akibat karmanya sendiri

Started by Deva19, 29 July 2010, 08:58:33 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Deva19

dua orang karyawan, pulang kerja larut malam. Maklum lagi banyak lemburan. Sepulang kerja, karena beberapa urusan, mereka berdua mampir ke rumah rekan kerja nya yang lain. Pukul 01:30, barulah mereka beranjak menuju pulang ke rumah.

Tak disangka, di perjalanan mereka berpapasan dengan sekelompok geng motor di gang sempit. Hanya dengan alasan menghalangi jalan, dua karywan tersebut diseret ke lapangan terbuka serta dianiaya oleh kelompok geng motor tersebut, dengan tangan kosong dan senjata tajam. Para gengster itu mengeluarkan cerulit yang tajam dan mengkilap, serta menyabetkannya ke dua karyawan malang tadi. Dalam sejekap, lapangan yang biasanya digunakan untuk bermain anak-anak di sore hari, kini penuh bersimbah darah.  Itu terjadi di tengah pemukiman yang padat penduduk, hanya 100 meter dari rumah ku.

Teriakan-teriakan iblis terdengar penuh kebengisan, bercampur jeritan-jeritan dua manusia malang yang tubuhnya terkoyak-koyak. Suara motor para geng motor dibunyikan sekencang-kencangnya, seperti hendak mereka jadikan irama nyanyian bagi tangisan dua orang yang tengah sekarat.

Dengan suara segemuruh itu, tidaklah mungkin masyarakat setempat tidak ada yang mendengar. Semua orang punya telinga dan mata, sehingga pastilah tau apa yang terjadi. Tapi, tak ada seorangpun yang hendak terjun untuk menolong. Para penduduk takut, dan tak dapat menolong. Mereka hanya mengintip dari balik celah jendela, atau dari lubang kunci pintu, atau hanya mendengar jeritan-jeritan itu di atas kasurnya, sambil berselimutkan selimut yang hangat, sambil memeluk erat-erat istrinya. Sebagian terdiam dan bingung. Sebagian ingin menolong, tapi tak ada yang bisa dilakukan. Sebagian mengutuk kebengisan geng motor tersebut. Sebagian orang komat-kamit, berdoa dan mengharap keajaiban. Sebagian orang menyingsingkan lengan baju, serta mulai menenteng samurai bermaksud hendak ikut bertempur menghadapi para pengikut iblis yang tak memiliki hati. Tapi, sebagian yang lain mencegah orang yang punya keberanian untuk tidak meneruskan maksudnya dengan berkata, "jangan konyol, kau akan mati. Biarkan saja itu, toh itu tidak akan terjadi kecuali atas karmanya sendiri. Itu bukan karma kita. Itu bukan salah kita."

sebagian orang menelepon polisi. Sungguh terlambat datanya polisi itu. Dini hari yang sunyi, sejak jauh polisi sudah membunyikan sirine. Tentulah para iblis itu tau akan kedatangan aparat. Mereka pun kabur melarikan diri, meninggalkan dua orang malang yang sekarat. Ku kira, akan datang sepasukan polisi dengan senjata lengkap. Eh ternyata, Cuma dua orang polisi. Kemana yang lainnya? Kalau begitu, bagaimana bisa para iblis itu akan ditangkap?

Dua pria malang itu ditolong oleh polisi, dilarikan ke rumah sakit. Tapi sayang, nyawanya tidak tertolong.

aku pulang dari warnet, habis diskusi dan berdebat dengan para pendiskusi dan para pendebat di forum-forum diskusi. Melihat darah tercecer di mana-mana. Hatiku geram. "biadab!". menurut saksi mata, para geng motor tersebut tampaknya para pemuda belasan tahun. Sangatlah pedih hatiku mendengar berita itu.

Teringat dengan apa yang terjadi padaku di masa lalu, aku mengalami kejadian yang serupa. Hanya karena aku salah sedikit kata, para geng itu memukuli habis-habisan, dan ditonton oleh kaum bapak, kaum ibu, pemuda, gadis, dan anak-anak. Semua hanya menjerit dan berteriak, tanpa seorangpun yang berani mengulurkan tangan, untukku yang sedang tertimpa malang. Mungkinkah mereka berpikir, "tak usah kita tolong, toh itu karmanya sendiri." sebuah cara berpikir yang tampaknya sangat menyenangkan kaum penjajah dan para penguasa yang diktator. Seakan bangsa kita telah melupakan semboyan nenek moyangnya sendiri "bersatu kita teguh bercerai kita runtuh".

