Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?

Started by Sumedho, 05 January 2011, 09:28:11 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

BTY

"....bhikkhusaṅghaṃ parivisitvā mama dakkhiṇaṃ ādiseyyāsi.

Sanggha bhikkhu/ setelah melayani/ kepada saya/ hadiah persembahan/ dedikasikanlah

Setelah melayani bhikkhusaṅgha, dedikasikanlah hadiah persembahan (tersebut) kepada saya. CMIIW

Sumedho

waduh, dah kelewatan jauh

kalau saya lihat, sepertinya ada 3 jenis disini.

1. offering to the dead, persembahan makanan. ini dikatakan dalam janussonin sutta hanya dalam alam peta.
2. pelimpahan jasa/transference of merit. dimana transfer hasil perbuatan baik bisa kepada siapapun.
3. model karunacittena, turut bersenang, ini bisa kesiapa saja asal mereka tahu.

bukan begitu?


oh iya, tombol thank you di topik ini koq hilang yah :))
There is no place like 127.0.0.1

Sumedho

There is no place like 127.0.0.1

hendrako

Quote from: ryu on 19 January 2011, 10:57:02 PM
mendingan pelimpahan jasa ke mahluk PETA yang kelihatan (pengemis/yang bener2 membutuhkan) daripada mengawang2 yang hanya KATANYA ;D

Keknya mending gini deh:
Membantu yang membutuhkan
trus jasanya dilimpahkan.
Efeknya ganda.

Lagipula tindakan pelimpahan itu sendiri mestinya tindakan berjasa juga,
berati bisa dilimpahin lagi juga tuh....
berati gak abis2 dong ye..... dilimpahin aja trus....

Satu perbuatan baik + pelimpahan = efeknya ruar biasa.... 8)
Kalo ternyata gak bener ...toh tetap suatu perbuatan dengan niat baik.
yaa... gitu deh

williamhalim

Quote from: Sumedho on 20 January 2011, 06:45:17 AM
waduh, dah kelewatan jauh

kalau saya lihat, sepertinya ada 3 jenis disini.

1. offering to the dead, persembahan makanan. ini dikatakan dalam janussonin sutta hanya dalam alam peta.
2. pelimpahan jasa/transference of merit. dimana transfer hasil perbuatan baik bisa kepada siapapun.
3. model karunacittena, turut bersenang, ini bisa kesiapa saja asal mereka tahu.

bukan begitu?

Ya, jadi ada 3 kategori, apa yg selama ini kita sebut 'pelimpahan jasa'.
1. persembahan makanan
~ contohnya: persembahan kue dan makanan (belakangan berkembang ke parabola, mobil , bahkan rumah dan uang neraka)
2. transfer jasa baik
~ ini masih diperdebatkan krn tdk sesuai dgn 'kamma yg tdk bisa ditransfer, milik sendiri'
3. ...... Bro Sumedho menulis 'turut bersenang'. Maksudnya yg turut bersenang, adalah makhluk di alam lain bukan? Yaitu: kita melakukan hal2 baik atas nama si makhluk peta, dgn harapan si makhluk peta ikut berbahagia yg pada akhirnya mengkondisikan kamma baik pikirannya? Klu ya begini, kita sebut saja: Penkondisian/pengaspirasian kebahagiaan.

Quote
oh iya, tombol thank you di topik ini koq hilang yah :))

Loe aja nanya, palagi kite...
tapi, tuh udah ada lagi...

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Kelana

Quote from: Sumedho on 20 January 2011, 06:45:17 AM
waduh, dah kelewatan jauh

kalau saya lihat, sepertinya ada 3 jenis disini.

