comotan dari blog tetangga

Started by bond, 27 July 2009, 11:11:16 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

bond

Quote from: Kainyn_Kutho on 15 August 2009, 11:04:15 AM
Quote from: bond on 15 August 2009, 10:47:03 AM
Ok tenang aja bro, nanti kalau saya sempat dan memiliki waktu luang ke mendut lagi....ya.  ;D

Oh ya...Kalau bro bisa dan juga ada waktu luang  bisa sama-sama pergi, supaya objektif dari satu narasumber dengan mendengar langsung. Tapi ini terserah bro, dengan tujuan agar tidak ada praduga ,saya menyimpangkan arti dan makna hasil berdiskusi dengan bhante....kalau hasilnya sesuai MMD, saya ok2 saja, kalau tidak, lalu saya utarakan apakah MMD siap dan percaya..dan nafsunya semakin menggelora. saya yakin bro memiliki kenetralan yg cukup. Ini hanya ide saja. Intinya kalaupun bertemu saya tidak mau melibatkan Sangha dalam polemik ini. Ini sebagai ungkapan rasa hormat saya kepada Sangha. _/\_

Saya melihat bond anti-MMD, tetapi saya tidak melihat bond sebagai orang rendah yang akan sengaja menyimpangkan apa yang didengar dari bhante. Jadi tenang saja, saya percaya kok. :)


Terima kasih atas kepercayaan bro .

Mettacitena
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

bond

Quoteby upasaka

Entah juga bagaimana pandangan Pak Hudoyo tentang "aku". Namun yang saya tangkap selama ini, Pak Hudoyo memang mengklaim bahwa ada "aku" (seperti pandangan J. Khrisnamurti). Dan tujuan tertinggi MMD adalah melenyapkan "aku" (perhatikan! bukan keakuan), sehingga tampak mengajarkan nihilisme. Di suatu kesempatan, bahkan Pak Hudoyo pernah menguatkan pernyataannya dengan berkata: "Memang demikianlah. Sebenarnya Sang Buddha juga mengajarkan nihilisme".

Setuju, yg dibold adalah point utamanya.
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

g.citra

#482
:)) ... Konsep cuma konsep ... debat juga cuma debat ... niat dan tujuan pasti beda ... ada yang kekanan, kekiri, keatas, kebawah, de el el ... :))

Tapi dah ada yang nyampe tujuan belum yah ?? Apa emang cuman buat ngeramein suasana aja tuh ?? :P

MMD salah ?? Cobain dulu, baru tau lemahnya dimana, salahnya dimana,
Vipassana bener ?? cobain juga, baru tau manfaatnya apa ... :)) ... Bukan dicopas berdasar teori aja ... Kan dah pada tau, kalo setiap prang punya pemahaman, pengalaman laen2 berdasar kammanya ... :))

Masalah jago-jagoan, menang-menangan, kalah-kalahan, bener-beneran, salah-salahan, debat-debatan, bales-balesan, siapa yang salah ?? Siapa yang bener ?? Lha semua cuma 'gerak batin' aja koq... :)) ...

Kalo dirasa konsepnya beda yah udah beda, ngapain mengumandangkan 'pembenaran' ?? Siapa sih yang benar ?? Aku ?? Aku yang mana ?? Aku yang berpendapat ?? atau Aku yang berpegang pada sebuah konsep ?? atau beberapa konsep ??

Dalam praktek apapun, konsep memang diperlukan, tapi gak harus di tekankan buat yang lain ... Semua bisa milih ... bebas milih ... gak ada benar, gak ada salah ... semua cuman gerak batin ... Dan kalaupun ada pembenaran, itu cuma kesepakatan umum aja koq ... Kenyataannya se-salah apapun konsep yang telah dibuat/ diyakini/ diiman-i, toh ada aja kan orang yang milih dan juga membenarkan ... :P

_/\_

K.K.

#483
Quote from: upasaka on 15 August 2009, 11:07:26 AM
Selengkapnya bisa dibaca di sini -> http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12095.msg204186.html#msg204186

Pendapat saya pribadi, asava tidak semata-mata "dilihat" begitu saja dalam vipassana. Asava bisa dikenali oleh mereka yang telah mencapai kesucian, yang karenanya, memiliki "kesaktian" lokuttara melihat Asava (asavakkhayañana). Walaupun demikian, ia tetap tidak bisa membuat orang lain melihat asava, sehingga usaha pembuktian tersebut adalah hal sia-sia.

Ini seperti misalnya saya tidak punya mata-dewa, anda juga tidak. Saya percaya dan anda tidak. Lalu saya bawa anda ke orang yang punya mata-dewa. Tidak akan terjadi pembuktian apa pun.

Di sini, saya setuju dengan sikap Pak Hudoyo terhadap "pembuktian lihat-melihat asava", tetapi tidak setuju dengan cara merespon ajakannya.



QuoteSedangkan pernyataan-pernyataan Bhikkhu Pannavaro yang netral, dipakai oleh Pak Hudoyo untuk menguatkan pandanganya. Saya melihatnya seperti seorang anak berkata pada teman-temannya: "Tuh lihat, orang tua kalian bilang kalau makan nasi itu yang penting sopan. Jadi tidak masalah kalau mau makan pakai tangan kanan atau tangan kiri, karena yang penting sopan".

Kalau Anda punya sudut pandang lain, coba sampaikan di sini. :)
Anda boleh pergi bareng bro bond kalau ada kesempatan, bicara dengan Bhante Panna. Pendapat saya tentang bhante tidaklah penting bagi kalian, tetapi mungkin pendapat bhante langsung tentang MMD ada artinya.



QuoteDalam Paticcasamuppada, avijja merupakan rantai yang pertama disebutkan. Avijja (ketidaktahuan) berbicara mengenai tanha (hasrat rendah) dan upadana (kemelekatan). Membicarakan tanha dan upadana, tidak akan terlepas dari lobha-dosa-moha. Lobha-dosa-moha ini yang merupakan "keakuan". Ketiganya hanya proses kecenderungan di dalam batin, yang akan selalu ada selama assava (arus kekotoran batin) belum dicabut.
Lobha dan Dosa tidak ada lagi pada seorang anagami. Tetapi seorang anagami masih memiliki moha/"keakuan". Oleh karena itu saya tidak mengatakan keakuan juga berakar pada lobha & dosa.

QuoteApakah "aku" ada? Tidak ada, yang ada hanyalah konsepsi adanya "sang aku". Keakuan hanya akan habis ketika lobha-dosa-moha telah dihancurkan; bukan hanya moha saja yang dihancurkan.
Juga, penghancuran lobha dan dosa tanpa berakhirnya moha ada (seperti contoh anagami tersebut), namun tidak ada sebaliknya (penghancuran moha tanpa berakhirnya lobha dan dosa).



