Kutho on 22 March 2011, 08:45:50 AM
Bukan itu yang sebelumnya dibahas, bro fab. Saya membahas yang ini:
Yang saya maksudkan, pengetahuan itu ada dalam ranah pikiran, apakah inputnya lewat cerita/tulisan orang lain ataukah lewat pengalaman sendiri yang notabene adalah dirasakan indera sendiri. Melakukan suatu praktek sendiri dan menembus pengetahuan, ini tentu mungkin, misalnya Ratu Khema yang lihat sendiri (dengan indera matanya) gambaran wanita super cantik yang menua sampai akhirnya jadi tulang, memahami ketidakkekalan (dan dinasihati dikit langsung menembus sotapatti-phala).

Namun adalah juga mungkin bagi seseorang memroses input secara tidak langsung seperti melalui cerita orang lain, dan juga menembus pengetahuan. Contohnya adalah para bhikkhu yang mendengarkan kisah kaya-vicchinda jataka, tidak mengalami sendiri sakitnya, tidak melihat pula petapa dalam cerita, namun hanya dengar-dengar saja, namun mereka bisa menembus sotapatti-phala.

Jadi kesimpulan saya, jika sehubungan dengan pemahaman seseorang mengatakan 'ini teori' karena inputnya dari sumber luar (buku/cerita/internet/dll), dan 'ini praktek' karena inputnya dari pengalaman sendiri, maka saya katakan katakan orang itu tidak mengatakannya dengan benar. Tapi ini kesimpulan pribadi, bro fab & lainnya boleh untuk tidak setuju.

Mungkin keterangan saya sebelumnya agak kurang jelas dan yang ini agak bergeser sedikit dari apa yang ingin saya sampaikan pada postingan sebelumnya, oleh karena itu saya post ulang pernyataan saya:

Quote from: fabian c on 21 March 2011, 02:54:24 PM
Pengetahuan anicca, dukkha , anatta adalah beberapa prasyarat mutlak kearah pencerahan, pengetahuan ini tidak harus dari teori, dan pengetahuan anicca yang dimaksud disini harus muncul dari praktek, walaupun ia tahu mengenai anicca, dukkha dan anatta dari teori, menurut saya tidaklah cukup sebagai prasyarat ke arah pencerahan.

Mettacittena,

Pada Culapanthaka, ratu Khema, Bahiya, Sopaka, dlsbnya Pengertian mengenai anicca, dukkha, anatta muncul. Pertanyaannya: apakah tanpa disertai atau dengan disertai melihat ke dalam...?

Menurut saya Jalan kebebasan (pencapaian Sotapanna) tak mungkin muncul bila kita tidak melihat ke dalam (memperhatikan nama-rupa/batin-jasmani)

Yang saya maksudkan praktek suatu keharusan adalah memperhatikan nama-rupa.
Memang saya tak mampu membayangkan seperti petapa Sumedha yang mampu mencapai tingkat kesucian Arahat hanya dengan mendengarkan wejangan Sang Buddha sebanyak empat baris syair saja.

Mungkin ini yang dijadikan alasan untuk membenarkan Pencerahan tanpa usaha.
Kalau sudah begini maka alasan bahwa di masa lampau sudah berlatih sekian lama bla..bla..bla... juga bisa dikemukakan dan akhirnya menjadi diskusi tak berujung seperti sebelumnya.

Sering saya katakan Wisdom adalah skill yang harus dilatih, tanpa melatih tak mungkin Wisdom yang menghancurkan kekotoran batin begitu saja muncul.

Saya hanya bisa mengatakan: GET REAL... no one can achieve The Way without practicing these days!!!
Kesucian didapat setelah berlatih!!!. Entah sudah kenyang berlatih di kehidupan lalu atau berlatih di kehidupan sekarang.

Mettacittena,
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Indra

Quote from: morpheus on 22 March 2011, 09:26:26 AM
saya anggap anda tidak mengerti: tulisan dan contoh yg anda permasalahkan itu bukan menunjuk kepada anda.
sebaliknya, saya cukup mengerti bahwa anda membalas dan meng-quote postingan saya tapi memberikan kutipan yg berasal dari postingan orang lain. anda berniat menjawab orang lain itu namun entah sungkan atau tidak berani tapi menggunakan postingan saya untuk melontarkan sindiran, sekaligus menggiring pembaca agar menangkap kesan bahwa itu adalah postingan saya, dan membenarkan ad hominem "dictionary nazi" itu.

Quote
thanks. semoga terhibur.
lumayan,

NB:penonton terpaksa turun lagi karena anda berbicara kepada penonton, dan sekarang balik ke tribun lagi

K.K.

