dearest bros & sisi,
silakan simak paragraf kecil dibawah ini:
"once you stop clinging and let things be,
you'll be free, even of birth and death,
you'll transform everything.
you'll possess spiritual powers that can't be obstructed.
and you'll be at peace wherever you are.
if you doubt this, you're better off doing nothing.
once you act, you can't avoid the cycle of birth and death.
but once you see your nature, you're a buddha even if you work as a butcher".
Pertanyaan:
apa yang dimaksud dgn "let things be" sesuai konteks diatas.
ika. :)
melepas...
maybe.
cuma yg bagian ini
Quote
you're a buddha even if you work as a butcher
kurang setuju.. karena Seorang Buddha seharusnya tidak menjadi tukang jagal...
kalau bekas tukang jagal sih.. mungkin saja.
Sourcenya dari mana ya ?
Let things be IMO mirip dengan jawaban hatRed, membiarkan sesuatu apa adanya menandakan lepasnya / ketiadaan keinginan.. ya balik2 setuju dengan jawaban hatRed seh
Quote from: ika_polim on 19 March 2009, 12:33:55 PM
dearest bros & sisi,
silakan simak paragraf kecil dibawah ini:
"once you stop clinging and let things be,
you'll be free, even of birth and death,
you'll transform everything.
you'll possess spiritual powers that can't be obstructed.
and you'll be at peace wherever you are.
if you doubt this, you're better off doing nothing.
once you act, you can't avoid the cycle of birth and death.
but once you see your nature, you're a buddha even if you work as a butcher".
Pertanyaan:
apa yang dimaksud dgn "let things be" sesuai konteks diatas.
ika. :)
sumbernya, plis??
biar jelas kalo mo jawabnya......
Quote from: ika_polim on 19 March 2009, 12:33:55 PM
"once you stop clinging and let things be,
you'll be free, even of birth and death,
you'll transform everything.
you'll possess spiritual powers that can't be obstructed.
and you'll be at peace wherever you are.
if you doubt this, you're better off doing nothing.
once you act, you can't avoid the cycle of birth and death.
but once you see your nature, you're a buddha even if you work as a butcher".
Pertanyaan:
apa yang dimaksud dgn "let things be" sesuai konteks diatas.
dalam kondisi umum, manusia selalu menolak & berusaha merubah realitas :)
Quote from: ika_polim on 19 March 2009, 12:33:55 PM
dearest bros & sisi,
silakan simak paragraf kecil dibawah ini:
"once you stop clinging and let things be,
you'll be free, even of birth and death,
you'll transform everything.
you'll possess spiritual powers that can't be obstructed.
and you'll be at peace wherever you are.
if you doubt this, you're better off doing nothing.
once you act, you can't avoid the cycle of birth and death.
but once you see your nature, you're a buddha even if you work as a butcher".
Pertanyaan:
apa yang dimaksud dgn "let things be" sesuai konteks diatas.
ika. :)
yathabutham nyanadassa...
yathabutham nyanadassa...
terjemahan: melihat apa adanya ;D
once you stop clinging and let things be,
ketika anda berhenti dari kemelekatan dan membiarkan sesuatu apa adanya
you'll be free, even of birth and death,
anda akan bebas, bahkan terhadap kelahiran dan kematian
you'll transform everything.
anda akan menjadi semuanya
you'll possess spiritual powers that can't be obstructed.
anda akan mendapat kekuatan spritual yg tak terhalangi
and you'll be at peace wherever you are
dan anda akan damai dimanapun anda
if you doubt this, you're better off doing nothing.
jika anda meragukannya, lebih baik anda berhenti melakukan apa2
once you act, you can't avoid the cycle of birth and death.
ketika anda melakukannya, anda tidak bisa mengelak dari lingkaran kelahiran dan kematian
but once you see your nature, you're a buddha even if you work as a butcher".
tetapi ketika anda melihat kewajaran/ kebiasaan diri. anda adalah buddha biarpun pekerjaan anda adalah tikang jagal
bergitu bukan terjemahannya bos?
ini aye mau tanya..
you'll transform everything.
anda akan menjadi semuanya
maksudnya apa?
you'll possess spiritual powers that can't be obstructed.
anda akan mendapat kekuatan spritual yg tak terhalangi
maksud dari spiritual power ini kayak apa?