QuoteEntah juga bagaimana pandangan Pak Hudoyo tentang "aku". Namun yang saya tangkap selama ini, Pak Hudoyo memang mengklaim bahwa ada "aku" (seperti pandangan J. Khrisnamurti). Dan tujuan tertinggi MMD adalah melenyapkan "aku" (perhatikan! bukan keakuan), sehingga tampak mengajarkan nihilisme. Di suatu kesempatan, bahkan Pak Hudoyo pernah menguatkan pernyataannya dengan berkata: "Memang demikianlah. Sebenarnya Sang Buddha juga mengajarkan nihilisme".
Ingat ketika bro Tan mengatakan non-mahayanis mengajarkan nihilisme dan pihak Theravada mengatakan mahayana mengajarkan eternalisme? :) Menarik, tapi saya tidak akan bahas di sini.



QuoteDalam kasus ini, bhikkhu yang bersangkutan tidak ada hubungannya dengan Sdr. Fabian maupun Pak Hudoyo. Bhikkhu itu hanya berdiri sebagai penengah, kalau Pak Hudoyo menamakannya "narasumber".

Memang dalam pandangan awam seperti kita, pengalaman bhikkhu itu pun bisa kita katakan subjektif. Tapi yang perlu digaris-bawahi adalah bhikkhu itu bukanlah 'bekingan' ataupun diperalat sebagai saksi penguat oleh Sdr. Fabian. Ini yang saya katakan kalau Anda seolah melihat kasus ini secara sepihak. Kalau Anda punya sudut pandang lain, coba sampaikan di sini. :)
Ya, saya tidak sampai mengatakan diperalat atau hal-hal negatif lainnya, intinya hanya bahwa hal tersebut adalah subjektif.


QuoteSaya selalu melihat Anda mencoba untuk bersikap netral. Entah bagaimana dengan pendapat dari makhluk-makluk lain.
_/\_


QuoteMaksud saya, mereka adalah orang-orang yang cukup memahami dunia meditasi. Seharusnya mereka bisa lebih memahami dan menangkap apa yang mereka diskusikan.

Anda kemarin memakai perumpamaan tentang "Fandango" dan "Bolero", bukan?
Nah, mereka ini orang yang cukup mendalami 'aspek musik'...
Yang ingin saya sampaikan adalah bahwa mereka yang menjadi kritikus juga "memahami" dunia musik (kalau tidak, tidak mungkin jadi kritikus). Hanya saja, persepsi mereka pun berubah dan menjadi tidak kredibel.
Saya pribadi, ketika bertukar pikiran, dengan master meditasi paling hebat di dunia dan dengan seseorang "hina" yang entah siapa, saya tetap akan meresponnya sama persis.


QuoteSaya pikir mau dengar kok. Tapi tidak hanya sampai dengar. Jika pihak MMD berkenan memberi penawaran langka untuk berdiskusi dan membuktikan kebenaran yang dilihat dari MMD, saya pikir mereka juga mau melihat pembuktiannya.

Untuk saling menerima itu saya sedikit pesimis karena sedikit banyak, kedua pihak punya hubungan "sejarah" yang buruk. Setidaknya, jika sikap saling menyerang dihentikan saja dan kedua pihak berjalan masing-masing, itu sudah baik sekali.


indera_9

Quote from: g.citra on 15 August 2009, 11:34:10 AM
:)) ... Konsep cuma konsep ... debat juga cuma debat ... niat dan tujuan pasti beda ... ada yang kekanan, kekiri, keatas, kebawah, de el el ... :))

Tapi dah ada yang nyampe tujuan belum yah ?? Apa emang cuman buat ngeramein suasana aja tuh ?? :P

MMD salah ?? Cobain dulu, baru tau lemahnya dimana, salahnya dimana,
Vipassana bener ?? cobain juga, baru tau manfaatnya apa ... :)) ... Bukan dicopas berdasar teori aja ... Kan dah pada tau, kalo setiap prang punya pemahaman, pengalaman laen2 berdasar kammanya ... :))

Masalah jago-jagoan, menang-menangan, kalah-kalahan, bener-beneran, salah-salahan, debat-debatan, bales-balesan, siapa yang salah ?? Siapa yang bener ?? Lha semua cuma 'gerak batin' aja koq... :)) ...

Kalo dirasa konsepnya beda yah udah beda, ngapain mengumandangkan 'pembenaran' ?? Siapa sih yang benar ?? Aku ?? Aku yang mana ?? Aku yang berpendapat ?? atau Aku yang berpegang pada sebuah konsep ?? atau beberapa konsep ??

Dalam praktek apapun, konsep memang diperlukan, tapi gak harus di tekankan buat yang lain ... Semua bisa milih ... bebas milih ... gak ada benar, gak ada salah ... semua cuman gerak batin ... Dan kalaupun ada pembenaran, itu cuma kesepakatan umum aja koq ... Kenyataannya se-salah apapun konsep yang telah dibuat/ diyakini/ diiman-i, toh ada aja kan orang yang milih dan juga membenarkan ... :P

_/\_

Penilaian tentang benar dan salah hanyalah hasil dari proses pikiran  ;D
Hatred doesn't cease through hatred at anytime. Hatred ceases through love. This is the unalterable law

ryu

Quote from: Kainyn_Kutho on 15 August 2009, 11:10:30 AM
Quote from: ryu on 15 August 2009, 11:02:31 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 15 August 2009, 10:12:27 AM
Jika berlindung di sini adalah menjadikan kualitas sebagai panduan, bukan berlindung pada pribadinya, maka saya setuju. Namun jika maksudnya adalah pribadinya, pendapatnya, maka saya tidak bisa setuju. Seperti saya katakan bahwa pendapat seseorang (yang bukan Samma Sambuddha) belum tentu benar. Jika pun benar, belum tentu cocok bagi seseorang.


Ya Kualitas, tapi Pribadi pun bisa juga jadi panduan hasil dong walau tidak bisa di pukul rata ;D

Ya, kalau pribadinya, semua tergantung kecocokan. Seperti dahulu ada yang cocok dengan guru berkepribadian "diam", memilih guru yang kebanyakan tinggal di hutan. Ada juga yang cocok dengan guru berkepribadian "pengajar", memilih guru yang dekat dan sering memberikan petunjuk pada umat awam.

