Apakah Jhana suatu keharusan untuk mencapai kesucian?

Started by fabian c, 19 November 2009, 09:08:38 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

fabian c

Topik yang akan dibahas ini adalah topik yang sering menjadi perdebatan diantara para praktisi dan skolar Dhamma,  juga antara praktisi meditasi yang satu dan praktisi meditasi yang lain. Ada beberapa pandangan yang mendasarinya. Diantara beberapa pandangan,

yang satu beranggapan bahwa tak mungkin bisa mencapai kesucian bila meditator tak memiliki Jhana, alasannya karena konsentrasinya kurang kuat.

Pandangan kedua beranggapan bahwa kesucian bisa didapat walaupun tidak memiliki Jhana, tetapi ia harus memiliki konsentrasi minimum upacara samadhi.

Yang ketiga beranggapan bahwa kesucian bisa dicapai bila seseorang memiliki konsentrasi minimum "setingkat" upacara samadhi

Dan yang terakhir beranggapan bahwa seseorang bisa mencapai tingkat kesucian tanpa perlu memiliki Jhana atau upacara samadhi., tetapi harus memiliki khanika samadhi.

Dalam berbagai tulisan penulis secara konsisten berpegang pada pendapat yang ketiga dan pendapat yang keempat. Mengapa demikian? Karena banyak sekali fakta yang mendukung pendapat tersebut.
Coba kita perhatikan fakta berikut:
1. ada 40 macam objek konsentrasi yang diajarkan oleh Sang Buddha. Tetapi konsentrasi bisa terbentuk tidak hanya dengan 40 macam objek tersebut. Ada banyak cara melatih konsentrasi, umpamanya kita sedang serius mengerjakan tugas yang kita lakukan, maka konsentrasi bisa terbentuk. Cuma kekuatannya berbeda.
2. Merupakan sebuah fakta yang tak terbantahkan bahwa seseorang yang berada di dalam Jhana tak dapat mencapai Nibbana, ia harus keluar dulu dari keadaan Jhana, jadi ia harus berada dalam upacara samadhi untuk mencapai Nibbana.
3. Ada banyak sekali orang-orang yang mempraktekkan meditasi Vipassana metode langsung (dalam hal ini adalah metode yang dipopulerkan oleh Y.A.Mahasi Sayadaw) dan katanya banyak sekali yang mencapai kesucian.
4. Pusat meditasi yang melaksanakan metode Mahasi Sayadaw jumlahnya 400 hanya di seluruh Myanmar, mungkinkah mereka keliru? Padahal diantara para bhikkhu yang mendapatkan manfaat tersebut banyak diantaranya mengawali kebhikkhuannya sebagai Samanera sejak kecil di Myanmar dan kemudian setelah dewasa menjadi bhikkhu. Sedangkan sistim pendidikan Samanera di Myanmar, sejak kecil sudah diajarkan Dhamma (layaknya sekolah tetapi di dalam Vihara).
Ini adalah beberapa fakta yang dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Ada juga referensi  mendukung fakta-fakta ini. umpamanya Culadukkhakhandha sutta, Berikut kutipan sutta tersebut.

"Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagava tinggal di negara Sakya di Kapillavatthu di taman Nigrodha. Kemudian Mahanama raja Sakya pergi menemui Sang Bhagava, dan setelah memberi hormat kepada Beliau lalu duduk di satu sisi dan berkata: "Bhante, saya telah lama mengerti Dhamma yang diajarkan oleh Sang Bhagava demikian: 'keserakahan adalah kekotoran yang mengotori batin, kebencian adalah kekotoran yang mengotori batin, ketidak tahuan/kegelapan batin adalah kekotoran yang mengotori batin .'

Tetapi walaupun saya mengerti dhamma yang diajarkan oleh sang Bhagava, namun kadang-kadang keserakahan, kebencian dan ketidak tahuan menyerang dan mempengaruhi batin. Saya heran bhante, keadaan batin yang bagaimana yang belum berhasil saya lenyapkan sehingga, menyebabkan keserakahan, kebencian dan ketidak tahuan menyerang dan mempengaruhi batin saya.

