News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu
Menu

Show posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.

Show posts Menu

Messages - seniya

#1
Studi Sutta/Sutra / Re: Brahmavihara / Kediaman Luhur
01 November 2025, 03:46:43 PM
Quote from: FZ on 01 November 2025, 12:54:18 PMPertama-tama, cinta kasih perlu dikembangkan terlebih dahulu ke diri sendiri : Semoga saya bahagia, terbebas dari penderitaan, atau semoga saya terbebas dari permusuhan, penderitaan dan kecemasan. Namun apakah hal ini tidak bertentangan kah dengan sutta dan vibhanga ?

Formulasi 4 brahmavihara dalam sutta adalah sbb (misalnya dalam AN 4.125):

QuoteIdha, bhikkhave, ekacco puggalo mettāsahagatena cetasā ekaṁ disaṁ pharitvā viharati, tathā dutiyaṁ tathā tatiyaṁ tathā catutthaṁ. Iti uddhamadho tiriyaṁ sabbadhi sabbattatāya sabbāvantaṁ lokaṁ mettāsahagatena cetasā vipulena mahaggatena appamāṇena averena abyāpajjena pharitvā viharati.

Di sini, para bhikkhu, seseorang berdiam dengan meliputi satu arah dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta kasih, demikian pula arah ke dua, arah ke tiga, dan arah ke empat. Demikian pula ke atas, ke bawah, ke sekeliling, dan ke segala penjuru, dan kepada semua makhluk seperti kepada diri sendiri, ia berdiam dengan meliputi seluruh dunia dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta kasih, luas, luhur, tanpa batas, tanpa permusuhan, tanpa niat buruk.

Praktik mengarahkan cinta kasih kepada diri sendiri berasal dari kata "sabbattatāya" yang diterjemahkan sebagai "kepada semua makhluk seperti kepada diri sendiri". Tetapi dalam beberapa pembacaan teks Pali kata ini dibaca sebagai "sabbatthatāya" yang berarti "dengan segala cara", sehingga ada yang menganggap praktik mengembangkan cinta kasih kepada diri sendiri tidak sesuai dengan sutta.

Menurut Bhikkhu Analayo dalam tulisannya berjudul "Immeasurable Meditations and Mindfulness", kemungkinan pembacaan yang lebih tepat adalah "sabbatthatāya" (dengan segala cara), namun bukan berarti praktik mengarahkan cinta kasih kepada diri sendiri tidak bermanfaat dan salah, melainkan ini bukan satu-satunya cara pengembangan metta:

QuoteThe idea of directing mettā to oneself might be related to a particular term used in the standard Pāli description of the meditative radiation. Different editions of the Pāli discourses vary in the spelling of this term, which can occur either as sabbatthatāya or as sabbattatāya. The difference involves a single letter, which is either an aspirated th or else an unaspirated t (after sabbat- and before -atāya). An aspirated and an unaspirated consonant can easily be confused with each other. The meaning of the two terms, however, is quite different. The first mentioned reading sabbatthatāya conveys the sense "in every way." The other reading sabbattatāya, which is the version accepted by the Visuddhimagga (Vism 308), can convey the sense "to all as to oneself ."

    In the standard description of the radiation, the term in question occurs between sabbadhi, "everywhere," and sabbāvantaṃ lokaṃ, "the entire world." The repetition of near synonyms occurs with high frequency in oral Pāli texts, making it fairly probable that the term under discussion expresses a meaning closely similar to what precedes and what follows it. This supports the sense "in every way" as the more likely reading. In fact, the alternative idea "to all as to oneself" does not seem to be attested anywhere else in the Pāli discourses (Maithrimurthi 1999). A comparative study of parallels to Pāli descriptions of the boundless radiation confirms the impression that the original idea would have been "in every way" (Anālayo 2015). Given that the Visuddhimagga opts for the other reading, the variant "to all as to oneself" might have triggered, or else at least supported, the arising of the idea that the practice should be directed toward oneself.

    From the viewpoint of the meditative radiation, the idea of directing mettā and compassion to oneself does not seem to be required, as a practitioner cultivating the radiation will anyway be fully immersed in the respective immeasurable or boundless state. It would not be possible to pervade all directions with a mind imbued with mettā or compassion without being affected by such pervasion oneself. This makes it fairly probable that the perceived need to include oneself would have arisen only once the meditation practice came to rely on the employment of other individuals as the object. In such a situation, it would be more natural for the idea to arise that oneself must be explicitly included among the recipients.

    Whatever may be the final word on the exact stages in the development under discussion here, there can be little doubt that the meditative approach to mettā and compassion by way of taking four individuals as one's objects, proceeding from oneself to a friend, a neutral person, and then a hostile person, is a later element. This does not mean that there is anything wrong with it. The wide-spread appeal of this form of practice testifies to its practical value. However, it does mean that this mode of practice need not be considered the only possible way to go about the meditative cultivation of mettā and compassion.

Baca juga diskusi dengan topik yang sama di forum Suttacentral:

https://discourse.suttacentral.net/t/why-does-almost-everyone-teach-the-brahmaviharas-wrong/23883
#2
Quote from: Indra on 31 October 2025, 02:29:39 PMitukah pertandanya? kelelahan psikis yg sampai menghabisinya?

