Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.

Started by bond, 08 June 2009, 01:34:35 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

rooney

Quote from: No Pain No Gain on 21 June 2011, 01:08:26 PM
ada yang bikin saya sangsi di sini. menurut saya menghapal dari tulisan lebih mudah daripada menghapal secara lisan..kalo tulisan kan bisa dibaca berkali2 untuk memastikan..kalo lisan bagaimana ya?

Kalo saya tidak ragu ada yang mampu menghafal secara lisan. Saya sedikit sangsi pada ketepatannya. Bisa saja ada yang salah pada saat mengingat kembali khotbah dan menurunkannya secara oral. Tapi, hal ini seharusnya bisa diatasi dengan pemeriksaan dan pencocokan khotbah pada konsili sangha maupun pertemuan-pertemuan lainnya.

Indra

Quote from: rooney on 21 June 2011, 01:14:22 PM
Kalo saya tidak ragu ada yang mampu menghafal secara lisan. Saya sedikit sangsi pada ketepatannya. Bisa saja ada yang salah pada saat mengingat kembali khotbah dan menurunkannya secara oral. Tapi, hal ini seharusnya bisa diatasi dengan pemeriksaan dan pencocokan khotbah pada konsili sangha maupun pertemuan-pertemuan lainnya.

menurut saya menghapal secara oral malah lebih akurat, pernahkah anda mendengar suatu paduan suara? di antara 100 orang jika ada 1 orang yg bernyanyi sengan suara sumbang atau dengan lyric yg salah pasti langsung terdeteksi. demikian pula dengan menghapalkan sutta secara oral, para bhikkhu biasanya mengulangi sutta secara bersama2, sehingga jika ada seseorang yg salah pasti langsung terdeteksi

No Pain No Gain

Quote from: rooney on 21 June 2011, 01:14:22 PM
Kalo saya tidak ragu ada yang mampu menghafal secara lisan. Saya sedikit sangsi pada ketepatannya. Bisa saja ada yang salah pada saat mengingat kembali khotbah dan menurunkannya secara oral. Tapi, hal ini seharusnya bisa diatasi dengan pemeriksaan dan pencocokan khotbah pada konsili sangha maupun pertemuan-pertemuan lainnya.
bagaimana kalo sumbernya yang slaah menghapal?
bayangkan seberapa banyak yang harus diingat oleh bhante Ananda secra lisan..(apalgi sekali denger ya..cmiiw)..menurut saya agak mustahil
No matter how dirty my past is,my future is still spotless

rooney

Quote from: No Pain No Gain on 21 June 2011, 01:20:14 PM
bagaimana kalo sumbernya yang slaah menghapal?
bayangkan seberapa banyak yang harus diingat oleh bhante Ananda secra lisan..(apalgi sekali denger ya..cmiiw)..menurut saya agak mustahil

Waktu konsili kan banyak bhikku yang hadir, tentu saja uraian khotbah diperiksa kembali oleh bhikku-bhikku yang mengikuti konsili tersebut. Kalau dari konsili pertama pasti sangat akurat. Yang saya rasa rentan adalah pada saat konsili kedua dan ketiga. Sangha sudah terpecah-pecah, tentu saja rentan terjadi penyelewengan. Apalagi jumlah bhikku sangat banyak dan ditambah lagi sutra mahayana yang juga banyak, bahkan dalam sutta pali saja ada yang gaya bahasanya seperti sutra mahayana. Saya tidak tau, apakah memang seperti itu aslinya atau ada yang lupa tersaring oleh para thera... :-?

wang ai lie

Quote from: rooney on 21 June 2011, 01:41:21 PM
Waktu konsili kan banyak bhikku yang hadir, tentu saja uraian khotbah diperiksa kembali oleh bhikku-bhikku yang mengikuti konsili tersebut. Kalau dari konsili pertama pasti sangat akurat. Yang saya rasa rentan adalah pada saat konsili kedua dan ketiga. Sangha sudah terpecah-pecah, tentu saja rentan terjadi penyelewengan. Apalagi jumlah bhikku sangat banyak dan ditambah lagi sutra mahayana yang juga banyak, bahkan dalam sutta pali saja ada yang gaya bahasanya seperti sutra mahayana. Saya tidak tau, apakah memang seperti itu aslinya atau ada yang lupa tersaring oleh para thera... :-?

apa kesalahan dalam mengartikan suatu teks (uraian khotbah) bisa menjadi penyebab perbedaan bro,  seperti yang saya posting kemarin tentang manggala sutta , walau sepele tetapi bisa mengubah arti yang dimaksud dari sutta itu. dalam tata bahasa jaman dahulu kan ada perbedaan dengan jaman sekarang.
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

rooney

Quote from: wang ai lie on 21 June 2011, 01:46:07 PM
apa kesalahan dalam mengartikan suatu teks (uraian khotbah) bisa menjadi penyebab perbedaan bro,  seperti yang saya posting kemarin tentang manggala sutta , walau sepele tetapi bisa mengubah arti yang dimaksud dari sutta itu. dalam tata bahasa jaman dahulu kan ada perbedaan dengan jaman sekarang.