Kualitas yang bersifat gerenal adalah sila yang dijalani seseorang, sedangkan pribadi adalah berdasarkan kecocokan masing-masing.


Nah di sini sudah di katakan khan ada seorang GURU, memberikan ajaran yang KATANYA asli dari Buddha, dan dari sepak terjang nya di dunia maya tidak ada yang salah khan ada yang pro dan kontra, apabila ada penyerangan pribadi itu sudah pasti hal yang tidak bisa dihindarkan, tergantung dari manakah kita memabdang, apakah dia bisa menerima atau tidak itu bisa jadi bahan pertimbangan seseorang untuk memilih dia sebagai guru atau tidak, ajarannya baik atau tidak. jangan seperti contoh cerita zen ini lho :
Alkisah terdapat seorang petapa yang sangat mahir dalam agama Buddha dan juga bersyair, dia pun bertapa di sebuah puncak gunung yang tinggi. Di atas puncak gunung yang tinggi, angin berhembus sangat kencang dan dingin, semilir angin lembah juga datang menghampirinya setiap waktu dia bermeditasi. Ia pun menuliskan sebuah syair tentang pencapaian Enlightenmentnya atau kita sebut dengan "AHA"

ia menuliskan begini, "Semua angin yang datang merasuk ke tubuhku, tidak satu anginpun yang dapat menggoyahkan batinku, aku begitu tenang dan damai disini, Batinku seimbang laksana gunung kokoh yang berdiri menjulang"

Lalu setelah ia menulis puisi itu dilukiskan gunung dan hembusan angin yang begitu indah dipandang mata. Dikirimkannya lukisan puisi itu kepada gurunya , seorang biarawan yang bertempat di gunung sebelah. SEtelah gurunya melihat, gurunya mencorat coret isi lukisannya dengan sebuah tulisan "KENTUT", dan dikirim balik kepada muridnya itu.

Muridnya ayng mengira gurunya akan memuji pencerahannya begitu terkejut dengan tulisan KENTUT itu, dan segera ia turun gunung menemui gurunya untuk menanyakan hal ini. di hadapan gurunya,ia pun marah-marah. "Guru, kenapa kamu mencoretkan KENTUT di atas lukisan aku? susah payah aku menulis indah sekian tahun ini mengenai pengalaman pencerahan aku dan kamu tulis KENTUT"

Guru setelah mendengar semua keluh kesah muridnya mulai berkata "Lho, tadi katanya tiada angin apapun yang dapat menggoyahkan batinku,kok KENTUT aja bisa membuat kamu marah-marah,ini baru tulisan belum ANGIN KENTUT sebenarnya, kenapa kamu marah?kenapa kamu terpojokkan?"
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

indera_9

QuoteNah di sini sudah di katakan khan ada seorang GURU, memberikan ajaran yang KATANYA asli dari Buddha, dan dari sepak terjang nya di dunia maya tidak ada yang salah khan ada yang pro dan kontra, apabila ada penyerangan pribadi itu sudah pasti hal yang tidak bisa dihindarkan, tergantung dari manakah kita memabdang, apakah dia bisa menerima atau tidak itu bisa jadi bahan pertimbangan seseorang untuk memilih dia sebagai guru atau tidak, ajarannya baik atau tidak. jangan seperti contoh cerita zen ini lho :
Alkisah terdapat seorang petapa yang sangat mahir dalam agama Buddha dan juga bersyair, dia pun bertapa di sebuah puncak gunung yang tinggi. Di atas puncak gunung yang tinggi, angin berhembus sangat kencang dan dingin, semilir angin lembah juga datang menghampirinya setiap waktu dia bermeditasi. Ia pun menuliskan sebuah syair tentang pencapaian Enlightenmentnya atau kita sebut dengan "AHA"

ia menuliskan begini, "Semua angin yang datang merasuk ke tubuhku, tidak satu anginpun yang dapat menggoyahkan batinku, aku begitu tenang dan damai disini, Batinku seimbang laksana gunung kokoh yang berdiri menjulang"

Lalu setelah ia menulis puisi itu dilukiskan gunung dan hembusan angin yang begitu indah dipandang mata. Dikirimkannya lukisan puisi itu kepada gurunya , seorang biarawan yang bertempat di gunung sebelah. SEtelah gurunya melihat, gurunya mencorat coret isi lukisannya dengan sebuah tulisan "KENTUT", dan dikirim balik kepada muridnya itu.

Muridnya ayng mengira gurunya akan memuji pencerahannya begitu terkejut dengan tulisan KENTUT itu, dan segera ia turun gunung menemui gurunya untuk menanyakan hal ini. di hadapan gurunya,ia pun marah-marah. "Guru, kenapa kamu mencoretkan KENTUT di atas lukisan aku? susah payah aku menulis indah sekian tahun ini mengenai pengalaman pencerahan aku dan kamu tulis KENTUT"

Guru setelah mendengar semua keluh kesah muridnya mulai berkata "Lho, tadi katanya tiada angin apapun yang dapat menggoyahkan batinku,kok KENTUT aja bisa membuat kamu marah-marah,ini baru tulisan belum ANGIN KENTUT sebenarnya, kenapa kamu marah?kenapa kamu terpojokkan?"

Cerita perumpamaan yang bagus.  :))

Ternyata bathin murid itu belum sekokoh yang dia kira  ;D Melihat tulisan KENTUT saja sudah goyah bathinnya, apalagi kalo terkena KENTUT yang sebenarnya ... Pingsan deh  ::)  :))
Hatred doesn't cease through hatred at anytime. Hatred ceases through love. This is the unalterable law

Nevada

#487
Quote from: Kainyn_KuthoPendapat saya pribadi, asava tidak semata-mata "dilihat" begitu saja dalam vipassana. Asava bisa dikenali oleh mereka yang telah mencapai kesucian, yang karenanya, memiliki "kesaktian" lokuttara melihat Asava (asavakkhayañana). Walaupun demikian, ia tetap tidak bisa membuat orang lain melihat asava, sehingga usaha pembuktian tersebut adalah hal sia-sia.

Ini seperti misalnya saya tidak punya mata-dewa, anda juga tidak. Saya percaya dan anda tidak. Lalu saya bawa anda ke orang yang punya mata-dewa. Tidak akan terjadi pembuktian apa pun.

Di sini, saya setuju dengan sikap Pak Hudoyo terhadap "pembuktian lihat-melihat asava", tetapi tidak setuju dengan cara merespon ajakannya.

