comotan dari blog tetangga

Started by bond, 27 July 2009, 11:11:16 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

bond

#120
Quote from: williamhalim on 30 July 2009, 11:06:53 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 30 July 2009, 10:26:37 AM

Kalau Pak Hudoyo, pandangannya, pribadinya, dan pencapaiannya, saya tidak tahu, dan tidak mau tahu. Dalam beberapa hal, saya bisa maklum kalau pandangan Pak Hudoyo mendapat respon negatif dari umat Buddha.

Tetapi mengenai metode MMD-nya, saya tidak mungkin mengatakan "bukan ajaran Buddha" karena memang menurut saya, itu bagian dari ajaran Buddha. Yang menjadi masalah mungkin hanyalah "istilah" dan cara penjelasan Pak Hudoyo yang mungkin berbeda.
Minggu kemarin, pada perayaan Asadha, Bhante Pannavaro bercerita tentang meditasi, dan apa yang disampaikan bhante sangat mirip (kalau bukan persis) yang diajarkan di MMD, yaitu tentang "tidak usah berusaha", "hanya mengamati".


Saya setuju sekali dan sependapat dengan Bro Kai.

Tidak ada yg salah dengan MMD yg diajarkan Pak Hudoyo. Mo vipassana atau samatha, terserah disebut.. Pengamatan secara pasif (ada yg menyebut 'tanpa uasaha' ada juga yg berpendapat ini adalah 'usaha jua'; tidak masalah, hanya sekedar 'label') bisa juga disebut 'penyerahan diri total' (yg didengung2kan dicapai oleh BR, suster ka****k), juga dalam meditasi Reiki -hampir mirip-... dan kesemua teknik ini akan bisa mengantar kita pada kondisi 'tertentu'...

Masalahnya adalah 'pemikiran2' Pak Hud yg dilontarkan:
~ JMB-8 diragukan dari mulut SB (yg bisa diartikan: menurut Pak Hud JMB-8 sesungguhnya tidak bisa mengantar ke pencerahan)
~ Meragukan bait2 Tipitaka, kecuali Malunkya cs...
~ Bersikap dualisme: di depan umat Buddhist melontarkan bahwa MMD adalah metode SB, tapi di umat lain tidak disinggung2 dari SB... harusnya bersikap konsisten. Dengan bersikap begini jadi terbaca bahwa MMD jadi sekedar barang komersial yg pondasinya lemah, bisa diubah2 sesuai pasar dengan tujuan marketing semata. Bukan vipassana murni yg pondasinya kokoh dan konsisten.

Juga ditambah sikap Pak Hudoyo sendiri yg masih tidak stabil... yg akan melahirkan pemikiran bahwa:
~ sikap belum stabil, gampang emosi, berarti belum mengikis kekotoran batin sd titik tertentu, kok berani2nya meragukan JMB-8?
~ sikap yg belum stabil ini, artinya belum mencapai 'tahapan tertentu', artinya belum bisa membuktikan MMD sebagai 'Vipassana alternatif yg telah ter-uji coba'...
~ beberap statement dan sikap pak hud yg menunjukkan bahwa: Pak Hud hanya bermeditasi ketika duduk, mencapai keheningan batin ketika duduk... sikap yg ditunjukkan dan statement ini bertolak belakang dengan inti Vipassana sendiri, yakni: lebih mementingkan kesadaran dalam keseharian, meditasi duduk hanyalah sarana latihan. Hasil sesungguhnya terlihat dalam keseharian.

----

Karena MMD sendiri, dengan tekniknya bisa mengantarkan kita pada kondisi mental tertentu, maka MMD sendiri sebenarnya cukup bermanfaat. Hanya disayangkan sikap Pak Hud dan statement2 nya yg masih belum matang. Disatu sisi, bagi yg mengerti, tidak apa2, akan mengambil manfaat MMD saja dan tidak akan pusing dengan tingkah laku Pak Hud, namun disisi lain, bagi murid yg pengertiannya masih dangkal, akan menelan bulat2 pernyataan2 Pak Hud dan mencontoh sikap2 Beliau. Contohnya rekan kita R*** dulu (maaf R***, saya katakan 'dulu' krn sekarang mungkin telah berbeda).