1. offering to the dead, persembahan makanan. ini dikatakan dalam janussonin sutta hanya dalam alam peta.
2. pelimpahan jasa/transference of merit. dimana transfer hasil perbuatan baik bisa kepada siapapun.
3. model karunacittena, turut bersenang, ini bisa kesiapa saja asal mereka tahu.

bukan begitu?


oh iya, tombol thank you di topik ini koq hilang yah :))

Khusus no.2, yang saya tangkap, menurut penjelasan Bhante BTY dan indikasi dalam sutta yang ada (cmiiw), hanya makhluk yang dekat, mendengar langsung ataupun tidak langsung pelimpahan jasa untuknya yang bisa menerima pelimpahan jasa. Jadi dalam konteks keberadaan syarat ini maka tidak semua makhluk bisa menerima pelimpahan jasa karena ada makhluk yang jauh keberadaanya dari kita.(cmiiw)
GKBU

_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Sumedho

kekna dalam http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19154.msg316234#msg316234 -> nandamata sutta itu tidak ada di dekat sana ketika pelimpahan itu dilakukan.

tapi kalau kita lihat lebih jauh, koq ada singgung Parayana Vagga, apakah pembagiaan vagga itu sudah ada dijaman Sang Buddha? hmmmm
There is no place like 127.0.0.1

Kelana

Quote from: Sumedho on 20 January 2011, 09:15:38 PM
kekna dalam http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19154.msg316234#msg316234 -> nandamata sutta itu tidak ada di dekat sana ketika pelimpahan itu dilakukan.

Mungkin karena sebelumnya sudah diketahui oleh Dewa Vessavaṇa sendiri , bahkan berkesan Dewa Vessavaṇa memintanya jika kita mengacu pada terjemahan Bhante BTY berikut:

Quote from: BTY on 19 January 2011, 11:00:24 PM
"....bhikkhusaṅghaṃ parivisitvā mama dakkhiṇaṃ ādiseyyāsi.

Sanggha bhikkhu/ setelah melayani/ kepada saya/ hadiah persembahan/ dedikasikanlah

Setelah melayani bhikkhusaṅgha, dedikasikanlah hadiah persembahan (tersebut) kepada saya.


Quote
tapi kalau kita lihat lebih jauh, koq ada singgung Parayana Vagga, apakah pembagiaan vagga itu sudah ada dijaman Sang Buddha? hmmmm

Dalam terjemahan yang diberikan oleh Sdr. Ryu memang ada tambahan tulisan vagga, sedangkan versi Pali-nya tidak ada kata 'vagga'-nya, jadi saya pribadi tidak tahu persis kata 'Parayana' ini mengacu pada apa. Berikut kutipannya:

Assosi kho vessavaṇo mahārājā nandamātāya upāsikāya pārāyanaṃ sarena bhāsantiyā, sutvā kathāpariyosānaṃ āgamayamāno aṭṭhāsi.

Atha kho nandamātā upāsikā pārāyanaṃ sarena bhāsitvā tuṇhī ahosi. Atha kho vessavaṇo mahārājā nandamātāya upāsikāya kathāpariyosānaṃ viditvā abbhānumodi

Apakah kata yang dibold adalah kata yang berarti sama atau bukan, saya agak bingung :-[
GKBU

_/\_ suvatthi hotu


- finire -

ryu

Quote from: Sumedho on 20 January 2011, 09:15:38 PM
kekna dalam http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19154.msg316234#msg316234 -> nandamata sutta itu tidak ada di dekat sana ketika pelimpahan itu dilakukan.

tapi kalau kita lihat lebih jauh, koq ada singgung Parayana Vagga, apakah pembagiaan vagga itu sudah ada dijaman Sang Buddha? hmmmm
The Parayana Vagga
The Chapter on the Way to the Far Shore
by
Thanissaro Bhikkhu
© 1997–2011
Sixteen brahman ascetics — students of a teacher named Bavari — approach the Buddha with questions on the goal of his teaching and how to attain it. From their questions, it is obvious that some of them, at least, are quite advanced in their meditation practice. Tradition tells us that the first fifteen of the ascetics attained arahantship immediately after the Buddha answered their questions. As for the sixteenth — Pingiya — the Cula Niddesa tells us that, after his questions were answered, he attained the Dhamma Eye, a term that usually means stream-entry. The commentary to the Cula Niddesa, however, interprets it as meaning that he became a non-returner.