Saya tidak berani mengeluarkan spekulasi prematur mengenai bagaimana cara mereka membuktikannya. Tapi kalau menurut pendapat saya, ehipassiko saja. Memang apa ada yang rugi kalau mereka semua berdiskusi bersama mengenai pembuktian asava. Saya rasa tidak ada yang punya niat jahat untuk mencelakai satu sama lain. Kecuali ada orang yang cemas pada reputasinya yang bisa turun jika sampai pertemuan ini terjadi.


Quote from: Kainyn_KuthoAnda boleh pergi bareng bro bond kalau ada kesempatan, bicara dengan Bhante Panna. Pendapat saya tentang bhante tidaklah penting bagi kalian, tetapi mungkin pendapat bhante langsung tentang MMD ada artinya.

Tentu saja kalau ada kesempatan berbincang dengan Bhante Pannavaro, saya ingin mendiskusikan beberapa hal dengan beliau. Salah satunya adalah topik seputar MMD.


Quote from: Kainyn_KuthoLobha dan Dosa tidak ada lagi pada seorang anagami. Tetapi seorang anagami masih memiliki moha/"keakuan". Oleh karena itu saya tidak mengatakan keakuan juga berakar pada lobha & dosa.

Quote from: Kainyn_KuthoJuga, penghancuran lobha dan dosa tanpa berakhirnya moha ada (seperti contoh anagami tersebut), namun tidak ada sebaliknya (penghancuran moha tanpa berakhirnya lobha dan dosa).

Oya, saya baru ingat kalau Moha memang bisa berdiri sendiri...

Omong-omong.. apakah kesimpulan bahwa moha = keakuan itu didapat dari referensi Sutta, atau hanya konklusi dari Bro Kainyn?


Quote from: Kainyn_KuthoIngat ketika bro Tan mengatakan non-mahayanis mengajarkan nihilisme dan pihak Theravada mengatakan mahayana mengajarkan eternalisme? :) Menarik, tapi saya tidak akan bahas di sini.

Ya. Tapi, untuk mengklaim apakah memang Sang Buddha mengajarkan nihilisme atau tidak, kita harus mengenali apa saja kriteria yang memenuhi suatu ajaran untuk bisa disebut sebagai nihilisme.

Menurut pemahaman saya, Ajaran Sang Buddha (dalam konteks ini adalah Aliran Theravada) tidak memenuhi kriteria untuk dapat disebut sebagai ajaran nihilisme. Dan memang topik ini kurang cocok untuk dibahas di dalam thread ini.


Quote from: Kainyn_KuthoYa, saya tidak sampai mengatakan diperalat atau hal-hal negatif lainnya, intinya hanya bahwa hal tersebut adalah subjektif.

Selama ini kita terus menyatakan bahwa "ini subjektif" dan "itu subjektif". Menurut Bro Kainyn, bagaimanakah yang objektif itu?

* No offense, hanya ingin tahu pendapat Anda saja. :)


Quote from: Kainyn_KuthoYang ingin saya sampaikan adalah bahwa mereka yang menjadi kritikus juga "memahami" dunia musik (kalau tidak, tidak mungkin jadi kritikus). Hanya saja, persepsi mereka pun berubah dan menjadi tidak kredibel.
Saya pribadi, ketika bertukar pikiran, dengan master meditasi paling hebat di dunia dan dengan seseorang "hina" yang entah siapa, saya tetap akan meresponnya sama persis.

Namun dalam forum dunia maya seperti ini, semua orang bebas berpendapat. Dan karena masih terkungkung dalam persepsi masing-masing, semuanya hanya spekulasi dan subjektif.

Kendati pun seorang Savaka Buddha datang dan menjelaskan tentang Kebenaran, tetap saja kita yang masih moha ini menganggap ucapannya subjektif. Dan mungkin lebih dari itu, ada pula orang yang melihat ucapan seorang Sammasambuddha juga subjektif. Makanya ada orang yang tetap tidak bisa menerima wejangan Dhamma dari seorang Sammasambuddha.

Kalau sudah begitu, melihat suatu hal yang subjektif pun merupakan pandangan subjektif. Dan apakah melihat suatu hal yang objektif pun juga merupakan pandangan subjektif?


Quote from: Kainyn_KuthoUntuk saling menerima itu saya sedikit pesimis karena sedikit banyak, kedua pihak punya hubungan "sejarah" yang buruk. Setidaknya, jika sikap saling menyerang dihentikan saja dan kedua pihak berjalan masing-masing, itu sudah baik sekali.

Ya, saya lihat pun demikian. Selama ini semua diskusi antar dua pihak hampir selalu tidak bisa mencapai hasil yang memuaskan bagi kedua pihak. Jarang sekali pihak yang kalah mengakui kekalahannya, atau pun pihak yang menang mengumandangkan kemenangannya. Yang biasa terjadi hanyalah diskusi tak berpangkal, atau diskusi yang putus di tengah jalan dan tidak dilanjutkan lagi karena suasana keruh.

Namun paling tidak, dari diskusi itu semua pihak mendapatkan pembelajaran dan pematangan batin. Dan pihak ketigalah yang biasanya paling banyak mendapatkan manfaat ini.

K.K.

Quote from: ryu on 15 August 2009, 12:19:08 PM
Nah di sini sudah di katakan khan ada seorang GURU, memberikan ajaran yang KATANYA asli dari Buddha, dan dari sepak terjang nya di dunia maya tidak ada yang salah khan ada yang pro dan kontra, apabila ada penyerangan pribadi itu sudah pasti hal yang tidak bisa dihindarkan, tergantung dari manakah kita memabdang, apakah dia bisa menerima atau tidak itu bisa jadi bahan pertimbangan seseorang untuk memilih dia sebagai guru atau tidak, ajarannya baik atau tidak. jangan seperti contoh cerita zen ini lho :
Alkisah terdapat seorang petapa yang sangat mahir dalam agama Buddha dan juga bersyair, dia pun bertapa di sebuah puncak gunung yang tinggi. Di atas puncak gunung yang tinggi, angin berhembus sangat kencang dan dingin, semilir angin lembah juga datang menghampirinya setiap waktu dia bermeditasi. Ia pun menuliskan sebuah syair tentang pencapaian Enlightenmentnya atau kita sebut dengan "AHA"

ia menuliskan begini, "Semua angin yang datang merasuk ke tubuhku, tidak satu anginpun yang dapat menggoyahkan batinku, aku begitu tenang dan damai disini, Batinku seimbang laksana gunung kokoh yang berdiri menjulang"

Lalu setelah ia menulis puisi itu dilukiskan gunung dan hembusan angin yang begitu indah dipandang mata. Dikirimkannya lukisan puisi itu kepada gurunya , seorang biarawan yang bertempat di gunung sebelah. SEtelah gurunya melihat, gurunya mencorat coret isi lukisannya dengan sebuah tulisan "KENTUT", dan dikirim balik kepada muridnya itu.

