Dapatkah kebencian dipadamkan dg kebencian? bagaimana dgn nafsu?

Started by tesla, 20 January 2011, 04:53:13 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

tesla

Quote from: ryu on 23 January 2011, 08:33:06 AM
jadi intinya tidak boleh ada nafsu sama sekali untuk padam? tidak boleh ada keinginan untuk padam? tidak ngapa ngapain maka otomatis padam? gitu kah maksudnya?

tidak ada usaha maksudnya yak? tidak ada cara ya maksudnya?
mau berhenti itu perlu usaha atau tidak?
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Indra

Quote from: tesla on 23 January 2011, 08:21:23 AM
yups, kalau mau dilebar2kan dg argumen demikian, semua bisa jadi dasar pencerahan. jadi kalau kembali hanya ke masalah batin, nafsu hanya padam dg berhenti bernafsu :D

dengan demikian maka penjelasan Ananda di atas adalah salah

Indra

Quote from: tesla on 23 January 2011, 08:57:10 AM
mau berhenti itu perlu usaha atau tidak?

tergantung bagaimana kondisi sebelum berhenti. orang yg sedang berlari tentu memerlukan usaha untuk berhenti

ryu

Quote from: tesla on 23 January 2011, 08:57:10 AM
mau berhenti itu perlu usaha atau tidak?
berhubung ga bisa di edit lagi karena dah di quote ;D
aye copas yang sebelumnya

contoh aja, kita membenci seseorang, akan padam dengan tidak membenci seseorang. apakah semudah itu tidak membenci? tidak ada langkah2 untuk menuju tidak membenci? pokoknya harus tidak membenci titik gitu ya ga ada tujuan untuk tidak membenci, ga ada nafsu untuk tidak membenci pokoknya tidak membenci?
Quote from: tesla on 23 January 2011, 08:57:10 AM
mau berhenti itu perlu usaha atau tidak?
intinya harus ada kemauan untuk berhenti dulu khan?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

tesla

Quote from: Indra on 23 January 2011, 08:58:59 AM
dengan demikian maka penjelasan Ananda di atas adalah salah

ketika Brahmana tsb bertanya "hasrat ditinggalkan dg hasrat." menurut saya, pertanyaan ini udah ga nyambung. dilanjutkan dg penjelasan Ananda yg makin melebar ga nyambung

sama seperti ketika Buddha ditanya "apakah kemurnian dari sila, dst..." Buddha dg tegas mengatakan "bukan". tetapi jawab yg benar demikian bla bla bla... shg tidak timbul kesimpulan "kemurnian dari sila, dst..." jadi jelas path nya.
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

tesla

Quote from: ryu on 23 January 2011, 09:11:38 AM
berhubung ga bisa di edit lagi karena dah di quote ;D
aye copas yang sebelumnya

contoh aja, kita membenci seseorang, akan padam dengan tidak membenci seseorang. apakah semudah itu tidak membenci? tidak ada langkah2 untuk menuju tidak membenci? pokoknya harus tidak membenci titik gitu ya ga ada tujuan untuk tidak membenci, ga ada nafsu untuk tidak membenci pokoknya tidak membenci?intinya harus ada kemauan untuk berhenti dulu khan?

kembali lagi, kalau mau dilebarkan emg sebelumnya ada kemauan dulu, sebelum kemauan ada pengertian dulu, sebeleum ini ada lagi... dst... masih panjang.
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Indra

Quote from: tesla on 23 January 2011, 09:27:39 AM
ketika Brahmana tsb bertanya "hasrat ditinggalkan dg hasrat." menurut saya, pertanyaan ini udah ga nyambung. dilanjutkan dg penjelasan Ananda yg makin melebar ga nyambung

sama seperti ketika Buddha ditanya "apakah kemurnian dari sila, dst..." Buddha dg tegas mengatakan "bukan". tetapi jawab yg benar demikian bla bla bla... shg tidak timbul kesimpulan "kemurnian dari sila, dst..." jadi jelas path nya.

sekedar koreksi, 7 pemurnian ini adalah dialog antara Bhikkhu Sariputta dan Bhikkhu Punna Mantaniputta

tesla

Quote from: Indra on 23 January 2011, 10:06:42 AM
sekedar koreksi, 7 pemurnian ini adalah dialog antara Bhikkhu Sariputta dan Bhikkhu Punna Mantaniputta
oh ya, anda benar, Bhikkhu Sariputta.
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

williamhalim

Quote from: tesla on 23 January 2011, 08:21:23 AM
yups, kalau mau dilebar2kan dg argumen demikian, semua bisa jadi dasar pencerahan. jadi kalau kembali hanya ke masalah batin, nafsu hanya padam dg berhenti bernafsu :D

