News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu

Mengapa Patung Buddha Meneteskan Air Mata?

Started by Tan, 10 April 2009, 12:31:34 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Adhitthana

Quote from: JW. Jinaraga on 10 April 2009, 05:31:17 PM
Quote from: rista on 10 April 2009, 10:17:28 AM
td pagi saya kembali mendapatkan sms yg senada dgn sms yg kemarin, isinya :
   info penting : hari ini diharapkan batalin semua rencana kalian buat keluar rumah ya !! soalnya diprediksikan
   akan terjadi hal yang tidak terduga ... karena ada dewa di bireun yang menitikkan air mata dan diprediksi
   sama SUHU (bhante) akan terjadi bencana di medan
. sebarkan sama yang lain jg ya.... kita berdoa supaya
   gk benar2 terjadi. Thx ...

demikian bunyinya.

belajar dr pengalaman, berdoa u/ keselamatan dunia tetap saya lakukan seperti biasa. tp klo soal keluar, kalau mau keluar yah keluar aza spt rencana semula. toh dgn berdiam diri di rumah blm tentu pasti selamat dr bencana. semua kembali ke karma saya sendiri.

Si botak dari mana itu.. ?
[at] Jinaraga .....
jangan ber-prasangka dulu  :no:
belum tentu SUHU ( Bhante ) ngomong seperti itu

diliat dari penyebaran beritanya hanya lewat SMS
berita yang cenderung akan dibumbui/ditambahkan kata-kata yg bikin seru

Semoga kita bisa lebih bijaksana dalam menyikapi ini semua  _/\_
( kalo gw dpt sms kyk gitu, gw gak akan pernah sebarkan .... sama sikap dgn bro dilbert)
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

hendrako

Kalo patung Bunda Maria malah udah menangis berkali-kali, malah ada yang berdarah-darah segala ("air mata"-nya) ..............,
menular ternyata.......
cuape dee........
yaa... gitu deh

Tan

Kalo patung Bunda Maria malah udah menangis berkali-kali, malah ada yang berdarah-darah segala ("air mata"-nya) ..............,
menular ternyata.......
cuape dee........

TAN:

Justru itu kita patut bersyukur. Buddha Dharma yang indah pada awal, tengah, dan akhirnya tidak dibangun atas dasar "mukjizat" semacam itu. Patung Buddha menangis atau tertawa tidak ada hubungannya dengan kebenaran Dharma. Kebenaran Dharma tidaklah bertumpu pada mukjizat apapun. Sesungguhnya mukjizat adalah transformasi pikiran dan batin manusia. Nibanna itulah mukjizat tertinggi.

Amiduofo,

Tan

hendrako

Kalo saya pernah liat patung malaikat pipis, malahan pipisnya "jatuh" ke atas.

Di dalam akuarium, pipisnya gelembung udara dari aerator :hammer:


yaa... gitu deh

hatRed

kita ambil aja maknanya....

kan asbes bocor.... sehingga air hujan jatuh kedalam....

berarti maknanya vihara itu udah gak terurus lagi dan butuh dana buat benerin asbesna...

kok malah dibaca sebagai bencana ???

tapi bisa aja sih...

asbes bocor... makin lama makin gede bocornya.... sehingga air hujan masuk semua ke vihara....
umat vihara jadi keujanan... kena demam.... dan sakit.... keluar duit...

jadi deh bencana...
i'm just a mammal with troubled soul



ENCARTA

dirumah aye ada poster besar tertempel didingding.. (kertas putih, cuma aye cetak tulisan disana)
ding2nya tidak basah, kering terus 
tapi poster saya basah terus, seperti ada air yg mengalir kebawah.. secara acak
believe it or not ;D ;D

hatRed

i'm just a mammal with troubled soul



F.T

Tdk selamanya meneteskan air mata berarti kesedihan, saat lagi berbahagia pun bisa meneteskan air mata terharu atas sebuah kejadian.

* sapa tau ... rupang berbahagia karna sdh mengetahui bahwa partai demokrat akan menang ;D ;D ;D




Save the Children & Join With :
Kasih Dharma Peduli ~ Anak Asuh
May all Beings Be Happy


Contact Info : Kasihdharmapeduli [at] [url="//yahoo.com"]yahoo.com[/url]

mushroom_kick

Segala fenomena bentuk & batin tidaklah kekal ada na.....
Semua hanyalah sementara.....

hatRed

Jadi inget lagu chrisye...