Muridnya ayng mengira gurunya akan memuji pencerahannya begitu terkejut dengan tulisan KENTUT itu, dan segera ia turun gunung menemui gurunya untuk menanyakan hal ini. di hadapan gurunya,ia pun marah-marah. "Guru, kenapa kamu mencoretkan KENTUT di atas lukisan aku? susah payah aku menulis indah sekian tahun ini mengenai pengalaman pencerahan aku dan kamu tulis KENTUT"

Guru setelah mendengar semua keluh kesah muridnya mulai berkata "Lho, tadi katanya tiada angin apapun yang dapat menggoyahkan batinku,kok KENTUT aja bisa membuat kamu marah-marah,ini baru tulisan belum ANGIN KENTUT sebenarnya, kenapa kamu marah?kenapa kamu terpojokkan?"

Seperti saya bilang, siapa pun boleh mengatakan ajarannya ASLI dari Buddha, ajarannya PALING BENAR. Tetapi hendaknya tidak menyerang ajaran lain, biarlah masing-masing orang menilainya. Misalnya yang jelas berbeda seperti Aliran Maitreya yang klaim ini-itu, saya biarkan apa adanya mereka dan selalu menentang "penyerangan" terhadap mereka. Biarlah masing-masing orang menilai.

Dengan MMD ataupun jika ada aliran lain, saya rasa tidak perlu saling menyerang. Biarlah perbedaan tetap perbedaan, masing-masing berjalan di jalannya. Terserah masing-masing mau ngaku "paling asli", "paling murni", "paling bener", bagi saya sih semua sama saja. Bagi saya, ajaran Buddha selalu adalah untuk pengembangan diri, bukan mengubah orang lain.


K.K.

Quote from: upasaka on 15 August 2009, 01:08:58 PM
Saya tidak berani mengeluarkan spekulasi prematur mengenai bagaimana cara mereka membuktikannya. Tapi kalau menurut pendapat saya, ehipassiko saja. Memang apa ada yang rugi kalau mereka semua berdiskusi bersama mengenai pembuktian asava. Saya rasa tidak ada yang punya niat jahat untuk mencelakai satu sama lain. Kecuali ada orang yang cemas pada reputasinya yang bisa turun jika sampai pertemuan ini terjadi.
Seperti saya bilang, karena punya hubungan yang "buruk", jadi pendekatan apa pun akan jadi sulit.



QuoteOmong-omong.. apakah kesimpulan bahwa moha = keakuan itu didapat dari referensi Sutta, atau hanya konklusi dari Bro Kainyn?
Saya tidak ingat karena saya punya pandangan itu sejak lama. Sepertinya konklusi pribadi. Kalaupun ada di sutta, sepertinya saya tidak temukan yang menyiratkan langsung moha = keakuan.



QuoteYa. Tapi, untuk mengklaim apakah memang Sang Buddha mengajarkan nihilisme atau tidak, kita harus mengenali apa saja kriteria yang memenuhi suatu ajaran untuk bisa disebut sebagai nihilisme.

Menurut pemahaman saya, Ajaran Sang Buddha (dalam konteks ini adalah Aliran Theravada) tidak memenuhi kriteria untuk dapat disebut sebagai ajaran nihilisme. Dan memang topik ini kurang cocok untuk dibahas di dalam thread ini.
Saya pun tidak bilang nihilisme. Dan sebenarnya dulu saya pernah bahas nihilisme & "anatta" dengan Pak Hudoyo ketika saya ditanya umat lain mengenai "nibbana". Di situ, sama sekali Pak Hudoyo tidak menyetujui "anatta" = nihilisme. Saya rasa karena beda sudut pandang dan konteks bicara dari lawan bicara yang berbeda, maka statement-nya berbeda.  



Quote
Quote from: Kainyn_KuthoYa, saya tidak sampai mengatakan diperalat atau hal-hal negatif lainnya, intinya hanya bahwa hal tersebut adalah subjektif.

Selama ini kita terus menyatakan bahwa "ini subjektif" dan "itu subjektif". Menurut Bro Kainyn, bagaimanakah yang objektif itu?

* No offense, hanya ingin tahu pendapat Anda saja. :)
Sesuatu yang bersifat fakta tanpa bias opini dari subjek.
Dalam musik, konsonan dan disonan adalah objektif; merdu dan tidak merdu adalah subjektif.



QuoteNamun dalam forum dunia maya seperti ini, semua orang bebas berpendapat. Dan karena masih terkungkung dalam persepsi masing-masing, semuanya hanya spekulasi dan subjektif.

Kendati pun seorang Savaka Buddha datang dan menjelaskan tentang Kebenaran, tetap saja kita yang masih moha ini menganggap ucapannya subjektif. Dan mungkin lebih dari itu, ada pula orang yang melihat ucapan seorang Sammasambuddha juga subjektif. Makanya ada orang yang tetap tidak bisa menerima wejangan Dhamma dari seorang Sammasambuddha.

Kalau sudah begitu, melihat suatu hal yang subjektif pun merupakan pandangan subjektif. Dan apakah melihat suatu hal yang objektif pun juga merupakan pandangan subjektif?

Tepat sekali. Makanya saya selalu katakan sebelum kita merealisasi kesucian, semuanya hanyalah kebenaran relatif. Semua pandangan-pandangan dan ajaran dhamma boleh jadi adalah kebenaran, namun tetap relatif. Yang "hebat" dari kualitas seorang pengajar (Samma Sambuddha) adalah mengetahui kebenaran relatif mana yang cocok bagi orang sehingga membantu merealisasi kebenaran mutlak. Apa itu kebenaran mutlak? Saya belum tahu. Kendati pun saya tahu, saya tidak bisa mengatakannya.



QuoteYa, saya lihat pun demikian. Selama ini semua diskusi antar dua pihak hampir selalu tidak bisa mencapai hasil yang memuaskan bagi kedua pihak. Jarang sekali pihak yang kalah mengakui kekalahannya, atau pun pihak yang menang mengumandangkan kemenangannya. Yang biasa terjadi hanyalah diskusi tak berpangkal, atau diskusi yang putus di tengah jalan dan tidak dilanjutkan lagi karena suasana keruh.