"Nafsu hanya bisa padam dengan berhentinya nafsu" adalah kalimat yg mejelaskan suatu kondisi. / kata keadaan.
kalimat yg similar adalah:
"Dengan berhenti/tiadanya nafsu, maka tiada nafsu"
sama juga dengan:
"Api padam adalah tiadanya api" <--- kata keadaan yg menjelaskan apa itu 'api padam'.
Ini adalah penjelasan ke 3 dari 4 Kesunyataan Mulia yg dibabarkan Buddha: Nibbana.

Sedangkan, bagaimana sih agar nafsu bisa padam?
-----> bagaimana sih agar api bisa padam?
Ini adalah point ke 4: 8 jalan mulia yg jika diringkas menjadi Sila Samadhi Panna, atau bila dipaparkan menjadi 84.000 sutta.
Ini adalah Cara untuk memadamkan api, cara untuk memadamkan nafsu.
jawabannya:
Api bisa padam jika kondisi2 yg membuat api itu menyala menjadi tidak ada.
Nafsu bisa padam jika kondisi2 yg membuat nafsu itu timbul dicabut.

Mencabut kondisi yg menimbulkan nafsu, tidak mudah, berbeda2 pada tiap orang, tergantung kondisi batinnya.

----

Jika berbicara secara umum, saya masih berpendapat bahwa untuk menghentikan nafsu tidak bisa semata-mata hanya dengan 'tiada nafsu'. Apakah bisa kita menghentikan nafsu kebencian hanya dengan 'tiada kebencian'? Tidak sesimpel ini.

- Pertama-tama kita mesti menyadari bahwa nafsu amarah itu tidak baik (panna),
- lalu kita berusaha menyadari jika amarah timbul (sati/konsentrasi),
- dan mengalihkan atau menekannya (sila).
- Dengan ini, selanjutnya kita semakin mengerti apa itu nafsu kemarahan (panna lagi),
- selanjutnya saat2 gejala kemarahan mulai timbul, kita cepat menyadarinya (sati semakin kuat)
- dan kemarahan kita bisa lebih mudah reda...
disiplin atau latihan ini bergulir terus, jika kita intens meditasi (samadhi), maka semakin lama nafsu kemarahan semakin terkikis dan tidak mudah timbul... lama kelamaan kita akan penyabar sekali. Kemarahan perlahan-lahan akan lenyap, apalagi jika diisi dengan banyak perbuatan menolong orang yg semakin menyuburkan toleransi dan menggantikan lahan kemarahan kita dengan lahan cinta kasih.

Jadi, saya masih tetap berpendapat bahwa latihan moral, konsentrasi dan kebijaksanaan adalah satu rangkaian yg saling mengisi dan saling menguatkan.

- Kurangi nafsu amarah
- Perbanyak perbuatan metta
- Meditasi dan perdalam dhamma

Jika nafsu diibaratkan mobil melaju kencang:
- angkat gas untuk mengurangi laju yg semakin kencang (kurangi nafsu)
- Tekan rem (perbanyak perbuatan baik)
- berhati2 saat melakukan kedua hal diatas (sucikan pikiran)

84.000 ayat2 Tipitaka, mulai dari sutta2 yg sederhana yg terlalu sering dan sdh bosan kita dengar sd sutta2 yg 'dalam' sulit dipahami, sesungguhnya itu2 juga.
Ada yg cepat paham dgn sutta A, ada yg paham dengan sutta Z.
Tapi, tidak ada yg salah dengan sutta2 tsb... Semakin kita paham akan suatu sutta, semakin terlihat kebenaran sutta2 yg lain...

~ Memang, sutta2 ini bisa saja bukan dari mulut Sang Buddha (who cares? siapa yg bisa memastikan yah?), tapi yg pasti, sutta2 ini sangat luar biasa ~

::

Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

williamhalim

Quote from: tesla on 23 January 2011, 09:29:46 AM
kembali lagi, kalau mau dilebarkan emg sebelumnya ada kemauan dulu, sebelum kemauan ada pengertian dulu, sebeleum ini ada lagi... dst... masih panjang.

Ini saya setuju, krn memang begitulah adanya.