"Tak selamanya mendung itu kelabu....

Nyatanya.. hari ini.... la.. la..la... "
i'm just a mammal with troubled soul



ndrosubiyanto

From beginning saya tidak pernah menganggap ini sebagai "premonition", ternyata asbes bocor haha.

Seperti film "Knowing".
This too shall pass.........

williamhalim

Quote from: Tan on 10 April 2009, 12:31:34 AM
Saya revisi sedikit:

MENGAPA PATUNG BUDDHA MENANGIS?

Air mata adalah sesuatu yang berkaitan dengan kesedihan atau dukkha. Patung yang meneteskan air mata hendak mengingatkan kita bahwa hidup ini pada dasarnya adalah dukkha. Patung yang meneteskan air mata menandakan bahwa alam sedang menyindir kita.


Mengajarkan kenyataan tentang Dukkha adalah bagus, namun hendaknya tidak dengan jalan pembodohan lainnya.

Seyogyanya mengajarkan tentang dukkha, cinta kasih, dan kepedulian diiringi dengan kebijaksanaan juga. Jika ingin mengajarkan tentang kepedulian kepada alam, hendaknya mengambil contoh peristiwa longsor, bendungan jebol, banjir, dll. Bencana2 ini jelas timbul karena ketidakpedulian manusia pada alam sekitar.

Mengajarkan 'cintakasih' dapat melalui contoh2 binatang terhadap anaknya, pengorbanan seorang ibu terhadap anaknya, perjuangan bapak tua miskin yg menghidupi anak2nya sd sarjana, dsbnya... contoh2 begini sangat jelas dan banyak dihidangkan di sekitar kita setiap hari...

Mengambil contoh secara asal2an malah berpotensi mementahkan ajaran yg hendak kita sampaikan. Sama dengan menakut2i anak2 dengan cerita2 hantu.... Selain menjadi bodoh, bagaimana kalau contoh yg kita ambil tsb tebukti tidak benar? Terakhir saya baca bahwa air di patung tsb berasal dari tetesan dari plafon.

Di milis Samaggiphala, beberapa rekan disana berusaha meyakinkan teman yg lainnya bahwa harap dibedakan antara 'patung yg menangis' dan 'patung yg mengeluarkan air' atau lebih bagus lagi 'patung yg ada air di daerah mata-nya'... hendaknya kita tidak membiasakan diri untuk menanggapi setiap peristiwa yg kelihatan 'irasional' dengan berlebihan dan pengandai2an terlalu jauh. Beberapa saat yg lalu, umat agama lain seringkali menggembor2kan tulisan 'TUHAN' yg ditemukan di timun, daun, awan di langit, dan mengambil hikmahnya yakni: "TUHAN maha besar...". Apakah memang begitu mengajarkan kebesaran Tuhan? Yakni adanya corak mirip namaNya di timun? Orang2 mungkin akan meragukan akal waras si pengajar, atau mulai melihat keanehan si Tuhan ini, atau mungkin benar2 percaya dan menjadi bodoh.

Juga ketika peristiwa Tsunami menghantam Aceh, beberapa menarik makna filosofis dari peristiwa tsb, beberapa diantaranya: Tuhan Maha Besar, Tuhan memperingati umatnya yg sudah mulai melupakanNya. Apakah bijaksana mengajarkan Kebesaran dan Cintakasih Tuhan dengan cara dangkal begitu? Sebagian akan mencaci maki Tuhan karena sifat kejamnya, sebagian akan mendebat yg mengatakan begitu, sebagian lagi (yg paling banyak) semakin percaya akan kebesaran Tuhan, menjadi semakin bodoh dan menganggap bahwa orang2 di Aceh tsb memang 'pantas' dihukum Tuhan.

Kehidupan adalah dukkha, bertemu orang yg dicintai dan berpisah adalah dukkha, kesenangan yg direnggut adalah dukkha, dilecehkan adalah dukkha, mengharapkan sanjungan adalah dukkha juga, tidak mendapatkan yg diinginkan adalah dukkha, kekecewaan, dan segala emosi adalah dukkha. Banyak dukkha yg terjadi disekeliling kita. Setiap detik kehidupan kita adalah dukkha. Ini adalah kenyataan hidup. Bencana alam, musibah silih beganti, pembantaian, perang, perlunya kepedulian kepada alam, lingkungan dan sesama adalah kenyataan hidup juga, yg dapat diamati secara nyata.