Inilah yg menurut sy mungkin dimaksud oleh Bhante Panna:
Karena -menurut saya- tidak mungkin oleh Bhante Panna mengatakan blak2an seperti yg saya maksud diatas, maka tersirat oleh saya:

~ MMD bisa bermanfaat, namun pelajari dan latih MMD-nya saja, lupakan sosok pengajarnya, jangan contoh bulat2 dan jangan ambil aksi.

Kalau ketemu Buddha, bunuh Buddha....

::

Setuju. Tetapi patut diingat pepatah mengatakan "setali tiga uang".
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

bond

Quote from: william_phang on 30 July 2009, 11:04:22 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 30 July 2009, 10:45:20 AM
Quote from: Hendra Susanto on 30 July 2009, 09:52:59 AM
aku titip pertanyaan sama pak hud, klo mmd umat buddha gak boleh namaskara, dll... tp klo umat lain kok boleh sholat, bedoa, dll... maksudnya apa ya???

Numpang tanya, memangnya dalam MMD, umat lain boleh melakukan ritualnya?



Kalo baca dari jawaban-jawaban pak Hud sih iya.... seingat saya didalam thread MMD juga ada tulisan mengenai hal ini...
misalkan untuk muslim diperbolehkan shalat karena diharuskan didalam ajarannya, yg dijelaskan oleh pak hud... karena kalo tidak shalat hukumnya api neraka...dg berjalannya wkt dg kesadaran yng makin baik pelan akan ditinggal juga....menurut penjelasan pak hud....


Sama halnya, jika ada umat buddha yg masih merasakan perlu untuk bernamaskara didepan rupang Buddha atau membaca tisarana dalam hati sebagai rasa hormat .. sebelum melakukan meditasi , mengapa juga dilarang? toh nanti kalo pengertiannya sudah  baik , akan ditinggalkan juga.  There is something behind the screen....uda ah.. jadi berandai2  ^-^
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

K.K.

Quote from: williamhalim on 30 July 2009, 11:06:53 AM
Tidak ada yg salah dengan MMD yg diajarkan Pak Hudoyo. Mo vipassana atau samatha, terserah disebut.. Pengamatan secara pasif (ada yg menyebut 'tanpa uasaha' ada juga yg berpendapat ini adalah 'usaha jua'; tidak masalah, hanya sekedar 'label') bisa juga disebut 'penyerahan diri total' (yg didengung2kan dicapai oleh BR, suster ka****k), juga dalam meditasi Reiki -hampir mirip-... dan kesemua teknik ini akan bisa mengantar kita pada kondisi 'tertentu'...
Ya, ini kadang hanya masalah istilah teknis yang digunakan, seperti "berhentinya pikiran" ini sangat ambigu, dan tiap orang punya persepsi berbeda ketika mendengar hal ini. Perlu diskusi "dingin" yang lama untuk menangkap maksudnya.


QuoteMasalahnya adalah 'pemikiran2' Pak Hud yg dilontarkan:
~ JMB-8 diragukan dari mulut SB (yg bisa diartikan: menurut Pak Hud JMB-8 sesungguhnya tidak bisa mengantar ke pencerahan)
~ Meragukan bait2 Tipitaka, kecuali Malunkya cs...
~ Bersikap dualisme: di depan umat Buddhist melontarkan bahwa MMD adalah metode SB, tapi di umat lain tidak disinggung2 dari SB... harusnya bersikap konsisten. Dengan bersikap begini jadi terbaca bahwa MMD jadi sekedar barang komersial yg pondasinya lemah, bisa diubah2 sesuai pasar dengan tujuan marketing semata. Bukan vipassana murni yg pondasinya kokoh dan konsisten.
Untuk JMB & Tipitaka, no comment.
Mengenai dualisme, kadang tidak bisa dilihat sepihak juga. Saya pun kadang memilih apa yang harus dibicarakan, tergantung dari lawan bicara. Terus terang, persepsi orang awam tentang agama Buddha juga lumayan buruk. Pertama karena tradisi yang tercampur dan disalah-kaprah sebagai ajaran Buddha (patung, ramal-meramal, dll). Belum lagi ajaran-ajaran lain yang "numpang" memakai atribut Buddhis.
Ke dua adalah memang tidak susah menemukan umat Buddha yang suka menjelekkan agama lain (mungkin di forum Buddhis hanya menyebutkan agama lain menyerang Buddhis).