Tetapi ini udah lama sih, sejak sekitar 4 tahun yang lalu, karena usia group lintas agama kita juga udah 4 tahunan....
#3
Quote from: Indra on 31 October 2025, 10:16:51 AMSering saya dan KK saling baku hantam sendiri ketika Forum lagi sepi, lalu tiba2 bersatu ketika menghadapi common enemies. Tapi yang paling indah adalah ketika kami berdua di-ban di beberapa vihara.  The most memorable moments of him ::)

Terakhir beliau tidak tertarik lagi berdebat berdarah-darah seperti di forum/group DC dulu dan tidak mau join group pembahasan agama (Buddhis atau non-Buddhis) yang isinya para fundies, kemudian bikin group yang isinya kita2 aja yang tertarik dengan pembahasan lintas agama secara historis dengan pikiran terbuka....
#4
Quote from: Arya Karniawan on 30 October 2025, 10:49:30 PMJujur sih aku gak khawatir soal kepergian ko item.

Kalo menurut beliau sendiri, beliau seorang Ajivaka. Kalo Ajivaka takdirnya udah pasti (niyata), setelah sekian kalpa kelahiran akan terbebaskan dengan sendirinya  ;D
#5
Quote from: FZ on 30 October 2025, 05:15:32 PMOOT dikit, adakah active lookup Pali <-> Indonesian seperti lookup Pali - English di sutta central ?

Screenshot 2025-10-30 204242.png
#6
Jurnal Pribadi / Re: Just My Little Thought
30 October 2025, 08:42:16 PM
Quote from: FZ on 30 October 2025, 05:41:27 PMIzin tanya di sini aja  ;D

Ketika Buddha masih hidup, status pencapaian YM Ananda apa ? Apakah sudah masuk arus atau belum ? Saya cari-cari di sutta, tidak menemukan informasi terkait ini. Mohon pencerahannya. Terima kasih  _/\_

Sudah dijawab oleh sdr. Gajeboh Angek:

Quote from: gajeboh angek on 30 October 2025, 07:47:58 PMSutta Nipata 22.83

Demikian kata YM Ananda:

Puṇṇo nāma āvuso, āyasmā mantāniputto amhākaṃ navakānaṃ sataṃ bahūpakāro
hoti, so amhe iminā ovādena ovadati. Idañca pana me āyasmato puṇṇassa
mantāniputtassa dhammadesanaṃ sutvā dhammo abhisametoti.

"Para  sahabat,  Bhikkhu  Punna  Mantaniputta  sangat  membantu  kita  ketika  kita
baru  ditahbiskan.  Beliau  menyemangati  kita  dengan  dorongan  demikian.  Dan
ketika  saya  mendengarkan  penjelasan  Dhamma  ini  dari  Bhikkhu  Punna
Mantaniputta, saya mengerti Dhamma."

Katanya "mengerti Dhamma" di sini adalah sebagai pemasuk arus. Didukung juga katanya Mahaparinibbana sutta semuanya yang datang adalah orang suci. 

#7
Quote from: FZ on 29 October 2025, 07:52:40 PMdi suttacentral sepertinya Bhante Sujato translate citta ekaggata sebagai unification of mind.

Quote from: Indra on 30 October 2025, 03:39:02 PMkonsentrasi biasanya dari english "concentration", biasanya dari kata Pali samadhi

Dalam menerjemahkan istilah Pali tertentu, pertimbangan Bhante Sujato adalah makna istilah tersebut awalnya dipakai dalam konteks tradisi spiritual/agama India kuno yang lebih tua di mana Sang Buddha memperoleh inspirasi pengajarannya (seperti tradisi Brahmanisme dalam Rg Veda atau Upanishad awal atau tradisi Jainisme/Nigantha). Dalam artikel ini Bhikkhu Sujata menghubungkan makna samadhi dengan ritual pemujaan api para brahmana:

https://discourse.suttacentral.net/t/samadhi-is-both-a-gathering-and-a-fire/3552
#8
Jurnal Pribadi / Re: Just My Little Thought
30 October 2025, 04:01:04 PM
Sudah lama tidak ada hal yang menarik bisa diupdate di sini, jadi cuma ingin menginfokan bahwa selain di forum ini, tulisan-tulisanku yang terbaru bisa dibaca di Quora:

https://id.quora.com/profile/Seniya

Kalo ada yang mau bertanya secara khusus, bisa membuat pertanyaan dan meminta jawabannya ke saya di Quora ;D
#9
Salah satu message terakhir om KK seminggu sebelum wafat di group pembahasan lintas agama yg kami buat di telegram. Semoga bisa menjadi pengingat agar tdk terlalu fundamentalis dalam beragama:

Quote from: K.K. (Kainyn Kutho)Itu kan cara pikir fundies krn menurut gue wkt itu, Thervad "murni" plg bener. Ga ada di sutta = ngaco.

Semua agama itu berkembang dr kepercayaan yg udah ada sebelumnya. Mengembangkan dan menambah itu emg udah bagian yg wajar dlm perjalanan dr waktu ke waktu. Mahayana tambah Amitabha, Tantra tambah SH Adi Buddha, ya semua sah aja. Karena emg agama itu kan gagasan yg ga bisa dibuktikan objektif.
#10
Kenang-kenangan tulisan om KK di forum ini:

https://forum.dhammacitta.org/index.php?topic=11406.0

Beliau juga sempat mengisi materi zoom diskusi Dhamma online DC 5 tahun yg lalu saat covid:

#11
DHARMAPADA SUTRA: Untaian Syair Dharma

Dhammapada (Pāli) atau Dharmapada (Sanskrit) merupakan teks Buddhis yang populer dan berisi syair-syair Dharma (kebenaran atau ajaran Buddha) yang menginspirasi banyak praktisi Buddhis sejak masa kuno. Terdapat beberapa versi Dhammapada atau Dharmapada yang ada saat ini. Yang paling terkenal adalah Dhammapada dari aliran Theravāda dalam bahasa Pāli yang telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa modern. Padanannya dari aliran Sarvāstivāda disebut Udānavarga yang terdapat dalam bahasa Sanskrit, Tibet, dan Cina. Selain itu, terdapat juga versi Dharmapada dalam bahasa Prakrit, Gandhari, dan Cina.