A recurrent image in these dialogues is of life as a raging flood — a flood of birth, aging, and death; sorrow and lamentation; stress and suffering. The purpose of spiritual practice is to find a way across the flood to the safety of the far shore. This image explains the frequent reference to finding a way past entanglements — the flotsam and jetsam swept along by the flood that may prevent one's progress; and to the desire to be without acquisitions — the unnecessary baggage that could well cause one to sink midstream.

There is evidence that these sixteen dialogues were highly regarded right from the very early centuries of the Buddhist tradition. As concise statements of profound teachings particular to Buddhism, they sparked an attitude of devotion coupled with the desire to understand their more cryptic passages. Most of the Cula Niddesa, a late addition to the Pali canon, is devoted to explaining them in detail. Five discourses — one in the Samyutta Nikaya, four in the Anguttara — discuss specific verses in the set, and a sixth discourse tells of a lay woman who made a practice of rising before dawn to chant the full set of sixteen dialogues.

The notes to this translation include material drawn from the Cula Niddesa, together with extensive quotations from the five discourses mentioned above.

See also: "Atthaka Vagga (The Octet Chapter): An Introduction," by the same author.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

ryu

97 Dhānañjāni Sutta

16. "Bagaimana menurutmu, Dhānañjāni? Siapakah yang lebih baik Seorang yang demi orangtuanya berperilaku berlawanan dengan Dhamma, berperilaku tidak jujur, atau seorang yang demi orangtuanya berperilaku sesuai dengan Dhamma, berperilaku jujur?"

"Guru Sāriputta, seorang yang demi orangtuanya berperilaku berlawanan dengan Dhamma, berperilaku tidak jujur, adalah tidak lebih baik; seorang yang demi orangtuanya berperilaku sesuai dengan Dhamma, berperilaku jujur, adalah yang lebih baik."

"Dhānañjāni, ada jenis pekerjaan lain, yang menguntungkan dan sesuai dengan Dhamma, yang dengannya seseorang dapat menyokong orangtuanya dan pada saat yang sama menghindari kejahatan dan mempraktikkan kebajikan.

17-25. "Bagaimana menurutmu, Dhānañjāni? Siapakah yang lebih baik Seorang yang demi istri dan anak-anaknya ... [189] ... demi budak-budak, pelayan, dan pekerjanya ... demi teman-teman dan sahabatnya ... [190] ... demi sanak-saudara dan kerabatnya ... demi tamu-tamunya ... demi para leluhurnya yang telah meninggal dunia ... demi para dewa ... [191] ... demi raja ... demi mengistirahatkan dan memelihara jasmani ini berperilaku berlawanan dengan Dhamma, berperilaku tidak jujur, atau seorang yang demi mengistirahatkan dan memelihara jasmani ini berperilaku sesuai dengan Dhamma, berperilaku jujur?"

"Guru Sāriputta, seorang yang demi mengistirahatkan dan memelihara jasmani ini berperilaku berlawanan dengan Dhamma, berperilaku tidak jujur, adalah tidak lebih baik; seorang yang demi mengistirahatkan dan memelihara jasmani ini berperilaku sesuai dengan Dhamma, berperilaku jujur, adalah yang lebih baik."
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

