Dapatkah kebencian dipadamkan dg kebencian? bagaimana dgn nafsu?

Started by tesla, 20 January 2011, 04:53:13 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

fabian c

Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Indra

dalam kisah di atas, baik si Brahmana maupun Ananda sudah sepakat mengenai kondisi Nibbana yg bermakna padamnya nafsu, sekarang yg dipertanyakan oleh si brahmana adalah mungkinkah keadaan tanpa nafsu dicapai melalui nafsu (ie, nafsu untuk mencapai itu). IMO obyek Nibbana ini tidak dapat dibandingkan dengan obyek materi duniawi. pertanyaan dan jawaban ini tidak applicable untuk hal-hal duniawi.

tesla

Quote from: ryu on 20 January 2011, 06:19:10 PM
nafsunya nafsu apa?
Quote from: Indra on 20 January 2011, 06:29:06 PM
dalam kisah di atas, baik si Brahmana maupun Ananda sudah sepakat mengenai kondisi Nibbana yg bermakna padamnya nafsu, sekarang yg dipertanyakan oleh si brahmana adalah mungkinkah keadaan tanpa nafsu dicapai melalui nafsu (ie, nafsu untuk mencapai itu). IMO obyek Nibbana ini tidak dapat dibandingkan dengan obyek materi duniawi. pertanyaan dan jawaban ini tidak applicable untuk hal-hal duniawi.
intinya sama dg jawaban bro Kainyn ya :)

kalau ingin sepeda = tidak padam
kalau ingin padam (nibbana) = (maka) padam lah...

Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

fabian c

Tambahkan dua lagi:

- Bergantung pada makanan, makanan (kebutuhan makan) bisa dilenyapkan
- Bergantung pada kesombongan, kesombongan bisa dilenyapkan.

Mettacittena,
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Indra

Quote from: Kainyn_Kutho on 20 January 2011, 06:07:48 PM
Apakah benar keinginan untuk mendapatkan/mempertahankan sepedanya sudah hilang?
Bagaimana jika sepedanya rusak atau hilang? Apakah tidak ada keinginan lagi?

jika sepedanya rusak atau hilang, maka mungkin saja muncul keinginan baru untuk mendapatkan lagi, tapi ini bukan keinginan yg sama dengan yg sebelumnya, karena keinginan yg sebelumnya sudah lenyap.

K.K.

Quote from: tesla on 20 January 2011, 06:26:17 PM
tujuannya tidak berbeda kok, jakarta, tokyo, kaya, terkenal, sakti, pintar, dst...

bagaimana dg nibbana? maaf ya newbie sok komen soal ini. sejauh yg saya pahami, yg ingin mencapai nibbana , sebenarnya udah masuk ke konsep nibbana-nya (dapat dimiliki) :) sederhana bagi saya, nibbana hanya tercapai jika saya sudah melepas semua, cuma mau atau tidak aja saya (kita) melepas.

sutta bagian bawah ini sebenarnya ga ada hubungannya, cuma debat filsafat saja... & bagi saya itu sampah dalam kitab. peace.
Saya melihat kita semua adalah newbie yang berusaha belajar. Sepertinya sah-sah saja 'sok tau dikit', asal jangan kebanyakan. :D

Saya rasa bukan hanya masalah mau atau tidak kita melepas, tapi juga ada masalah mampu atau tidak kita melepas. Kalau kita dalam konsep/teori, tentu bisa menganalisa nafsu, tetapi kalau dalam kehidupan sehari-hari, walaupun kita sudah tahu teorinya dengan benar, belum tentu kita mampu menyadari ketika nafsu datang dan menghindarinya. Karena itulah dilakukan latihan-latihan yang didasari 'keinginan' untuk mencapai terhentinya nafsu tersebut.

Konsep nibbana ini juga menurut saya bisa dilihat dari berbagai sudut pandang. Tidak ada konsep 'mati' untuk menggambarkannya. Misalnya dalam konsep satu adalah pohon dengan akarnya, penghentian pemberian nutrisi pada akar yang membawa pada nibbana. Sedangkan konsep lain adalah nibbana sebagai pantai seberang di mana kita menggunakan rakit, mencapai pantai seberang dan meninggalkan rakit tersebut.

Menurut saya, yang dibahas oleh Ananda dan brahmana tersebut lebih ke konsep 'rakit', sedangkan bro tesla lebih kepada 'akar pohon' maka merasa tidak cocok.


K.K.