Namun, patung tidak akan menangis. Patung yg mengeluarkan air, mungkin karena rembesan, mungkin karena tetesan, mungkin karena peristiwa alam lainnya yg belum kita ketahui, namun satu hal yg pasti: Semua kejadian di alam ini tidak terlepas dari hukum sebab akibat. Tidak ada keajaiban. Yg ada hanyalah sebab yg belum diketahui.

Patung yg mengeluarkan air mengajarkan kita hal lainnya, yakni: jangan gampang memercayai sesuatu hanya karena dikatakan orang2 begitu, atau desas desus begitu. Telaalah segala sesuatu dengan bijak, belajarlah untuk melihat apa adanya.

Ketidak pedulian kita pada alam, keegoisan kita pada sesama, ketamakan kita akan bumi ini tidak akan mengakibatkan sebuah patung menangis, namun perbuatan kita tsb mempunyai efek yg jauh lebih dahsyat dan mematikan yakni: longsor, banjir, naiknya permukaan air laut, badai, perang, kelaparan dan segala akibat buruk lainnya.

::

Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

dilbert

Quote from: williamhalim on 12 April 2009, 04:58:25 PM
Quote from: Tan on 10 April 2009, 12:31:34 AM
Saya revisi sedikit:

MENGAPA PATUNG BUDDHA MENANGIS?

Air mata adalah sesuatu yang berkaitan dengan kesedihan atau dukkha. Patung yang meneteskan air mata hendak mengingatkan kita bahwa hidup ini pada dasarnya adalah dukkha. Patung yang meneteskan air mata menandakan bahwa alam sedang menyindir kita.


Mengajarkan kenyataan tentang Dukkha adalah bagus, namun hendaknya tidak dengan jalan pembodohan lainnya.

Seyogyanya mengajarkan tentang dukkha, cinta kasih, dan kepedulian diiringi dengan kebijaksanaan juga. Jika ingin mengajarkan tentang kepedulian kepada alam, hendaknya mengambil contoh peristiwa longsor, bendungan jebol, banjir, dll. Bencana2 ini jelas timbul karena ketidakpedulian manusia pada alam sekitar.

Mengajarkan 'cintakasih' dapat melalui contoh2 binatang terhadap anaknya, pengorbanan seorang ibu terhadap anaknya, perjuangan bapak tua miskin yg menghidupi anak2nya sd sarjana, dsbnya... contoh2 begini sangat jelas dan banyak dihidangkan di sekitar kita setiap hari...

Mengambil contoh secara asal2an malah berpotensi mementahkan ajaran yg hendak kita sampaikan. Sama dengan menakut2i anak2 dengan cerita2 hantu.... Selain menjadi bodoh, bagaimana kalau contoh yg kita ambil tsb tebukti tidak benar? Terakhir saya baca bahwa air di patung tsb berasal dari tetesan dari plafon.

Di milis Samaggiphala, beberapa rekan disana berusaha meyakinkan teman yg lainnya bahwa harap dibedakan antara 'patung yg menangis' dan 'patung yg mengeluarkan air' atau lebih bagus lagi 'patung yg ada air di daerah mata-nya'... hendaknya kita tidak membiasakan diri untuk menanggapi setiap peristiwa yg kelihatan 'irasional' dengan berlebihan dan pengandai2an terlalu jauh. Beberapa saat yg lalu, umat agama lain seringkali menggembor2kan tulisan 'TUHAN' yg ditemukan di timun, daun, awan di langit, dan mengambil hikmahnya yakni: "TUHAN maha besar...". Apakah memang begitu mengajarkan kebesaran Tuhan? Yakni adanya corak mirip namaNya di timun? Orang2 mungkin akan meragukan akal waras si pengajar, atau mulai melihat keanehan si Tuhan ini, atau mungkin benar2 percaya dan menjadi bodoh.

Juga ketika peristiwa Tsunami menghantam Aceh, beberapa menarik makna filosofis dari peristiwa tsb, beberapa diantaranya: Tuhan Maha Besar, Tuhan memperingati umatnya yg sudah mulai melupakanNya. Apakah bijaksana mengajarkan Kebesaran dan Cintakasih Tuhan dengan cara dangkal begitu? Sebagian akan mencaci maki Tuhan karena sifat kejamnya, sebagian akan mendebat yg mengatakan begitu, sebagian lagi (yg paling banyak) semakin percaya akan kebesaran Tuhan, menjadi semakin bodoh dan menganggap bahwa orang2 di Aceh tsb memang 'pantas' dihukum Tuhan.