Terdapat empat versi Dharmapada atau Udānavarga dalam bahasa Cina. Salah satunya adalah 法句經 (Faju Jing atau Dharmapada Sutra) yang saat ini dimasukkan dalam Tripitaka edisi Taisho nomor 210 (T. 210) dan merupakan terjemahan Dharmapada dalam bahasa Cina yang paling awal. Berbeda dengan Dhammapada Pāli yang terdiri dari 423 syair dalam 26 bab, Dharmapada Sutra yang diterjemahkan pada tahun 224 M atau tak lama setelah itu terdiri dari 752 syair dalam 39 bab di mana 26 bab di antaranya memiliki syair-syair padanan dalam Dhammapada Pāli.

Di sini penulis menerjemahkan teks Dharmapada Sutra secara bebas berdasarkan makna kata per kata. Penulis sendiri tidak memiliki keahlian khusus dalam menerjemahkan teks Buddhis langsung dari bahasa Cina kuno sehingga tidak menampik adanya kesalahan dalam terjemahan ini. Oleh sebab itu, penulis membuka diri atas saran dan perbaikan dari para pembaca, terutama yang memiliki pengetahuan bahasa Cina kuno yang digunakan teks-teks Buddhis, demi terjemahan Dharmapada Sutra yang lebih baik dan akurat.

Bab 1-3: https://www.academia.edu/78726065/DHARMAPADA_SUTRA_Untaian_Syair_Dharma_Bab_1_3_
Bab 4-...: on progress
#12
Theravada / Re: Membaca sutta dalam hati
16 May 2022, 11:42:51 AM
Boleh-boleh saja selama tidak mengganggu kenyamanan orang lain
#13
Madhyama Agama vol. II SELESAI

:lotus: :lotus: :lotus:
#14
Catatan Kaki:

<354> Padanan Pāli-nya adalah Sukhumāla-sutta, AN 3.38 dalam AN I 145.

<355> Identifikasi beberapa nama bunga adalah bersifat tidak pasti.

<356> Sukhumāla-sutta tidak mengisahkan pencapaian jhāna pertama pangeran muda.

<357> MĀ 117 menunjuk tidak hanya pada usia tua dan penyakit, tetapi juga kematian dalam bait syair yang mengikuti. Ini membuat aman untuk menyimpulkan bahwa bagian prosa dalam MĀ 117 telah mengalami kehilangan suatu penguraian tentang topik kematian; kenyataannya topik yang sama ditemukan juga dalam Sukhumāla-sutta. Tampaknya teks yang hilang dapat dilengkapi sebagai berikut: "Selanjutnya, aku berpikir, 'Orang-orang duniawi yang bodoh dan tidak terpelajar itu sendiri tunduk pada kematian, tidak terbebas dari kematian. Ketika melihat orang lain meninggal, mereka merasa jijik dan merendahkan mereka sebagai yang tidak diinginkan dan tidak menyenangkan, tidak mengamati kondisi mereka sendiri.' Selanjutnya aku berpikir, 'Aku sendiri tunduk pada kematian, tidak terbebas dari kematian. Jika ketika melihat orang lain meninggal aku merasa jijik dan merendahkan mereka sebagai yang tidak diinginkan dan tidak menyenangkan, maka itu akan tidak pantas bagiku, karena aku juga tunduk pada kondisi ini.' Setelah aku merenungkan dengan cara ini, keangkuhan yang disebabkan oleh kehidupan secara alamiah lenyap."

<358> Padanan Pāli-nya adalah Nāga-sutta, AN 6.43 dalam AN III 344, yang memiliki Hutan Jeta, juga di Sāvatthī, sebagai lokasinya.

<359> Dalam Nāga-sutta, Sang Buddha pergi mandi bersama Ānanda, setelah keduanya menghabiskan hari bermeditasi di Aula Ibu Migāra.

<360> 念. Dalam Nāga-sutta gajah itu bernama Seta.

<361> Bhikkhu Bodhi, The Numerical Discourses of the Buddha, hal. 1756, catatan. 1317, menjelaskan bahwa pernyataan yang berhubungan dalam versi Pāli (tentang tidak melakukan kejahatan melalui jasmani, ucapan, dan pikiran) melibatkan suatu permainan kata dari nāga sebagai na āguṃ, "tidak jahat". Bahwa Sang Tathāgata adalah seekor nāga yang demikian tidak secara eksplisit dinyatakan dalam Nāga-sutta.

<362>Tentang bait syair ini lihat Bhikkhu Bodhi, The Numerical Discourses of the Buddha, hal. 1756, catatan. 1319.

<363> Dalam Nāga-sutta gading gajah mewakili keseimbangan dan ekornya mewakili keterasingan.

<364> Padanan Pāli-nya adalah Kathāvatthu-sutta, AN 3.67 dalam AN I 197.

<365> Kathāvatthu-sutta melanjutkan secara langsung dari pernyataan awal tentang tiga landasan untuk berbicara menuju analisis masa lampau, masa sekarang, dan masa depan.

<366> Kathāvatthu-sutta tidak menjelaskan tibanya pada pembebasan pada titik ini.

<367> Kathāvatthu-sutta membahas pertanyaan untuk dijawab dengan empat cara: secara pasti, dengan membuat pembedaan, dengan menanyakan pertanyaan balasan, dan dengan mengesampingkan pertanyaan.