Kasus geng motor masih belum terselesaikan hingga saat ini. Kasus diatas, belum lama ini terjadi. Dan sudah terjadi beberapa kali lagi. Ketika kehadiran para geng motor belum dapat ditumpas, sudah muncul kasus lain yang lebih mengerikan, yakni penculikan anak-anak yang sudah terjadi di mana-mana. Hari sabtu yang lalu seorang anak telah hilang di Bandung. Dan orang tuanya mencarinya ke mana-mana. Tapi tak menemukan. Hari senin ditemukan sudah menjadi mayat, tanpa jantung dan mata. Lalu, haruskah kita berkata, "biarkan saja itu semua, toh itu karmanya sendiri. Tak ada yang bisa kita lakukan. Semua harus menerima karmanya masing-masing."

uh... tampaknya menyenangkan, dengan cara pandang seperti itu, kita dapat tetap perpangku tangan, atau tidur nyenyak dibalik selimut yang hangat, tanpa peduli dengan persoalan-persoalan kriminal yang terjadi disekitar kita, "tak perlu khawatir, tak usah gelisah, hiduplah dengan tenang, biarkan apa yang harus terjadi untuk terjadi, tidak ada yang bisa kita lakukan. Manusia menerima karmanya masing-masing."

Crescent


Sumedho

There is no place like 127.0.0.1

abhiviryo

kalo mank kayak gitu c!!!!!!
semua orang terkena karmanya sendiri dimasa lalu
dan kita ga usah peduli!!!!!!!!!!
GA SETUJU :o :o :o

Mr.Jhonz

#4
Bro,masuk media ga?
*pasti kasus besar kalo ampe ada 2 karyawan mate sekaligus..

Btw,umumnya kalo ada warga yg menolong malah di cap negatif oleh masyarakat dan keluarga,di bilang "pahlawan kesiangan"..
Sebuah ironi yg di masyarakat!
buddha; "berjuanglah dengan tekun dan perhatian murni"

Shining Moon

maap saya bukannya antipati sama bang deva, tapi kok ucapan dari tetangganya bang deva, bang deva bisa tahu? apalagi ucapannya itu kok...malah kesannya maksa2in pake bahasa buddhis?


Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 08:58:33 AM
dua orang karyawan, pulang kerja larut malam. Maklum lagi banyak lemburan. Sepulang kerja, karena beberapa urusan, mereka berdua mampir ke rumah rekan kerja nya yang lain. Pukul 01:30, barulah mereka beranjak menuju pulang ke rumah.

Tak disangka, di perjalanan mereka berpapasan dengan sekelompok geng motor di gang sempit. Hanya dengan alasan menghalangi jalan, dua karywan tersebut diseret ke lapangan terbuka serta dianiaya oleh kelompok geng motor tersebut, dengan tangan kosong dan senjata tajam. Para gengster itu mengeluarkan cerulit yang tajam dan mengkilap, serta menyabetkannya ke dua karyawan malang tadi. Dalam sejekap, lapangan yang biasanya digunakan untuk bermain anak-anak di sore hari, kini penuh bersimbah darah.  Itu terjadi di tengah pemukiman yang padat penduduk, hanya 100 meter dari rumah ku.

Teriakan-teriakan iblis terdengar penuh kebengisan, bercampur jeritan-jeritan dua manusia malang yang tubuhnya terkoyak-koyak. Suara motor para geng motor dibunyikan sekencang-kencangnya, seperti hendak mereka jadikan irama nyanyian bagi tangisan dua orang yang tengah sekarat.

Dengan suara segemuruh itu, tidaklah mungkin masyarakat setempat tidak ada yang mendengar. Semua orang punya telinga dan mata, sehingga pastilah tau apa yang terjadi. Tapi, tak ada seorangpun yang hendak terjun untuk menolong. Para penduduk takut, dan tak dapat menolong. Mereka hanya mengintip dari balik celah jendela, atau dari lubang kunci pintu, atau hanya mendengar jeritan-jeritan itu di atas kasurnya, sambil berselimutkan selimut yang hangat, sambil memeluk erat-erat istrinya. Sebagian terdiam dan bingung. Sebagian ingin menolong, tapi tak ada yang bisa dilakukan. Sebagian mengutuk kebengisan geng motor tersebut. Sebagian orang komat-kamit, berdoa dan mengharap keajaiban. Sebagian orang menyingsingkan lengan baju, serta mulai menenteng samurai bermaksud hendak ikut bertempur menghadapi para pengikut iblis yang tak memiliki hati. Tapi, sebagian yang lain mencegah orang yang punya keberanian untuk tidak meneruskan maksudnya dengan berkata, "jangan konyol, kau akan mati. Biarkan saja itu, toh itu tidak akan terjadi kecuali atas karmanya sendiri. Itu bukan karma kita. Itu bukan salah kita."