once you act, you can't avoid the cycle of birth and death.
ketika anda melakukannya, anda tidak bisa mengelak dari lingkaran kelahiran dan kematian
yg ini bos?
but once you see your nature, you're a buddha even if you work as a butcher".
tetapi ketika anda melihat kewajaran/ kebiasaan diri. anda adalah buddha biarpun pekerjaan anda adalah tikang jagal
nature disini maksudnya kayak terjemahan saya gak bos? apa itu nature nya
tukang jagal mana bisa jadi buddha....^^
8 jalan mulia itu salah satu nya SILA.
apa bisa tanpa SILA mencapai tingkat kesucian....
sudah ada jalan instant kah?
Ini thread Theravada? Sumbernya darimana om ika?
TS lagi coba buat sajak ?
Dapat source darimana nih ?
Atau cuma IMO ? (https://forum.dhammacitta.org/proxy.php?request=http%3A%2F%2Fwww.pic4ever.com%2Fimages%2F162fs265937.gif&hash=15f1dff1d15c0ce1629372457e0daae0a1d87262)
"once you stop clinging and let things be,
Saat anda berhenti melekat dan menerima apa adanya,
you'll be free, even of birth and death,
Anda akan menjadi bebas, bahkan dari kelahiran dan kematian
you'll transform everything.
Anda akan merubah segalanya
you'll possess spiritual powers that can't be obstructed.
Anda akan memiliki kekuatan spiritual yang tidak dapat dibatasi
and you'll be at peace wherever you are.
Anda akan merasa damai dimanapun anda berada
if you doubt this, you're better off doing nothing.
Bila anda ragu atas (kata-kata) ini , sebaiknya anda berhenti menganggur CMIIW
once you act, you can't avoid the cycle of birth and death.
Sekali saja anda bertindak, anda tidak dapat menghindari siklus kelahiran dan kematian
but once you see your nature, you're a buddha even if you work as a butcher".
Tetapi sampai saatnya anda melihat Sejati anda, Anda adalah Buddha walaupun anda kerja sebagai Tukang Jagal.
===============================================
::) puisi yg masih cacat...
coba lihat bagian ini
Saat anda berhenti melekat dan menerima apa adanya,
dengan
Anda akan memiliki kekuatan spiritual yang tidak dapat dibatasi
note : memiliki ini berasal dari kata Posses, yg berarti tidak hanya memiliki tetapi lebih melekat
Jadi bagaimana mungkin goal ini
Anda akan menjadi bebas, bahkan dari kelahiran dan kematian
dapat tercapai bila syaratnya adalah dengan melepas dan tidak melekat, tetapi melekat dengan suatu kekuatan spiritual ?
lalu pernyataan ini seperti mencoba menantang
if you doubt this, you're better off doing nothing.
Bila anda ragu atas (kata-kata) ini , sebaiknya anda berhenti menganggur CMIIW
once you act, you can't avoid the cycle of birth and death.
dan juga ini
Tetapi sampai saatnya anda melihat Sejati anda, Anda adalah Buddha walaupun anda kerja sebagai Tukang Jagal.
Apakah seorang Buddha adalah seorang Pekerja yg bertujuan mencari nafkah (baca: duit) ?
Apakah seorang Buddha adalah seorang Pekerja yg bertujuan mencari nafkah (baca: duit) dengan cara menjagal?
secara penilaian, masih kurang bagus...
pertama, terlalu banyak janji janji caleg
dapat terlihat dengan banyaknya
Anda akan.......
Anda akan........
Bila Anda........
saran mungkin lebih mengena kalau memakai kata "Kita"..
nilai keseluruhan = 6.... (naikkan prestasimu)
arti buddha bisa saja sebagai orang yg sangat baik di mata kita kan
Quote from: ENCARTA on 20 March 2009, 09:44:45 AM
arti buddha bisa saja sebagai orang yg sangat baik di mata kita kan
sebaiknya jangan.... nanti bisa terjadi degradasi... makna...
untuk mengerti bagaimana Buddha itu, sebaiknya lihat Buddhanusati.
oh.. bukanya bergitu biasa diistilah istilah zen
degradasi itu kemelosotan bukan?
kalau Buddhanusati maksudnya apa red?
Pindahin ke diskusi umum aja yak?