Namun paling tidak, dari diskusi itu semua pihak mendapatkan pembelajaran dan pematangan batin. Dan pihak ketigalah yang biasanya paling banyak mendapatkan manfaat ini.
Secara mengejutkan, Pak Hudoyo mengatakan hal yang senada. Pak Hudoyo mengatakan debat sekarang ini bukan untuk MMD atau "lawan" MMD, tetapi bagi pihak ke tiga yang membaca agar mau berpikir. :)


bond

Quote
Pendapat saya pribadi, asava tidak semata-mata "dilihat" begitu saja dalam vipassana. Asava bisa dikenali oleh mereka yang telah mencapai kesucian, yang karenanya, memiliki "kesaktian" lokuttara melihat Asava (asavakkhayañana). Walaupun demikian, ia tetap tidak bisa membuat orang lain melihat asava, sehingga usaha pembuktian tersebut adalah hal sia-sia.

Ini seperti misalnya saya tidak punya mata-dewa, anda juga tidak. Saya percaya dan anda tidak. Lalu saya bawa anda ke orang yang punya mata-dewa. Tidak akan terjadi pembuktian apa pun.

Di sini, saya setuju dengan sikap Pak Hudoyo terhadap "pembuktian lihat-melihat asava", tetapi tidak setuju dengan cara merespon ajakannya.

 [at]  kainyn dan all
Apa yg saya tau, saya dengar dan apa yg telah saya lihat...

Seorang bhikkhu yg mahir ketika melihat muridnya tentang pencapaiannya ada 2 cara :(ini pernah saya tulis, hanya lupa di topik mana)

1. yang sering dan umum adalah melalui wawancara tentang pengalaman si murid
2. Sang Guru langsung melihat batin orang itu dengan abinnanya melihat citta dari orang itu. Apakah masih ada kilesa atau tidak.

Dan biasanya sekalipun dia sudah memiliki abinna tau, Sang Guru tetap melakukan wawancara dengan tujuan agar si murid mendapatkan penjelasan lebih rinci.


Dalam hal pembuktian asava  pun ada 2 cara bagi kita yg belum melihat:

1. Kita sendiri harus serta merta mau langsung terjun dengan melatihnya.

2.Seorang Guru yang mahir dalam abinna maka akan menunjukan asava dengan diam-diam sepanjang panna murid itu sudah matang. Pembuktian ini tergantung sang guru.

Permasalahannya sering kali kita tidak mau, malas, masa bodoh, merasa tak perlu, untuk dibuktikan kebenaran, tetapi MELULU mengatakan "ayo buktikan", ayo buktikan" tapi tidak ada realisasi nyata...Seperti komandan berperang dan berteriak "maju...." tapi komandannya sendiri diam ditempat....hingga pada akhirnya hanya pada keraguan, terjebak pada pandangan diri sendiri tanpa melihat apa yg terjadi diluar rumah.
oo...cara apapun maka menjadi tidak cocok....karena ketumpulan batin ooo....apa yg terjadi?

pembuktian bagi yg belum melihat, adalah harus kita sendiri melatih lalu baru tau apakah yg dikatakan sang guru benar...sehingga dasar pandangan benar sudah ada, nah kalau beruntung bisa ada guru yg memperlihatkan asava dengan cara2 yg unik melalui abinna, ini seringkali dilakukan Sang Buddha.Misalnya Sang Buddha memberikan penglihatan kepada seorang wanita(saya lupa namanya ) dari cantik, tua peyot dan mati) karena panna yg matang dia langsung melihat  asava melalui nimitta yg diberikan Sang Buddha dan munculah nyana dan terealisasilah kesucian.

Ada Satu buku menarik tentang kehidupan Mae-Chee Kaew, dia adalah anagarini di Thailand dan biasa dipanggil mae chee untuk anagarini. Beliau adalah murid dari ajahn Mun dan Luangta Mahaboowa. Ajahn Mun pernah memperlihatkan bagaimana proses tubuh yg lapuk dalam meditasinya Mae chee kaew ini....demikian Luangta Mahaboowa memperlihatkan hal yg sama...hingga Mae chee Kaew mencapai tingkat kearahatan...

Lalu dari cerita Sunlun Sayadaw 1 minggu setelah ia ditahbiskan , didatangi mara dengan percakapan2 yg menggoda...ini adalah tanda atau nimita/manifestasi dari asava. Dan mereka yg telah memiliki panna untuk pencapaian akan mengenalinya.

Bagaimana kita buat kesimpulan kita bisa lihat ada banyak kemiripan dan kesamaan pengalaman dari para meditator2 dalam melihat asava ini. Dan juga kebetulan sekali guru om Fabian sudah melihat asava itu, dan mengajarkan om Fabian meditasi, om Fabian telah membuktikan dan melihat apa yg diajarkan guru itu.Nah apakah harus ragu bahwa guru itu juga tidak melihat asava? padahal pengetahuan yg diberikan gurunya baru secuil tapi sudah terbukti dengan NYATA.


Demikian dalam arahat magga dan phala Luangta Mahaboowa juga ada diceritakan nimitta of asava.

Tentu ada pertanyaan apakah saya telah melihatnya? saya katakan belum. Tapi saya bertanya balik apakah cerita pengalaman dari para bhikkhu Ariya yang telah menjadi teladan bohong? jika kita mengatakan belum tentu benar, karena belum melihat, maka saya akan tanya lalu bagaimana Anda akan membuktikannya, apakah debat....? no..no..no.....ini tidak bisa dibuktikan dengan debat tapi dengan praktek...
Lalu mengapa kita berdebat...? karena ingin ada konklusi dan konklusi itu telah hampir SELESAI ketika Hudoyo melakukan TANTANGAN kepada perkedel...Nyatanya ...kita bisa lihat hasilnya.


saya yakin bhikkhu yg akan ditunjukkan perkedel kelihatannya bisa membaca batin master MMD...mungkin ini menjadi salah satu kekhawatiran si master MMD. Misalnya apa sih niat si Master MMD setelah ketauan kedoknya, sekalipun si bhikkhu ngak akan terang2an kasi tau...tapi ini sih khayalan saja..tak perlu digubris... ^-^
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Nevada

#491
Quote from: Kainyn_KuthoSeperti saya bilang, karena punya hubungan yang "buruk", jadi pendekatan apa pun akan jadi sulit.

Ya, sepertinya hal itu akan berlangsung lama...


Quote from: Kainyn_KuthoSaya tidak ingat karena saya punya pandangan itu sejak lama. Sepertinya konklusi pribadi. Kalaupun ada di sutta, sepertinya saya tidak temukan yang menyiratkan langsung moha = keakuan.

Sedikit intermezzo...

[spoiler]
Quote from: Uraian singkat tentang Samyojana1. Pandangan sesat tentang adanya pribadi, jiwa atau aku yang kekal (sakkaya-ditthi).