sebagian orang menelepon polisi. Sungguh terlambat datanya polisi itu. Dini hari yang sunyi, sejak jauh polisi sudah membunyikan sirine. Tentulah para iblis itu tau akan kedatangan aparat. Mereka pun kabur melarikan diri, meninggalkan dua orang malang yang sekarat. Ku kira, akan datang sepasukan polisi dengan senjata lengkap. Eh ternyata, Cuma dua orang polisi. Kemana yang lainnya? Kalau begitu, bagaimana bisa para iblis itu akan ditangkap?

Dua pria malang itu ditolong oleh polisi, dilarikan ke rumah sakit. Tapi sayang, nyawanya tidak tertolong.

aku pulang dari warnet, habis diskusi dan berdebat dengan para pendiskusi dan para pendebat di forum-forum diskusi. Melihat darah tercecer di mana-mana. Hatiku geram. "biadab!". menurut saksi mata, para geng motor tersebut tampaknya para pemuda belasan tahun. Sangatlah pedih hatiku mendengar berita itu.

Teringat dengan apa yang terjadi padaku di masa lalu, aku mengalami kejadian yang serupa. Hanya karena aku salah sedikit kata, para geng itu memukuli habis-habisan, dan ditonton oleh kaum bapak, kaum ibu, pemuda, gadis, dan anak-anak. Semua hanya menjerit dan berteriak, tanpa seorangpun yang berani mengulurkan tangan, untukku yang sedang tertimpa malang. Mungkinkah mereka berpikir, "tak usah kita tolong, toh itu karmanya sendiri." sebuah cara berpikir yang tampaknya sangat menyenangkan kaum penjajah dan para penguasa yang diktator. Seakan bangsa kita telah melupakan semboyan nenek moyangnya sendiri "bersatu kita teguh bercerai kita runtuh".

Kasus geng motor masih belum terselesaikan hingga saat ini. Kasus diatas, belum lama ini terjadi. Dan sudah terjadi beberapa kali lagi. Ketika kehadiran para geng motor belum dapat ditumpas, sudah muncul kasus lain yang lebih mengerikan, yakni penculikan anak-anak yang sudah terjadi di mana-mana. Hari sabtu yang lalu seorang anak telah hilang di Bandung. Dan orang tuanya mencarinya ke mana-mana. Tapi tak menemukan. Hari senin ditemukan sudah menjadi mayat, tanpa jantung dan mata. Lalu, haruskah kita berkata, "biarkan saja itu semua, toh itu karmanya sendiri. Tak ada yang bisa kita lakukan. Semua harus menerima karmanya masing-masing."

uh... tampaknya menyenangkan, dengan cara pandang seperti itu, kita dapat tetap perpangku tangan, atau tidur nyenyak dibalik selimut yang hangat, tanpa peduli dengan persoalan-persoalan kriminal yang terjadi disekitar kita, "tak perlu khawatir, tak usah gelisah, hiduplah dengan tenang, biarkan apa yang harus terjadi untuk terjadi, tidak ada yang bisa kita lakukan. Manusia menerima karmanya masing-masing."


Life is beautiful, let's rock and roll..

K.K.

Quote from: Yuri-chan on 29 July 2010, 10:35:20 AM
maap saya bukannya antipati sama bang deva, tapi kok ucapan dari tetangganya bang deva, bang deva bisa tahu? apalagi ucapannya itu kok...malah kesannya maksa2in pake bahasa buddhis?
Pulang dari warnet setelah kejadian, tetapi bisa mendengar penganiayaan, melihat celurit penganiaya (tajam & mengkilap), mendengar opini BANYAK tetangga pada saat kejadian.