icykalimu

Milinda Panha

74. Membagikan jasa 
"Apakah ada kemungkinan bagi keluarga yang telah meninggal 
untuk ikut 
menerima jasa dari suatu perbuatan baik?" 
"Tidak. Hanya mereka yang dilahirkan sebagai setan kelaparan 
yang makanannya 
adalah perbuatan baik orang lainlah yang dapat ikut menerima 
jasa. Mereka 
yang dilahirkan di neraka, surga, terlahir sebagai binatang, 
setan kelaparan 
yang makanannya muntahan, atau setan kelaparan yang dipenuhi 
oleh ketamakan, 
tidak akan mendapatkan manfaat." 
"Kalau begitu, persembahan dalam kasus-kasus itu tidak ada 
gunanya, karena 
mereka yang diberi tidak mendapat manfaat." 
"Tidak demikian, O Baginda raja. Persembahan-persembahan itu 
bukannya tidak berguna atau tidak berbuah, karena si pemberi 
sendiri 
mendapat manfaat darinya." 
"Yakinkanlah saya dengan alasan." 
"Bila beberapa orang telah menyiapkan hidangan dan mengunjungi 
sanak 
saudaranya tetapi sanak-saudara mereka itu tidak menerima 
pemberian itu, 
apakah pemberian tersebut menjadi sia-sia?" 
"Tidak, Yang Mulia, si pemilik sendiri dapat memakannya." 
"Demikian juga, O raja, si pemberi persembahan mendapatkan 
manfaat dari 
persembahan dana tersebut." 
"Kalau begitu, apakah juga mungkin membagikan ketidakbajikan?" 
"Ini bukanlah pcrtanyaan yang patut ditanyakan, O Baginda raja. 
Anda 
kemudian akan bertanya kepada saya mengapa ruang angkasa tidak 
berbatas dan 
mengapa manusia dan burung mempunyai dua kaki sedangkan rusa 
mcmpunyai empat!" 
"Saya tidak bertanya seperti itu untuk menjengkelkan Bhante, 
tetapi banyak 
orang di dunia ini yang tersesat (berpikiran jahat, memiliki 
pandangan 
salah) atau tidak dapat melihat (bodoh).' 
"Meskipun suatu tanaman dapat menjadi masak dalam air tangki, 
tetapi tidak 
mungkin dalam air laut. Perbuatan jahat tidak dapat dibagikan 
kepada siapa 
yang tidak melakukannya dan tidak menyetujuinya. Orang 
mengalirkan air 
dengan menggunakan pipa-pipa air tetapi mereka tidak dapat 
mengalirkan batu 
yang padat dengan cara yang sama. Kebatilan atau ketidakbajikan 
adalah 
sesuatu yang jahat, sedangkan kebajikan adalah 
sesuatu yang sangat hebat." 
"Berikanlah penjelasan.". 
"Jika setetes air jatuh ke tanah, apakah air itu dapat mengalir 
sepanjang 50 
atau 60 kilometer?." 
"Tentu saja tidak, Bhante. Titik air itu hanya akan 
mcmpengaruhi tanah di 
mana ia jatuh." 
"Mengapa demikian?" 
"Karena sifat sedikitnya." 
"Demikian juga, O Baginda raja, kebatilan adalah sesuatu yang 
jahat dan 
karena sifat sedikitnya, ia hanya dapat mempengaruhi si pelaku 
dan tidak 
dapat dibagikan. Tetapi jika ada hujan badai yang sangat hebat, 
apakah 
airnya akan sampai ke mana-mana?" 
"Tentu saja, Bhante, bahkan bisa sejauh 50 atau 60 kilometer." 
"Demikian juga, O raja, kebajikan adalah sesuatu yang hebat dan 
karena sifat 
melimpahnya; ia dapat dibagikan baik kepada manusia maupun 
dewa." 
"Bhante Nagasena, mengapakah kebatilan begitu terbatas 
sifatnya, sedangkan 
kebajikan dapat menjangkau lebih jauh?" 
"Siapa pun, O Baginda raja, yang memberikan persembahan, 
menjalankan sila 
dan melakukan Uposatha, ia akan merasa gembira dan berada dalam 
ketenangan. 
Karena ketenangannya maka kebaikannya bahkan menjadi semakin 
melimpah. 
Seperti kolam air yang dalam dan jernih, segera setelah air 
mengalir keluar di salah satu sisinya, tempat itu akan terisi 
penuh lagi 
dari segala arah. Demikian juga, O raja, jika seseorang akan 
mengirimkan 
kebajikan yang telah dilakukannya kepada orang lain, bahkan 
selama 100 tahun 
kebaikannya akan semakin bertumbuh. Itulah sebabnya mengapa 
kebajikan itu 
begitu hebat. Tetapi dengan perbuatan jahat, O Baginda 
raja, orang akan dipenuhi oleh rasa penyesalan dan pikirannya 
tidak akan 
dapat terlepas darinya. Dia merasa tertekan dan tidak
mendapatkan 
ketenangan, lalu karena merasa putus asa dia menjadi sia-sia. 
Seperti 
halnya, O raja, setetes air yang jatuh di sungai yang kering 
tidak akan 
dapat menambah isinya dan malahan akan langsung tertelan di 
titik jatuhnya. 
Inilah sebabnya ketidakbajikan sangat jahat dan mempunyai sifat 
sedikit."
...