Maksudnya yang di fb itu yak, yang "tergoda" ?  ;D

Maksud saya bukan penerjemahan, tapi gaya bahasa. Manggala Sutta walau ada ketidaktepatan penerjemahan pada buku paritta, namun bahasanya manusiawi  ;D

wang ai lie

Quote from: rooney on 21 June 2011, 01:52:41 PM
Maksudnya yang di fb itu yak, yang "tergoda" ?  ;D

Maksud saya bukan penerjemahan, tapi gaya bahasa. Manggala Sutta walau ada ketidaktepatan penerjemahan pada buku paritta, namun bahasanya manusiawi  ;D

iya bro, gaya bahasa kan bisa menimbulkan kesalahan . apalagi ketidaktepatan penerjemahan, bukankah itu sangat memperngaruhi , walau kecil sekali efeknya
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

dilbert

VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

wang ai lie

Quote from: dilbert on 21 June 2011, 02:28:10 PM
Yang hebat itu BOHONG secara konsisten...

maksudnya seperti apa bro??? bisa berikan contohnya??  ;D
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

dilbert

Quote from: wang ai lie on 21 June 2011, 02:33:35 PM
maksudnya seperti apa bro??? bisa berikan contohnya??  ;D

Andai, jikalau... Tipitaka itu BOHONG2-an Penulis/Pencipta-nya... berarti BOHONG-nya itu HEBAT, karena konsisten dari awal sampai dengan akhir. Tidak Lompat-lompat logika / alur cerita-nya.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

adi lim

Quote from: pannadevi on 20 June 2011, 11:14:34 PM
Semua skolar Buddhist/Bhikkhu saat ini setuju dengan arti "jamur atau cendawan", dan saya setuju dengan mereka. Menurut peraturan monastik, para bhikkhu tidak diperkenankan makan daging dari hewan yang khusus dibunuh untuk disajikan sbg makanan untuk mereka.  Sehingga arti sukara-maddava sebagai "daging babi / daging babi hutan" tidak tepat di sini.

BOLD, dasarnya apa mengatakan semua skolar/Bhikkhu setuju adalah cendawan/jamur !
atau setiap jadi Bhikkhu harus mengucapkan kata2 demikian bahwa makanan terakhir Sang Buddha adalah cendawan/jamur racun
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Indra

Quote from: adi lim on 21 June 2011, 04:34:41 PM
BOLD, dasarnya apa mengatakan semua skolar/Bhikkhu setuju adalah cendawan/jamur !
atau setiap jadi Bhikkhu harus mengucapkan kata2 demikian bahwa makanan terakhir Sang Buddha adalah cendawan/jamur racun

minimal Scholar Mingun Sayadaw dan Maurice Walshe tidak setuju dengan jamur

Indra

Dalam catatan Kaki Digha Nikaya 16 Mahaparinibbana Sutta, Maurice Walshe menuliskan:

Saya memilih ungkapan yang membingungkan ini untuk menerjemahkan istilah yang kontroversial ini sūkara-maddava (sūkara = 'babi', maddava = 'lunak, lembut, halus, juga hancur'). Karena itu, dapat berarti 'bagian lembut dari babi' atau 'apa yang disukai babi' (cf. Catatan 46 dalam LDB). Apa yang pasti adalah para komentator masa lalu tidak dapat memastikan apa artinya. DA memberikan tiga kemungkinan: 1. Daging babi liar, yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, yang diperoleh tanpa dibunuh, 2. Nasi yang dimasak lunak dengan 'lima produk sapi', atau 3. Sejenis zat untuk mempertahankan kehidupan (rasāyana). Para penerjemah modern dimulai dari RD dan seterusnya mengartikan sejenis jamur sebagai penjelasan yang masuk akal, dan beberapa bukti untuk ini telah dikemukakan. Trevor Ling, dalam n.31 dalam revisi atas terjemahan RD atas Sutta ini (The Buddha's Philosophy of Man) (Everyman's Library, London 1981, p. 218), mengatakan: 'Penjelasan ini sepertinya dimaksudkan untuk tidak menyinggung para pembaca vegetarian. Pernyataan Rhys Davids bahwa umat Buddha "pada umumnya adalah vegetarian, dan semakin bertambah", adalah sulit diterima.' Meskipun sepertinya (dan kenyataannya para umat Buddha Theravada timur jarang yang vegetarian, walaupun sekarang banyak yang vegetarian, itu adalah karena pengaruh barat!) pertanyaan seputar Vegetarian sering muncul dalam Buddhisme. Posisi Theravāda dikemukakan dalam Jīvaka Sutta (MN 55), yang mana Sang Buddha mengatakan kepada Jīvaka bahwa para bhikkhu tidak boleh memakan daging dari binatang yang mereka lihat, dengar, atau curigai khusus dibunuh untuk mereka. Sang Buddha menolak usulan Devadatta yang melarang memakan daging sama sekali bagi para bhikkhu. Hidup dari persembahan makanan di pedesaan India pada masa itu, mereka akan mempermalukan mereka yang mempersembahkan makanan, atau kelaparan jika mereka menolak segala jenis daging. Di barat khususnya, pertanyaan juga muncul sehubungan apakah Sangha tidak mendidik umat awam agar mempersembahkan hanya makanan vegetarian. Banyak umat Buddha di barat (dan bukan hanya umat Mahāyāna) dalam kenyataannya adalah vegetarian. Dalam banyak aliran Buddhis Mahāyāna, vegetarianisme adalah peraturan, dan beberapa penulis melibatkan diri dalam polemik menentang aliran Theravāda dalam hal ini. Hal ini, apa pun yang dikatakan, tidak selalu beralasan belas kasihan. Shinran Shonin, pendiri aliran Shin di Jepang, menghapuskan keharusan vegetarianisme bersama dengan hidup selibat karena ia menganggap ini adalah suatu bentuk praktik penebusan.

Indra


andry

Samma Vayama