Mahanama! Sesungguhnya, anda memang masih belum melenyapkan faktor-faktor keserakahan, kebencian dan ketidak-tahuan, dan oleh karena itu kadang kadang faktor-faktor ini mempengaruhi dan menguasaimu. Mahanama! Jika, dari dalam, anda telah melenyapkan faktor-faktor ini maka anda tentu tak akan menjalankan kehidupan berumah tangga, dan anda tak akan menikmati kesenangan indera.

Mahanama! Walaupun seorang siswa Ariya telah melihat dengan benar, secara mendasar dan sungguh-sungguh dengan pengetahuan benar, bahwa ada sedikit kenikmatan pada kesenangan indera yang diliputi berbagai dukkha yang penuh dengan berbagai ketidak-puasan,' ia tak akan menjadi seorang yang tak kembali kepada kesenangan indera, kecuali setelah melepaskan dirinya dari kesenangan indera dan membebaskan diri dari perintang batin, ia mencapai Jhana (pertama dan kedua) piti dan sukha, atau  dua Jhana yang lebih tinggi atau dua Magga-Nana yang lebih tinggi.

Tetapi, jika, seorang siswa Ariya, telah melihat dengan benar, secara mendasar dan sungguh-sungguh dengan pengetahuan benar, bahwa ada sedikit kenikmatan pada kesenangan indera yang diliputi berbagai dukkha yang penuh dengan berbagai ketidak-puasan,' ia tak akan menjadi seorang yang kembali kepada kesenangan indera, dan juga setelah melepaskan dirinya dari kesenangan indera dan membebaskan diri dari perintang batin, ia mencapai Jhana (pertama dan kedua) piti dan sukha, atau  dua Jhana yang lebih tinggi atau dua Magga-Nana yang lebih tinggi. Maka ia tak akan kembali kepada kesenangan indera.


Keterangan:
- Menurut commentary, Y.A. Mahanama telah mencapai tingkat kesucian Sakadagami
- Jadi maksudnya disini adalah seorang Sotapanna dan Sakadagami masih bisa kembali kepada kesenangan indera kecuali selain mencapai Sotapanna atau Sakadagami, ia juga mencapai ketenangan Jhana atau ia mencapai tingkat kesucian yang lebih tinggi.
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Sumedho

#1
susah nih definisi jhana-nya sendiri bisa beda2x ;D

mencapai kesucian yg disini jika 8 mahluk suci (4 pasang), IMO, tidak semua perlu.
There is no place like 127.0.0.1

Jerry

IMO, kalau sotapanna dan sakadagami mungkin tidak perlu. Tapi dalam mencapai tingkat Anagami dan Arahat, pencapaian tingkat Jhana adalah tak terelakkan bagi mereka. Sang Buddha juga menyebut anagami adl mereka yg sempurna dalam samadhi (konsentrasi). Dan samadhi yg benar dalam berbagai sutta selalu dirujuk dengan pencapaian Jhana. Sedangkan arahat dikatakan adl mereka yg telah sempurna dalam sila, samadhi, panna.
Apalagi para anagami yg tidak berhasil mencapai arahatta magga-phala di kehidupan ini dikatakan terlahir kembali "pasti" di alam Brahma. Dan persyaratan terlahir di alam Brahma adl melalui pencapaian "Jhana" bukan? Jika kita menerima doktrin Theravada yg mengatakan tidak ada pencapaian seketika melainkan bertahap, berarti pencapaian arahat melalui pencapaian sotapanna-sakadagami-anagami-arahat. Jika demikian halnya, berarti menjadi arahat, mau tidak mau, suka tidak suka, akan melalui pencapaian Jhana.

cmiiw

_/\_
appamadena sampadetha

K.K.