IMO, semua kata2 Zen jangan dianggap seperti itu berlaku untuk semua orang.
kalo i liat setiap kata2 Zen itu hanya berpengaruh terhadap orang yg memang ditujukan dari kata2 tersebut. jadi untuk orang lain (pihak ketiga) sebaiknya jangan menerima mentah2 kata2 Zen.
karena Makna yg dikandung dari tiap bait kata, pasti akan dicerapi secara berbeda...
berikut Buddhanussati dari Bond
Buddhanusati:
1. Demikianlah Sang Bhagava Yang Maha Suci,
2. Yang telah mencapai Penerangan sempurna,
3. sempurna pengetahuan serta tindaktandukNya,
4. sempurna menempuh Sang Jalan(nibanna),
5. Pengenal segenap alam,
6. Pembimbing Manusia Yg tiada taranya,
7. Guru para dewa dan manusia Yang Sadar,
8. Yang patut dimuliakan.
kalau kita lihat disana tidak ada kata2 "Sang Bhagava adalah orang yg sangat Baik" bahkan kata2 "baik" pun tuidak ada...
karena Bagi Buddha tidak ada lagi kosakata Baik ataupun Buruk. tetapi Buddha adalah seorang yg sadar dan maha tahu dan merupakan seorang Pengajar dan patut dihormati/dianggap berharga.
Quote from: Wolverine on 20 March 2009, 10:05:35 AM
Pindahin ke diskusi umum aja yak?
namaste suvatthi hotu
trims....
bukanya emang ditunjukan pada pihak kedua, kan kita tukang bacanya?
maksudnya kan bisa dibayangin kalau kita sebagai yg ditujuh dalam kata2.
jangankan zen, kata2 bahasa indonesia saja aye gak ngerti dah wakaaaaa......
thak Buddhanussatinya
gimana kok jadi ganttung lagi ini thread, menurut saya bagus. cuma aye gak ngerti
mohon bimbingan pakar2 ^:)^
[at] Encarta
wah... mungkin i kurang tahu juga ya...
kesimpulan i cuma sebatas i sebagai yg baru baca2 Zen...
dan sampai saat ini yg i tahu.. kumpulan2 kata2 bijak Zen itu adalah kumpulan2 dialog dari master Zen kepada orang yg saat itu dia berdialog dengan.
jadi kata2 tersebut dikumpulkan dan jadi deh.. kita membaca kata2 tersebut.. nah bukankah kita ini menjadi pihak ketiga (orang yg mendengarkan pembicaraan orang lain).
dan bukannya i gak respect ma Zen, namun ada baiknya kita berhati terhadap kata2..
"Jangan karena kata2 itu terlihat merdu dan indah maka kata2 tersebut diamini."
mana nich bro ika polim, ditunggu bro markos nih...
jangan membuat keadaan pembaca yang mengulas seperti keadaan dua orang murid berdiskusi/berdebat tentang bendera yang bergerak. ;D
Entahlah, apakah om Ika akan memberikan Dhamma yg indah pada akhirnya ? ;D
kan Jagoan selalu datang terakhir :D
Quote from: coedabgf on 20 March 2009, 10:34:13 AM
jangan membuat keadaan pembaca yang mengulas seperti keadaan dua orang murid berdiskusi/berdebat tentang bendera yang bergerak. ;D
masa bodoh, yg penting aye :D
Quote from: hatRed on 19 March 2009, 12:36:20 PM
melepas...
maybe.
cuma yg bagian ini
Quote
you're a buddha even if you work as a butcher
kurang setuju.. karena Seorang Buddha seharusnya tidak menjadi tukang jagal...
kalau bekas tukang jagal sih.. mungkin saja.
In fact, it has happened: In Japan a butcher became enlightened. He was the butcher of the emperor, and when he became enlightened, even the emperor came to pay his respects. The emperor could not believe, because he had seen the butcher cutting animals just behind his palace ...and he asked him, "What about my kitchen? You have become enlightened, obviously you are not going to do your old profession."
The master laughed. He said, "No, I will continue. Now I can butcher animals with more compassion, with more love, with more grace. And anyway they will be butchered by somebody else, who will not be so compassionate as I can be, who will not be so graceful with them as I can be. When they are going to be butchered, what difference does it make? And as far as my enlightenment is concerned, it remains uncorrupted in any and every situation. My inner sky cannot be clouded again. I have come to a point from where one cannot fall back. So don't be worried; I will be coming back tomorrow, to my profession."
