TINDAKAN SEKSUAL YANG TIDAK PANTAS DALAM PANDANGAN BUDDHIS

Started by Sumedho, 02 December 2007, 09:04:29 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

ryu

Quote from: sriyeklina on 10 May 2011, 03:54:15 PM
Berarti berjualan barang seperti itu termasuk cara penghidupan yang benar?
point2 nya ada yang jual ada yang beli, ada yang kita ketahui fungsinya ada yang tidak

jual minuman, yang beli udah tau itu bisa mabuk dan meminumnya dan mabuk
yang harus di salahkan siapa?
penjual atau pembeli?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

M14ka

Quote from: Indra on 10 May 2011, 04:00:04 PM
di sini kita harus membatasi diskusi ini dalam hal sila, bukan JMB 8.

menjual alkohol/racun jelas tidak melanggar sila walaupun bukan penghidupan benar. meminum alkohol -lah yg melanggar sila, bukan menjual

kenapa hrs dibatasin kk? bukankah sila itu termasuk dlm JMB 8 juga di bagian perbuatan benar? CMIIW.

Indra

Quote from: M14ka on 10 May 2011, 04:04:38 PM
kenapa hrs dibatasin kk? bukankah sila itu termasuk dlm JMB 8 juga di bagian perbuatan benar? CMIIW.

dari awal pembahasan memang dari sudut sila, kalau tiba2 bahas JMB8 diskusi jadi melebar. selain itu "menjual racun/alkohol" berada dalam kelompok penghidupan benar, bukan perbuatan benar

Sostradanie

Quote from: M14ka on 10 May 2011, 04:04:38 PM
kenapa hrs dibatasin kk? bukankah sila itu termasuk dlm JMB 8 juga di bagian perbuatan benar? CMIIW.
Ibarat samudra, sila bagian permukaan laut. JMB 8 bagian dalam laut. Topik disini hanya menyangkut sila terutama sila ke-3.
Tapi berhubung menarik jadi makin melebar, karena yang disebut tadi dilihat dari sisi dhamma bukan dari sila. Maka-nya kita tancap terus. :)
PEMUSNAHAN BAIK ADANYA (2019)

K.K.

Quote from: sriyeklina on 10 May 2011, 03:25:14 PM
Berhubung LDM saya masih rendah. Jadi saya tidak ingin harus ikut kena imbas akibat perbuatan rekreasi seks orang lain.
Mungkin maksudnya masih 'tinggi'?
Memang itu adalah pilihan. Berbeda dengan agama lain yang mungkin hanya membaca tanda 'dosa/tidak', 'diizinkan/diharamkan', Buddhisme selain bicara moralitas, juga membahas tentang manfaat. BANYAK perbuatan yang tidak melanggar moralitas, namun belum tentu bermanfaat bahkan bisa merugikan. Karena itulah perlu kebijaksanaan masing-masing dalam menentukan keputusan, bukan melulu 'berdasarkan agama/aturan'.

QuoteMengenai seorang bintang film porno, saya pernah membaca beritanya. Walaupun sudah dikontrol. Ternyata dia tetap tertular. Dan dia menuntut industri film tersebut.
Tentu saja risiko tetap ada. Selama orang masih berhubungan seks, maka risiko penularan STD melalu hubungan seks tidak pernah 0%.


QuoteDari sisi dhamma. Ini yang saya belum mengerti. Saya ada baca di postingan sebelumnya tentang sila ke-3. Bahwa wanita yang dilarang oleh adat istiadat. (ada yang bisa bantu cari hal ke berapa postingan tentang sila ke-3). Bagaimana pendapat bro?
Sepertinya sudah dijawab sis M14ka.


QuoteDan 1 lagi, jika hanya konsumen yang melanggar. Bagaimana jika prostitusi diganti dengan minuman keras/narkoba? Profesi menjual barang-barang seperti ini berarti benar. Yang salah konsumen yang membeli. Bukankah begitu?
Terlepas dari benar/salahnya penjual, suatu produk yang adalah netral, dibeli konsumen dan digunakan untuk melanggar sila, maka kesalahan ada pada konsumen.


Sostradanie

Quote from: Kainyn_Kutho on 10 May 2011, 04:33:21 PM
Mungkin maksudnya masih 'tinggi'?
Masih tebal maksudnya.

QuoteMemang itu adalah pilihan. Berbeda dengan agama lain yang mungkin hanya membaca tanda 'dosa/tidak', 'diizinkan/diharamkan', Buddhisme selain bicara moralitas, juga membahas tentang manfaat. BANYAK perbuatan yang tidak melanggar moralitas, namun belum tentu bermanfaat bahkan bisa merugikan. Karena itulah perlu kebijaksanaan masing-masing dalam menentukan keputusan, bukan melulu 'berdasarkan agama/aturan'.
Sepakat.
Bukan melulu berdasarkan agama/aturan. Sila termasuk aturan bukan? Tidak melanggar sila bukan berarti mutlak adalah benar.