Quote from: ryu on 22 March 2011, 09:37:23 AM
boleh di sharing persamaan dari hasilnya, orang yang tidak berbuat karena takut, dengan orang yang tidak berbuat karena paham akibatnya.
Persamaannya yah? ;D
Buddhist tidak tahu membunuh makhluk ini kammanya apa, berbuahnya kapan/di mana, tapi tetap percaya akan buah dari perbuatan, maka tidak membunuh.
Zeusian tidak tahu  membunuh makhluk ini disamber geledek positif atau negatif, dari arah utara/timur, tapi tetap percaya bakalan kesamber, jadi tidak membunuh.

Persamaannya: sama-sama tidak ilmiah, tapi menjadi orang yang lebih baik.


Quote
satu orang takut karena hukuman zeus
satu orang tidak berbuat karena paham akibatnya

masing2 masuk surga?
Menurut teori Buddhisme, YA. Karena bukan masalah apa yang dipercaya, tapi apa yang dilakukan yang menentukan buah kamma seseorang. 


Quotetidak ada / tidak memerlukan pandangan benar yak untuk masuk surga?
Tidak perlu. Sorga alam indriah paling tinggi, Parinimmitavasavati adalah tempat tinggal Mara yang top itu. Apakah Mara berpandangan benar?

johan3000

QuoteSURGA

Surga dapat dikatakan sebagai tempat dimana kita dapat dilahirkan setelah kita meninggal nanti.

KK: Dapat di sini maksudnya 'bisa' atau 'mungkin', bukan suatu kepastian.

gw rasa semua orang membaca judul buku tsb dgn asumsi bahwa itu SURGA yg baik...
bukan tempat (31 alam) dimana bisa lahir kembali.

sayangnya sangat sedikit menceritakan lebih detail alam2 mana yg dimaksud surga,
serta detail2nya masing2 surga tsb....
Quote
bisa, mungkin, bukan suatu kepastian.....
pembaca lebih menginginkan suatu kepastian dehhh

Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

ryu

mmm, kalau gak contoh kontroversial nih :
biku bergitar =masuk surga?
biku umat lain bergitar=masuk surga?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

fabian c

Quote from: Kainyn_Kutho on 22 March 2011, 09:19:02 AM
Terakhir mengenai Grammar/Dictionary Nazi, sebetulnya saya pun termasuk jenis itu. Tujuannya bukan mengubah topik, tapi menyepakati dulu definisi yang akan digunakan. Misalnya kalau tidak salah di Surabaya ada penggunaan istilah 'ikan' yang artinya 'lauk'. Dalam perbincangan kuliner, jika tidak disepakati dulu istilah begini, maka akan seru sekali ngaconya. 

"Shock" itu juga bisa digunakan untuk menggambarkan keterkejutan yang mencengangkan, bukan hanya suatu 'pukulan bathin' yang membuat orang kehilangan kesadaran. 

Kalau menurut saya, shock dan pencerahan itu tidak saling berhubungan, TAPI untuk orang yang biasanya menggenggam sesuatu yang salah, ketika menyadari kebenaran, maka umumnya memang melewati fase shock dulu karena apa yang selama ini benar-benar dipercaya sebagai kebenaran, ternyata bohongan.


Shock hanya terjadi bila suatu pengalaman di dapat tiba-tiba bila tak ada pengalaman lain yang berkaitan sebelumnya.

Pencerahan di dapat setelah memiliki pengalaman lain yang menjadi basis pencerahan sebelumnya, sehingga tak mungkin shock apalagi luar biasa tak terbayangkan.
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

fabian c

Quote from: ryu on 22 March 2011, 09:20:34 AM
sebenernya yang ingin saya tau pendapat pribadi om morph yang tidak berdasarkan sutta, dan bisa khan diambil contoh umat lain yang "katanya" bisa juga mencapai sang jalan, melalui apakah, meditasi atau yang lainnya?

Sekalian tolong diminta penjelasan Jalan Pencerahan agama lain.
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

K.K.

Quote from: ryu on 22 March 2011, 09:50:34 AM
mmm, kalau gak contoh kontroversial nih :
biku bergitar =masuk surga?
biku umat lain bergitar=masuk surga?
Biku 'terawada' bergitar mengingkari tekadnya sendiri dalam menjalankan vinaya, memberi contoh yang keliru akan sosok seorang petapa menurut Buddhisme (yang tentunya berasal dari tipitaka).

'Biku' Zeusisme yang bergitar, karena tidak ada aturan tidak boleh bermusik, maka tentu tidak melanggar apa-apa.


ryu

Quote from: fabian c on 22 March 2011, 09:55:26 AM
Sekalian tolong diminta penjelasan Jalan Pencerahan agama lain.
karena saya termasuk umat lain maka pengen cari jalan lain ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

ryu

Quote from: Kainyn_Kutho on 22 March 2011, 09:56:50 AM
Biku 'terawada' bergitar mengingkari tekadnya sendiri dalam menjalankan vinaya, memberi contoh yang keliru akan sosok seorang petapa menurut Buddhisme (yang tentunya berasal dari tipitaka).