And he remained alive for almost twenty years after his enlightenment. In the morning he would do his profession of killing animals and in the evening he would teach the disciples about enlightenment. And not only did he become enlightened, a few of his disciples also became enlightened.
Bodhidharma is right: if you understand that you are a buddha, if you see your nature, then even if you work as a butcher it is immaterial.
_/\_
Budhi.
[at] Budhi26
do you believe that i've been enlighted? ;D
Quote from: hatRed on 20 March 2009, 12:05:32 PM
[at] Budhi26
do you believe that i've been enlighted? ;D
Ketika Sakyamuni mencapai pencerahan, ucapan yang dikeluarkannya adalah "How wonderful! I and everyone in the universe is enlightened."
_/\_
Budhi.
Quote from: Budhi26 on 20 March 2009, 12:18:15 PM
Quote from: hatRed on 20 March 2009, 12:05:32 PM
[at] Budhi26
do you believe that i've been enlighted? ;D
Ketika Sakyamuni mencapai pencerahan, ucapan yang dikeluarkannya adalah "How wonderful! I and everyone in the universe is enlightened."
_/\_
Budhi.
??? baru tau....
bukannya "Pekik kemenangan"
Quote from: Budhi26 on 20 March 2009, 12:18:15 PM
Quote from: hatRed on 20 March 2009, 12:05:32 PM
[at] Budhi26
do you believe that i've been enlighted? ;D
Ketika Sakyamuni mencapai pencerahan, ucapan yang dikeluarkannya adalah "How wonderful! I and everyone in the universe is enlightened."
_/\_
Budhi.
namaste suvatthi hotu
Mohon petunjuk anda mengutip dari sumber mana?
thuti
[at] cunda :
Salah satunya di : http://www.shambhalasun.com/index.php?option=content&task=view&id=1767
_/\_
Budhi.
Quote
Dogen Zenji says, "To study the Buddha Way is to study oneself." How do we study ourselves? How do we practice ourselves? I say "we," but it is always singular. My life! Your life! The Buddha dharma, the One Body, is completely my life, completely your life. Shakyamuni Buddha himself found this out. That is why he said: "How wonderful! I and everyone in the universe is enlightened." Not just I, but everyone. That is what I means; I means everyone. But knowing this is not enough. That is why the words learn or study are not quite sufficient. They do not convey this sense of over and over and over. In other words, minute after minute, how do we live our life as the One Body, or the One Body as our life? No more, no less.
who is Dogen Zenji = http://en.wikipedia.org/wiki/Dogen
kalau saya "adalah sama dengan semuanya"
kenapa pencapaian arahat mesti tergantung pada diri sendiri,
saya rasa "saya dan semua yg dialam semesta mencapai pencerahan adalah"
bahwa buddha menemukan obatnya, tergantung diri kita sendiri mau meminumnya atau tidak
cuma kalau seperti menghilangkan atau pembebasan dualitas pikiran saya dan dia hm....
apa tidak terlalu sederhana..
entahlah ini, mo dibawa ke Zen atau tidak..
kalau mao membahas dari sisi Zen, tentu saja "orang dapat berkata semaunya"
tetapi selama di diskusi umum.. i kasih pendapat aja
bila "How wonderful! I and everyone in the universe is enlightened."
maka seperti agama kr****n "Dengan lahirnya/tersalibnya yesus maka dunia terselamatkan"
satu lagi, kenapa Awal semua orang di semesta itu mendapat "pencerahan" pas saat Sakyamuni mendapat pencerahan?
apakah sebelum dia gak ada Buddha sebelumnya? dan apakah pencerahan Buddha sebelumnya tidak mencerahkan "everyone" ?
dan kalau semua "cerah" kenapa ada Buddha2 Selanjutnya?
misteri Zen
a butcher, and enlighted...
hah..what a great karmic!
can i fc*k all whores all over the street for mercy, compassion and still get enlightment?