Quote from: tesla on 20 January 2011, 06:29:31 PM
intinya sama dg jawaban bro Kainyn ya :)

kalau ingin sepeda = tidak padam
kalau ingin padam (nibbana) = (maka) padam lah...
Perbandingan 'duniawi' sederhana:

kalau ingin merokok dan mendapat rokok = keinginan hilang sementara kondisi memuaskan (rokok) masih ada.
kalau ingin berhenti merokok dan berhasil = tidak ada lagi keinginan merokok.


williamhalim

Quote from: tesla on 20 January 2011, 06:10:44 PM
perbuatan baik berbuah baik, perbuatan jahat berbuah jahat (buruk) pula.
metta, karuna, mudita memang akan memberikan hidup yg lebih baik, namun bukan utk berhenti terlahir, bukan padam ;)

Untuk 'padam' perlu cara.
Api kecil segede lilin, yg jauh dari segala macam bahan bakar mungkin hanya perlu mengamati, tanpa usaha, pada akhirnya akan padam...

Tapi,
Api yg berkobar gede, yg disekitarnya banyak kayu, minyak, dan segala macam bahan bakar lainnya, perlu usaha untuk memadamkannya: dengan menyingkirkan bahan bakarnya, menyiram dengan racun api, dsbnya..

Jadi, tidak semua teknik cocok dengan kita. Kita harus sadar diri dengan kondisi batin kita.
Apakah hanya dengan 'sadari' saja, batin kita bisa terkikis LDM-nya, atau mesti dengan tekad yg kuat, daya upaya yg konsisten, disiplin, keteguhan dan latihan yg intens...

Kitalah yg tau..

Quote
sebenarnya baik atau buruk itu dualitas kok... niat pergi ke vihara ya niat pergi ke vihara, niat mencapai nibbana jg ya niat mencapai nibbana... kalau diklasifikasikan baik atau buruk sih sebenarnya udah preferensi (kesukaan masing2). saya suka vihara, jadi saya bilang vihara = baik, coba ganti ke yg lain... mis pasar, mall, tempat dugem, rumah sendiri --- objek adalah netral lho ;)

Objek memang netral, tapi niat tidak.

Niat ke vihara dan niat untuk menyumbang orang2 kesusahan jelas beda dengan niat niat untuk ke mall / niat mo ke diskotik. 'Objek' memang netral, tapi 'niat' tidak.

Quote
anyway saya setuju dg sutta ini sampai di bagian awal...bagaimana memadamkan nafsu, ya dg mengabaikan nafsu... ini udah praktis, tidak perlu diuraikan lagi. sama dg dhammapada bagaimana mengakhiri kebencian, ya dengan tidak membenci titik. praktis, simple, hanya sebatas antara kita mau melepas atau tidak mau melepas.

Mengakhiri kebencian dengan tidak membenci.. betul,
Tapi apakah semua orang dapat tiba2 dengan tidak membenci? Semudah itukah? Tentu tidak. Diperlukan usaha agar orang tersebut dapat 'tidak membenci'. Org tersebut perlu banyak membaca buku2 (buku Dhamma, misalnya), orang tersebut perlu ikut kegiatan sosial yg melatih toleransinya, orang tersebut perlu menghindari makanan yg kurang sehat (koelsterol, darah tinggi), orang tersebut perlu olahraga pagi agar badannya segar dan tidak gampang marah, orang tersebut perlu meditasi cintakasih, orang tersebut perlu mengenali dan menahan amarahnya jika muncul (untuk awal2nya, berikutnya akan lbh mudah jika ia intens latihan tidak membenci), dstnya... Potensi usahanya berbeda2 pada tiap orang tergantung ketebalan amarah yg telah mendarah daging pada dirinya... tidak bisa disama-ratakan.

memadamkan nafsu dengan mengabaikan nafsu... lagi2 betul.
Tapi, apakah setiap orang serta merta bisa 'mengabaikan' nafsunya? Dengan 'sadari saja' maka nafsunya otomatis akan terabaikan? Batin tiap orang berbeda. Ada yg bisa dan ada yg mesti memerlukan usaha sedikit .. atau banyak. Ada yg mesti banyak berdana (apapun motivasinya) untuk melatih melepaskan, selanjutnya ia rajin mendengarkan ceramah dhamma, rajin ke vihara (untuk mengalihkan kegiatan2 negatifnya, dugem misalnya) juga mendapatkan lingkungan yg lbh baik ketimbang teman2 dugem-nya, mesti latihan meditasi konsentrasi, vipassana, dengan saddha untuk sebgn orang kadang juga banyak membantu...