2. Keragu-raguan yang skeptis pada Buddha, Dhamma, Sangha, dan tentang kehidupan yang lampau dan kehidupan yang akan datang, juga tentang hukum sebab akibat (vicikicchã).

3. Kemelekatan pada suatu kepercayaan bahwa hanya dengan melaksanakan aturan-aturan dan upacara keagamaan seseorang dapat mencapai kebebasan (silabbata-parãmãsa).

4. Nafsu indriya (kãma-rãga).

5. Dendam atau dengki (vyãpãda).

6. Kemelekatan atau kehausan untuk terlahir di alam bentuk (rüpa-rãga). Alam bentuk (rüpa-rãga) dicapai oleh seseorang apabila ia meninggal sewaktu dalam keadaan samadhi dan telah mencapai Jhãna I, Jhãna II, Jhãna III atau Jhãna IV.

7. Kemelekatan atau kehausan untuk terlahir di alam tanpa bentuk (arüpa-rãga). Alam tanpa bentuk (arüpa-rãga) dicapai oleh seseorang apabila ia meninggal sewaktu dalam keadaan samadhi dan telah mencapai Arüpa Jhãna I, Arüpa Jhãna II, Arüpa Jhãna III atau Arüpa Jhãna IV.

8. Perasaan untuk membandingkan diri sendiri dengan orang lain (mãna).

9. Kegelisahan (uddhacca). Suatu kondisi batin yang haus sekali karena yang bersangkutan belum mencapai tingkat kebebasan sempurna (arahat).

10. Kebodohan atau ketidak-tahuan (avijjã).
[/spoiler]

Seorang yang sudah mencapai tingkat Sotapanna sudah menghancurkan 3 belenggu pertama. Seorang yang sudah mencapai tingkat Anagami sudah menghancurkan 5 belenggu pertama.

Seorang Sotapanna sudah menghancurkan keakuan / konsepsi adanya si "aku". Di tingkat Anagami, lobha (ketertarikan) dan dosa (penolakan) sudah berhasil ditanggalkan. Pada tingkat Arahat, semua belenggu telah dihancurkan; termasuk "ketidaktahuan" (avijja).

Kalau dilihat dari uraian ini, keakuan sudah tidak lagi ditemukan pada seorang yang mampu merealisasi salah satu dari tingkat-tingkat kesucian. Di uraian ini, tidak disinggung mengenai moha. Yang ditekankan adalah avijja. Secara garis besar, mungkin dapat disimpulkan bahwa:
- tidak semua bentuk avijja merupakan moha
- semua bentuk moha merupakan avijja

Moha hanya berbicara dalam tataran kebodohan batin, di mana seseorang tidak bisa melihat pergerakan batin dengan jelas. Moha yang pekat mengakibatkan seseorang bisa terus bergumul dalam lobha dan dosa. Sedangkan avijja berbicara dalam koridor ketidaktahuan akan Kebenaran. Dalam hal ini adalah kebenaran tentang dukkha, asal-mula dukkha, akhir dukkha, dan jalan menuju terhentinya dukkha. Singkat kata, avijja merupakan ketidaktahuan akan kebenaran mutlak. Dalam konteks ini, ketidaktahuan akan keberadaan asava (arus kekotoran batin) juga termasuk di dalamnya.

Apa Anda setuju, atau ada pendapat lain?


Quote from: Kainyn_KuthoSaya pun tidak bilang nihilisme. Dan sebenarnya dulu saya pernah bahas nihilisme & "anatta" dengan Pak Hudoyo ketika saya ditanya umat lain mengenai "nibbana". Di situ, sama sekali Pak Hudoyo tidak menyetujui "anatta" = nihilisme. Saya rasa karena beda sudut pandang dan konteks bicara dari lawan bicara yang berbeda, maka statement-nya berbeda.

Entah, saya juga tidak mau berspekulasi terlalu jauh. Pak Hudoyo memang cukup kontroversial. Kadang kala Pak Hudoyo melontarkan pernyataan yang 'ekstrim', kadang pula dia melontarkan pernyataan yang kontradiktif. Atau mungkin Pak Hudoyo mengalami masa transformasi pola pandang; sehingga suatu waktu dia tidak menyatakan Ajaran Sang Buddha adalah nihilisme, tapi suatu waktu kemudian akhirnya dia menyatakan bahwa Ajaran Sang Buddha adalah nihilisme. Demikian pula konsep dari metode MMD. Di mana pada akhirnya Pak Hudoyo menggagaskan wujud final dari MMD.


Quote from: Kainyn_KuthoSesuatu yang bersifat fakta tanpa bias opini dari subjek.
Dalam musik, konsonan dan disonan adalah objektif; merdu dan tidak merdu adalah subjektif.

Baik. Kalau begitu, menurut Anda... Apakah ada hal objektif dari Ajaran Sang Buddha yang justru ditolak atau dipandang sebagai hal subjektif oleh Pak Hudoyo?

Jika ada, coba Bro Kainyn kemukakan...


Quote from: Kainyn_KuthoTepat sekali. Makanya saya selalu katakan sebelum kita merealisasi kesucian, semuanya hanyalah kebenaran relatif. Semua pandangan-pandangan dan ajaran dhamma boleh jadi adalah kebenaran, namun tetap relatif. Yang "hebat" dari kualitas seorang pengajar (Samma Sambuddha) adalah mengetahui kebenaran relatif mana yang cocok bagi orang sehingga membantu merealisasi kebenaran mutlak. Apa itu kebenaran mutlak? Saya belum tahu. Kendati pun saya tahu, saya tidak bisa mengatakannya.

OK. :)


Quote from: Kainyn_KuthoSecara mengejutkan, Pak Hudoyo mengatakan hal yang senada. Pak Hudoyo mengatakan debat sekarang ini bukan untuk MMD atau "lawan" MMD, tetapi bagi pihak ke tiga yang membaca agar mau berpikir. :)

Begitulah kecenderungan yang terjadi...

Nevada

[at] Bond

Oleh karena itu saya tidak berani berspekulasi terlalu jauh tentang cara apa yang mungkin ditempuh mereka, seandainya ada kesepakatan bersama untuk membuktikan bahwa asava dapat dilihat...