<368> Kathāvatthu-sutta melanjutkan dengan menganalisis lebih lanjut jenis-jenis pembicaraan.

<369> Padanan Pāli-nya adalah Arahanta-sutta, SN 22.76 dalam SN III 82.

<370> Mengambil varian yang menambahkan 三十. Arahanta-sutta alih-alih menggambarkan bagaimana pandangan terang ke dalam tiga karakteristik sehubungan dengan lima kelompok unsur kehidupan membawa pada kekecewaan dan kebosanan terhadapnya, yang menghasilkan pembebasan.

<371> 七善法, dengan pasangannya dalam tujuh sadhamma dalam Arahanta-sutta; tujuh keadaan bermanfaat ini didaftarkan dalam Saṅgīti-sutta, DN 33 dalam DN III 252, sebagai keyakinan, rasa malu, rasa takut berbuat salah, pembelajaran, semangat, perhatian, dan kebijaksanaan.

<372> Padanan Pāli-nya adalah Pavāraṇā-sutta, SN 8.7 dalam SN I 190, yang memiliki Aula Ibu Migāra di Sāvatthī sebagai lokasinya.

<373> Dalam Pavāraṇā-sutta Sang Buddha tidak membuat pernyataan tentang pencapaian dirinya sendiri.

<374> Pavāraṇā-sutta tidak memberikan penunjukan pada seorang bhikkhu yang belum mencapai tujuan akhir.

<375> Dalam Pavāraṇā-sutta Sang Buddha, tanpa diminta melakukannya, menyebutkan enam puluh orang bhikkhu yang memiliki tiga pengetahuan lebih tinggi, enam puluh orang yang telah mencapai enam pengetahuan langsung, dan enam puluh orang yang terbebaskan melalui kedua cara; sisanya dari lima ratus orang bhikkhu terbebaskan melalui kebijaksanaan. Pavāraṇā-sutta tidak melaporkan pernyataan oleh Sang Buddha yang membandingkan para bhikkhu yang berkumpul dengan inti kayu.

<376> Tiga bait yang dimulai dengan "bersinar dengan cahaya murni" sampai dengan yang sekarang tidak memiliki padanan dalam Pavāraṇā-sutta.

<377> Dalam bait terakhir dari Pavāraṇā-sutta Vaṅgīsa memberikan penghormatan kepada Kerabat Matahari (yaitu, Sang Buddha), yang telah menghancurkan anak panah ketagihan.

<378> Padanan Pāli pada bagian pertama dari MĀ 122 adalah Uposatha-sutta, AN 8.20 dalam AN IV 204, yang memiliki Aula Ibu Migāra di Sāvatthī sebagai lokasinya. Bagian kedua dari MĀ 122 memiliki padanan dalam Kāraṇḍava-sutta, AN 8.10 dalam AN IV 168.

<379> Uposatha-sutta mengisahkan bahwa Sang Buddha duduk berdiam diri, tanpa menyatakan bahwa beliau telah memasuki konsentrasi dan mengamati pikiran para bhikkhu dalam perkumpulan. Hanya komentar, Mp IV 112, menyatakan bahwa Sang Buddha telah mengamati pikiran para bhikkhu dan melihat salah seorang tanpa moralitas.

<380> Menurut Uposatha-sutta, yang meminta Sang Buddha untuk mengulangi pātimokkha (aturan disiplin) adalah Ānanda.

<381> Dalam Uposatha-sutta, Mahāmoggallāna pertama-tama meminta bhikkhu itu tiga kali untuk pergi, dan hanya ketika bhikkhu itu tetap duduk berdiam diri ia memegang lengannya dan membawanya keluar.

<382> Uposatha-sutta tidak menunjuk pada kepala bhikkhu itu yang mungkin terpecah menjadi tujuh bagian, suatu bahaya yang disebutkan hanya dalam komentar, Mp IV 112.

<383> Uposatha-sutta melanjutkan dengan delapan kualitas luar biasa samudera yang dibandingkan dengan delapan kualitas ajaran Sang Buddha. Pemaparan sisa dari MĀ 122 tentang seorang bhikkhu yang berpura-pura menjadi murni dengan bertindak dengan pemahaman benar memiliki padanan dalam Kāraṇḍava-sutta, AN 8.10 dalam AN IV 168.

<384> Padanan Pāli-nya adalah Soṇa-sutta, AN 6.55 dalam AN III 374, yang memiliki Gunung Puncak Burung Bangkai sebagai lokasinya.

<385> Soṇa-sutta mengatakan bahwa Soṇa Kolivīsa berdiam di Sītavana di Rājagaha. Ia hanya mengisahkan bahwa ia sedang tinggal dalam keterasingan dan tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang latihannya.

<386> Dalam Soṇa-sutta Sang Buddha alih-alih menggunakan cara kekuatan batin untuk lenyap dari Gunung Puncak Burung Bangkai dan muncul kembali di hadapan Soṇa di Sītavana.

<387> Soṇa-sutta tidak mengisahkan rasa malu Soṇa atau kesadarannya bahwa Sang Buddha mengetahui pemikirannya.

<388> Dalam Soṇa-sutta enam pengalaman adalah teguh dalam pelepasan keduniawian, keterasingan, tanpa kesulitan, hancurnya ketagihan, hancurnya kemelekatan, dan tanpa kebingungan.

<389> Soṇa-sutta tidak membahas topik tentang seseorang dalam latihan dan dengan demikian tidak memiliki padanan pada perumpamaan indria-indria dan kebiasaan seorang pemuda.

<390> Soṇa-sutta berakhir dengan bait terakhir ini dan tidak memiliki padanan pada sisa MĀ 124.

