Apakah Jhana suatu keharusan untuk mencapai kesucian?

Started by fabian c, 19 November 2009, 09:08:38 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

marcedes

maaf, dr mehn tim mon itu adalah seorang bikkhu atau seorang sarjana buddhis?

soalnya kalau teori doank susah untuk di jadikan acuan....kalau diri sendiri masih terikat LDM...
mungkin kata saya keterlaluan tapi mohon maaf...ini menurut pandangan saya pribadi.

ini sama saja orang buta menuntun orang buta...walau orang buta di beri map sama saja tidak akan bisa sampai tujuan
dan yg membuat nya tidak bisa melihat dengan jelas map itu adalah "LDM" dalam dirinya.

alangkah baiknya kita mendapat bimbingan dari seorang bikkhu, apalagi bikkhu yg pengalaman meditasi nya sudah di atas 10 tahun..
tanpa perlu belajar istilah seperti dalam abhidhamma yg bikin rumit...^^

----------------------------------------------
saya sependapat dengan saudara kaiyin,
jika merujuk sutta, SangBuddha selalu mengatakan konsentrasi benar adalah menuju pada jhana-jhana....apakah benar ada Arahat tanpa jhanna atau Tipitaka-nya yg butuh perbaikan? i don't know....

ternyata sutta pitaka juga byk misteri...^^
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Jerry

Mengenai Susima Sutta dlm Samyutta Nikaya, masih terlalu blur utk dijadikan sbg pegangan pencapaian arahatta-phala melalui vipassana belaka.

Alasannya pertama, di sutta itu tidak disinggung mengenai bahwa Jhana tidak diperlukan. Yg dinyatakan oleh bhikkhu tsb adl dia tidak memiliki Abhinna. Abhinna, tidak identik dengan pencapaian jhana melainkan penguasaan Jhana.
Kedua, Jhana yg disinggung di sana adalah bentuk2 landasan persepsi yg belakangan dikategorikan sbg arupa Jhana. Kalau kita melihat ke berbagai sumber, pengembangan abhinna biasanya melalui Jhana ke-4, bukan arupa Jhana. Bisa saja seseorang mengembangkan arupa jhana melalui rupa jhana, tapi tidak memiliki abhinna.

Ada banyak Sutta lain yg menunjukkan sebaliknya yg berwarna lebih terang dan bukan abu-abu, misalnya Maha-malunkyaputta Sutta yg dipost Bro Merc di thread lain.. Atau dlm Jhana Sutta dijelaskan bagaimana penghancuran asava dilakukan melalui pencapaian berbagai tingkat Jhana atau yang tren hari ini dikatakan sbg samatha. Setelah mencapai, kemudian bhikkhu mengarahkan ke pengembangan melihat fenomena terkait pancakkhandha sbg anicca, dukkha, anatta (tren hari ini dikatakan sbg vipassana) dan bhikkhu tsb lalu terbebaskan melalui pannavimutti, dan merealisasi Nibbana. Atau jika tidak, maka setelah 5 belenggu terhancurkan dan setelah kematiannya, dia akan terlahir ke alam Suddhavasa.
Ini kongruen dengan Yuganaddha Sutta yg dipost oleh Suhu.. Dan justru di Yuganaddha Sutta tidak dikatakan pengembangan 1 belaka tanpa yg lainnya. Di sana dikatakan ttg pengembangan vipassana yg didahului samatha atau pengembangan samatha yg didahului vipassana, atau samatha yg dikembangkan bersama2 dg vipassana, atau dengan membiarkan berbagai sankhara tenang dan diam dengan sendirinya lalu mengembangkan jalan, menghancurkan belenggu dan mencapai arahatta phala.
Jadi oleh Bhante Ananda tidak dikatakan ada jalan ke-5, mengembangkan samatha tok. Atau jalan ke-6, mengembangkan vipassana tok.