#3
Quote from: Jerry on 20 November 2009, 02:34:49 AM
IMO, kalau sotapanna dan sakadagami mungkin tidak perlu. Tapi dalam mencapai tingkat Anagami dan Arahat, pencapaian tingkat Jhana adalah tak terelakkan bagi mereka. Sang Buddha juga menyebut anagami adl mereka yg sempurna dalam samadhi (konsentrasi). Dan samadhi yg benar dalam berbagai sutta selalu dirujuk dengan pencapaian Jhana. Sedangkan arahat dikatakan adl mereka yg telah sempurna dalam sila, samadhi, panna.
Apalagi para anagami yg tidak berhasil mencapai arahatta magga-phala di kehidupan ini dikatakan terlahir kembali "pasti" di alam Brahma. Dan persyaratan terlahir di alam Brahma adl melalui pencapaian "Jhana" bukan? Jika kita menerima doktrin Theravada yg mengatakan tidak ada pencapaian seketika melainkan bertahap, berarti pencapaian arahat melalui pencapaian sotapanna-sakadagami-anagami-arahat. Jika demikian halnya, berarti menjadi arahat, mau tidak mau, suka tidak suka, akan melalui pencapaian Jhana.

cmiiw

_/\_

Kalau tidak salah, ada yang namanya Sukhavipassaka Arahat, yaitu mereka yang tidak memiliki jhana. Samadhi sempurna yang dimaksud Buddha sepertinya merujuk pada Vipassana Bhavana, namun tidak selalu termasuk Jhana.


Sumedho

There is no place like 127.0.0.1

Indra

keknya pernah translate bagian ini di SN, mengenai sekelompok Arahat yg tidak memiliki jhana. hanya saja, sayang sekali, udah lupa yg mana

ryu

Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

K.K.

Dalam Samyutta Nikaya, Nidana Vagga, 12. Abhisamaya Samyutta, 7. Maha-Vagga, 10. Susima Sutta, terjadi perbincangan antara Susima dan seorang bhikkhu yang telah merealisasi Arahatta. Susima, yang awalnya mau "mencuri ilmu", menanyakan apakah sudah merealisasi ajaran tertinggi (nibbana) dan dibenarkan oleh bhikkhu tersebut. Kemudian ditanyakan apakah ia punya bermacam kekuatan Bathin atau pun pencapaian Arupa Jhana, tetapi bhikkhu tersebut menjawab tidak. Ia katakan, "''Paññāvimuttā kho mayaṃ, āvuso susimā'ti. (Kami terbebaskan lewat kebijaksanaan, teman Susima.)"

Kemudian Susima bertanya kepada Buddha dan dijelaskan apa itu "kebijaksanaan benar (sammappaññā)", yaitu tidak melihat sesuatu sebagai diri. Dan seseorang memiliki kebijaksanaan benar tersebut tidak ada hubungannya dengan aneka kekuatan bathin atau Arupa Jhana.

Memang tidak dijelaskan secara eksplisit tentang kemungkinan di mana tidak adanya jhana dalam pencapaian Arahatta-phala, tapi menurut saya adalah demikian.

Indra


Sumedho

thanks bro kai.

jadi dari rujukan itu bisa kita simpulkan, arahant, tanpa abhinna dan tanpa arupa jhana. apakah ada rupa jhana, itu masih terbuka optionnya berdasarkan sutta itu.

nah kita korek lagi sutta2x lainnya nih...
There is no place like 127.0.0.1

K.K.

Quote from: Sumedho on 20 November 2009, 01:28:29 PM
thanks bro kai.

jadi dari rujukan itu bisa kita simpulkan, arahant, tanpa abhinna dan tanpa arupa jhana. apakah ada rupa jhana, itu masih terbuka optionnya berdasarkan sutta itu.

nah kita korek lagi sutta2x lainnya nih...

Sama2.
Kalau kita lihat dari kisah-kisah lain, banyak sekali orang awam yang tidak punya jhana bisa mencapai Arahatta-phala ketika mendengarkan ucapan Buddha. Jadi saya pikir memang tidak ada hubungannya harus masuk jhana baru menembus magga-phala.