<391> Padanan Pāli-nya adalah Akkhaṇa-sutta, AN 8.29 dalam AN IV 225.

<392> Akkhaṇa-sutta memiliki dua terakhir dalam urutan yang berkebalikan, pertama masalah karena menganut pandangan salah dan kemudian masalah karena tidak dapat memahami.

<393> Padanan Pāli-nya adalah Iṇa-sutta, AN 6.45 dalam AN III 351.

<394> Iṇa-sutta mendaftarkan ketiadaan keyakinan, rasa malu, rasa takut berbuat salah, semangat, dan kebijaksanaan, semuanya sehubungan dengan keadaan-keadaan bermanfaat. Ia tidak menyebutkan bahwa seseorang yang demikian dapat memiliki emas dan batu-batu berharga.

<395> Iṇa-sutta tidak menunjuk pada seorang Arahant pada titik ini.

<396> Mengambil varian 安 alih-alih 棄.

<397> Perbandingan dengan sebuah pelita tidak ditemukan dalam Iṇa-sutta.

<398> Padanan Pāli-nya adalah Kāmabhogī-sutta, AN 10.91 dalam AN V 176.

<399> Kāmabhogī-sutta mengambil keseluruhan sepuluh jenis yang diperkenalkan sebelumnya dan menunjukkan dalam masing-masing kasus berapa banyak landasan hal ini dikritik atau dipuji.

<400> Seseorang yang mencari kekayaan dengan cara yang tidak benar sebagian tidak mungkin dikualifikasikan sebagai lebih tunggu daripada seseorang yang melakukan demikian dengan cara yang benar sepenuhnya. Bagian yang ditambahkan dalam tanda kurung siku oleh sebab itu dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa ini menunjuk hanya pada mereka yang sama halnya mencari kekayaan dengan cara campuran. Mempertimbangkan dari syair yang berikutnya, bacaan ini tampaknya akibat dari suatu kesalahan tekstual dan mulanya tentang seseorang yang mencari kekayaan dengan cara yang benar tetapi melekat padanya.

<401> Kāmabhogī-sutta tidak mengandung syair.

<402> Padanan Pāli-nya adalah Dakkhiṇeyyā-sutta, AN 2.4.4 at AN I 62.

<403> Pembedaan dua jenis orang ke dalam delapan belas dan sembilan jenis tidak ditemukan dalam Dakkhiṇeyyā-sutta, yang alih-alih melanjutkan setelah pembedaan berunsur dua dengan syair-syair yang diucapkan Sang Buddha.

<404> "Penghasil-satu-benih" menunjuk pada seorang pemasuk-arus yang akan mengalami hanya satu kehidupan lagi.

<405> Sementara daftar sebelumnya dari mereka dalam latihan mewakili bahan yang umum dalam kotbah-kotbah awal dalam tradisi pengulang yang berbeda-beda, daftar mereka yang melampaui latihan saat ini mencerminkan gagasan belakangan yang dianut dalam tradisi pengulang Sarvāstivāda, yang diwariskan Madhyama-āgama. Daftar yang sama dapat ditemukan dalam Abhidharmakośavyākhyā; lihat Wogihara, Sphuṭārthā Abhidharmakośavyākhyā by Yaśomitra, Bagian II, hal. 566.

<406> Padanan Pāli-nya adalah Gihī-sutta, AN 5.179 dalam AN III 211.

<407> Gihī-sutta tidak mengisahkan pertemuan antara Sāriputta dan kelompok yang dipimpin oleh Anāthapiṇḍika. Alih-alih ia mulai dengan tibanya kelompok itu di hadapan Sang Buddha.

<408> Dalam Gihī-sutta pernyataan demikian dibuat oleh siswa mulia itu sendiri.

<409> Gihī-sutta hanya mendaftarkan lima aturan latihan, tanpa memberikan rincian.

<410> Gihī-sutta menekankan bahwa Dharma adalah terlihat langsung, tidak melibatkan waktu, mengundang seseorang untuk datang dan melihat, membawa ke depan, dan untuk dialami secara pribadi oleh orang bijaksana. Di sini dan sehubungan dengan tiga kediaman batin yang menyenangkan lainnya, Gihī-sutta hanya menyebutkan bahwa mereka berfungsi untuk memurnikan pikiran yang tidak murni dan membersihkan pikiran yang kotor.

<411> Gihī-sutta hanya menunjuk pada empat pasang (orang mulia), delapan [jenis] orang, tanpa mendaftarkan mereka secara individual dan tanpa mencatat bahwa mereka sempurna dalam moralitas, konsentrasi, kebijaksanaan, pembebasan, serta pengetahuan dan penglihatan pembebasan.

<412> Gihī-sutta tidak memiliki perbandingan dengan bumi.

<413> Gihī-sutta menggambarkan seseorang yang demikian lebih rinci, dengan mengkualifikasikannya dengan berbagai cara sebagai seorang yang terbebaskan.

<414> Dalam Gihī-sutta mereka yang memberi kepada orang luar dianggap orang bodoh.

<415> Padanan Pāli-nya adalah Kodhana-sutta, AN 7.60 dalam AN IV 94.

<416> Dalam Kodhana-sutta, di mana kehilangan kekayaan adalah yang keempat dalam daftarnya, kehilangan demikian muncul karena penyitaan atas nama raja.

<417> Mengambil varian 盛 alih-alih 止.

<418> Selain orang tua, Kodhana-sutta juga menyebutkan pembunuhan seorang brahmana (yang menurut komentar berarti seorang Arahant) atau seorang duniawi.

<419> Mengambil varian 業 alih-alih 逆.