The Ronald

ehm.. jd kesimpulan akhir gimana??
1. Patidana ... mendanakan sesuatu, dan melimpahkan jasanya..kemudian objek itu di terima oleh paradattupajivika petta, krn di dilimpahkan..bukan krn ikut bemudita
dan bagi mahluk lain yg alamnya lebih baik dari peta tsb..jika di berikan pelimpahan jasa merasakan manfaatnya dgn bermudita

2. semuanya menerima manfaat dgn bermudita

3. semuanya menerima manfaat dgn bermudita , tp paradattupajivika petta dpt memakan makanan sembayangan ( ingat makanan sembahyangan ..bukan pelimpahan jasa)

sry topik lama...

sebagai tambahan..apakah peta bisa turut bermudita dan mengerti dhamma?
...

Dhamma Sukkha

Quote from: Sumedho on 05 January 2011, 09:28:11 AM
Yg berikut ini agak berbeda pandangan dengan mainstream, jadi harap dilanjutkan dengan berpikiran kritis :)

Soal "pelimpahan jasa" itu saya tidak menemukannya di Tipitaka sama sekali. Adanya juga persembahan makanan bagi mahluk alam peta di tirokuddasutta. Ini sudah jadi pertanyaan bagi saya cukup lama.

Soal "pelimpahan jasa" itu adalah ada di kitab komentar dari kitab petavatthu belakangan yg ditulis oleh Dhammapala pada abad ke 6 (http://dhct.org/d321). Disana cerita itu baru muncul, yg menurut saya agak beda esensi dengan tirokudda sutta-nya. Dalam Tirokudda suttanya menekankan pada persembahan makanan dan tidak ada pelimpahan jasa. Dalam keadaan dimana ada perbedaan antara mula (tipitaka) dan atthakattha tentu tipitaka mendapatkan prioritas lebih tinggi yg dianggap lebih benar. Karena ini pula jadi makin penasaran koq beda dan nda nyambung. Komentar yg dibuat bertujuan untuk menjelaskan koq malah berbeda.

Jadi menurut kesimpulan saya yg mungkin salah, pelimpahan jasa itu bisa dikatakan tidak berdasarkan dari Tipitaka, tapi tradisi saja / atau kisah cerita2 tambahan dimana kisahnya ceritanya dibuat dengan latar belakang jaman sang Buddha yg ditulis dalam kitab/buku komentar, tapi memiliki makna positif untuk mengajak kita berbuat baik. Kalau dipikir, kenapa pula pelimpahan jasa hanya pada alam peta tertentu? Kalau dasarnya adalah mudita/turut bersenang, maka utk semua mahluk *yg bisa mengerti* jg bisa. kalau utk pemberian persembahan makanan/minuman memang dikatakan dalam Janussonin Sutta (AN 10.177) Sang Buddha menjelaskan hanya bisa diberikan persembahan makanan minuman pada alam peta. Tidak ada disinggung tentang pelimpahan jasa seperti yg kita sering dengar orang lakukan sekarang.

Ini mungkin ada hubungannya dengan Kaladana Sutta (AN 5.36) dimana disinggung dimana ketika kita turut bersenang atas pemberian atau membantu dalam perbuatan baik, mereka mendapatkan jasa perbuatan baik juga. Atas dasar ini dianggap yg dialam peta diajak bersenang juga. Jika ini "penting" tentu ini akan ditekankan langsung oleh sang Buddha, akan tetapi Sang Buddha menekankan dalam Tirokudda sutta utk mempersembahkan makanan/minuman pada mahluk peta dan tidak menyinggung melimpahkan jasa perbuatan baik, bahkan saya belum ketemu (atau mungkin tidak ada?) tentang pelimpahan jasa. Bahkan soal persembahan makanan/minuman itu disinggung juga dalam Adiya Sutta (AN 5.41).