Berbicara dengan seorang awam yang spiritual dan filosofis, label agama apa pun, termasuk Buddha, merupakan hal yang tidak nyaman. Saya biasa membicarakan ajaran Buddha tanpa menyertakan label Buddhisme. Baru ketika mereka tertarik dan bertanya, saya dengan enteng menjawab, "itu ajaran Buddha," dan biasanya mereka setengah percaya setengah tidak (karena dalam pikiran mereka, Buddha = sosok gendut ceria yang dipuja-puja buat dapet hoki). Kalau saya ngomong Buddha di awal, maka tidak ada perbincangan. Mungkin Pak Hudoyo mengalami hal yang sama. Jika mengenalkan "agama" Buddha, umat lain tidak berniat vipassana.



QuoteJuga ditambah sikap Pak Hudoyo sendiri yg masih tidak stabil... yg akan melahirkan pemikiran bahwa:
~ sikap belum stabil, gampang emosi, berarti belum mengikis kekotoran batin sd titik tertentu, kok berani2nya meragukan JMB-8?
~ sikap yg belum stabil ini, artinya belum mencapai 'tahapan tertentu', artinya belum bisa membuktikan MMD sebagai 'Vipassana alternatif yg telah ter-uji coba'...
~ beberap statement dan sikap pak hud yg menunjukkan bahwa: Pak Hud hanya bermeditasi ketika duduk, mencapai keheningan batin ketika duduk... sikap yg ditunjukkan dan statement ini bertolak belakang dengan inti Vipassana sendiri, yakni: lebih mementingkan kesadaran dalam keseharian, meditasi duduk hanyalah sarana latihan. Hasil sesungguhnya terlihat dalam keseharian.
Bagi saya, tetap saja Pak Hudoyo seorang yang masih sangat terbatas dan jauh dari kesempurnaan. Namun bukan berarti tidak bisa memberikan manfaat dan kemajuan bagi orang lain. Misalnya saja waktu itu ada member yang baru masuk dan bicaranya suka ke mana-mana. Setelah beberapa lama, saya bahkan sudah tidak mau lagi meladeninya, apalagi membimbingnya bagai adik saya. Tetapi Pak Hudoyo menerimanya dan menganggap sebagai anak sendiri. Kalian pasti tahu siapa itu. Bagi beberapa orang, mungkin itu adalah guyonan, bagi saya, itu adalah salah satu teladan.


williamhalim

Quote from: bond on 30 July 2009, 09:32:05 AM

Saddha sangat diperlukan. Dan Saddha dengan kebijaksanaan dan faktor lainnya(panca bala) semuanya penting. Kebijaksanaan muncul bukan saat menjadi sotapana terlebih dahulu, justru Saddha dan panna harus ada sebelum mencapai sotapanna, mengapa demikian ? karena Saddha dan panna adalah salah satu bahan bakar untuk mencapai sotapanna dst.

Semoga ketegasan karena Saddha tidak diartikan sebagai fanatisme radikal. Yang dimaksud fanatisme radikal adalah menganggap tidak ada kebenaran selain milik-ku dan yang lain adalah kafir, kalau tidak sependapat lalu diganyang, dicela sampai pada tindak kekerasan. Dan orang yg fanatik tidak pernah melihat embun-embun kebenaran di tempat lain.