Dan lagi2 ini sesuai dengan Kimsuka Sutta tentang sepasang utusan (samatha & vipassana) utk merealisasi Nibbana. Atau Nandaka Sutta tentang perumpamaan seekor hewan berkaki empat dengan bhikkhu yg seharusnya mengembangkan dan memiliki saddha, sila, samatha dan vipassana. Atau Samatha Sutta yg mengatakan ttg demikian:
QuoteA person who has vipassana into principles pertaining to higher understanding but no samatha of the heart within himself should approach one who has samatha and inquire: "How should the mind be steadied? How should it be settled? How should it be unified? How should it be concentrated in samadhi?" And later he can gain samatha...
Perhatikan bagaimana pikiran di "steadied", "settled", "unified" dan "concentrated" selalu merujuk pada keadaan Jhana dalam berbagai sutta.

Berbicara mengenai kisah2 lain, ada berbagai pertanyaan yg timbul dlm diri saya:
Pertama, kisah2 apa saja? Dan kisah2 di mana? Krn perlu kita pilah dan pilih mana cerita yg real diturunkan Sang Buddha dan mana yg ditambahkan belakangan oleh para sesepuh.
Kedua, meski di kisah2 itu tidak diceritakan mengenai bagaimana kondisi batin pd sang pendengar khotbah pd tahap awal sebelum mendengar, saat mendengar dan hanya dijelaskan kondisinya sesudah mendengar yaitu mencapai tingkat ini-itu. Tetapi dlm kenyataannya tidak berarti mereka hanya mendengar saja.. Ketika satu khotbah diberikan, biasanya pendengar akan men-tune batin sesuai khotbah yg diberikan dan sambil mengembangkan batinnya, terutama terkait cara pengembangan batin, pencapaian pengetahuan2 atau realisasi kesucian.

Jadi lagi2 tidak ada pernyataan eksplisit ttg pengembangan vipassana belaka dan mencapai arahatta-phala. Juga Sang Buddha selalu konsisten tentang pengembangan kekuatan batin melalui Jhana 4. Jd jika dikatakan "ketika menembus Magga-phala, seseorang "otomatis" memiliki 3 pengetahuan atau analitis (patisambhida) atau 6 landasan kekuatan bathin." Implikasinya adalah? ???
appamadena sampadetha

Tekkss Katsuo


Sumedho

ikutan meramaikan aah, nambahin si taumingse,  ;)

pada AN 9.36, jhana sutta dikatakan pembebasan itu tergantung pada jhana 1-4 lalu "arupa" jhana

Quote from: AN 9.36: Jhana Sutta - Mental Absorption

translated from the Pali by
Thanissaro Bhikkhu
© 1997–2009

"I tell you, the ending of the mental fermentations depends on the first jhana... the second jhana... the third... the fourth... the dimension of the infinitude of space... the dimension of the infinitude of consciousness... the dimension of nothingness. I tell you, the ending of the mental fermentations depends on the dimension of neither perception nor non-perception.

"'I tell you, the ending of the mental fermentations depends on the first jhana.' Thus it has been said. In reference to what was it said? There is the case where a monk, secluded from sensuality, secluded from unskillful qualities, enters & remains in the first jhana: rapture & pleasure born of seclusion, accompanied by directed thought & evaluation. He regards whatever phenomena there that are connected with form, feeling, perception, fabrications, & consciousness, as inconstant, stressful, a disease, a cancer, an arrow, painful, an affliction, alien, a disintegration, an emptiness, not-self. He turns his mind away from those phenomena, and having done so, inclines his mind to the property of deathlessness: 'This is peace, this is exquisite — the resolution of all fabrications; the relinquishment of all acquisitions; the ending of craving; dispassion; cessation; Unbinding.'

"Suppose that an archer or archer's apprentice were to practice on a straw man or mound of clay, so that after a while he would become able to shoot long distances, to fire accurate shots in rapid succession, and to pierce great masses. In the same way, there is the case where a monk... enters & remains in the first jhana: rapture & pleasure born of withdrawal, accompanied by directed thought & evaluation. He regards whatever phenomena there that are connected with form, feeling, perception, fabrications, & consciousness, as inconstant, stressful, a disease, a cancer, an arrow, painful, an affliction, alien, a disintegration, an emptiness, not-self. He turns his mind away from those phenomena, and having done so, inclines his mind to the property of deathlessness: 'This is peace, this is exquisite — the resolution of all fabrications; the relinquishment of all acquisitions; the ending of craving; dispassion; cessation; Unbinding.'