Shining Moon

bang kaiyn...cemane toh..kan TS pake logika mikirnya :)
Life is beautiful, let's rock and roll..

ryu

setelah dari warnet baru mendengar cerita itu. mungkin pakai bahasa kek di koran jadi lebih seru ceritanya di bumbui macam2.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

dilbert

Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 08:58:33 AM
dua orang karyawan, pulang kerja larut malam. Maklum lagi banyak lemburan. Sepulang kerja, karena beberapa urusan, mereka berdua mampir ke rumah rekan kerja nya yang lain. Pukul 01:30, barulah mereka beranjak menuju pulang ke rumah.

Tak disangka, di perjalanan mereka berpapasan dengan sekelompok geng motor di gang sempit. Hanya dengan alasan menghalangi jalan, dua karywan tersebut diseret ke lapangan terbuka serta dianiaya oleh kelompok geng motor tersebut, dengan tangan kosong dan senjata tajam. Para gengster itu mengeluarkan cerulit yang tajam dan mengkilap, serta menyabetkannya ke dua karyawan malang tadi. Dalam sejekap, lapangan yang biasanya digunakan untuk bermain anak-anak di sore hari, kini penuh bersimbah darah.  Itu terjadi di tengah pemukiman yang padat penduduk, hanya 100 meter dari rumah ku.

Teriakan-teriakan iblis terdengar penuh kebengisan, bercampur jeritan-jeritan dua manusia malang yang tubuhnya terkoyak-koyak. Suara motor para geng motor dibunyikan sekencang-kencangnya, seperti hendak mereka jadikan irama nyanyian bagi tangisan dua orang yang tengah sekarat.

Dengan suara segemuruh itu, tidaklah mungkin masyarakat setempat tidak ada yang mendengar. Semua orang punya telinga dan mata, sehingga pastilah tau apa yang terjadi. Tapi, tak ada seorangpun yang hendak terjun untuk menolong. Para penduduk takut, dan tak dapat menolong. Mereka hanya mengintip dari balik celah jendela, atau dari lubang kunci pintu, atau hanya mendengar jeritan-jeritan itu di atas kasurnya, sambil berselimutkan selimut yang hangat, sambil memeluk erat-erat istrinya. Sebagian terdiam dan bingung. Sebagian ingin menolong, tapi tak ada yang bisa dilakukan. Sebagian mengutuk kebengisan geng motor tersebut. Sebagian orang komat-kamit, berdoa dan mengharap keajaiban. Sebagian orang menyingsingkan lengan baju, serta mulai menenteng samurai bermaksud hendak ikut bertempur menghadapi para pengikut iblis yang tak memiliki hati. Tapi, sebagian yang lain mencegah orang yang punya keberanian untuk tidak meneruskan maksudnya dengan berkata, "jangan konyol, kau akan mati. Biarkan saja itu, toh itu tidak akan terjadi kecuali atas karmanya sendiri. Itu bukan karma kita. Itu bukan salah kita."

sebagian orang menelepon polisi. Sungguh terlambat datanya polisi itu. Dini hari yang sunyi, sejak jauh polisi sudah membunyikan sirine. Tentulah para iblis itu tau akan kedatangan aparat. Mereka pun kabur melarikan diri, meninggalkan dua orang malang yang sekarat. Ku kira, akan datang sepasukan polisi dengan senjata lengkap. Eh ternyata, Cuma dua orang polisi. Kemana yang lainnya? Kalau begitu, bagaimana bisa para iblis itu akan ditangkap?

Dua pria malang itu ditolong oleh polisi, dilarikan ke rumah sakit. Tapi sayang, nyawanya tidak tertolong.

aku pulang dari warnet, habis diskusi dan berdebat dengan para pendiskusi dan para pendebat di forum-forum diskusi. Melihat darah tercecer di mana-mana. Hatiku geram. "biadab!". menurut saksi mata, para geng motor tersebut tampaknya para pemuda belasan tahun. Sangatlah pedih hatiku mendengar berita itu.

Teringat dengan apa yang terjadi padaku di masa lalu, aku mengalami kejadian yang serupa. Hanya karena aku salah sedikit kata, para geng itu memukuli habis-habisan, dan ditonton oleh kaum bapak, kaum ibu, pemuda, gadis, dan anak-anak. Semua hanya menjerit dan berteriak, tanpa seorangpun yang berani mengulurkan tangan, untukku yang sedang tertimpa malang. Mungkinkah mereka berpikir, "tak usah kita tolong, toh itu karmanya sendiri." sebuah cara berpikir yang tampaknya sangat menyenangkan kaum penjajah dan para penguasa yang diktator. Seakan bangsa kita telah melupakan semboyan nenek moyangnya sendiri "bersatu kita teguh bercerai kita runtuh".