"let things be"
membiarkan apa adanya...
maksudnya spt : masing2 member memiliki karakter/sifat..
begitu juga ika_polim.. jadi biarkan itu apa adanya..
ngak usah report2 utk mengharap org lain berlaku sesuai
keinginan kita....
tapi kalau terlalu melenceng...
ya kena BAN (ban nya truk)...
kira2 begitu deh.... (spt ujian agama Buddha)
Quote from: Edward on 21 March 2009, 05:00:42 AM
a butcher, and enlighted...
hah..what a great karmic!
can i f u c k all whores all over the street for mercy, compassion and still get enlightment?
The disciple asked: But butchers create karma by slaughtering animals. How can they be Buddhas?
Bodhidharma: I only talk about seeing your nature. I don't talk about creating karma.
Regardless of what we do, our karma has no hold on us. Through endless kalpas without beginning, it's only because people don't see their nature that they end up in hell. As long as a person creates karma, he keeps passing through birth and death. But once a person realizes his original nature, he stops creating karma. If he doesn't see his nature, invoking Buddhas won't release him from his karma, regardless of whether or not he's a butcher. But once he sees his nature, all doubts vanish. Even a butcher's karma has no effect on such a person.
_/\_
Budhi.
[at] om Budhi26 tahun
seperti apakah "nature" itu yg bisa "dilihat" ?
jadi seorang buddha boleh melakukan apa saja keinginan nya asal di sadari akan sifat nature itu ^^!
ada orang yang ngerti dhamma tapi sesat... seperti ada oknum pengacara yang melek hukum tetapi mempermainkan hukum dengan mencari celah celah-nya...
so a Buddha can get away from karmic action?
i think u get it wrong of Bodhidarma statement...
Perlu diingat, dlm setiap statement ada makna implisit dan eksplisit...
Kalo u mencerap secara langsung kalimat tersebut, pikir deh, betapa bodohnya para bodhisatva dan para patriakh yg mengumpulkan parami dan melatih diri demi meraih pencerahan?
Kalo u maksud " nature" dlm artian Buddha nature, memank dlm term mahayana buddha nature ada di dalam semua makhluk, bahkan dalam makhluk binatang sekalipun...
Gw lebih melihat mksd dari pernyataan Bodhidharma bahwa, biarpun seorang penjagal, tetapi jika dia berlatih, dia pun akan dapat mencapai pencerahan...tetapi bukan bearti dy bisa lari dari hukum karma!
PS : eh, klo quote tulisan orang, jgn di edit sesuka lu! Tulisan dari gw , yg seorang biasa aja u edit sembarang, apalagi tulisan dari seorang patriakh?
Setiap tulisan gw, adalah hasil dari pemikiran gw! Hargai tulisan gw, dan jgn u quote dan edit sesuka lo!
Quote from: hatRed on 21 March 2009, 09:24:27 AM
[at] om Budhi26 tahun
seperti apakah "nature" itu yg bisa "dilihat" ?
It is beyond rational thinking. One should realize it by oneself.
_/\_
Budhi.
[at] bro edward :
CMEIIW, but ... tidak perlu tendensius ya.
_/\_
Budhi.
Quote from: Budhi26 on 21 March 2009, 01:41:12 PM
Quote from: hatRed on 21 March 2009, 09:24:27 AM
[at] om Budhi26 tahun
seperti apakah "nature" itu yg bisa "dilihat" ?
It is beyond rational thinking. One should realize it by oneself.
_/\_
Budhi.
bisa kali, kasih bocoran sedikit ^-^
Quote from: ENCARTA on 21 March 2009, 10:18:33 AM
jadi seorang buddha boleh melakukan apa saja keinginan nya asal di sadari akan sifat nature itu ^^!
Buddhas don't do good or evil.
_/\_
Budhi.
[at] Budhi26 tahun lagi..
Quote
But once a person realizes his original nature, he stops creating karma
Quote
If he doesn't see his nature, invoking Buddhas won't release him from his karma
kalau dilihat dari dua pernyataan diatas.... sepertinya "memunculkan" Buddha itu ternyata masih bisa terlibat hukum kamma, bila tidak melihat "nature"
apakah melihat "nature" lebih efektif daripada "memunculkan" buddha?
Quote from: Budhi26 on 21 March 2009, 01:59:12 PM
Quote from: ENCARTA on 21 March 2009, 10:18:33 AM
jadi seorang buddha boleh melakukan apa saja keinginan nya asal di sadari akan sifat nature itu ^^!