<420> Padanan Pāli-nya adalah Dhammika-sutta, AN 6.54 dalam AN III 366, yang memiliki Gunung Puncak Burung Bangkai di Rājagaha sebagai lokasinya.

<421> Dalam Dhammika-sutta Dhammika beberapa kali meninggalkan satu vihara dan pergi ke vihara yang lain, di mana kejadian yang sama terjadi lagi, sampai akhirnya para umat awam menyuruhnya untuk meninggalkan semua tujuh vihara di daerah itu.

<422> Pembahasan dalam Dhammika-sutta berlanjut dengan berbeda. Ketika melihat Dhammika, Sang Buddha bertanya kepadanya dari manakah ia datang, di mana Dhammika menjelaskan bahwa ia telah diusir. Sebagai tanggapan atas hal itu, Sang Buddha memberikan perumpamaan burung dan langsung melanjutkan dengan kisah pohon banyan Raja Koravya.

<423> Dhammika-sutta tidak menggambarkan kondisi umum pada masa Raja Koravya, ataupun tidak mengatakannya sebagai seorang raja pemutar roda.

<424> Dhammika-sutta tidak mengisahkan Raja Koravya mengetahui bahwa pohon banyan itu tidak lagi menghasilkan buah; informasi ini ditemukan hanya dalam komentar, Mp III 386. Ia juga hanya mengisahkan bahwa Raja Koravya mendekati Sakka, tanpa secara eksplisit menyatakan bahwa ia melakukannya dengan cara kekuatan batin atau bahwa keduanya kembali ke Jambudīpa dengan cara yang sama.

<425> Sehubungan dengan Sunetta dan para guru lainnya, Dhammika-sutta hanya menyebutkan bahwa mereka yang tidak memiliki keyakinan dalam ajaran mereka terlahir kembali di alam yang lebih rendah. Penjelasan para siswa Sunetta yang terlahir kembali di alam-alam surga yang berbeda dan latihannya sendiri yang lebih tinggi dapat ditemukan dalam AN 7.62 pada AN IV 103, dan padanannya MĀ 8 pada T I 429b.

<426> Dhammika-sutta tidak menyebutkan ayah Jotipāla, Govinda, dan oleh sebab itu mengatakan hanya enam guru, walaupun ia menunjuk pada Govinda dan Jotipāla dalam bagian syairnya. Mahāgovinda-sutta, DN 19 dalam DN II 230, mengisahkan bahwa Govinda telah menjadi penasihat Raja Disampatī, dan putra Govinda Jotipāla menjabat sebagai penasihat dari putra Disampatī, Raja Reṇu (dan pengikutnya). Tidak seperti Jotipāla, Govinda tidak pergi mengembangkan brahmavihāra dan dengan demikian tidak menjadi seorang "guru" dari latihan ini bagi orang lain. Oleh sebab itu, penunjukan pada tujuh brahmana penasihat tetapi enam guru dalam Dhammika-sutta dengan benar mencerminkan penjelasan dalam DN 19.

<427> Mengambil varian 微 alih-alih 妙.

<428> Padanan Pāli-nya adalah Māratajjanīya-sutta, MN 50 dalam MN I 332; untuk studi perbandingan lihat Anālayo, A Comparative Study of the Majjhima-nikāya, hal. 300–307.

<429> Māratajjanīya-sutta tidak menyebutkan pengawasan pembangunan sebuah gubuk atau bahwa Māra membuat dirinya lebih kecil.

<430> Menurut Māratajjanīya-sutta, bhikkhu yang berhubungan Vidhura telah memperoleh namanya karena tiada bandingnya dalam mengajarkan Dharma (vidhura dapat berarti "tiada banding").

<431> 想; dalam Māratajjanīya-sutta bhikkhu yang berhubungan Sanjīva disebut demikian karena ia telah "hidup kembali", patisanjīvita.

<432> Perenungan Māra dalam Māratajjanīya-sutta tidak memiliki penunjukan pada silsilah yang terputus disebabkan para pertapa tidak memiliki anak. Alih-alih ia menjelaskan rencananya untuk menyebabkan para perumah tangga mencaci maki para bhikkhu agar mengacaukan pikiran mereka. Kecaman tentang lamunan, dst., tampak dalam versi Pāli hanya sebagai bagian penghinaan sebenarnya dari para perumah tangga. Penghinaan ini mulai dengan perumpamaan seekor burung hantu yang ingin menangkap tikus, diikuti oleh seekor anjing hutan yang ingin menangkap ikan, seekor kucing yang ingin menangkap tikus, dan seekor keledai yang tidak memiliki beban.

<433>Dalam Māratajjanīya-sutta para perumah tangga mencaci maki mereka hanya secara verbal; mereka tidak menyerang mereka secara fisik. Tentang terlahir kembali di neraka, mereka tidak ditunjukkan menyadari bahwa ini terjadi akibat hukuman karena mencaci maki para bhikkhu.

<434> Māratajjanīya-sutta tidak memberikan informasi lebih lanjut tentang jumlah keramaian yang diajar oleh Kakusandha.

<435> Māratajjanīya-sutta hanya mengisahkan bahwa para perumah tangga berperilaku dengan hormat, tanpa merincikan dengan cara apa mereka melakukannya. Tentang terlahir kembali di surga, mereka tidak ditunjukkan menyadari bahwa ini terjadi sebagai ganjaran karena perilaku hormat mereka terhadap para bhikkhu.

<436> Nasihat dalam Māratajjanīya-sutta adalah agar merenungkan ketiadaan keindahan terhadap jasmani, mempersepsikan kejijikan makanan, mempersepsikan seluruh dunia sebagai tanpa kesenangan, dan merenungkan ketidakkekalan semua bentukan.

