Dapatkah kebencian dipadamkan dg kebencian? bagaimana dgn nafsu?

Started by tesla, 20 January 2011, 04:53:13 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Indra

Quote from: tesla on 21 January 2011, 02:52:22 PM
ya, Vibhava tanha = keinginan utk tidak menjadi.
ini justru memperjelas bahwa nafsu tidak bisa memadamkan nafsu lho

IMO Vibhava Tanha tidak sama dengan keinginan untuk padam

K.K.

Quote from: tesla on 21 January 2011, 02:19:13 PM
kalau menurut saya sih, seberapa jauh kita mengerti... maksudnya gini: misalnya rokok, ada enaknya, ada tidak enaknya. kenapa orang tidak bisa berhenti hanya dg tekad? ya jelas karena dia masih mau enaknya... hanya sesederhana itu. ini 2 sisi mata uang, ada enak & tidak enak... ga bisa ambil 1 sisi, tapi harus keduanya. dg kata lain, ga bisa buang 1 sisi, harus buang keduanya.

demikian jg kenapa org tidak bisa berhenti mis: dalam pemuasan indra. ya karena pemuasan indra itu enak. napain berhenti? usaha Buddha membabarkan dhamma, imo adalah upaya keras utk memperlihatkan ini lho ga enaknya, ini lho dukkha. selagi kita tidak mengerti inilah dukkha, ya kita ga akan melepas, kok enak2 disuruh lepasin. imo, semua ini latihan utk mengerti kenyataan. bukan niat utk padam.
Hm... kalau secara disederhanakan sih, saya setuju memang begitu.


Quotekalau mau dipersempti konteks ya bisa2 aja... semua bisa dibenarkan kok. skr pernyataan brahmana itu sesederhana memadamkan nafsu dg nafsu adalah jalan tak berujung. sementara konteks jawaban Ananda hanya pada ruang lingkup 1 nafsu, tercapai, selesai. padahal ya pembicaraan sebelumnya adalah padamnya nafsu dalam arti segala nafsu. kelihatan ga glitch nya dalam tanya jawab ini?
Menurut saya tidak begitu.
Ini yang awal dijelaskan sebagai jalan oleh Ananda:
"Brahman, there is the case where a monk develops the base of power endowed with concentration founded on desire & the fabrications of exertion. He develops the base of power endowed with concentration founded on persistence... concentration founded on intent... concentration founded on discrimination & the fabrications of exertion. This, Brahman, is the path, this is the practice for the abandoning of that desire."

Baru ditanyakan oleh si Brahmana:
"If that's so, Master Ananda, then it's an endless path, and not one with an end, for it's impossible that one could abandon desire by means of desire."

Perhatikan bahwa yang dibahas di sini adalah jalan menuju lenyapnya keinginan. Si Brahmana mengatakan keinginan untuk mencapai lenyapnya keinginan ini adalah tidak berakhir.
Lalu diberikan perumpamaan itu. Perumpamaan Ananda ini tidak membahas keinginan lain, yang bukan menuju pada lenyapnya keinginan. Jadi itu sama sekali di luar konteksnya. Di sini Ananda membahas hanya 1 keinginan, yaitu mencapai lenyapnya keinginan, yang ketika seseorang mencapainya, maka keinginan itu otomatis ditinggalkan seperti keinginan orang pergi ke taman yang otomatis ditinggalkan ketika dia sampai di taman.

Kalau saya sederhanakan, si Brahmana ini berargumen bahwa 'penghentian' tidak mungkin dicapai dengan berjalan. Ananda berargumen bahwa ketika seseorang telah berjalan ke tempat tujuan, maka ia berhenti. (Sekali lagi, di sini tidak dibahas 'perjalanan' ke tempat lain yang berkondisi, namun perjalanan pada lenyapnya dukkha.)


K.K.

Quote from: tesla on 21 January 2011, 02:35:47 PM
imo ya nafsu juga itu... keinginan menjadi baik, suci, tidak serakah, dll... sebaik apapun bahkan menjadi Buddha ya nafsu juga.
Ini hanya masalah penggunaan istilah dan sudut pandang. Kalau bro tesla hanya melihat satu sisi, maka tidak ada yang namanya tarik, semua namanya dorong. Tidak ada yang namanya kanan, semua hanya kiri (tinggal diubah sudut pandang saja). Kalau saya pribadi berpendapat, "nafsu menjadi baik" dan "keinginan untuk menjadi baik" adalah berbeda.