"Staying right there, he reaches the ending of the mental fermentations. Or, if not, then — through this very dhamma-passion, this very dhamma-delight, and from the total wasting away of the first five of the fetters1 — he is due to be reborn [in the Pure Abodes], there to be totally unbound, never again to return from that world.

"'I tell you, the ending of the mental fermentations depends on the first jhana.' Thus was it said, and in reference to this was it said.

(Similarly with the second, third, and fourth jhana.)

"'I tell you, the ending of the mental fermentations depends on the dimension of the infinitude of space.' Thus it has been said. In reference to what was it said? There is the case where a monk, with the complete transcending of perceptions of [physical] form, with the disappearance of perceptions of resistance, and not heeding perceptions of diversity, [perceiving,] 'Infinite space,' enters & remains in the dimension of the infinitude of space. He regards whatever phenomena there that are connected with feeling, perception, fabrications, & consciousness, as inconstant, stressful, a disease, a cancer, an arrow, painful, an affliction, alien, a disintegration, an emptiness, not-self. He turns his mind away from those phenomena, and having done so, inclines his mind to the property of deathlessness: 'This is peace, this is exquisite — the resolution of all fabrications; the relinquishment of all acquisitions; the ending of craving; dispassion; cessation; Unbinding.'

"Suppose that an archer or archer's apprentice were to practice on a straw man or mound of clay, so that after a while he would become able to shoot long distances, to fire accurate shots in rapid succession, and to pierce great masses. In the same way, there is the case where a monk... enters & remains in the dimension of the infinitude of space. He regards whatever phenomena there that are connected with feeling, perception, fabrications, & consciousness, as inconstant, stressful, a disease, a cancer, an arrow, painful, an affliction, alien, a disintegration, an emptiness, not-self. He turns his mind away from those phenomena, and having done so, inclines his mind to the property of deathlessness: 'This is peace, this is exquisite — the resolution of all fabrications; the relinquishment of all acquisitions; the ending of craving; dispassion; cessation; Unbinding.'

"Staying right there, he reaches the ending of the mental fermentations. Or, if not, then — through this very dhamma-passion, this very dhamma-delight, and from the total wasting away of the first five of the fetters — he is due to be reborn [in the Pure Abodes], there to be totally unbound, never again to return from that world.

"'I tell you, the ending of the mental fermentations depends on the dimension of the infinitude of space.' Thus was it said, and in reference to this was it said.

(Similarly with the dimension of the infinitude of consciousness and the dimension of nothingness.)

"Thus, as far as the perception-attainments go, that is as far as gnosis-penetration goes. As for these two spheres — the attainment of the dimension of neither perception nor non-perception & the attainment of the cessation of feeling & perception — I tell you that they are to be rightly explained by those monks who are meditators, skilled in attaining, skilled in attaining & emerging, who have attained & emerged in dependence on them."
There is no place like 127.0.0.1

Peacemind

Quote from: Kainyn_Kutho on 20 November 2009, 11:51:19 AM
Dalam Samyutta Nikaya, Nidana Vagga, 12. Abhisamaya Samyutta, 7. Maha-Vagga, 10. Susima Sutta, terjadi perbincangan antara Susima dan seorang bhikkhu yang telah merealisasi Arahatta. Susima, yang awalnya mau "mencuri ilmu", menanyakan apakah sudah merealisasi ajaran tertinggi (nibbana) dan dibenarkan oleh bhikkhu tersebut. Kemudian ditanyakan apakah ia punya bermacam kekuatan Bathin atau pun pencapaian Arupa Jhana, tetapi bhikkhu tersebut menjawab tidak. Ia katakan, "''Paññāvimuttā kho mayaṃ, āvuso susimā'ti. (Kami terbebaskan lewat kebijaksanaan, teman Susima.)"