Dan perlu dipahami juga bahwa pengertian, melihat danmenjalankan Dhamma tidak dimulai dari sotapana tetapi dimulai saat masih putthujana contoh ketika seorang putthujana sudah melihat manfaat menjalankan sila dan menjalankannya, maka saat itu pula ia sudah melihat Dhamma dan seiring dengan pelaksanaan sila , dan kemudian berkembang pada latihan samadhi dengan sendirinya banyak Dhamma2 yg ia lihat termasuk mulai dimengertinya Dukkha,anicca dan anatta walaupun baru sebatas pemahaman dalam pemikiran(asal benar), itu juga cikal bakal untuk melihat dan mengalami  langsung dan ini terjadi saat tercapainya magga dan phala. Jadi seorang putthujana yang melatih dan menjalankan Dhamma dengan benar, bukan berarti "he/she is nothing" dan baru " become a thing" saat menjadi sotapana dst. Buddha is Dhamma, Dhamma is Buddha, To see Buddha is to see Dhamma.How to see Buddha and Dhamma? Through your heart not your head. _/\_


Point2 pemikiran Bro Bond ini mungkin lebih dapat menjelaskan pemahaman saya sebelumnya, bahwa perjalanan dari putthujjana menjadi sotapanna (sd arahant) selalu diiringi dengan peningkatan panna, saddha, konsentrasi, sila, dll....

Jadi Saddha tidak harus hadir hanya ketika mencapai level kesucian tertentu, malah Saddha sudah harus hadir untuk bisa mencapai level tsb...

_/\_

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

K.K.

Quote from: williamhalim on 30 July 2009, 11:23:21 AM
Saya mulai bisa melihat dasar perbedaan pandangan kita soal Saddha ini.

~ Bro Kai berpendapat Saddha adalah terhadap keseluruhan  Ajaran Buddha.
~ Sementara saya berpendapat, Saddha tidak harus terhadap keseluruhan Ajaran, namun bertahap sesuai dengan yg telah dibuktikan (dialami sendiri) dan sesuai dengan tingkat kebijaksanaan yg dicapai.

Misalnya, saya sendiri ketika pertama2 kali mengenal ajaran Buddha, saya mengalami "Hidup adalah dukkha, dikarenakan keinginan2 kita yg melekat"... ini adalah Saddha saya yg saya peroleh dulu.. secuil Panna saya, kemudian dilanjutkan dengan tahapan2 selanjutnya...

Jelas pada saat itu saya yg seorang Putthujjana mempunyai satu titik Saddha, yg selanjutnya Saddha tsb menopang saya untuk mengamati dan merenungkan hal2 lainnya menuju Saddha2 berikutnya... kumpulan Saddha2 yg saling menunjang dgn Panna, Konsentrasi, Sila dll suatu saat akan mengantar Putthujanna menjadi Sotapanna.. dstnya...

Itu alasan kenapa sy menyatakan seorang Putthujjana bisa mempunyai Saddha.

Mengenai Ajaran Hukum Kamma, apakah bisa menjadi Saddha atau tidak, tergantung tingkat kebijaksanaan yg telah diraih, mungkin ada yg sudah, mungkin ada yg belum...

Semuanya adalah proses yg berkelanjutan sedikit demi sedikit...

Saddha sejati yang saya maksud memang adalah tentang realisasi kebenaran mutlak.
Saddha semu adalah mengenai kebenaran relatif.  

Beberapa waktu lalu, saya pernah menyinggung bahwa kita semua tahu teori anatta, tahu hidup ini dukkha, kemelekatan adalah dukkha. Kok masih menikmati kesenangan indriah? Masih mencari pasangan hidup, uang banyak, dll? Mengapa kita tahu kemelekatan menimbulkan penderitaan, tetapi malah mengejar kemelekatan tersebut? Di mana Saddha seseorang yang meyakini kemelekatan = dukkha, sementara masih menimbulkan kemelekatan-kemelekatan baru?