Kehidupan adalah dukkha, bertemu orang yg dicintai dan berpisah adalah dukkha, kesenangan yg direnggut adalah dukkha, dilecehkan adalah dukkha, mengharapkan sanjungan adalah dukkha juga, tidak mendapatkan yg diinginkan adalah dukkha, kekecewaan, dan segala emosi adalah dukkha. Banyak dukkha yg terjadi disekeliling kita. Setiap detik kehidupan kita adalah dukkha. Ini adalah kenyataan hidup. Bencana alam, musibah silih beganti, pembantaian, perang, perlunya kepedulian kepada alam, lingkungan dan sesama adalah kenyataan hidup juga, yg dapat diamati secara nyata.

Namun, patung tidak akan menangis. Patung yg mengeluarkan air, mungkin karena rembesan, mungkin karena tetesan, mungkin karena peristiwa alam lainnya yg belum kita ketahui, namun satu hal yg pasti: Semua kejadian di alam ini tidak terlepas dari hukum sebab akibat. Tidak ada keajaiban. Yg ada hanyalah sebab yg belum diketahui.

Patung yg mengeluarkan air mengajarkan kita hal lainnya, yakni: jangan gampang memercayai sesuatu hanya karena dikatakan orang2 begitu, atau desas desus begitu. Telaalah segala sesuatu dengan bijak, belajarlah untuk melihat apa adanya.

Ketidak pedulian kita pada alam, keegoisan kita pada sesama, ketamakan kita akan bumi ini tidak akan mengakibatkan sebuah patung menangis, namun perbuatan kita tsb mempunyai efek yg jauh lebih dahsyat dan mematikan yakni: longsor, banjir, naiknya permukaan air laut, badai, perang, kelaparan dan segala akibat buruk lainnya.

::



Mantap, lugas, dan tajam... setajam SILET...

Yang begini yang gua demen, opini yang benar benar maknyus... tidak metafisis dan tidak menggunakan pameo pameo yang membingungkan dan retorika...

GRP SENT...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

coedabgf

#28
Apa bedanya kecenderungan/minat/orientasi (jalan, tujuan) awam dengan yang mengerti (tercerahkan)?
Bisa ya.. bisa tidak, bisa kenyataan (benar).. bisa tipuan (salah).
Bagi awam semua bersifat spekulasi, ketika kita clinging kepada/terhadap satu sisi atau sisi yang lain (pandangan-pandangan), tetapi yang mengerti berjalan didalam keseimbangan, hidup berjalan saat kini senantiasa (sadar) didalam hukum-hukum kebenaran.
Apa yang dapat mempengaruhi (menghalangi) jalan/keseimbangan/keyakinan yang tercerahkan?,
ada dan tiada yang terlihat (fenomena), yang tercerahkan menuju Nibanna.
Bagaimana dengan tujuan (kebanggaan/apa yang dibanggakan) (orang) awam?.


.............
hallo bro hatred..,
bisa menangkap orientasi/maksud tulisan saya gak?  :P  _/\_  :))
iKuT NGeRumPI Akh..!

markosprawira

Quote from: williamhalim on 12 April 2009, 04:58:25 PM
Quote from: Tan on 10 April 2009, 12:31:34 AM
Saya revisi sedikit:

MENGAPA PATUNG BUDDHA MENANGIS?

Air mata adalah sesuatu yang berkaitan dengan kesedihan atau dukkha. Patung yang meneteskan air mata hendak mengingatkan kita bahwa hidup ini pada dasarnya adalah dukkha. Patung yang meneteskan air mata menandakan bahwa alam sedang menyindir kita.


Mengajarkan kenyataan tentang Dukkha adalah bagus, namun hendaknya tidak dengan jalan pembodohan lainnya.

Seyogyanya mengajarkan tentang dukkha, cinta kasih, dan kepedulian diiringi dengan kebijaksanaan juga. Jika ingin mengajarkan tentang kepedulian kepada alam, hendaknya mengambil contoh peristiwa longsor, bendungan jebol, banjir, dll. Bencana2 ini jelas timbul karena ketidakpedulian manusia pada alam sekitar.