Kasus geng motor masih belum terselesaikan hingga saat ini. Kasus diatas, belum lama ini terjadi. Dan sudah terjadi beberapa kali lagi. Ketika kehadiran para geng motor belum dapat ditumpas, sudah muncul kasus lain yang lebih mengerikan, yakni penculikan anak-anak yang sudah terjadi di mana-mana. Hari sabtu yang lalu seorang anak telah hilang di Bandung. Dan orang tuanya mencarinya ke mana-mana. Tapi tak menemukan. Hari senin ditemukan sudah menjadi mayat, tanpa jantung dan mata. Lalu, haruskah kita berkata, "biarkan saja itu semua, toh itu karmanya sendiri. Tak ada yang bisa kita lakukan. Semua harus menerima karmanya masing-masing."

uh... tampaknya menyenangkan, dengan cara pandang seperti itu, kita dapat tetap perpangku tangan, atau tidur nyenyak dibalik selimut yang hangat, tanpa peduli dengan persoalan-persoalan kriminal yang terjadi disekitar kita, "tak perlu khawatir, tak usah gelisah, hiduplah dengan tenang, biarkan apa yang harus terjadi untuk terjadi, tidak ada yang bisa kita lakukan. Manusia menerima karmanya masing-masing."

Untuk melihat "apa yang kita perbuat" dimasa lampau, lihat-lah diri kita sendiri sekarang ini.
Untuk mengetahui "apa yang akan terjadi pada kita", lihat-lah apa yang anda perbuat sekarang ini.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

K.K.

Quote from: Yuri-chan on 29 July 2010, 11:07:13 AM
bang kaiyn...cemane toh..kan TS pake logika mikirnya :)
"Logika" tingkat tinggi seperti lagunya peterpan.



Quote from: ryu on 29 July 2010, 11:10:07 AM
setelah dari warnet baru mendengar cerita itu. mungkin pakai bahasa kek di koran jadi lebih seru ceritanya di bumbui macam2.
Mungkin juga sih. Pulang warnet langsung bangunin semua tetangga, "interogasi" apa saja yang mereka lakukan.
Tetangga A: Saya cuma melihat dari jendela
Tetangga B: Kalau saya dari lubang kunci
Tetangga C: Kalau saya sih cuma guling-guling di ranjang saja
Tetangga D: Kalau saya hanya bingung-bingung saja
Tetangga E: Saya mau menolong tapi tidak tahu
Tetangga F: Saya telpon polisi, tapi tidak ada pulsa
Tetangga G: Saya mengutuk kebengisan mereka (entahlah pakai HHK atau bukan)
Tetangga H: Saya berdoa agar ada keajaiban
Tetangga I: Saya menghunus pedang tapi ditahan sama "J"
Tetangga J: Saya menghalangi "I" dan berkata, "biarin saja, itu karmanya"
Tetangga K: Kejadiannya pukul 1.30 dini hari, tetapi tidak ada dari kami yang tidur, jadi kami semua tahu persis kronologisnya dari awal sampai akhir


Setelah selesai dengan tetangga, maka di-"interogasi" juga polisinya.
Polisi A: kami datang membunyikan sirene agar orang-orang memberi jalan, tetapi sepertinya ada yang tidak senang karena sirene membuat penganiaya tahu kedatangan kami dan buru-buru kabur.
Polisi B: kami bawa mereka ke rumah sakit, tapi sudah tidak tertolong lagi dan korban meninggal.


Yang paling hebat, ternyata korban juga sempat di-"interogasi".
Korban 1: Kami habis lembur jadi pulangnya telat sekali dan setelah itu kami pergi ke rumah rekan kami sampai pukul 1.30.
Korban 2: Ketika pulang kami bertemu geng motor yang menganiaya kami dengan alasan menghalangi jalan.

tuwino gunawan

Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 08:58:33 AM

uh... tampaknya menyenangkan, dengan cara pandang seperti itu, kita dapat tetap perpangku tangan, atau tidur nyenyak dibalik selimut yang hangat, tanpa peduli dengan persoalan-persoalan kriminal yang terjadi disekitar kita, "tak perlu khawatir, tak usah gelisah, hiduplah dengan tenang, biarkan apa yang harus terjadi untuk terjadi, tidak ada yang bisa kita lakukan. Manusia menerima karmanya masing-masing."
[/b][/color][/size]

kalo anak lu sakit gigi kagak usah ke dokter gigi deh.....ntar karma buruk habisnya, dia bisa sembuh sendiri  =))

dhammadinna

#12
 [at]  TS: Lain kali kalo cerita, apa adanya aja bro, gak seru juga gak apa. Kalo banyak penambahan di sana sini nanti orang gak nangkap pesan ceritanya, malah menilai-nilai apakah ini cerita beneran ato fiksi.
Btw, saya mau berkomentar tapi ini di luar cakupan 'karma'.