Demikianlah saya katakan saddha seorang putthujjana adalah semu, dan apa yang semu berubah sejalan dengan waktu. Apa yang berubah sejalan dengan waktu adalah goyah, bukan tidak tergoyahkan. Ketika seseorang melihat yang tergoyahkan sebagai tidak tergoyahkan, itulah kebodohan bathin. Itulah dukkha.


ryu

Quote from: Kainyn_Kutho on 30 July 2009, 11:48:43 AM
Bagi saya, tetap saja Pak Hudoyo seorang yang masih sangat terbatas dan jauh dari kesempurnaan. Namun bukan berarti tidak bisa memberikan manfaat dan kemajuan bagi orang lain. Misalnya saja waktu itu ada member yang baru masuk dan bicaranya suka ke mana-mana. Setelah beberapa lama, saya bahkan sudah tidak mau lagi meladeninya, apalagi membimbingnya bagai adik saya. Tetapi Pak Hudoyo menerimanya dan menganggap sebagai anak sendiri. Kalian pasti tahu siapa itu. Bagi beberapa orang, mungkin itu adalah guyonan, bagi saya, itu adalah salah satu teladan.


tapi bisa saja ada batu di balik udang lho, mencari potensi pendukung =)) trus bisa di jadikan kesaksiannya buat di sebar di milis2 lain untuk dagangannya ;D

Bahkan hal2 seperti hasil dari orang2 yangmenjelek2 an MMD pun juga hasil debat2nya selalu di CATAT lho =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

marcedes

#126
well, itulah masalah nya,
Pak Hudoyo sendiri belum merasakan Akhir-Dukkha, tetapi sudah mengajarkan metode ke arah sana......
bagaimana mungkin perenang pemula menghasilkan/melatih seorang calon juara?
paling menghasilkan calon pemula baru...

kalau tidak salah menurut Sutta, adalah salah satu guru yang layak dicela....
---
mengenai metode MMD, terkait dapat tidaknya mencapai pencerahan saya tidak tahu....
akan tetapi mungkin lebih baik PH menunggu hingga telah tercerahkan/arahanta atau paling tidak sotapanna, barulah mengajar......dan mempublikasikan metode-nya.
ada seperti istilah quality guaranteed....^^

ambilah contoh sikap SangBuddha, sebelum beliau tercerahkan beliau belum mengemukakan apa yang beliau termukan pada dunia ini.....
kalau belum tercerahkan, tapi mengajar metode dengan ngambil copas kiri copas kanan, ini sama saja
"membantu menyesatkan jalan seseorang"
karena mengambil keputusan disaat keraguan seperti kata AjahnChah....adalah S A L A H.

salam metta.
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Indra

#127
[
Quote from: markosprawira on 30 July 2009, 09:16:55 AM
Quote from: Indra on 29 July 2009, 05:29:16 PM
Quote from: markosprawira on 29 July 2009, 04:03:52 PM
Quote from: Indra on 29 July 2009, 02:22:30 PM
Saddha adalah salah satu komponen dalam Pancabala yang harus dikembangkan, jadi menurut yg saya pahami Saddha dalam dosis tertentu memang diperlukan dalam usaha untuk mencapai pencerahan. namun tentunya bukan yg berlebihan, segalanya yg overdosis tentu tidak baik.


jika kita lihat di : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=422.30

Quotea. Sobhanasadharana cetasika 19 : Jenis faktor batin indah yg terdapat di semua
   jenis kusala citta, terdiri dari :
28. Saddha = faktor batin keyakinan berdasarkan pengetahuan

jelas terlihat bhw Saddha secara batin adalah faktor batin yg indah, yg tidak mungkin menjadi sesuatu yg tidak baik/akusala

Yang menjadikan tidak baik/akusala adalah saat pikiran beralih ke akusala juga yaitu lobha misal :
- mana/Kesombongan
- ditthi/pandangan salah

Singkatnya saddha itu cetasika sobhana, yg bukan/jauh dari pengertian fanatisme

semoga bermanfaat agar kita tidak lagi terpengaruh konsep masyarakat umum yg menyamakan saddha dengan sekedar "keyakinan" saja yg bisa beralih menjadi fanatisme

tidak baik yg saya maksudkan di sini adalah bisa menghambat karena tidak seimbang dengan faktor2 lainnya, misalnya saddha berlebihan tapi viriya over lemah, dan sebagainya. dan saya mengatakan dalam konteks panca bala.

dear om,

pancabala kalau dilihat dari : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4565.0

15. "Pañcimāni, bhikkhave, balāni.
Katamāni pañca?
Saddhābalaŋ, vīriyabalaŋ, satibalaŋ, samādhibalaŋ, paññābalaŋ.