Quoteokelah, intinya menurut bro Kainyn & teman2 lain, kalau ingin nibbana adalah pengecualian. :)
Pengecualian JIKA dan HANYA JIKA ia mengerti apa itu nibbana. Bagi orang biasa seperti saya (dan mungkin semua teman DC lain), pencarian nibbana masih merupakan pencarian tak berakhir, karena kita belum memahami dengan baik jalan tersebut. (Apanya yang mo nyampe kalo peta saja masih ga ngerti?) Setelah kita memahami, maka otomatis keinginan itu sendiri ditinggalkan.

Quotebalik lagi, kalau nibbana bisa dicapai dg keinginan utk padam, maka kebencian utk terlahir pun bisa mengantarkan kita pada nibbana.
Sama juga seperti di atas. Jika dan hanya jika ia mengerti apa itu nibbana. Dan ketika ia mengerti juga otomatis kebencian untuk terlahir kembali ditinggalkan.

Quotetetapi komentar newbie ini, keinginan & kebencian tidak akan mengantarkan sampai pada nibbana, krn keduanya tidak akan padam kalau ditambah terus.
Komentar newbie II adalah newbie I hanya melihat tanda + lalu menyimpulkan x + y tidak mungkin nol, tapi mengabaikan bahwa JIKA x atau y adalah bilangan negative, maka x + y adalah mungkin 0.

tesla

Quote from: Indra on 21 January 2011, 02:58:45 PM
IMO Vibhava Tanha tidak sama dengan keinginan untuk padam
kalau ditranslate sbg keinginan utk tidak menjadi bagaimana?

Quote from: Kainyn_Kutho on 21 January 2011, 03:20:26 PM
Kalau saya sederhanakan, si Brahmana ini berargumen bahwa 'penghentian' tidak mungkin dicapai dengan berjalan. Ananda berargumen bahwa ketika seseorang telah berjalan ke tempat tujuan, maka ia berhenti. (Sekali lagi, di sini tidak dibahas 'perjalanan' ke tempat lain yang berkondisi, namun perjalanan pada lenyapnya dukkha.)
em, kalau diibaratkan berjalan & berhenti ya sebenarnya nibbana ya berhenti aja... ga masalah sampai di mana. bukankah begitu?
yg saya lihat, analogi ananda mengacu pada "keinginan" & "tercapai". tercapai = keinginan berakhir, end path :) akhirnya juga nibbana harus dilihat sebagai exceptional case kan ;)
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Indra

Quote from: tesla on 21 January 2011, 03:41:36 PM
kalau ditranslate sbg keinginan utk tidak menjadi bagaimana?
dalam konteks Dhammacakkappavatana Sutta, vibhava tanha berpasangan dengan bhava tanha yg berkorelasi dengan nihilisme dan eternalisme.

Quote
yg saya lihat, analogi ananda mengacu pada "keinginan" & "tercapai". tercapai = keinginan berakhir, end path :) akhirnya juga nibbana harus dilihat sebagai exceptional case kan ;)

singkatnya, yes saya setuju bahwa Nibbana adalah special case

K.K.

Quote from: tesla on 21 January 2011, 03:41:36 PM
em, kalau diibaratkan berjalan & berhenti ya sebenarnya nibbana ya berhenti aja... ga masalah sampai di mana. bukankah begitu?
Seperti saya bilang, ini masalah sudut pandang. Benar juga didefinisikan seperti akar pohon berhenti dinutrisi, maka daun, ranting dan pohon akan mati. Tapi di sudut pandang lain, mobil yang berjalan di jalanan licin sempurna, baiklah kita bilang berhenti tinggal matikan mesin, jangan mendorong lagi, tapi dorongan tetap ada. Kadang sesuai kondisi, jalanan menanjak, mobil melambat; kadang menurun, mobil melaju. Maka perlu adanya keseimbangan usaha (energi minus jika mobil terlalu melaju, energi plus supaya mobilnya jangan jalan mundur) sampai mobil itu akhirnya benar-benar berhenti. Kembali lagi, menurut saya, bro tesla terlalu cenderung pada yang 'akar pohon' sehingga menilai orang yang setengah mati mengerem mobil sebagai 'hal yang tidak membebaskan'.
Saya tidak bilang yang ngerem itu pasti 'membebaskan', namun BELUM TENTU tidak membebaskan. Hal ini sulit karena sudah subjektif sekali tergantung kecenderungan orang.