QuoteTerlepas dari benar/salahnya penjual, suatu produk yang adalah netral, dibeli konsumen dan digunakan untuk melanggar sila, maka kesalahan ada pada konsumen.
Masih bisa diterima. Jika hanya dipandang dari sisi sila tapi bukan dari sisi dhamma :)
PEMUSNAHAN BAIK ADANYA (2019)

dilbert

Quote from: Kainyn_Kutho on 10 May 2011, 02:36:06 PM
Ini bukannya pernah dibahas? Kalau saya sedang atthasila, sore-sore tidak tahan pesan dan makan 'panggang babi', yang melanggar sila yah saya sendiri, kenapa pedagangnya harus dibilang melanggar sila?

cocok-lah seperti ini argumen-nya seperti hal-nya orang yang menjual racun... sudah tahu racun, kenapa di beli dan meracun-i makhluk lain. Jadi yang jual tidak melanggar sila, tetapi melanggar penghidupan benar. wkwkwkwkwk...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

K.K.

Quote from: dilbert on 10 May 2011, 05:15:52 PM
cocok-lah seperti ini argumen-nya seperti hal-nya orang yang menjual racun... sudah tahu racun, kenapa di beli dan meracun-i makhluk lain. Jadi yang jual tidak melanggar sila, tetapi melanggar penghidupan benar. wkwkwkwkwk...
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Sisi penjual/penyedia jasa: apakah melanggar sila/tidak; apakah sesuai dengan penghidupan benar/tidak.
Sisi pembeli: apakah penggunaan barang/jasa sesuai dengan sila.
Barang/benda yang dijual: selalu netral

Kasus 'panggang babi'
Penyedia: tidak melanggar sila, sesuai penghidupan benar (jika tidak membunuh/menyebabkan pembunuhan)
Konsumen: sedang atthasila, melanggar sila untuk membelinya.
>Penyedia tidak menjadi bersalah walaupun konsumen menggunakannya untuk melanggar sila,

Kasus zat yang digunakan sebagai racun
Penyedia: tidak melanggar sila, tidak sesuai penghidupan benar
konsumen: tergantung penggunaan. Misalnya saya beli racun serangga yang mengandung borax untuk bahan memadamkan api, maka tentu saja tidak melanggar sila.
>Penyedia tetap bersalah karena menjual racun walaupun konsumen menggunakannya bukan sebagai racun.

Kasus pelacur
Penyedia: (IMO) tidak melanggar sila, tidak melanggar penghidupan benar.
konsumen: tergantung kondisi, bisa melanggar, bisa tidak.
>Sama seperti kasus 'panggang babi', penyedia tidak menjadi melanggar walaupun konsumennya melanggar.

dilbert

Quote from: Kainyn_Kutho on 10 May 2011, 06:06:15 PM
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Sisi penjual/penyedia jasa: apakah melanggar sila/tidak; apakah sesuai dengan penghidupan benar/tidak.
Sisi pembeli: apakah penggunaan barang/jasa sesuai dengan sila.
Barang/benda yang dijual: selalu netral

Kasus 'panggang babi'
Penyedia: tidak melanggar sila, sesuai penghidupan benar (jika tidak membunuh/menyebabkan pembunuhan)
Konsumen: sedang atthasila, melanggar sila untuk membelinya.
>Penyedia tidak menjadi bersalah walaupun konsumen menggunakannya untuk melanggar sila,

Kasus zat yang digunakan sebagai racun
Penyedia: tidak melanggar sila, tidak sesuai penghidupan benar
konsumen: tergantung penggunaan. Misalnya saya beli racun serangga yang mengandung borax untuk bahan memadamkan api, maka tentu saja tidak melanggar sila.
>Penyedia tetap bersalah karena menjual racun walaupun konsumen menggunakannya bukan sebagai racun.

Kasus pelacur
Penyedia: (IMO) tidak melanggar sila, tidak melanggar penghidupan benar.
konsumen: tergantung kondisi, bisa melanggar, bisa tidak.
>Sama seperti kasus 'panggang babi', penyedia tidak menjadi melanggar walaupun konsumennya melanggar.

analisa yang siip dari sisi dhamma...

Kalau boleh saya bertanya ke Bro Kainyn...