Inilah o para Bhikkhu, lima kekauatan.
Apakah lima kekuatan itu?
Kekuatan keyakinan (Saddhābalaŋ), Kekuatan semangat (vīriyabalaŋ), Kekuatan penyadaran (satibalaŋ), Kekuatan samādhi/konsentrasi (samādhibalaŋ), Kekuatan Kebijaksanaan (paññābalaŋ).

sesungguhnya seperti JMB-8, juga merupakan latihan batin yaitu :

a) Annasamana cetasika 13 ( 13 cetasika umum ) :
1. Ekaggata = konsentrasi terhadap satu objek, merupakan faktor batin yg mengkonsentrasikan batin terhadap satu objek. Faktor batin ini membuat kokoh batin di dlm mengalami objek.

b) Pakinnaka cetasika 6 : enam cetasika yg muncul di sebagian besar citta
2. Viriya = semangat (daya tahan batin/endurance), faktor batin yg membangkitkan semangat dan memiliki cirri khas mendukung, mengukuhkan, mempertahankan faktor-faktor batin. Di dalam kitab komentar, yaitu Atthasalini, viriya seyogyannya dipandang sebagai akar dari semua pencapaian.

c. Sobhanasadharana cetasika 19 : Jenis faktor batin indah yg terdapat di semua
   jenis kusala citta, terdiri dari :
3. Saddha = faktor batin keyakinan berdasarkan pengetahuan
4. Sati = perhatian terhadap objek sesuai kondisi yg sesungguhnya

5. Pannindriya cetasika = faktor batin bijaksana di dlm memandang hakekat sesungguhnya segala sesuatu.

Jadi sesungguhnya saat melatih saddha, sebenarnya saat bersamaan dia melatih sati. Juga melatih ekaggata/konsentrasi

Memang dimungkinkan utk agak lemah di Viriya mengingat viriya hanyalah Pakinnaka cetasika yg tidak selalu muncul
Dan juga mungkin jika tidak dilakukan dengan panna

Namun tentunya akan  sangat powerful sekali jika bisa dilakukan sekaligus karena saat itu, sesungguhnya batin dalam kondisi yg sobhana
Sangat mirip dengan kondisi yg muncul jika kita bisa menjalankan keseluruhan JMB-8 yaitu batin yg sobhana

senang bisa diskusi dgn om

metta
Sekedar penyegaran, berikut kutipan dari RAPB entah halaman berapa:

sehubungan dengan pancabala:

"Keyakinan yang berlebihan akan mengarah pada antusiasme yang berlebihan,
Kebijaksanaan yang berlebihan akan mengarah pada kepura-puraan,
Usaha yang berlebihan akan mengarah pada kegelisahan
Konsentarsi yang berlebihan akan mengarah pada kebosanan (keletihan batin)
Namun tidak ada yang namanya Perhatian yang berlebihan."

intinya adalah keseimbangan.

Pada bagian lainnya,
"Jika keyakinan terlalu kuat, maka empat faktor lainnya akan menjadi lemah. akibatnya faktor usaha tidak dapat melakukan fungsinya memberikan dukungan untuk berusaha. Faktor Perhatian tidak dapat memenuhi tugasnya mempertahankan obyek yang diperhatikan, faktor konsentrasi tidak dapat mencegah kacaunya pikiran. dan faktor kebijaksanaan tidak dapat melihat."

Selengkapnya baca RAPB

bond

#128
Quote from: Kainyn_Kutho on 30 July 2009, 12:05:47 PM
Quote from: williamhalim on 30 July 2009, 11:23:21 AM
Saya mulai bisa melihat dasar perbedaan pandangan kita soal Saddha ini.

~ Bro Kai berpendapat Saddha adalah terhadap keseluruhan  Ajaran Buddha.
~ Sementara saya berpendapat, Saddha tidak harus terhadap keseluruhan Ajaran, namun bertahap sesuai dengan yg telah dibuktikan (dialami sendiri) dan sesuai dengan tingkat kebijaksanaan yg dicapai.