Kemudian Susima bertanya kepada Buddha dan dijelaskan apa itu "kebijaksanaan benar (sammappaññā)", yaitu tidak melihat sesuatu sebagai diri. Dan seseorang memiliki kebijaksanaan benar tersebut tidak ada hubungannya dengan aneka kekuatan bathin atau Arupa Jhana.

Memang tidak dijelaskan secara eksplisit tentang kemungkinan di mana tidak adanya jhana dalam pencapaian Arahatta-phala, tapi menurut saya adalah demikian.

Quote from: Sumedho on 20 November 2009, 01:28:29 PM
thanks bro kai.

jadi dari rujukan itu bisa kita simpulkan, arahant, tanpa abhinna dan tanpa arupa jhana. apakah ada rupa jhana, itu masih terbuka optionnya berdasarkan sutta itu.

nah kita korek lagi sutta2x lainnya nih...

Dalam Susimasutta,  memang ada beberapa bhikkhu yang mencapai kesucian arahat tanpa melalui Jhana, baik rūpa maupun arūpa. Di sutta tersebut, yang ditanyakan oleh Bhikkhu Susima adalah apakah para bhikkhu tersebut yang mengklaim dirinya telah mencapai arahat memiliki abhiñña dan pencapaian2 kebebasan (santa vimokkhā) yang melampaui rūpa dan arūppa (bentuk dan tanpa bentuk). Mereka menjawab bahwa mereka tidak memiliki pencaipaian2 tersebut. Selanjutnya mereka menjelaskan bahwa kesucian kearahatan mereka dicapai melalui kebijaksanaan (paññāvimutta). Kitab Komentar dari sutta ini dengan jelas memberikan definisi 'paññāvimutta' sebagai berikut:

"Paññāvimuttā kho mayaṃ, āvusoti, āvuso, mayaṃ nijjhānakā  sukkhavipassakā paññāmatteneva  vimuttāti dasseti".

"(Jawaban para bhikkhu yang berbunyi), "O teman, kami adalah yang telah terbebas melalui kebijaksanaan", bermakna, "O, teman, kami bukanlah orang2 yang memiliki jhana, kami adalah para praktisi murni vipassana, dan telah terbebaskan hanya dengan kebijaksanaan".

Sutta yang sama juga memberikan indikasi bahwa bhikkhu Susima, setelah mendengar hukum anicca, dukkha, anatta dan 12 mata rantai sebab musabab yang saling bergantungan, juga mencapai kesuciaan arahat. Oleh karenanya, setelah mengetahui dan melihat Dhamma yang ditanyakan Sang BUddha, Sang BUddha balik bertanya kepada bhikkhu Susima apakah setelah melihat dan mengetahui demikian, ia memiliki abhiññā dan pencapaian2 kebebasan yang melampaui rūpa dan arupā. Jawaban Susima sama dengan jawaban para bhikkhu di atas. Kitab komentar memang kemudian menyatakan bahwa Bhikkhu Susima mencapai kesucian arahat di akhir khotbah (Te parivaṭṭadesanāvasāne pana thero arahattaṃ patto).

Be happy.

Sumedho

Samanera, koq kalau saya baca Susima sutta tidak ada disinggung ada mencapai kesucian tanpa *rupa* Jhana?
There is no place like 127.0.0.1

hendrako

Di dalam Kamus Baru Buddha Dhamma oleh Panjika N. Perawira,
ada disebutkan sebagai:

MAGGASIDDHI-JHANA: Dengan hanya melaksanakan pengembangan pandangan terang (Vipassana-Bhavana), kemudian menjadi Arahat dan memperoleh Jhana hasil dari kesucian pikiran dan karma kehidupan yang lalu.