Quoteyg saya lihat, analogi ananda mengacu pada "keinginan" & "tercapai". tercapai = keinginan berakhir, end path :) akhirnya juga nibbana harus dilihat sebagai exceptional case kan ;)
Tidak. Keinginan biasa juga berakhir ketika tercapai. Tapi karena kondisi berubah, maka posisi menjadi berubah lagi.

Saya beri contoh sederhana ada dua orang yang kepanasan di siang lalu yang satu menemukan payung kecil dan bisa berlindung dari matahari. Tapi karena payungnya kecil, ketika matahari berubah, maka payungnya juga harus disesuaikan lagi. Jadi kalau pagi menghadap timur, siang tegak lurus, sore menghadap barat.
Sedangkan orang satunya lagi masuk ke dalam gue yang tertutup & gelap.

2-2-nya memiliki keinginan dan berhenti ketika mencapainya. Tapi orang pertama harus memperbaharui keinginannya ketika matahari berubah posisi karena tujuannya terkondisi oleh letak matahari. Orang ke dua tidak memperbaharui keinginannya ketika matahari berubah posisi, karena memang tujuannya tidak terkondisi oleh letak matahari.

Jadi tidak exceptional, sama kok tujuan tercapai, berhenti. :D

ryu

ini seperti perumpamaan ada satu jalan, dan tidak ada yang tidak ada yang tahu cara mencapai jalan itu, apakah dengan berhenti akan bisa mencapai jalan yang dimaksud? apakah akan ada yang tahu kalau tidak ada yang menunjukan jalan? apakah yakin jalan itu yang dituju bukan jalan yang lain?

baca :
Ganakamoggallana Sutta
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

ryu

tambahan, menurut ajahn chah :

"Jangan melekat pada sesuatu". Atau dengan cara lain: "Pegang, tetapi jangan melekat". Ini juga benar. Jika kita melihat sesuatu yang lain, ambillah... peganglah, tetapi jangan terlalu kuat. Peganglah cukup lama untuk memikirkannya, untuk mengetahuinya, lalu lepaskanlah. Jika kalian memegang tanpa membiarkannya berlalu, membawa tanpa meletakkan beban, maka kalian akan berat. Jika kalian memungut sesuatu dan membawanya sesaat, maka ketika ia menjadi berat kalian harus meletakkannya, membuangnya. Janganlah membuat penderitaan untuk dirimu sendiri.

klik aye dong ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Mr.Jhonz

Di satta bojjhangga pabbam(tujuh faktor pencerahan)
terdapat viriya(semangat),dan piti(kegiuran)
Apakah kedua faktor tersebut bukan termasuk "nafsu"???
buddha; "berjuanglah dengan tekun dan perhatian murni"

vendelta

Yang dimaksud oleh desire / tanha adalah suatu keinginan tanpa didasari oleh keinginan tindak lanjut (an end). suatu keinginan yg tanpa menginginkan untuk terpenuhi.
tercapainya atau tidaknya bukan suatu masalah atau problema, yg ada hanyalah suatu pelaksanaan yg dibutuhkan bila menginginkan hasil sampai di taman, yakni berjalan kesana.
jadi kondisi ini hanyalah suatu pengetahuan saja tanpa didasari keinginan terpenuhi atau tidak yg tak akan menimbulkan suatu dukkha.
FB : [url="//facebook.com/vendelta67"]facebook.com/vendelta67[/url]
Email : vooyage67 [at] [url="//ymail.com"]ymail.com[/url]
Cellphone : +62-852-7567-7725,
Secret Motto : Be Good, Be Nice, Be Justice, Be Mercy, ...
Conjunction Motto : Learning Something Good are Usefull, and Learning Something Usefull are Good.

williamhalim

Tampaknya terjadi kesimpang siuran makna antara NAFSU dan KEINGINAN, sehingga diskusi menjadi melebar..

Sesuai topik diskusi: Apakah Nafsu dapat dipadamkan dengan Nafsu,
dan diskusi sudah menyentuh detil2 faktor batin (nafsu, keinginan), maka ada bagusnya kita lihat penjelasan Dhamma yg lebih detil pula, yakni Abhidhamma.