Anumodana atas uraiannya. _/\_

ryu

Quote
Secara mengejutkan, Pak Hudoyo mengatakan hal yang senada. Pak Hudoyo mengatakan debat sekarang ini bukan untuk MMD atau "lawan" MMD, tetapi bagi pihak ke tiga yang membaca agar mau berpikir. :)


mau berpikir atau diarahkan ke arah yang sesat tuh, seperti kasus kata2 suhu yang cuma bilang astaga doang langsung di kasih komentar dan di arahkan untuk pembaca lho =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Lily W

Quote from: bond on 15 August 2009, 06:45:25 PM
Quote
Pendapat saya pribadi, asava tidak semata-mata "dilihat" begitu saja dalam vipassana. Asava bisa dikenali oleh mereka yang telah mencapai kesucian, yang karenanya, memiliki "kesaktian" lokuttara melihat Asava (asavakkhayañana). Walaupun demikian, ia tetap tidak bisa membuat orang lain melihat asava, sehingga usaha pembuktian tersebut adalah hal sia-sia.

Ini seperti misalnya saya tidak punya mata-dewa, anda juga tidak. Saya percaya dan anda tidak. Lalu saya bawa anda ke orang yang punya mata-dewa. Tidak akan terjadi pembuktian apa pun.

Di sini, saya setuju dengan sikap Pak Hudoyo terhadap "pembuktian lihat-melihat asava", tetapi tidak setuju dengan cara merespon ajakannya.

 [at]  kainyn dan all
Apa yg saya tau, saya dengar dan apa yg telah saya lihat...

Seorang bhikkhu yg mahir ketika melihat muridnya tentang pencapaiannya ada 2 cara :(ini pernah saya tulis, hanya lupa di topik mana)

1. yang sering dan umum adalah melalui wawancara tentang pengalaman si murid
2. Sang Guru langsung melihat batin orang itu dengan abinnanya melihat citta dari orang itu. Apakah masih ada kilesa atau tidak.

Dan biasanya sekalipun dia sudah memiliki abinna tau, Sang Guru tetap melakukan wawancara dengan tujuan agar si murid mendapatkan penjelasan lebih rinci.


Dalam hal pembuktian asava  pun ada 2 cara bagi kita yg belum melihat:

1. Kita sendiri harus serta merta mau langsung terjun dengan melatihnya.

2.Seorang Guru yang mahir dalam abinna maka akan menunjukan asava dengan diam-diam sepanjang panna murid itu sudah matang. Pembuktian ini tergantung sang guru.

Permasalahannya sering kali kita tidak mau, malas, masa bodoh, merasa tak perlu, untuk dibuktikan kebenaran, tetapi MELULU mengatakan "ayo buktikan", ayo buktikan" tapi tidak ada realisasi nyata...Seperti komandan berperang dan berteriak "maju...." tapi komandannya sendiri diam ditempat....hingga pada akhirnya hanya pada keraguan, terjebak pada pandangan diri sendiri tanpa melihat apa yg terjadi diluar rumah.
oo...cara apapun maka menjadi tidak cocok....karena ketumpulan batin ooo....apa yg terjadi?

pembuktian bagi yg belum melihat, adalah harus kita sendiri melatih lalu baru tau apakah yg dikatakan sang guru benar...sehingga dasar pandangan benar sudah ada, nah kalau beruntung bisa ada guru yg memperlihatkan asava dengan cara2 yg unik melalui abinna, ini seringkali dilakukan Sang Buddha.Misalnya Sang Buddha memberikan penglihatan kepada seorang wanita(saya lupa namanya ) dari cantik, tua peyot dan mati) karena panna yg matang dia langsung melihat  asava melalui nimitta yg diberikan Sang Buddha dan munculah nyana dan terealisasilah kesucian.

Ada Satu buku menarik tentang kehidupan Mae-Chee Kaew, dia adalah anagarini di Thailand dan biasa dipanggil mae chee untuk anagarini. Beliau adalah murid dari ajahn Mun dan Luangta Mahaboowa. Ajahn Mun pernah memperlihatkan bagaimana proses tubuh yg lapuk dalam meditasinya Mae chee kaew ini....demikian Luangta Mahaboowa memperlihatkan hal yg sama...hingga Mae chee Kaew mencapai tingkat kearahatan...

Lalu dari cerita Sunlun Sayadaw 1 minggu setelah ia ditahbiskan , didatangi mara dengan percakapan2 yg menggoda...ini adalah tanda atau nimita/manifestasi dari asava. Dan mereka yg telah memiliki panna untuk pencapaian akan mengenalinya.

Bagaimana kita buat kesimpulan kita bisa lihat ada banyak kemiripan dan kesamaan pengalaman dari para meditator2 dalam melihat asava ini. Dan juga kebetulan sekali guru om Fabian sudah melihat asava itu, dan mengajarkan om Fabian meditasi, om Fabian telah membuktikan dan melihat apa yg diajarkan guru itu.Nah apakah harus ragu bahwa guru itu juga tidak melihat asava? padahal pengetahuan yg diberikan gurunya baru secuil tapi sudah terbukti dengan NYATA.


Demikian dalam arahat magga dan phala Luangta Mahaboowa juga ada diceritakan nimitta of asava.

Tentu ada pertanyaan apakah saya telah melihatnya? saya katakan belum. Tapi saya bertanya balik apakah cerita pengalaman dari para bhikkhu Ariya yang telah menjadi teladan bohong? jika kita mengatakan belum tentu benar, karena belum melihat, maka saya akan tanya lalu bagaimana Anda akan membuktikannya, apakah debat....? no..no..no.....ini tidak bisa dibuktikan dengan debat tapi dengan praktek...
Lalu mengapa kita berdebat...? karena ingin ada konklusi dan konklusi itu telah hampir SELESAI ketika Hudoyo melakukan TANTANGAN kepada perkedel...Nyatanya ...kita bisa lihat hasilnya.


saya yakin bhikkhu yg akan ditunjukkan perkedel kelihatannya bisa membaca batin master MMD...mungkin ini menjadi salah satu kekhawatiran si master MMD. Misalnya apa sih niat si Master MMD setelah ketauan kedoknya, sekalipun si bhikkhu ngak akan terang2an kasi tau...tapi ini sih khayalan saja..tak perlu digubris... ^-^

Hebat... :jempol:

Anumodana atas penjelasannya..._/\_

Yang saya bold warna biru itu adalah tentang kisah Ratu Khemah kan? Kisah itu mengingatkan saya ketika belum mengenal buddhism...kisah itu yang menarik perhatian saya terhadap ajaran Sang Buddha.....:jempol: (sori...kalo OOT ;D )

_/\_ :lotus:
~ Kakek Guru : "Pikiran adalah Raja Kehidupan"... bahagia dan derita berasal dari Pikiran.
~ Mak Kebo (film BABE) : The Only way you'll find happiness is to accept that the way things are. Is the way things are