Buddha berkata kepada Angulimala:
"Saya sudah berhenti, kamulah yg masih berlari"
Akhirnya Angulimala berhenti berlari.

Pengambaran tsb mencakup 2 hal: dalam arti yg sebenarnya yakni angulimala benar2 menghentikan larinya mengejar Sang Buddha dan maksud Sang Buddha agar Angulimala menghentikan nafsu membunuhnya.

Namun, ke dua2nya dapat ditarik arti yg sama, yakni:
Angulimala tidak serta merta bisa menghentikan nafsunya, pertama2 ia menyadari kesalahannya, lalu berniat berhenti dan melaksanakan latihan2 untuk menghentikannya.

Meskipun kelihatannya Angulimala melalui semuanya dengan sangat cepat, tapi jika dilihat dari prosesnya, ia melalui keseluruhan proses tsb: menyadari,  berniat berhenti dan melakukan usaha untuk berhenti tsb.

::

Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

tesla

Quote from: williamhalim on 23 January 2011, 03:42:38 PM
Sedangkan, bagaimana sih agar nafsu bisa padam?
-----> bagaimana sih agar api bisa padam?
Ini adalah point ke 4: 8 jalan mulia yg jika diringkas menjadi Sila Samadhi Panna, atau bila dipaparkan menjadi 84.000 sutta.
Ini adalah Cara untuk memadamkan api, cara untuk memadamkan nafsu.
jawabannya:
Api bisa padam jika kondisi2 yg membuat api itu menyala menjadi tidak ada.
Nafsu bisa padam jika kondisi2 yg membuat nafsu itu timbul dicabut.

Mencabut kondisi yg menimbulkan nafsu, tidak mudah, berbeda2 pada tiap orang, tergantung kondisi batinnya.

setuju dg semua ini. tentang latihan semua ini adalah bagaimana tidak menambah bahan bakar lagi...
sementara yg ditanyakan brahmana tsb adalah bagaimana memadamkan api dg api?
dalam bahasanya yg lebih sederhana tanpa analogi:

berhentinya hasrat itu adalah satu hasrat tersendiri... jadi ya bagaimana mungkin mengakhiri hasrat dg cara ini?

dalam analogi Ananda ini yg imo semakin merancukan. hasrat padam ketika tercapai... sekarang logikanya begini...
dalam bahasa yg lebih teknis, Ananda mengatakan setelah mencapai nibbana, LDM otomatis padam. (jadi terbalik dg latihan utk memadamkan LDM agar tercapainya nibbana)...

Quote
Jika berbicara secara umum, saya masih berpendapat bahwa untuk menghentikan nafsu tidak bisa semata-mata hanya dengan 'tiada nafsu'. Apakah bisa kita menghentikan nafsu kebencian hanya dengan 'tiada kebencian'? Tidak sesimpel ini.

- Pertama-tama kita mesti menyadari bahwa nafsu amarah itu tidak baik (panna),
- lalu kita berusaha menyadari jika amarah timbul (sati/konsentrasi),
- dan mengalihkan atau menekannya (sila).
- Dengan ini, selanjutnya kita semakin mengerti apa itu nafsu kemarahan (panna lagi),
- selanjutnya saat2 gejala kemarahan mulai timbul, kita cepat menyadarinya (sati semakin kuat)
- dan kemarahan kita bisa lebih mudah reda...
nah dalam analogi Ananda, bagaimana mengatasi marah?
ya marah aja, siap marah kan marahnya hilang.

Quote
disiplin atau latihan ini bergulir terus, jika kita intens meditasi (samadhi), maka semakin lama nafsu kemarahan semakin terkikis dan tidak mudah timbul... lama kelamaan kita akan penyabar sekali. Kemarahan perlahan-lahan akan lenyap, apalagi jika diisi dengan banyak perbuatan menolong orang yg semakin menyuburkan toleransi dan menggantikan lahan kemarahan kita dengan lahan cinta kasih.

Jadi, saya masih tetap berpendapat bahwa latihan moral, konsentrasi dan kebijaksanaan adalah satu rangkaian yg saling mengisi dan saling menguatkan.