Sebetulnya banyak alasan mengapa orang tidak menolong. Mungkin karena rasa takut, gak mau repot, atau mungkin juga parno.

Saya ada cerita. Cerita ini diceritakan temennya mama (selanjutnya saya sebut saja 'tante'), jadi bukan saya saksi matanya. Jadi ceritanya, beberapa rumah setelah rumah tante itu, ada bengkel kecil-kecilan (hanya sekedar tambal ban dan isi bensin). Bengkel ini dijalanin oleh seorang nenek dan cucunya. Pada suatu hari, entah bagaimana api tiba-tiba menyala. Si nenek yang sedang menuang bensin, langsung seketika terbakar. Nenek ini dalam posisi jongkok. Anehnya, si nenek itu hanya terpaku (gak lari). Gak tau kenapa. Si cucu ingin menyelamatkan. Dia tarik tangan neneknya. Tapi neneknya ini berat dan bahkan si cucu jadi ikut terbakar. Jadi cucunya segera melompat ke genangan air di parit gede di depan rumahnya. Jadi cucunya tertolong sedangkan neneknya mati terbakar.

Lalu saya tanya, "emang tante di mana?" Dia bilang, "saya di rumah. Tapi saya gak ada alat pemadam api sih, jadi gak bisa apa-apa". Kalo dipikir-pikir, tante ini melihat seluruh kejadian, mulai dari awal hingga akhir. Kok ya bisa-bisanya hanya nonton. Kalo gak ada pemadam api kan bisa pake ember. Tante ini gak cerita tentang tetangga-tetangga lain sih. Katanya memang sepi karena sore itu lagi jam sholat, jadi mungkin yang lain sedang gak ada di rumah. Kalo dari alasan yang diberikan tante ini, saya rasa tante ini 'gak mau repot'.

Ada juga kisah lain, kalo yang ini menimpa keluarga saya sendiri. Pernah dia pingsan di parkiran. Tapi gak ada yang tolong. Semua orang membiarkannya terbaring begitu saja. Akhirnya ada orang yang kenal sama keluarga saya ini, jadi orang ini lah yang bawa ke rumah sakit. Saya rasa alasan orang gak mau tolong, mungkin karena mereka takut ditipu. Jaman sekarang kan banyak penipuan dengan berbagai modus. Kalo seperti ini, berarti orang-orang ini parno.

Kalo seperti cerita bro Deva, kalo memang ceritanya demikian, tentu sangat mengerikan. Dalam keadaan suara motor yang begitu nyaring, ada rintihan orang yang sedang kesakitan, ditambah lagi geng motor itu bawa senjata tajam n liar, saya yakin mayoritas orang akan ciut nyalinya. Saya rasa dalam keadaan demikian, kalo misalnya mau menolong, kita perlu memikirkan kemampuan diri sendiri. Apakah kita mampu menolong? ataukah nanti hanya mati konyol?

Intinya, setiap orang itu berbeda. Ada yang punya keberanian tapi gak punya kemampuan. Ada yang punya kemampuan tapi takut/cuek/trauma/parno. Ada yang gak mampu tapi nekat. Ada yang mampu dan berani tapi penuh pertimbangan. Yah, macem-macem lah. Bagaimana dengan kita sendiri? umm... gak tau ya, soalnya kita gak di posisi itu sih, jadi sebaiknya gak usa nge-judge "betapa penakutnya dia", atau "cuek banget sih", dsb., karena kita gak tau bagaimana sikap kita seandainya kita di posisi itu.