Jadi, semua yg ditawarkan Sang Buddha dalam ribuan sutta adalah 'jalan'. Tergantung kita, mengenali kondisi batin kita untuk menemukan langkah2 dan disiplin yg cocok, demi pengikisan/pemadaman kita.

::



Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

williamhalim

Quote from: tesla on 20 January 2011, 06:14:33 PM
yg saya tanya cuma, dapatkah nafsu dipadamkan dg nafsu?

- nafsu untuk merokok dapat dipadamkan dengan keinginan (+usaha) untuk berhenti merokok
- nafsu duniawi (tanha) dapat dipadamkan dengan keinginan(+usaha) untuk menghentikan tanha.

begini menurut sy Bro Tesla...

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

ryu

Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

tesla

kayanya exceptional ya utk nibbana, coba kita lihat:

kalau keinginan utk padam dapat menghasilkan kepadaman...
maka kebencian utk menyala (hidup) dapat menghasilkan kepadaman pula <--- permainan kata2 aja sih...

padahal kita tau, orang bunuh diri krn tidak mau hidup, akan terlahir lagi bahkan di alam menderita.
lain hal kalau arahat yg bunuh diri :)
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

ryu

Quote from: tesla on 21 January 2011, 05:40:27 AM
kayanya exceptional ya utk nibbana, coba kita lihat:

kalau keinginan utk padam dapat menghasilkan kepadaman...
maka kebencian utk menyala (hidup) dapat menghasilkan kepadaman pula <--- permainan kata2 aja sih...

padahal kita tau, orang bunuh diri krn tidak mau hidup, akan terlahir lagi bahkan di alam menderita.
lain hal kalau arahat yg bunuh diri :)
secara padamnya seperti apa? apakah benar2 padam atau padam dan menyala oleh hal yang lain, seperti seseorang yang mati khan itu artinya memang padam khan tapi apabila ada hal2 yang menunjang untuk nyala lagi ya nyala lah.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

ryu

btw ini nanti menuju LDM dan aLDM gak, khan udah ada threadnya ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

K.K.

Quote from: tesla on 21 January 2011, 05:40:27 AM
kayanya exceptional ya utk nibbana, coba kita lihat:

kalau keinginan utk padam dapat menghasilkan kepadaman...
maka kebencian utk menyala (hidup) dapat menghasilkan kepadaman pula <--- permainan kata2 aja sih...

padahal kita tau, orang bunuh diri krn tidak mau hidup, akan terlahir lagi bahkan di alam menderita.
lain hal kalau arahat yg bunuh diri :)
Bukan seperti itu. Keinginan tidak hilang dengan membenci keinginan ataupun menginginkan terhentinya keinginan saja, keinginan itu hilang dengan menjalani 'sang jalan' tersebut. Masih contoh rokok tersebut, hanya menginginkan terhentinya kecanduan atau membenci kecanduan tidak akan menghentikan kecanduan itu sendiri. Tetapi dengan keinginan terhentinya kecanduan, membenci kecanduan, baru ia punya tekad/dorongan untuk menjalani 'terapi' tersebut. Jadi saya pikir keinginan atau kebencian (yang membawa pada 'kesembuhan') itu hanyalah berguna di 'start'-nya saja, tapi bukan untuk dipelihara sepanjang jalan. Keinginan dan kebencian itu sendiri otomatis akan lenyap seiring bertambahnya pengertian.


Indra

Quote from: Kainyn_Kutho on 21 January 2011, 08:29:23 AM
Bukan seperti itu. Keinginan tidak hilang dengan membenci keinginan ataupun menginginkan terhentinya keinginan saja, keinginan itu hilang dengan menjalani 'sang jalan' tersebut. Masih contoh rokok tersebut, hanya menginginkan terhentinya kecanduan atau membenci kecanduan tidak akan menghentikan kecanduan itu sendiri. Tetapi dengan keinginan terhentinya kecanduan, membenci kecanduan, baru ia punya tekad/dorongan untuk menjalani 'terapi' tersebut. Jadi saya pikir keinginan atau kebencian (yang membawa pada 'kesembuhan') itu hanyalah berguna di 'start'-nya saja, tapi bukan untuk dipelihara sepanjang jalan. Keinginan dan kebencian itu sendiri otomatis akan lenyap seiring bertambahnya pengertian.



bahkan ada juga kasus nafsu rendah yg mendorong pencapaian Nibbana. contoh kasus Bhikkhu Nanda. mohon pembabaran Mbah Kainyn