-----

nafsu = tanha
~ nafsu keinginan, keinginan rendah. Dalam abhidhamma penjelasannya: cetana (batin netral) yg bersekutu dengan akusala cetasika (mis: moha, dosa, dll)

keinginan = kehendak batin
~ penjelasan menurut Abhidhamma, kehendak/keinginan adalah: faktor batin NETRAL. Tergantung sekutunya. jika disokong oleh akusala cetasika, maka akan menjadi TANHA, jika disokong oleh sobhana cetasika, maka akan menjadi BATIN BERMANFAAT.

Kita review sedikit dasar Abhidhamma, bahwa Citta (kesadaran kita) selalu disokong oleh Cetasika (bermanfaat, tidak bermanfaat, netral). 'Keinginan' alias Cetana adalah NETRAL, tergantung cetasika penyokongnya, bisa menjadi positif, negatif atau netral. Jika Cetana disokong oleh cetasika negatif, maka akan menjadi TANHA, contohnya: nafsu seksual, nafsu mau merokok, nafsu amarah, kebencian, dll...

Jika disokong oleh cetasika positif, maka akan menjadi Batin yg bermanfaat, contohnya: keinginan untuk berhenti merokok (disokong oleh panna, sati, kamma samanta, dll), keinginan untuk membantu orang tak mampu (cetana yg disokong oleh panna, alobha/karuna, dll)...

Tabel Cetasika, sbb:

[spoiler]


[/spoiler]

Jadi, kita simpulkan:
- KEINGINAN adalah NETRAL
- NAFSU adalah batin yg tidak bermanfaat/merugikan
- KEINGINAN BAIK adalah batin yg bermanfaat/mengarah pada akhir dukkha

tergantung tempelan cetana-nya

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

tesla

Pali nya sebenarnya adalah Chanda (hasrat).

tapi tidak merubah topik... yg dibicarakan adalah bagaimana meninggalkan (memadamkan) hasrat... dalam hal ini, sepertinya sutta ini tidak membahas sesuatu itu negatif ataupun positif. kalau mau dipilah2 sesuai abhidhamma, maka chanda tidak perlu ditinggalkan, krn bermanfaat, menuju akhir dukkha, tetapi pembicaraan di sini lain. semoga kosa kata tidak membatasi pengertiannya.
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

morpheus

Quote from: Kainyn_Kutho on 21 January 2011, 02:43:30 PM
Tetapi semua hanyalah sebuah perantara/media. Demikian pula keinginan bukan dihentikan dengan keinginan lain (apapun motivasinya). Tidak ada kelenyapan keinginan dalam keinginan. Namun ada keinginan yang kondusif untuk membawa orang pada lenyapnya keinginan itu sendiri.
nah itulah yg saya maksudkan sudut pandang / konteks kedua: sebab akibat, menelusuri sebab -1, sebab -2, sebab -3 sebagai perantara / media. namun kalo diteliti lebih dalam, semuanya bakal jadi media. buang air besar bisa dianggap media. pembunuhan 99 orang oleh angulimala merupakan media. kata om tesla, kepala botak bisa jadi media. apapun bisa dianggap media.

kembali ke topiknya. secara langsung, nafsu padam dengan berhenti bernafsu, bukan dengan nafsu lain (senada dengan anda: tidak ada kelenyapan keinginan dalam keinginan).
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Indra

Quote from: morpheus on 22 January 2011, 08:53:34 PM
nah itulah yg saya maksudkan sudut pandang / konteks kedua: sebab akibat, menelusuri sebab -1, sebab -2, sebab -3 sebagai perantara / media. namun kalo diteliti lebih dalam, semuanya bakal jadi media. buang air besar bisa dianggap media. pembunuhan 99 orang oleh angulimala merupakan media. kata om tesla, kepala botak bisa jadi media. apapun bisa dianggap media.

kembali ke topiknya. secara langsung, nafsu padam dengan berhenti bernafsu, bukan dengan nafsu lain (senada dengan anda: tidak ada kelenyapan keinginan dalam keinginan).


kecuali keinginan untuk mencapai padamnya itu sendiri, bukankah begitu?

morpheus

Quote from: Indra on 22 January 2011, 09:31:03 PM
kecuali keinginan untuk mencapai padamnya itu sendiri, bukankah begitu?
dalam konteks pertama, gak ada kata kecuali.
dalam konteks kedua, semua bisa dianggap penyebab padamnya nafsu karena terus2nya ditelusuri sebab -1, sebab -2, sebab -3 sampai kelahiran sebagai bayi. dengan kata lain, pemahaman konteks kedua ini ridiculous karena apa aja bisa dianggap sebagai penyebab.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path