Buddhas don't do good or evil.
_/\_
Budhi.
jadi? wah sesat nih kayaknya =))
Quote from: hatRed on 21 March 2009, 02:03:53 PM
[at] Budhi26 tahun lagi..
Quote
But once a person realizes his original nature, he stops creating karma
Quote
If he doesn't see his nature, invoking Buddhas won't release him from his karma
kalau dilihat dari dua pernyataan diatas.... sepertinya "memunculkan" Buddha itu ternyata masih bisa terlibat hukum kamma, bila tidak melihat "nature"
apakah melihat "nature" lebih efektif daripada "memunculkan" buddha?
To find a Buddha, you have to see your nature. Whoever sees his nature is a Buddha. If you don't see your nature, invoking Buddhas, reciting sutras, making offerings, and keeping precepts are all useless. Invoking Buddhas results in good karma, reciting sutras results in a good memory; keeping precepts results in a good rebirth, and making offerings results in future blessings—but no buddha.
_/\_
Budhi.
PS : invoking Buddhas = nien fo = berdoa, memohon, melafalkan nama Buddha.
hahahaha...
gw hanya bermain sesuai dgn u...
u kan bermain dlm sisi ektrim, yah gw coba memberikan perbandingan dlm sisi ekstrim....
PS:Tp gw serius mengenai masalah u edit quote gw...Gw kga suka u sembarangan quote and edit tulisan orang...
[at] tails
Menurut gw kaga sesat koq...Buddha memank telah bebas, jadi sudah terbebas dari dualisme baik ato buruk...
Beda dengan kita, masih terperangkap dlm baik vs buruk, hitam vs putih dll....Makanya hukum karma masih mengikuti...
seorang arahat dah, kalau menginjak mati semut bagaimana? bagaimana dengan ahosi kamma yg masih diterimanya
nanti ujung2nya kayak sih jagoan dari TBS ( Lu Sheng Yen ) =))
jujur, klo mempertanyakan soal kualitas arhat, susah jg...Secara kan gw belom jadi arhat...
Bukannya dlm dlm theravada arahat selalu "sadar"?Bagaimana caranya seorang arahat dengan "sengaja" menginjak mati semut?
Well, klo dilanjutin, jadi berandai2 deehh...
Quote from: Budhi26 on 21 March 2009, 02:32:18 PM
To find a Buddha, you have to see your nature. Whoever sees his nature is a Buddha. If you don't see your nature, invoking Buddhas, reciting sutras, making offerings, and keeping precepts are all useless. Invoking Buddhas results in good karma, reciting sutras results in a good memory; keeping precepts results in a good rebirth, and making offerings results in future blessings—but no buddha.
_/\_
Budhi.
PS : invoking Buddhas = nien fo = berdoa, memohon, melafalkan nama Buddha.
oo.. invoking Buddhas maksudnya sembahyang ya...?
kirain apa....
jadi melihat "nature" itu sama gak sama mencapai KeBuddhaan ?
Quote from: Budhi26 on 21 March 2009, 02:32:18 PM
Quote from: hatRed on 21 March 2009, 02:03:53 PM
[at] Budhi26 tahun lagi..
Quote
But once a person realizes his original nature, he stops creating karma
Quote
If he doesn't see his nature, invoking Buddhas won't release him from his karma
kalau dilihat dari dua pernyataan diatas.... sepertinya "memunculkan" Buddha itu ternyata masih bisa terlibat hukum kamma, bila tidak melihat "nature"
apakah melihat "nature" lebih efektif daripada "memunculkan" buddha?
To find a Buddha, you have to see your nature. Whoever sees his nature is a Buddha. If you don't see your nature, invoking Buddhas, reciting sutras, making offerings, and keeping precepts are all useless. Invoking Buddhas results in good karma, reciting sutras results in a good memory; keeping precepts results in a good rebirth, and making offerings results in future blessings—but no buddha.
_/\_
Budhi.
PS : invoking Buddhas = nien fo = berdoa, memohon, melafalkan nama Buddha.
sadhu sadhu sadhu...
