Saya revisi sedikit:
MENGAPA PATUNG BUDDHA MENANGIS?
Ivan Taniputera
9 April 2009
Namo Buddhaya,
Saya mendapatkan kabar dari beberapa rekan Buddhis mengenai patung Buddha di Aceh yang meneteskan air mata. Saya tidak mengetahui apakah berita itu benar atau tidak. Tetapi jika seandainya benar, mari kita tarik makna filosofis bagi peristiwa tersebut.
Air mata adalah sesuatu yang berkaitan dengan kesedihan atau dukkha. Patung yang meneteskan air mata hendak mengingatkan kita bahwa hidup ini pada dasarnya adalah dukkha. Patung yang meneteskan air mata menandakan bahwa alam sedang menyindir kita. Bagaimana mungkin, patung yang notabene adalah sebongkah batu atau logam dapat mengajarkan kita mengenai dukkha? (patung itu bukanlah Buddha. Patung ya tetap sebongkah batu atau logam. Siapa yang mecari Buddha dalam wujud telah menapaki jalan yang sesat - lihat Vajracchedika Prajnaparamita Sutra). Ini adalah sindiran halus pada umat manusia untuk lebih menghayati makna kehidupan beserta segenap fenomenanya secara lebih mendalam. Masihkan kita menciptakan dukkha bagi diri sendiri dan orang lain? Perlukah patung yang hanya sebongkah batu mengajarkan kita mengenai hal itu?
Tetesan air mata juga dapat diartikan sebagai kesedihan karena melihat penderitaan orang lain. Banyak orang kurang peka terhadap penderitaan orang lain. Bahkan mereka malah cenderung menimbulkan penderitaan bagi sesamanya. Ada lagi yang hanya meneteskan air mata buaya. Perlukah patung yang benda "mati" mengajarkan kita mengenai cinta kasih? Tidakkah kita sebagai manusia yang masih "hidup" perlu merasa malu? Bila dunia ini tidak ada cinta kasih, maka berbagai bencana sudah siap terjadi di depan mata.
Banyak rekan yang khawatir bahwa fenomena ini merupakan pertanda terjadinya bencana. Tetapi, tiadanya cinta kasih dan kepedulian terhadap sesama adalah merupakan bencana yang sesungguhnya.
Semoga tulisan singkat ini dapat menjadi bahan renungan bagi kita semua. Semoga kita tidak diajar lagi oleh sebongkah batu atau logam.
Salam dalam Dharma,