- Kurangi nafsu amarah
- Perbanyak perbuatan metta
- Meditasi dan perdalam dhamma

Jika nafsu diibaratkan mobil melaju kencang:
- angkat gas untuk mengurangi laju yg semakin kencang (kurangi nafsu)
- Tekan rem (perbanyak perbuatan baik)
- berhati2 saat melakukan kedua hal diatas (sucikan pikiran)

84.000 ayat2 Tipitaka, mulai dari sutta2 yg sederhana yg terlalu sering dan sdh bosan kita dengar sd sutta2 yg 'dalam' sulit dipahami, sesungguhnya itu2 juga.
Ada yg cepat paham dgn sutta A, ada yg paham dengan sutta Z.
Tapi, tidak ada yg salah dengan sutta2 tsb... Semakin kita paham akan suatu sutta, semakin terlihat kebenaran sutta2 yg lain...

~ Memang, sutta2 ini bisa saja bukan dari mulut Sang Buddha (who cares? siapa yg bisa memastikan yah?), tapi yg pasti, sutta2 ini sangat luar biasa ~

::
imo, pijak rem tidak sama dg tekan gas lagi...
dalam sutta ini kerancuan berlanjut2 di sini...
si Brahmana mengatakan gimana mo berhenti kalau pijak gas terus?
Ananda bukan berdalih, ini pijak rem, tapi malah bilang, pijak gas aja terus, tar kalau dah mentok tabrak tembok kan berhenti.

ps: ini dari mulut Ananda (atau mungkin dari penulis).
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

tesla

Quote from: williamhalim on 23 January 2011, 03:52:38 PM
Meskipun kelihatannya Angulimala melalui semuanya dengan sangat cepat, tapi jika dilihat dari prosesnya, ia melalui keseluruhan proses tsb: menyadari,  berniat berhenti dan melakukan usaha untuk berhenti tsb.

::
nah disini intinya, ada 2 pendapat:
1. berhenti artinya "pasti" ada niat berhenti
2. berhenti dapat terjadi tanpa niat

-edited-

terlepas dari 2 pendapat ini, kira2 bagaimana perumpamaan Ananda? hasrat padam ketika tercapai. ini berbeda dg Angulimala berlari, dan berhenti dg niat berhenti... melainkan akan berhenti kalau udah berhasil bunuh semua mahkluk hidup mungkin (tercapai).
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Indra

IMHHO, keinginan A memang dapat melenyapkan keinginan B, dimana A <> B. dalam penjelasan Ananda, keinginan rendah dapat dilenyapkan melalui keinginan mulia (Nibbana)

ryu

ribet bener sih
seperti kara cek angg
kebencian dipadamkan dengan kebencian untuk benci=>tidak membenci ;D
kemarahan dipadamkan dengan kemarahan akan marah=>tidak marah ;D

Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

K.K.

Quote from: morpheus on 22 January 2011, 08:53:34 PM
nah itulah yg saya maksudkan sudut pandang / konteks kedua: sebab akibat, menelusuri sebab -1, sebab -2, sebab -3 sebagai perantara / media. namun kalo diteliti lebih dalam, semuanya bakal jadi media. buang air besar bisa dianggap media. pembunuhan 99 orang oleh angulimala merupakan media. kata om tesla, kepala botak bisa jadi media. apapun bisa dianggap media.
Betul, semua juga memang bisa jadi media. Tapi kecocokan dan 'efektifitas' berbeda karena media itu sifatnya subjektif, cocok dan bermanfaat bagi seseorang (biji lada bagi Kisa Gotami), belum tentu cocok bagi orang lain.
Kalau pakai pembagian bro morph, dari konteks II pun bukan tidak mungkin berhubungan dengan konteks I (biji lada = anak hidup kembali; hasilnya malah mengerti sesuatu). Walaupun konteks I lebih ke arah meditatif, namun itu tidak terjadi pada saat meditasi saja, tetapi bisa juga terjadi kapan saja, tergantung kecenderungan masing-masing.


Quotekembali ke topiknya. secara langsung, nafsu padam dengan berhenti bernafsu, bukan dengan nafsu lain (senada dengan anda: tidak ada kelenyapan keinginan dalam keinginan).
Update sedikit, bro morph.
Yang dibicarakan di sutta itu ternyata 'chanda' (keinginan) yang sifatnya netral, bukan 'tanha' (nafsu yang adalah berdasarkan kemelekatan). Jadi kalau dibandingkan dengan 'benci' (vera) dalam dhammapada yang juga berdasarkan kemelekatan, jadi tidak klop.

Sebatas chanda, adalah netral, tidak akan menyebabkan orang terlahir kembali, juga tidak akan menyebabkan orang terbebas dari kelahiran kembali. Tapi dikatakan dalam sutta, adalah mungkin bagi chanda (bukan tanha) untuk berhenti, jika telah mencapai tujuan.