PS: jika berkenan, tolong diterjemahkan ke bahasa Indonesia... trims
Quote from: hatRed on 21 March 2009, 03:27:46 PM
jadi melihat "nature" itu sama gak sama mencapai KeBuddhaan ?
kalau yg diucapkan Buddha Gotama sih:
"Enough, Vakkali! What is there to see in this vile body? He who sees Dhamma, Vakkali, sees me; he who sees me sees Dhamma. Truly seeing Dhamma, one sees me; seeing me one sees Dhamma."
"Cukup, Vakkali! Apa yg mau dilihat dari tubuh menjijikan ini? Siapa yg melihat Dhamma, Vakkali, ia melihatku; siapa yg melihatku, dia melihat Dhamma. Sebenarnya melihat Dhamma, dia melihatku; melihatku dia melihaat Dhamma."
PS: Vakkali adalah bhikkhu yg sakit2an. Memiliki keinginan utk melihat tubuh Sang Buddha dengan matanya, namun kondisi tubuhnya tidak mengijinkan ia utk mengunjungi Buddha. Dalam kejadian ini, Buddha datang mengunjunginya.
terbebas dari sisi baik dan buruk..
jadi untuk apa buddha mengajarkan hukum kamma.. kamma baik , kamma buruk
moralitas? , dll dll nya
supaya tahu saja?
^-^ :-? ;D
karena yg diajar sama Sang Buddha kan makhluk yg masih terperangkap dalam dualitas...
[at] bro tesla :
Kutipan itu berasal dari buku The Zen Teaching of Bodhidharma. Buku itu pertama kali ditulis dalam bahasa Mandarin, dan diterjemahkan ke bahasa Inggeris oleh Red Pine.
Terjemahan Indonesia, lebih kurang seperti ini :
Untuk menemukan Buddha (menjadi orang tercerahkan), anda harus menemukan "hakekat diri" anda.
Orang yang dapat menemukan "hakekat diri" adalah seorang Buddha (seorang yang tercerahkan).
Jika anda tidak dapat menemukan "hakekat diri" anda, melafalkan nama Buddha, membaca kitab suci, melakukan persembahan, melaksanakan sila2, semuanya tidak (begitu) berguna.
Melafalkan nama Buddha menghasilkan karma baik,
membaca kitab suci menghasilkan kepintaran,
melakukan persembahan menghasilkan kemakmuran,
melaksanakan sila2 menghasilkan naik surga,
namun tidak dapat mencapai Buddha.
_/\_
Budhi.
PS : To find a Buddha disini bukan berarti menemukan Sang Buddha (Buddha Gautama).
Quote from: Budhi26 on 22 March 2009, 08:40:44 AM
[at] bro tesla :
Kutipan itu berasal dari buku The Zen Teaching of Bodhidharma. Buku itu pertama kali ditulis dalam bahasa Mandarin, dan diterjemahkan ke bahasa Inggeris oleh Red Pine.
Terjemahan Indonesia, lebih kurang seperti ini :
Untuk menemukan Buddha (menjadi orang tercerahkan), anda harus menemukan "hakekat diri" anda.
Orang yang dapat menemukan "hakekat diri" adalah seorang Buddha (seorang yang tercerahkan).
Jika anda tidak dapat menemukan "hakekat diri" anda, melafalkan nama Buddha, membaca kitab suci, melakukan persembahan, melaksanakan sila2, semuanya tidak (begitu) berguna.
Melafalkan nama Buddha menghasilkan karma baik,
membaca kitab suci menghasilkan kepintaran,
melakukan persembahan menghasilkan kemakmuran,
melaksanakan sila2 menghasilkan naik surga,
namun tidak dapat mencapai Buddha.
_/\_
Budhi.
PS : To find a Buddha disini bukan berarti menemukan Sang Buddha (Buddha Gautama).
lebih spesifik dapat diterangkan dengan apa yang dimaksud dengan "menemukan hakikat diri" ?
Quote from: Edward on 22 March 2009, 04:46:57 AM
karena yg diajar sama Sang Buddha kan makhluk yg masih terperangkap dalam dualitas...
bearti mutar2 dong ajarannya, yang tidak perlu diajarkan.. yang perlu di samarkan
kenapa tidak to the point saja.. kalau memang tidak ada baik dan buruk.. maka semua fondasi akan roboh
karena tidak ada pengertian pandangan benar dan pandangan salah
original nature =
'the True Self', 'the
Source of Enlightenment', 'One's Original Nature', and 'One's
Fundamental Substance'. One who awakens to this Original Nature is
said to return to the Ever-abiding and is called a Mahasattva
dari : shogobenzo
apa benar bergitu?