Apakah hal di atas merujuk pada Sutta?
yaa... gitu deh

Jerry

Quote from: Peacemind on 20 November 2009, 08:11:09 PM
Dalam Susimasutta,  memang ada beberapa bhikkhu yang mencapai kesucian arahat tanpa melalui Jhana, baik rūpa maupun arūpa. Di sutta tersebut, yang ditanyakan oleh Bhikkhu Susima adalah apakah para bhikkhu tersebut yang mengklaim dirinya telah mencapai arahat memiliki abhiñña dan pencapaian2 kebebasan (santa vimokkhā) yang melampaui rūpa dan arūppa (bentuk dan tanpa bentuk). Mereka menjawab bahwa mereka tidak memiliki pencaipaian2 tersebut. Selanjutnya mereka menjelaskan bahwa kesucian kearahatan mereka dicapai melalui kebijaksanaan (paññāvimutta). Kitab Komentar dari sutta ini dengan jelas memberikan definisi 'paññāvimutta' sebagai berikut:

"Paññāvimuttā kho mayaṃ, āvusoti, āvuso, mayaṃ nijjhānakā  sukkhavipassakā paññāmatteneva  vimuttāti dasseti".

"(Jawaban para bhikkhu yang berbunyi), "O teman, kami adalah yang telah terbebas melalui kebijaksanaan", bermakna, "O, teman, kami bukanlah orang2 yang memiliki jhana, kami adalah para praktisi murni vipassana, dan telah terbebaskan hanya dengan kebijaksanaan".


Sutta yang sama juga memberikan indikasi bahwa bhikkhu Susima, setelah mendengar hukum anicca, dukkha, anatta dan 12 mata rantai sebab musabab yang saling bergantungan, juga mencapai kesuciaan arahat. Oleh karenanya, setelah mengetahui dan melihat Dhamma yang ditanyakan Sang BUddha, Sang BUddha balik bertanya kepada bhikkhu Susima apakah setelah melihat dan mengetahui demikian, ia memiliki abhiññā dan pencapaian2 kebebasan yang melampaui rūpa dan arupā. Jawaban Susima sama dengan jawaban para bhikkhu di atas. Kitab komentar memang kemudian menyatakan bahwa Bhikkhu Susima mencapai kesucian arahat di akhir khotbah (Te parivaṭṭadesanāvasāne pana thero arahattaṃ patto).

Be happy.
_/\_ Sdr Peacemind,
Saya pikir tidak tepat menginterpretasikan demikian terutama bagian yg digarisbawahi karena di sana tidak dikatakan bahwa mereka tidak mencapai Jhana. Apakah di Sutta yg sama ada diterangkan lebih lanjut mengenai itu? :)

Mettacittena,
appamadena sampadetha

Indra

dalam catatan kaki SN oleh Bhikkhu Bodhi tertulis:

"Paññāvimuttā kho mayaṃ, āvuso Susima,

"Friend, we are without jhana, dry-insighters, liberated simply by wisdom (āvuso mayaṃ nijjhānakā  sukkhavipassakā paññāmatten' eva  vimuttā)

Peacemind

Quote from: Sumedho on 20 November 2009, 08:16:25 PM
Samanera, koq kalau saya baca Susima sutta tidak ada disinggung ada mencapai kesucian tanpa *rupa* Jhana?

Oh barangkali saya yang salah. Saya melihat sutta di bahasa Pali hanya sekilas. Pertama, yang saya maksud di atas adalah pertanyaan Susima yang demikian: 'Api  pana  tumhe  āyasmanto  evaṃ  jānantā  evaṃ  passantā  ye  te santā vimokkhā atikkamma rūpe
āruppā, te kāyena phusitvā viharathā"ti? "no hetaṃ, āvuso" - "Knowing thus, seeing thus, do you, friends, dwell in peaceful abidings that transcend form, formless attainments, having touched them with body?"

Pertama saya pikir bahwa peaceful abidings adalah kondisi yang melampau rūpa dan arūpa. Ternyata, setelah saya teliti lagi, kasus (case) istilah "aruppā" dan santā vimokkhā sama, sehingga dalam konteks ini yang dimaksud dengan santā vimokkhā (peaceful abidings) adalh pencapaian2 aruppā yang mana telah melampaui pencapaian rūpa (atikkamma rūpe). Yap, dalam hal ini saya nggak teliti. Namun demikian, dalam kitab komentar, sangat jelas bahwa para bhikkhu tersebut dikatakn tidak memiliki jhāna (nijjhānaka).

Thanks for raising this point to me. Otherwise, I will be wrong. :D

Be happy.