Soal apakah setelah menembus magga-phala ia otomatis memiliki jhana memang tidak ada keterangan. Yang biasa dalam komentar dijelaskan adalah ketika menembus Magga-phala, seseorang "otomatis" memiliki 3 pengetahuan atau analitis (patisambhida) atau 6 landasan kekuatan bathin.

bond

Sepertinya yg paling mungkin dan tidak mustahil yaitu bila seorang arahat tidak memiliki jhana. Tetapi bila ia menginginkannya maka bisa dengan sangat cepat tercapai.

Mengenai anagami harus memiliki jhana untuk mencapai arahat. Jika menggunakan referensi dari mahasi sayadaw maka bisa tidak perlu, cukup khanika samadhi tetapi khanika samadhi yg setara dengan jhana dalam hal konsentrasinya.
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Sumedho

#12
kalau saya merasa "perlu"

Quote
There's no jhana
for one with no discernment,
no discernment
for one with no jhana.
But one with both jhana
& discernment:
he's on the verge
of Unbinding.

— DHP.372
There is no place like 127.0.0.1

dilbert

Dr. Mehm Tin Mon Dalam bukunya BUDDHA ABHIDHAMMA "ULTIMATE SCIENCE", hal  65 menuliskan

Lokuttara Cittas (Supramundane Consciousness)
Lokuttara cittas may be acquired by vipassanà (insight) meditation. There are two ways of getting to the path-consciousness
(magga-nàna). They are:
1 Vipassanà-yànika — taking insight meditation as the vehicle,
2 Samatha-yànika — taking tranquility meditation as the vehicle.

A person may first develop the neighbourhood concentration (upacàra-samàdhi) by tranquility meditation (samatha bhàvanà) and then proceed to insight meditation (vipassanà bhàvanà). Here the person is using 'upacàra-samàdhi' as the base of his wisdom-eye for looking into the ultimate nàma and rupa and their common characteristics of impermanence (anicca), suffering (dukkha) and not-self (anatta). This person, if successful to the end, will acquire the 4 Paths and the 4 Fruitions. So in this route there are only 8 supramundane cittas, namely, the four lokuttara kusala cittas
(supramundane moral consciousness) and the four lokuttara vipàka cittas (supramundane resultant consciousness).

Now in the second route, a person first develops a jhànasamàdhi (meditative concentration) by tranquility meditation and uses this concentration as the base of his wisdom-eye in insight meditation. If he uses the first jhàna-samàdhi as his base, his first path-consciousness is also accompanied by the first jhàna-samàdhi; so it is known as the first jhàna sotàpatti path-consciousness. Similarly for a person who uses the second jhàna-samàdhi as his base for insight meditation, his first path-consciousness is known as the second jhàna sotàpatti path-consciousness. In the same-way for persons who use the third jhàna-samàdhi, the fourth jhàna-samàdhi and the fifth jhàna-samàdhi, respectively, as the base
for their insight meditation, their first path-consciousness will be known as the third jhàna sotàpatti path-consciousness, the fourth jhàna sotàpatti path-consciousness and the fifth jhàna sotàpatti path-consciousness, respectively.

So there are 5 sotàpatti path-consciousness. In other words we are multiplying sotàpatti path-consciousness with 5 rupàvacara jhànas. In the same way there are 5 sakadàgàmi path-consciousness, 5 anàgàmi path-consciousness and 5 arahatta pathconsciousness. Thus the total number of path-consciousness is 20. As the fruition immediately follows the path without any lapse in time, there are also 20 fruition-consciousness.
Thus in the samatha-yànika route there are altogether 40 types of supramundane consciousness.


Kebetulan saya mengikuti pelatihan Abhidhamma oleh Dr. Mehm sewaktu di kota saya pertengahan tahun 2009 ini, dari penjelasan Dr. Mehm dikatakan bahwa ada 2 yanika (kendaraan) yang biasanya bisa dipakai oleh seseorang dalam jalan menuju kesucian yaitu vipasana yanika dan samatha yanika.