Terlepas dari itu, tentu perbuatan baiknya tetap akan membuahkan hasil. Itu tidak diragukan lagi. Mungkin ada yg berpendapat yah dilakukan saja, tidak usah pusing, tapi kebetulan saya pas memang sedang terpusingkan akan rujukannya dan sekadar main logika bahwa ini mungkin bukan penyelesaian dalam studi sutta.

bagaimana pendapat rekan2? Mohon dikoreksi. Atau ada yg punya rujukannya dari tipitaka yg mungkin saya terlewat? thanks.
suhuu... di Dasa Punna Kiriya Vatthu kan ada ttg Pattidana... \;D/\;D/\;D/
plus w mo nanya, di Paritta Pattidana :
ada dituliskan :
Semoga jasa2 yg kuperbuat
kini atau di waktu lain
diterima oleh semua makhluk hidup di sini
tak terbatas, tak ternilai
semoga mereka yg kukasihi serta berbudi luhur
spt ayah dan ibu
yg terlihat dan tak terlihat
yg bermusuhan maupun yg bersikap netral,

makhluk2 yg berada di alam semesta
di tiga alam, empat jenis kelahiran,
terdiri dari lima satu atau empat bagian
mengembara di alam2 besar kecil
..... dst.

pertanyaanya :
yg satu itu alam manusia, yg empat bagian alam apaya, sementara yg lima bagian itu kenapa bisa 5? padahal kan alam deva ada 6, Cattumaharajika, tavatimsa, yama, tusita, nimittavasavatti-bhumi, Paranimitta-vasavatti bhumi.
kenapa di sana hanya dicantumkan 5 bagian alam deva?
May All being Happy in the Dhamma ^^ _/\_

Karena Metta merupakan kebahagiaan akan org lain yg tulus \;D/

"Vinayo ayusasanam"
sasana/ajaran Buddha akan bertahan lama karena vinaya yg terjaga... _/\_ \;D/

bluppy

#148
sepertinya lima, satu, empat
maksudnya bukan satu alam manusia, empat alam menyedihkan dan lima alam dewa

Dari buku paritta biru terbitan sti.
Kalimat terjemahannya:
Terdiri dari lima, satu atau pun empat gugusan pembentuk

Penjelasannya:
Makhluk yang terbentuk dari lima gugusan pembentuk kehidupan adalah makhluk yang memiliki nama (vedana, sanna, sankhara, vinnana) dan rupa.

Makhluk satu gugusan adalah makhluk yang hanya memiliki rupa.

Makhluk yang terbentuk dari empat gugusan pembentuk kehidupan adalah makhluk yang hanya memiliki nama (vedana, sanna, sankhara, vinnana)


Dhamma Sukkha

Quote from: bluppy on 29 October 2011, 02:48:07 PM
sepertinya lima, satu, empat
maksudnya bukan satu alam manusia, empat alam menyedihkan dan lima alam dewa

Dari buku paritta biru terbitan sti.
Kalimat terjemahannya:
Terdiri dari lima, satu atau pun empat gugusan pembentuk

Penjelasannya:
Makhluk yang terbentuk dari lima gugusan pembentuk kehidupan adalah makhluk yang memiliki nama (vedana, sanna, sankhara, vinnana) dan rupa.

Makhluk satu gugusan adalah makhluk yang hanya memiliki rupa.

Makhluk yang terbentuk dari empat gugusan pembentuk kehidupan adalah makhluk yang hanya memiliki nama (vedana, sanna, sankhara, vinnana)


ternyata begitu yaa...
w ngertii... makhluk yg hanya memiliki rupa cthnya, makhluk2 yg terlahir di alam Rupa Brahma asannasata, klo gak salah yaa..
thanks yaa... \;D/\;D/\;D/ klo cth yg hanya memiliki nama saja, kira2 apa yaa?
May All being Happy in the Dhamma ^^ _/\_

Karena Metta merupakan kebahagiaan akan org lain yg tulus \;D/

"Vinayo ayusasanam"
sasana/ajaran Buddha akan bertahan lama karena vinaya yg terjaga... _/\_ \;D/