Peacemind

Quote from: Jerry on 20 November 2009, 08:45:06 PM
Quote from: Peacemind on 20 November 2009, 08:11:09 PM
Dalam Susimasutta,  memang ada beberapa bhikkhu yang mencapai kesucian arahat tanpa melalui Jhana, baik rūpa maupun arūpa. Di sutta tersebut, yang ditanyakan oleh Bhikkhu Susima adalah apakah para bhikkhu tersebut yang mengklaim dirinya telah mencapai arahat memiliki abhiñña dan pencapaian2 kebebasan (santa vimokkhā) yang melampaui rūpa dan arūppa (bentuk dan tanpa bentuk). Mereka menjawab bahwa mereka tidak memiliki pencaipaian2 tersebut. Selanjutnya mereka menjelaskan bahwa kesucian kearahatan mereka dicapai melalui kebijaksanaan (paññāvimutta). Kitab Komentar dari sutta ini dengan jelas memberikan definisi 'paññāvimutta' sebagai berikut:

"Paññāvimuttā kho mayaṃ, āvusoti, āvuso, mayaṃ nijjhānakā  sukkhavipassakā paññāmatteneva  vimuttāti dasseti".

"(Jawaban para bhikkhu yang berbunyi), "O teman, kami adalah yang telah terbebas melalui kebijaksanaan", bermakna, "O, teman, kami bukanlah orang2 yang memiliki jhana, kami adalah para praktisi murni vipassana, dan telah terbebaskan hanya dengan kebijaksanaan".


Sutta yang sama juga memberikan indikasi bahwa bhikkhu Susima, setelah mendengar hukum anicca, dukkha, anatta dan 12 mata rantai sebab musabab yang saling bergantungan, juga mencapai kesuciaan arahat. Oleh karenanya, setelah mengetahui dan melihat Dhamma yang ditanyakan Sang BUddha, Sang BUddha balik bertanya kepada bhikkhu Susima apakah setelah melihat dan mengetahui demikian, ia memiliki abhiññā dan pencapaian2 kebebasan yang melampaui rūpa dan arupā. Jawaban Susima sama dengan jawaban para bhikkhu di atas. Kitab komentar memang kemudian menyatakan bahwa Bhikkhu Susima mencapai kesucian arahat di akhir khotbah (Te parivaṭṭadesanāvasāne pana thero arahattaṃ patto).

Be happy.
_/\_ Sdr Peacemind,
Saya pikir tidak tepat menginterpretasikan demikian terutama bagian yg digarisbawahi karena di sana tidak dikatakan bahwa mereka tidak mencapai Jhana. Apakah di Sutta yg sama ada diterangkan lebih lanjut mengenai itu? :)

Mettacittena,

Itu bukan interprestasi saya lah.. itu khan yang dikatakan di dalam kitab komentari. Nijjhānaka artinya orang2 yang tidak memiliki jhāna.

Be happy.

Jerry

_/\_ Sdr Peacemind,

Oh iya.. Thanks udah clearin.. Baru meratiin itu dari komentar. Bagaimana dg Sutta sbg sumber langsungnya sendiri? Ada dikatakan demikiankah? :)

Mettacittena,
appamadena sampadetha

ryu

kasusnya jangan2 sama seperti tanpa JMB8 bisa mencapai nibbana
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Sumedho

 [at] peacemind: my thanks. btw mo minta tolong lagi utk translate potongan dari mbah indra

Quote
"Friend, we are without jhana, dry-insighters, liberated simply by wisdom (āvuso mayaṃ nijjhānakā  sukkhavipassakā paññāmatten' eva  vimuttā)

terima kasih sebelumnya
There is no place like 127.0.0.1

Indra

Quote from: Sumedho on 20 November 2009, 09:35:58 PM
[at] peacemind: my thanks. btw mo minta tolong lagi utk translate potongan dari mbah indra

Quote
"Friend, we are without jhana, dry-insighters, liberated simply by wisdom (āvuso mayaṃ nijjhānakā  sukkhavipassakā paññāmatten' eva  vimuttā)

terima kasih sebelumnya

jangan terang2an gak percaya gue dong? kan gue jadi tersinggung