Misalnya, saya sendiri ketika pertama2 kali mengenal ajaran Buddha, saya mengalami "Hidup adalah dukkha, dikarenakan keinginan2 kita yg melekat"... ini adalah Saddha saya yg saya peroleh dulu.. secuil Panna saya, kemudian dilanjutkan dengan tahapan2 selanjutnya...

Jelas pada saat itu saya yg seorang Putthujjana mempunyai satu titik Saddha, yg selanjutnya Saddha tsb menopang saya untuk mengamati dan merenungkan hal2 lainnya menuju Saddha2 berikutnya... kumpulan Saddha2 yg saling menunjang dgn Panna, Konsentrasi, Sila dll suatu saat akan mengantar Putthujanna menjadi Sotapanna.. dstnya...

Itu alasan kenapa sy menyatakan seorang Putthujjana bisa mempunyai Saddha.

Mengenai Ajaran Hukum Kamma, apakah bisa menjadi Saddha atau tidak, tergantung tingkat kebijaksanaan yg telah diraih, mungkin ada yg sudah, mungkin ada yg belum...

Semuanya adalah proses yg berkelanjutan sedikit demi sedikit...

Saddha sejati yang saya maksud memang adalah tentang realisasi kebenaran mutlak.
Saddha semu adalah mengenai kebenaran relatif.  

Beberapa waktu lalu, saya pernah menyinggung bahwa kita semua tahu teori anatta, tahu hidup ini dukkha, kemelekatan adalah dukkha. Kok masih menikmati kesenangan indriah? Masih mencari pasangan hidup, uang banyak, dll? Mengapa kita tahu kemelekatan menimbulkan penderitaan, tetapi malah mengejar kemelekatan tersebut? Di mana Saddha seseorang yang meyakini kemelekatan = dukkha, sementara masih menimbulkan kemelekatan-kemelekatan baru?

Demikianlah saya katakan saddha seorang putthujjana adalah semu, dan apa yang semu berubah sejalan dengan waktu. Apa yang berubah sejalan dengan waktu adalah goyah, bukan tidak tergoyahkan. Ketika seseorang melihat yang tergoyahkan sebagai tidak tergoyahkan, itulah kebodohan bathin. Itulah dukkha.



Dear Kainyn

Dalam kehidupan perumah tangga, menikah dan punya uang banyak adalah bukan hal yang tabu. Sekalipun disana-sini bolong tetapi mengenai saddha tidak terkait hal menikah dan punya banyak uang sepanjang mereka melakukan pancasila dan berlindung pada Tiratana. Jadi sekalipun seseorang menikah dan punya banyak uang dan menjalankan pancasila dengan baik dan belum sotapana, saddha yang dimiliki adalah saddha yg bukan semu yaitu  saddha yg benar, yg tinggal dikembangkan adalah faktor lainnya yg masih kurang untuk mencapai sotapana dst.. Masalah perumah tangga itu mencari kemelekatan baru, itu adalah proses pematangan batin atau belum munculnya buah vipaka baik yang mendukung untuk menjadi sotapana dst.

Saya ambil contoh anathapindika yang kaya, punya anak tetapi menjalankan sila hingga waktunya mencapai sotapana. Sebelum itu dia memiliki saddha yang teguh terhadap Sang Buddha. Oleh karena itu Saddha pada puthujana harus dilihat juga sejauh mana pelaksanaan Dhammanya. Bukan berarti karena munculnya kemelekatan baru lalu berarti saddhanya semu. Masalah ini harus dilihat case by case.

Contoh : Misal ada kasus Si Bewok bukan beragama Buddha. Lalu dia berpacaran dengan si Angel yg beragama Buddha. Saat itu SiBewok lagi dalam kesulitan finansial dsb, dan si Angel bukan cewek matre, dia mensupport si Bewok. Dan si Bewok ini juga berusaha mencari pekerjaan yang layak. Dan berjalannya waktu si Bewok memiliki saddha kepada Sang Buddha dan memiliki keinginan untuk menjadi bhikkhu. Tetapi si Angel belum rela, akhirnya si Bewok merasa ada suatu tanggung jawab moral karena saat lagi susah si Angel penuh perhatian memberikan dukungan lahir dan batin, selain itu si Brewok juga cinta  kepada Angel(sekalipun dia ingin menanggalkan cinta itu demi dhamma) dan dia menunda untuk menjadi Bhikkhu. Dan memenuhi keinginan Angel untuk menikah sampai saat tertentu si Angel siap melepas si Brewok untuk menjadi bhikkhu sesuai komitmen mereka berdua.