Mengajarkan 'cintakasih' dapat melalui contoh2 binatang terhadap anaknya, pengorbanan seorang ibu terhadap anaknya, perjuangan bapak tua miskin yg menghidupi anak2nya sd sarjana, dsbnya... contoh2 begini sangat jelas dan banyak dihidangkan di sekitar kita setiap hari...

Mengambil contoh secara asal2an malah berpotensi mementahkan ajaran yg hendak kita sampaikan. Sama dengan menakut2i anak2 dengan cerita2 hantu.... Selain menjadi bodoh, bagaimana kalau contoh yg kita ambil tsb tebukti tidak benar? Terakhir saya baca bahwa air di patung tsb berasal dari tetesan dari plafon.

Di milis Samaggiphala, beberapa rekan disana berusaha meyakinkan teman yg lainnya bahwa harap dibedakan antara 'patung yg menangis' dan 'patung yg mengeluarkan air' atau lebih bagus lagi 'patung yg ada air di daerah mata-nya'... hendaknya kita tidak membiasakan diri untuk menanggapi setiap peristiwa yg kelihatan 'irasional' dengan berlebihan dan pengandai2an terlalu jauh. Beberapa saat yg lalu, umat agama lain seringkali menggembor2kan tulisan 'TUHAN' yg ditemukan di timun, daun, awan di langit, dan mengambil hikmahnya yakni: "TUHAN maha besar...". Apakah memang begitu mengajarkan kebesaran Tuhan? Yakni adanya corak mirip namaNya di timun? Orang2 mungkin akan meragukan akal waras si pengajar, atau mulai melihat keanehan si Tuhan ini, atau mungkin benar2 percaya dan menjadi bodoh.

Juga ketika peristiwa Tsunami menghantam Aceh, beberapa menarik makna filosofis dari peristiwa tsb, beberapa diantaranya: Tuhan Maha Besar, Tuhan memperingati umatnya yg sudah mulai melupakanNya. Apakah bijaksana mengajarkan Kebesaran dan Cintakasih Tuhan dengan cara dangkal begitu? Sebagian akan mencaci maki Tuhan karena sifat kejamnya, sebagian akan mendebat yg mengatakan begitu, sebagian lagi (yg paling banyak) semakin percaya akan kebesaran Tuhan, menjadi semakin bodoh dan menganggap bahwa orang2 di Aceh tsb memang 'pantas' dihukum Tuhan.

Kehidupan adalah dukkha, bertemu orang yg dicintai dan berpisah adalah dukkha, kesenangan yg direnggut adalah dukkha, dilecehkan adalah dukkha, mengharapkan sanjungan adalah dukkha juga, tidak mendapatkan yg diinginkan adalah dukkha, kekecewaan, dan segala emosi adalah dukkha. Banyak dukkha yg terjadi disekeliling kita. Setiap detik kehidupan kita adalah dukkha. Ini adalah kenyataan hidup. Bencana alam, musibah silih beganti, pembantaian, perang, perlunya kepedulian kepada alam, lingkungan dan sesama adalah kenyataan hidup juga, yg dapat diamati secara nyata.

Namun, patung tidak akan menangis. Patung yg mengeluarkan air, mungkin karena rembesan, mungkin karena tetesan, mungkin karena peristiwa alam lainnya yg belum kita ketahui, namun satu hal yg pasti: Semua kejadian di alam ini tidak terlepas dari hukum sebab akibat. Tidak ada keajaiban. Yg ada hanyalah sebab yg belum diketahui.

Patung yg mengeluarkan air mengajarkan kita hal lainnya, yakni: jangan gampang memercayai sesuatu hanya karena dikatakan orang2 begitu, atau desas desus begitu. Telaalah segala sesuatu dengan bijak, belajarlah untuk melihat apa adanya.

Ketidak pedulian kita pada alam, keegoisan kita pada sesama, ketamakan kita akan bumi ini tidak akan mengakibatkan sebuah patung menangis, namun perbuatan kita tsb mempunyai efek yg jauh lebih dahsyat dan mematikan yakni: longsor, banjir, naiknya permukaan air laut, badai, perang, kelaparan dan segala akibat buruk lainnya.

::



Lama ga keliatan, ko will makin dalam analisisnya........ walau sibuk, tapi tetap rajin memperhatikan batin

GRP sent juga!!........