'Biku' Zeusisme yang bergitar, karena tidak ada aturan tidak boleh bermusik, maka tentu tidak melanggar apa-apa.


dalam hal ini mereka bersikap baik, main gitar melayani umat, masuk surga?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

K.K.

#101
Quote from: fabian c on 22 March 2011, 09:43:32 AM
Yang saya maksudkan praktek suatu keharusan adalah memperhatikan nama-rupa.
Memang saya tak mampu membayangkan seperti petapa Sumedha yang mampu mencapai tingkat kesucian Arahat hanya dengan mendengarkan wejangan Sang Buddha sebanyak empat baris syair saja.

Mungkin ini yang dijadikan alasan untuk membenarkan Pencerahan tanpa usaha.
Kalau sudah begini maka alasan bahwa di masa lampau sudah berlatih sekian lama bla..bla..bla... juga bisa dikemukakan dan akhirnya menjadi diskusi tak berujung seperti sebelumnya.


Sering saya katakan Wisdom adalah skill yang harus dilatih, tanpa melatih tak mungkin Wisdom yang menghancurkan kekotoran batin begitu saja muncul.

Saya hanya bisa mengatakan: GET REAL... no one can achieve The Way without practicing these days!!!
Kesucian didapat setelah berlatih!!!. Entah sudah kenyang berlatih di kehidupan lalu atau berlatih di kehidupan sekarang.

Mettacittena,
Kalau saya pribadi sih tidak bahas sampai ke sana. Kalau tidak ada usaha tiba-tiba dapat pencerahan, mengapa setelah melewati banyaknya kelahiran yang tak terhitung, tidak bisa 'otomatis' tercerahkan? Nanti orang pikir ini paham Makkhali Gosala (penyucian lewat samsara). Saya mungkin lebih cocok penggunaan berusaha mencapai kepadaman atau berusaha berhenti dari LDM, tergantung sudut pandang.


Quote from: fabian c on 22 March 2011, 09:52:54 AM
Shock hanya terjadi bila suatu pengalaman di dapat tiba-tiba bila tak ada pengalaman lain yang berkaitan sebelumnya.

Pencerahan di dapat setelah memiliki pengalaman lain yang menjadi basis pencerahan sebelumnya, sehingga tak mungkin shock apalagi luar biasa tak terbayangkan.
Menurut saya tidak selalu. Ada kisah keluarga Brahmana Bhardvaja yang kasar ingin datang untuk menghina-hina Buddha Gotama. Melihat Buddha diam saja, mereka 'shock' dan kemudian dibimbing sedikit dan mencapai pencerahan.

Ada lagi kisah murid Pacceka Buddha yang melihat gurunya parinibbana menjadi sinar terang dan hilang, ia shock berat. Lalu merenungkan itu, ia menjadi seorang Pacceka Buddha juga.

Intinya seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, tidak cerah menjadi tercerahkan, seperti buta menjadi melihat. Jika ekspektasinya sesuai dengan kenyataan, maka tidak shock. Jika jauh, maka shock adalah mungkin.

ryu

Quote from: morpheus on 22 March 2011, 09:37:14 AM
yg saya maksudkan, pelajaran teori yg kemudian diterima sebagai kepercayaan tidak bisa mentransformasi batin.
kembali pada topiknya, teori / kepercayaan yg benar tidak sama dengan pandangan benar.

orang yg percaya teori karma dan punarbhava tidak ada bedanya dengan orang yg percaya teori luaran lainnya.
dua2nya bisa jadi baik disebabkan oleh kepercayaannya.
kita tidak bisa melihat hitam putih seperti yg anda gambarkan bahwa teoriku putih, teori orang hitam (membunuh, dll).

ok lah  teori / kepercayaan yg benar tidak sama dengan pandangan benar menurut anda.

sekarang ada teori / lepercayaan narkoba itu berbahaya.

orang yang percaya dengan praktek manakah yang lebih baik?
orang yang percaya dia tahu itu buruk dan tidak menggunakannya/mempraktekannya
orang yang praktek tahu itu buruk dan mempraktekkannya.

manakah yang lebih baik, apakah ada pandangan benar?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

bond

Quote from: ryu on 21 March 2011, 09:06:00 PM
pertanyaan selanjutnya :D
yang manakah Pandangan Benar yang sesungguhnya?

Minimal kalau sudah sotapana baru itu pandangan benar sesungguhnya karena 4 Km sudah ditembus. Kalau belum baru konsepnya/teorinya  aja yang benar.
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

ryu

Quote from: bond on 22 March 2011, 10:06:52 AM
Minimal kalau sudah sotapana baru itu pandangan benar sesungguhnya karena 4 Km sudah ditembus. Kalau belum baru konsepnya/teorinya  aja yang benar.
apakah orang yang percaya dahulu baru berlatih menuju hal itu tidak termasuk pandangan benar?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))