Nah dari kasus ini Si brewok dan Angel telah memunculkan kemelekatan baru tapi mereka tetap melaksanakan pancasila dengan baik. Hanya karena vipaka dan kondisinya belum pas sehingga muncul kemelekatan baru tapi bukan berarti saddha mereka semu/relatif. Jadi Saddha yg mutlak dilihat dari benih pandangan benar, pengertian benar dan pelaksanaan Dhamma yg benar, atau dengan kata lain dimulai dari langkah pertama dalam melaksanakan Dhamma. Saddha yang benar/mutlak beserta faktor lainnya akan membimbing orang pada tercapainya magga dan phala.

Smoga bermanfaat _/\_
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

williamhalim

#129
Quote from: Kainyn_Kutho on 30 July 2009, 12:05:47 PM

Saddha sejati yang saya maksud memang adalah tentang realisasi kebenaran mutlak.
Saddha semu adalah mengenai kebenaran relatif.  

Realisasi Kebenaran Mutlak <--- Ini Arahat kan?
Sotapanna belum merealisasi 'kebenaran mutlak'

Quote
Beberapa waktu lalu, saya pernah menyinggung bahwa kita semua tahu teori anatta, tahu hidup ini dukkha, kemelekatan adalah dukkha. Kok masih menikmati kesenangan indriah? Masih mencari pasangan hidup, uang banyak, dll? Mengapa kita tahu kemelekatan menimbulkan penderitaan, tetapi malah mengejar kemelekatan tersebut? Di mana Saddha seseorang yang meyakini kemelekatan = dukkha, sementara masih menimbulkan kemelekatan-kemelekatan baru?

Tidak hanya Putthujjana, Sotapanna pun masih menimbulkan kemelekatan2 baru. Hanya Arahat yg tidak.
Apakah berarti hanya ketika mencapai Arahat kita baru bisa mempunyai Saddha?

Quote
Demikianlah saya katakan saddha seorang putthujjana adalah semu, dan apa yang semu berubah sejalan dengan waktu. Apa yang berubah sejalan dengan waktu adalah goyah, bukan tidak tergoyahkan. Ketika seseorang melihat yang tergoyahkan sebagai tidak tergoyahkan, itulah kebodohan bathin. Itulah dukkha.

Dengan pendefenisian diatas, sy menyimpulkan bahwa Bro Kai menyamakan Saddha dengan Realisasi Kebenaran Mutlak (Pencerahan Sejati).... CMIIW
Padahal berbeda. Sy pikir ada sedikit kesalahpahaman disini ???

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

ratnakumara

Namo Buddhaya,

Dear All,

Eh, maaf, OOT nih.. Mau nanya, sebenarnya arti "CMIIW" itu tuh apa yah ?

Saya dari dulu sering baca "CMIIW" terutama di DC sini, tapi gak ngerti artinya, he he...

Mohon "pencerahan"-nya yah ;)

Mettacittena,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.

bond

CMIIW=Correct me if I'm wrong
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

williamhalim

BTW... kita rasanya telah OOT dengan judul Thread yah...

Yang tujuannya membahas MMD dan Buddhisme malah lari ke Sotapanna dan Saddha...

gimana Mod, apa perlu pindah meja?

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

ratnakumara

Anumodana  [at] Bro Bond atas "pencerahan" anda yah ;)

[at] williamhalim, berarti yuk kembali bahas MMD dan Buddhisme... ;)

williamhalim

Quote from: ratnakumara on 30 July 2009, 01:29:19 PM
Anumodana  [at] Bro Bond atas "pencerahan" anda yah ;)

[at] williamhalim, berarti yuk kembali bahas MMD dan Buddhisme... ;)

Ok...

Mr. Bond silahkan... ;D

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)