<437> Māratajjanīya-sutta tidak melaporkan rencana Māra; serangan sebenarnya terjadi dengan cara merasuki seorang anak laki-laki.

<438> Māratajjanīya-sutta memberikan tiga nama untuk neraka; periode bagi tonggak untuk bertemu tonggal adalah seribu tahun; dan bentuk kelahiran kembali yang dialami oleh māra masa lampau adalah tubuh seorang manusia dengan kepala seekor ikan.

<439> Syair-syair dalam Māratajjanīya-sutta menunjukkan perbedaan dan cenderung kurang terperinci.

<440> Mengambil varian 諸 alih-alih 謂.
#15
Si Jahat, pada waktu itu māra [bernama] Perusak berpikir, "Aku tidak dapat memperoleh kesempatan dengan para pertapa tekun itu dengan cara ini. Biarlah aku alih-alih mengubah diriku menjadi seorang pemuda dan, memegang sebatang tongkat besar di tanganku dan berdiri di pinggir jalan, aku akan memukul Yang Mulia Suara pada kepalanya sehingga [kepalanya] terpotong dan darah mengucur wajahnya."<437>

Si Jahat, saat fajar Tathāgata Kakusandha, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, yang sedang tinggal bergantung pada sebuah desa atau kota kecil, mengenakan jubahnya, membawa mangkuknya, dan memasuki desa untuk mengumpulkan dana makanan. Yang Mulia Suara mengikuti di belakang beliau sebagai pelayan beliau.

Si Jahat, pada waktu itu māra [bernama] Perusak, setelah mengubah dirinya menjadi seorang pemuda, sedang memegang sebatang tongkat besar di tangannya dan berdiri di pinggir jalan. Ia memukul Yang Mulia Suara pada kepalanya, memotongnya, dan darah mengucur wajahnya. Si Jahat, Yang Mulia Suara, dengan kepalanya terpotong dan darah mengucur wajahnya, mengikuti di belakang Tathāgata Kakusandha, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, bagaikan bayangan yang tidak pernah meninggalkannya.

Si Jahat, Tathāgata Kakusandha, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, setelah mencapai desa, memutar seluruh tubuhnya ke kanan untuk melihat, dengan cara seekor nāga melihat ke sekeliling, mengamati semua arah tanpa takut atau gentar.

Si Jahat, Tathāgata Kakusandha, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, melihat bahwa Yang Mulia Suara, dengan kepalanya terpotong dan darah mengucur wajahnya, sedang mengikuti di belakang Sang Buddha seperti bayangan yang tidak pernah meninggalkannya. Kemudian beliau berkata, "Māra [bernama] Perusak adalah kejam dan bengis serta memiliki kekuatan besar. Māra [bernama] Perusak ini tidak mengetahui berapa banyak yang cukup."

Si Jahat, sebelum Tathāgata Kakusandha, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, menyelesaikan perkataannya, pada waktu itu tubuh māra [bernama] Perusak langsung jatuh dari tempat itu ke dalam Neraka Besar Tanpa Penghilangan.

Si Jahat, Neraka Besar ini memiliki empat sebutan. Pertama adalah "Tanpa Penghilangan", kedua adalah "Ratusan Paku", ketiga adalah "Ujung Runcing Berduri", dan keempat adalah "Enam Kontak".<438> Di Neraka Besar itu terdapat para penjaga yang mendekati māra [bernama] Perusak. Mereka berkata kepada māra [bernama] Perusak, "Sekarang, engkau seharusnya mengetahui bahwa ketika paku dan paku bertemu satu sama lain, seratus tahun penuh telah berlalu."

Mendengar hal ini, Māra, Si Jahat, mengalami jantung berdebar-debar disebabkan oleh ketakutan dan kengerian, dan semua rambut pada tubuhnya berdiri tegak. Ia berkata kepada Yang Mulia Mahāmoggallāna dengan syair:

Neraka manakah itu
Di mana māra [bernama] Perusak terjatuh pada masa lampau,
Ia yang menyulitkan dan melukai para praktisi kehidupan suci Sang Buddha
Dan mengganggu para bhikkhu?

Yang Mulia Mahāmoggallāna menjawab Māra, Si Jahat, dengan syair:<439>

Tanpa Penghilangan adalah nama neraka itu
Di mana māra [bernama] Perusak sebelumnya [terjatuh],
[Ketika ia] menyulitkan dan melukai para praktisi kehidupan suci Sang Buddha
Dan mengganggu para bhikkhu.

Ia mengandung ratusan paku besi,
Masing-masing darinya dengan ujung runcing berduri.
Tanpa Penghilangan adalah nama neraka itu
Di mana māra [bernama] Perusak berada pada masa lampau.

Mereka yang tidak memahami
[Akibat menyerang] para bhikkhu yang adalah siswa Sang Buddha
Pasti akan menderita seperti ini,
Mengalami akibat perbuatan gelap mereka.

Terdapat berbagai jenis taman hiburan,
Bagi manusia di dunia
Yang makan padi putih yang tumbuh secara alami
[Ketika] berdiam di benua utara (Uttarakuru),

Di puncak Gunung Sumeru agung
Aku mengembangkan [pikiranku] dengan baik dan membakar [semua kekotoran].
Setelah berlatih di sini dan [mencapai] pembebasan,
Aku [sekarang] memikul tubuh terakhirku.

Terletak di dekat mata air besar
Sebuah istana yang akan bertahan selama [sepanjang] kalpa,
Berwarna keemasan yang indah,
Dan bercahaya bagaikan nyala api.