Soal skenario : misalnya Bro Kainyn dihadapakan pada persoalan lagi sakit berat dan terbatas dana pengobatan, kemudian ada anak perempuan bro Kainyn yang ingin berbakti dengan "menjual diri" untuk mendapatkan dana pengobatan. Bagaimana sikap bro sendiri menyikapi ini ?
** Curious pingin tahu dan benar benar no offense.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

ryu

Quote from: Kainyn_Kutho on 10 May 2011, 06:06:15 PM
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Sisi penjual/penyedia jasa: apakah melanggar sila/tidak; apakah sesuai dengan penghidupan benar/tidak.
Sisi pembeli: apakah penggunaan barang/jasa sesuai dengan sila.
Barang/benda yang dijual: selalu netral

Kasus 'panggang babi'
Penyedia: tidak melanggar sila, sesuai penghidupan benar (jika tidak membunuh/menyebabkan pembunuhan)
Konsumen: sedang atthasila, melanggar sila untuk membelinya.
>Penyedia tidak menjadi bersalah walaupun konsumen menggunakannya untuk melanggar sila,

Kasus zat yang digunakan sebagai racun
Penyedia: tidak melanggar sila, tidak sesuai penghidupan benar
konsumen: tergantung penggunaan. Misalnya saya beli racun serangga yang mengandung borax untuk bahan memadamkan api, maka tentu saja tidak melanggar sila.
>Penyedia tetap bersalah karena menjual racun walaupun konsumen menggunakannya bukan sebagai racun.

Kasus pelacur
Penyedia: (IMO) tidak melanggar sila, tidak melanggar penghidupan benar.
konsumen: tergantung kondisi, bisa melanggar, bisa tidak.
>Sama seperti kasus 'panggang babi', penyedia tidak menjadi melanggar walaupun konsumennya melanggar.
harus dilihat dari sudut agama dulu, bagi pelacur dia misalnya tidak beragama, atau beragama lain, itu sudah berbeda, tidak ada hubungannya dengan sila, paling dengan "dosa"

lain halnya kalau yang jadi pelacur itu budis, yang "misalkan" ingin menjalankan sila (Terbayangkah?)
ibarat seseorang menjadi pelacur rasanya agama menjadi nomor dua, tuhannya (Uang) yang nomor satu, segala sila dan lain di kesampingkan.
kemudian pihak pembeli, misalkan dia budis, bertekad menjalankan sila rasanya dia tidak akan melakukan hal yang gegabah.
apabila dia budis dan ingin menjalankan sila dan kemudian ke pelacur :
apabila pelacur itu single apakah melanggar?
punya suami apakah melanggar?

secara 3 syarat (tidak mendengar, mengetahui, menyuruh =)) ) terpenuhi bagaimana nih =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Indra

Quote from: ryu on 10 May 2011, 07:32:45 PM
harus dilihat dari sudut agama dulu, bagi pelacur dia misalnya tidak beragama, atau beragama lain, itu sudah berbeda, tidak ada hubungannya dengan sila, paling dengan "dosa"

lain halnya kalau yang jadi pelacur itu budis, yang "misalkan" ingin menjalankan sila (Terbayangkah?)
ibarat seseorang menjadi pelacur rasanya agama menjadi nomor dua, tuhannya (Uang) yang nomor satu, segala sila dan lain di kesampingkan.
kemudian pihak pembeli, misalkan dia budis, bertekad menjalankan sila rasanya dia tidak akan melakukan hal yang gegabah.
apabila dia budis dan ingin menjalankan sila dan kemudian ke pelacur :
apabila pelacur itu single apakah melanggar?
punya suami apakah melanggar?

secara 3 syarat (tidak mendengar, mengetahui, menyuruh =)) ) terpenuhi bagaimana nih =))


teori darimana pulak ini?
sila tidak memandang agama,
seorang non-buddhis yg nepok nyamuk, tetap melakukan pelanggaran sila.
seorang non-buddhis yg mencuri, tetap melakukan pelanggaran sila
dst
dst

ryu

Quote from: Indra on 10 May 2011, 07:38:43 PM
teori darimana pulak ini?
sila tidak memandang agama,
seorang non-buddhis yg nepok nyamuk, tetap melakukan pelanggaran sila.
seorang non-buddhis yg mencuri, tetap melakukan pelanggaran sila
dst
dst

=))
pancasila budis ya untuk budis lah
kalau agama lain ada 10 perintah tuhan
mungkin yang lain sudah beda lagi

secara sila dalam budis khan seperti tekad untuk tidak melakukan sesuatu khan?

dalam agama lain khan tidak ada tekad seperti itu?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Indra

Quote from: ryu on 10 May 2011, 07:44:33 PM
=))
pancasila budis ya untuk budis lah
kalau agama lain ada 10 perintah tuhan
mungkin yang lain sudah beda lagi

secara sila dalam budis khan seperti tekad untuk tidak melakukan sesuatu khan?

dalam agama lain khan tidak ada tekad seperti itu?

wah kalo gitu, gue ada ide, waktu mau melakukan pelanggaran, pindah agama dulu

ryu

Quote from: Indra on 10 May 2011, 07:46:40 PM
wah kalo gitu, gue ada ide, waktu mau melakukan pelanggaran, pindah agama dulu
ya boleh aja, malah kalau kaga punya agama lebih bagus lagi khan, disebutnya anak setan, atau antikris atau mara dll =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Indra

Quote from: ryu on 10 May 2011, 07:49:13 PM
ya boleh aja, malah kalau kaga punya agama lebih bagus lagi khan, disebutnya anak setan, atau antikris atau mara dll =))

jadi paling aman, gak usah punya agama ya?