wen78

saya modifikasi sedikt kalimatnya,

Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 08:58:33 AM
Dengan suara segemuruh itu, tidaklah mungkin masyarakat setempat tidak ada yang mendengar. Semua orang punya telinga dan mata, sehingga pastilah tau apa yang terjadi. Tapi, tak ada seorangpun yang hendak terjun untuk menolong. Para penduduk takut, dan tak dapat menolong. Mereka hanya mengintip dari balik celah jendela, atau dari lubang kunci pintu, atau hanya mendengar jeritan-jeritan itu di atas kasurnya, sambil berselimutkan selimut yang hangat, sambil memeluk erat-erat istrinya. Sebagian terdiam dan bingung. Sebagian ingin menolong, tapi tak ada yang bisa dilakukan. Sebagian mengutuk kebengisan geng motor tersebut. Sebagian orang komat-kamit, berdoa dan mengharap keajaiban. Sebagian orang menyingsingkan lengan baju, serta mulai menenteng samurai bermaksud hendak ikut bertempur menghadapi para pengikut iblis yang tak memiliki hati. Tapi, sebagian yang lain mencegah orang yang punya keberanian untuk tidak meneruskan maksudnya dengan berkata, "jangan konyol, kau akan mati. Biarkan saja itu, toh itu tidak akan terjadi kecuali atas karmanya sendiri. Itu bukan karma kita. Itu bukan salah kita."
Dengan suara segemuruh itu, tidaklah mungkin masyarakat setempat tidak ada yang mendengar. Semua orang punya telinga dan mata, sehingga pastilah tau apa yang terjadi. Tapi, tak ada seorangpun yang hendak terjun untuk menolong. Para penduduk takut, dan tak dapat menolong. Mereka hanya mengintip dari balik celah jendela, atau dari lubang kunci pintu, atau hanya mendengar jeritan-jeritan itu di atas kasurnya, sambil berselimutkan selimut yang hangat, sambil memeluk erat-erat istrinya. Sebagian terdiam dan bingung. Sebagian ingin menolong, tapi tak ada yang bisa dilakukan. Sebagian mengutuk kebengisan geng motor tersebut. Sebagian orang komat-kamit, berdoa dan mengharap keajaiban. Sebagian orang menyingsingkan lengan baju, serta mulai menenteng samurai bermaksud hendak ikut bertempur menghadapi para pengikut iblis yang tak memiliki hati. Tapi, sebagian yang lain mencegah orang yang punya keberanian untuk tidak meneruskan maksudnya dengan berkata, "jangan konyol, kau akan mati. Biarkan saja itu, toh itu tidak akan terjadi kecuali atas kehendak yg di atas. Itu bukan kehendak kita. Itu bukan salah kita."

Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 08:58:33 AM
Teringat dengan apa yang terjadi padaku di masa lalu, aku mengalami kejadian yang serupa. Hanya karena aku salah sedikit kata, para geng itu memukuli habis-habisan, dan ditonton oleh kaum bapak, kaum ibu, pemuda, gadis, dan anak-anak. Semua hanya menjerit dan berteriak, tanpa seorangpun yang berani mengulurkan tangan, untukku yang sedang tertimpa malang. Mungkinkah mereka berpikir, "tak usah kita tolong, toh itu karmanya sendiri." sebuah cara berpikir yang tampaknya sangat menyenangkan kaum penjajah dan para penguasa yang diktator. Seakan bangsa kita telah melupakan semboyan nenek moyangnya sendiri "bersatu kita teguh bercerai kita runtuh".
Teringat dengan apa yang terjadi padaku di masa lalu, aku mengalami kejadian yang serupa. Hanya karena aku salah sedikit kata, para geng itu memukuli habis-habisan, dan ditonton oleh kaum bapak, kaum ibu, pemuda, gadis, dan anak-anak. Semua hanya menjerit dan berteriak, tanpa seorangpun yang berani mengulurkan tangan, untukku yang sedang tertimpa malang. Mungkinkah mereka berpikir, "tak usah kita tolong, toh itu kehendak yg diatas." sebuah cara berpikir yang tampaknya sangat menyenangkan kaum penjajah dan para penguasa yang diktator. Seakan bangsa kita telah melupakan semboyan nenek moyangnya sendiri "bersatu kita teguh bercerai kita runtuh".

Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 08:58:33 AM
Kasus geng motor masih belum terselesaikan hingga saat ini. Kasus diatas, belum lama ini terjadi. Dan sudah terjadi beberapa kali lagi. Ketika kehadiran para geng motor belum dapat ditumpas, sudah muncul kasus lain yang lebih mengerikan, yakni penculikan anak-anak yang sudah terjadi di mana-mana. Hari sabtu yang lalu seorang anak telah hilang di Bandung. Dan orang tuanya mencarinya ke mana-mana. Tapi tak menemukan. Hari senin ditemukan sudah menjadi mayat, tanpa jantung dan mata. Lalu, haruskah kita berkata, "biarkan saja itu semua, toh itu karmanya sendiri. Tak ada yang bisa kita lakukan. Semua harus menerima karmanya masing-masing."
Kasus geng motor masih belum terselesaikan hingga saat ini. Kasus diatas, belum lama ini terjadi. Dan sudah terjadi beberapa kali lagi. Ketika kehadiran para geng motor belum dapat ditumpas, sudah muncul kasus lain yang lebih mengerikan, yakni penculikan anak-anak yang sudah terjadi di mana-mana. Hari sabtu yang lalu seorang anak telah hilang di Bandung. Dan orang tuanya mencarinya ke mana-mana. Tapi tak menemukan. Hari senin ditemukan sudah menjadi mayat, tanpa jantung dan mata. Lalu, haruskah kita berkata, "biarkan saja itu semua, toh itu kehendak yg diatas. Tak ada yang bisa kita lakukan. Semua harus menerima karmanya masing-masing."

Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 08:58:33 AM
uh... tampaknya menyenangkan, dengan cara pandang seperti itu, kita dapat tetap perpangku tangan, atau tidur nyenyak dibalik selimut yang hangat, tanpa peduli dengan persoalan-persoalan kriminal yang terjadi disekitar kita, "tak perlu khawatir, tak usah gelisah, hiduplah dengan tenang, biarkan apa yang harus terjadi untuk terjadi, tidak ada yang bisa kita lakukan. Manusia menerima karmanya masing-masing."
uh... tampaknya menyenangkan, dengan cara pandang seperti itu, kita dapat tetap perpangku tangan, atau tidur nyenyak dibalik selimut yang hangat, tanpa peduli dengan persoalan-persoalan kriminal yang terjadi disekitar kita, "tak perlu khawatir, tak usah gelisah, hiduplah dengan tenang, biarkan apa yang harus terjadi untuk terjadi, tidak ada yang bisa kita lakukan. Manusia masing-masing menerima kehendak dari yg diatas ."


kesimpulannya? kesimpulannya ada di diri masing2.
mo menyalahkan yg diatas, mo menyalahkan karma, mo menyelematkan diri sendiri, mo menegakan kebenaran, mo membasmi semua kejahatan,.. dll, diri sendiri yg paling tau, karena diri sendiri tidak bisa membohongi diri sendiri yg sebenarnya.
segala post saya yg tidak berdasarkan sumber yg otentik yaitu Tripitaka, adalah post yg tidak sah yg dapat mengakibatkan kesalahanpahaman dalam memahami Buddhism. dengan demikian, mohon abaikan semua statement saya di forum ini, karena saya tidak menyertakan sumber yg otentik yaitu Tripitaka.

K.K.

Quote from: Mayvise on 29 July 2010, 12:57:05 PM
Intinya, setiap orang itu berbeda. Ada yang punya keberanian tapi gak punya kemampuan. Ada yang punya kemampuan tapi takut/cuek/trauma/parno. Ada yang gak mampu tapi nekat. Ada yang mampu dan berani tapi penuh pertimbangan. Yah, macem-macem lah. Bagaimana dengan kita sendiri? umm... gak tau ya, soalnya kita gak di posisi itu sih, jadi sebaiknya gak usa nge-judge "betapa penakutnya dia", atau "cuek banget sih", dsb., karena kita gak tau bagaimana sikap kita seandainya kita di posisi itu.

Kejadian seperti itu juga bukanlah kasus khusus sama sekali. Psikologi menamakan fenomena di mana orang melihat suatu kejahatan namun tidak melakukan apa-apa, sebagai "bystander effect".
Pada Maret 1964, Catherine Susan Genovese diserang oleh seorang psikopat. Dia ditusuk dan berlari-lari minta diselamatkan, tetapi bahkan tidak ada yang peduli atau menelpon polisi. New York Times mencatat 38 orang sebagai saksi dan hanya diam saja. Dia berlari sampai akhirnya ditusuk beberapa kali dan diperkosa ketika sekarat. Kemudian dompetnya diambil dan ia ditinggalkan begitu saja. Lewat sekitar 1 jam sejak pertama kali ia ditusuk sampai akhirnya ditinggalkan, baru kemudian ada yang menelpon ambulans. Ia akhirnya meninggal dalam perjalanan.