Berbagai jenis musik dimainkan
Ketika [seseorang] mendekati tempat [kediaman] Sakka,
Tempat tinggalnya satu-satunya, di mana pada masa lalu,
Seperti yang dikenal luas, telah dipersembahkan kepadanya.

Dengan Sakka berjalan di depanku
Aku naik ke Istana Vejayanta.
Ketika melihat Sakka, masing-masing bidadari surgawi
Mulai menari dengan sukacita.
Ketika melihat seorang bhikkhu datang,
Mereka mengundurkan diri dengan malu.

Ketika tiba di Istana Vejayanta,
Dan melihat bhikkhu itu, [Sakka] bertanya kepadanya sebuah pertanyaan,
"Apakah pertapa agung mengetahui
Akhir ketagihan dan pencapaian pembebasan?"

Bhikkhu itu menjawab
Sesuai dengan pertanyaan si penanya,
"Kosiya, aku mengetahui
Akhir ketagihan dan pencapaian pembebasan."

Ketika mendengar jawabannya
Sakka memperoleh sukacita dan kebahagiaan.
[Ia berkata,] "Bhikkhu itu sangat memberikan manfaat [kepadaku];
Apa yang telah ia katakan sesuai dengan pertanyaanku."

Setelah tiba di Istana Vejayanta,
[Bhikkhu itu] bertanya kepada Sakka, raja para dewa,
"Apakah nama istana ini,
Sakka, dalam kota yang engkau perintah?"

Sakka menjawab, "Pertapa Agung,
Ia disebut Vejayanta,
Yang bermakna 'seribu dunia
Di antara seribu dunia'.
Tidak ada yang melampaui atau [bahkan] menyerupai
Istana Vejayanta ini."

[Di sana] Raja Surgawi, Sakka, raja para dewa,
Dapat berdiam dengan nyaman sesukanya.
Ia menikmati tak terhitung kenikmatan,
Dengan mengubah satu [kenikmatan] menjadi seratus.
Dalam Istana Vejayanta
Sakka dapat berdiam dengan nyaman.

Walaupun Istana Vejayanta megah,
Aku dapat mengguncangnya dengan ujung kakiku,
Seperti yang dilihat Raja Surgawi dengan matanya sendiri.
Namun Sakka [masih] dapat berdiam [di dalamnya] dengan nyaman.

Karena, seperti Aula Ibu Migāra,
Fondasinya dibangun sangat dalam dan padat.
Adalah sulit untuk dipindahkan dan diguncang,
[Tetapi] kekuatan batin dapat mengguncangnya.

Ia memiliki lantai berlapis kaca yang berwarna-warni
Di mana para mulia telah melangkahinya.
Licin dan berkilau, menyenangkan untuk disentuh,
Dibentang dengan penutup kapas yang lembut.

Dengan kumpulan yang berbicara menyenangkan dan rukun,
Raja Surgawi selalu berbahagia.
Ia ahli dalam bermain musik
Dengan nada dan melodi yang harmonis.

Ketika seorang pemasuk-arus berbicara
Semua dewa datang dan berkumpul,<440>
Tak terhitung ribuan
Dan ratusan banyak sekali dari mereka.

Setelah pergi ke Surga Tiga-Puluh-Tiga,
Ia yang memiliki mata kebijaksanaan mengajarkan mereka Dharma.
Setelah mendengar ajarannya,
[Para dewa] bergembira dan menerimanya dengan hormat.

Aku juga memiliki kualitas ini,
Seperti yang dikatakan para pertapa.
Aku pergi sampai alam Brahmā
Dan bertanya kepada Brahmā,
"Brahmā, apakah engkau [masih] memiliki pandangan ini,
Yaitu pandangan: 'Aku ada di masa lampau yang jauh,
Dan aku masih ada, dan aku selalu akan ada,
Kekal dan tidak berubah'?"

Brahmā menjawab,
"Pertapa agung, aku tidak lagi memiliki pandangan itu,
Yaitu pandangan: 'Aku ada di masa lampau yang jauh,
Aku kekal dan tidak berubah.'
[Sebaliknya] aku melihat bahwa semua Brahmā
Di alam ini akan meninggal.
Bagaimana mungkin aku sekarang mengatakan
Bahwa aku kekal dan tidak berubah?

"Aku melihat dunia ini
Seperti yang diajarkan Yang Tercerahkan Sempurna.
Ia telah muncul sesuai dengan sebab dan kondisi,
Dan akan kembali ke mana ia berasal.

"Api tidak berpikir:
'Aku akan membakar orang bodoh.'
Ketika api membakar, jika seorang bodoh menyentuhnya,
Secara alamiah ia pasti terbakar.

"Dengan cara yang sama, Si Jahat,
Jika engkau mengganggu seorang Tathāgata,
Dan terlibat dalam perbuatan tidak bermanfaat selama waktu yang lama,
Engkau akan mengalami akibat [buruk] selama waktu yang lama.

"Si Jahat, janganlah membenci Sang Buddha!
Janganlah menyulitkan atau melukai para bhikkhu!
Terdapat seorang bhikkhu yang menaklukkan Māra
Yang berdiam di Hutan Menakutkan."

Si Jahat khawatir dan bersedih,
Setelah ditegur oleh Moggallāna.
Ketakutan dan tanpa kebijaksanaan,
Ia segera lenyap dari tempat itu.

Demikianlah yang diucapkan Yang Mulia Mahāmoggallāna. Setelah mendengar apa yang dikatakan Yang Mulia Mahāmoggallāna, Māra Si Jahat bergembira dan menerimanya dengan hormat.