Kedua yanika awalnya tetap bergerak dari meditasi samatha (tranquility meditation) untuk mencapai pada tahapan upacara samadhi. Upacara samadhi merupakan "pintu gerbang" untuk memasuki jhana. Pada individu yang "trampil dalam kebijaksanaan" dan mempunyai bakat/benih kamma yang memadai, bisa langsung menapaki jalur vipasana tanpa memasuki jhana sebagai jalur menuju kesucian. Indivisu yang menggunakan vipasana yanika ini hanya akan memiliki 8 lokuttara citta sebagai citta karena pencapaian nibbana-nya.

Sedangkan individu yang menapaki jalan samatha yanika, akan memiliki 40 Lokkutara Jhana Citta (20 lokkutara magga cittas dan 20 lokkutara phala cittas). Tahapan individu yang menggunakan samatha yanika untuk mencapai kesucian arahat dapat di lihat pada artikel yang saya posting di atas dalam bahasa inggris.

Kesimpulan saya setelah mengikuti pelatihan dan penjelasan dari Dr. Mehm adalah bahwa memang ada jalur pencapaian nibbana yang tidak masuk kedalam tahapan jhana, karena baru di anggap jhana kalau berangkat dari tahapan upacara samadhi dan masuk ke dalam jhana, sedangkan kalau berangkat dari upacara samadhi tanpa memasuki jhana kemudian masuk ke vipasana, juga bisa.

Demikian yang bisa saya sharing... CMIIW...

_/\_
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Sumedho

menambahkan tentang jalan dari nikaya, kalau dalam AN4.170: Yuganaddha Sutta, ada 4 jalan.

Quote
Pada suatu waktu YM Ananda sedang tinggal di Kosambi, di Vihara di Taman Ghosita. Disana beliau berbicara pada para bhikkhu, "Teman-teman!"

"Ya, teman," jawab para bhikkhu.

YM Ananda berkata: "Teman-teman, siapapun — bhikkhu atau bhikkhuni — menyatakan pencapaian arahantnya didepan hadapanku, mereka semua melalui satu dari empat jalan. Apakah empat itu?

"Ada kasus dimana seorang bhikkhu telah mengembangkan pandangan terang yang didahului oleh ketenangan. Seiring dia mengembangkan pandangan terang yang didahului oleh ketenangan, sang jalan muncul. Dia mengikuti jalan itu, mengembangkannya, menjalaninya. Seiring dia mengikuti sang jalan, mengembangkannya & menjalaninya — belenggu-belenggunya ditinggalkan, obsesi-obsesinya hancur.

"Kemudian ada kasus dimana seorang bhikkhu telah mengembangkan ketenangan yang didahului oleh pandangan terang. Seiring dia mengembangkan ketenangan yang didahului oleh pandangan terang, sang jalan muncul. Dia mengikuti jalan itu, mengembangkannya, menjalaninya. Seiring dia mengikuti sang jalan, mengembangkannya & menjalaninya — belenggu-belenggunya ditinggalkan, obsesi-obsesinya hancur.

"Kemudian ada kasus dimana seorang bhikkhu telah mengembangkan ketenangan bersama-sama dengan pandangan terang. Seiring dia mengembangkan ketenangan yang didahului oleh pandangan terang, sang jalan muncul. Dia mengikuti jalan itu, mengembangkannya, menjalaninya. Seiring dia mengikuti sang jalan, mengembangkannya & menjalaninya — belenggu-belenggunya ditinggalkan, obsesi-obsesinya hancur.

"Kemudian ada kasus dimana pikiran seorang bhikkhu yang kegelisahan tentang Dhamma [Comm: kekotoran pandangan] terkendali dengan baik. Ada suatu waktu dimana pikirannya menjadi seimbang didalam, tenang, dan menjadi terpusat & terkonsentrasi. Didalam dirinya sang jalan muncul. Dia mengikuti jalan itu, mengembangkannya, menjalaninya. Seiring dia mengikuti sang jalan, mengembangkannya & menjalaninya — belenggu-belenggunya ditinggalkan, obsesi-obsesinya hancur.

"Siapapun — bhikkhu atau bhikkhuni — menyatakan pencapaian arahantnya dihadapanku, mereka semua melakukannya melalui salah satu dari empat jalan ini.
There is no place like 127.0.0.1