Bro Encarta,
klo mnrt gw, analoginya seperti anak TK yg baru mengerti 1+2 = 3 , diajari a + b = c.Keduanya sama2 matematika, tapi mau langsung loncat ajarin aljabar? Bukannya itu artinya bukan ngajarin, tapi bikin bingung?
pelajaran tk deh gimana? sd gimana? smp? sma? universitas? wakkaaaaaa..
Quote from: ika_polim on 19 March 2009, 12:33:55 PM
dearest bros & sisi,
silakan simak paragraf kecil dibawah ini:
"once you stop clinging and let things be,
you'll be free, even of birth and death,
you'll transform everything.
you'll possess spiritual powers that can't be obstructed.
and you'll be at peace wherever you are.
if you doubt this, you're better off doing nothing.
once you act, you can't avoid the cycle of birth and death.
but once you see your nature, you're a buddha even if you work as a butcher".
Pertanyaan:
apa yang dimaksud dgn "let things be" sesuai konteks diatas.
ika. :)
pertama-tama saya cukup dikagetkan oleh perpindahan dari Theravada ke Diskusi Umum.
Bukan karena saya menilai bahwa Diskusi Umum cuma membahas hal2 ringan sepele, sedangkan Theravada membahas hal2 yang menengah - berat, tetapi saya menilai potongan paragraf berbahasa inggris berikut pertanyaannya tersebut merupakan hal terutama dari Buddhism!
Disamping itu potongan paragraf berikut pertanyaannya tersebut merupakan hal terprioritas bagi "semua" yang memang commited utk menjawab "Who Am I" atau "What Is Actually My Own Nature" atau "What Is In Fact The Way Of Enlightenmet" itu !
ika.
[at] bro dilbert :
Kutipan setelah paragraf di atas, adalah :
If you don't understand by yourself, you'll have to find a teacher to get to the bottom of life and death. But unless he sees his nature, such a person isn't a teacher.
If so, diperlukan seorang guru (orang yang bijaksana) untuk menjelaskan arti dari "menemukan hakekat diri" itu.
_/\_
Budhi.
Quote from: ika_polim on 23 March 2009, 01:01:25 PM
pertama-tama saya cukup dikagetkan oleh perpindahan dari Theravada ke Diskusi Umum.
Bukan karena saya menilai bahwa Diskusi Umum cuma membahas hal2 ringan sepele, sedangkan Theravada membahas hal2 yang menengah - berat, tetapi saya menilai potongan paragraf berbahasa inggris berikut pertanyaannya tersebut merupakan hal terutama dari Buddhism!
Disamping itu potongan paragraf berikut pertanyaannya tersebut merupakan hal terprioritas bagi "semua" yang memang commited utk menjawab "Who Am I" atau "What Is Actually My Own Nature" atau "What Is In Fact The Way Of Enlightenmet" itu !
ika.
ngigo ya,
tidak bisa membedakan baik dan buruk sudah merupakan kebodohan...
apalagi tidak bisa membedakan board ???
Quote from: Budhi26 on 23 March 2009, 01:22:15 PM
[at] bro dilbert :
Kutipan setelah paragraf di atas, adalah :
If you don't understand by yourself, you'll have to find a teacher to get to the bottom of life and death. But unless he sees his nature, such a person isn't a teacher.
If so, diperlukan seorang guru (orang yang bijaksana) untuk menjelaskan arti dari "menemukan hakekat diri" itu.
_/\_
Budhi.
guru yang bagaimana ? atau bisa referensi salah satu guru yang bisa membantu "menemukan hakikat diri" ?
Quote from: Budhi26 on 23 March 2009, 01:22:15 PM
If you don't understand by yourself, you'll have to find a teacher to get to the bottom of life and death. But unless he sees his nature, such a person isn't a teacher.
If so, diperlukan seorang guru (orang yang bijaksana) untuk menjelaskan arti dari "menemukan hakekat diri" itu.
kalau boleh saya simpulkan, yg melihat hakikat sesungguhnya dari diri adalah seorang ariya (suci), entah itu sotapanna atau arahat. namun permasalahannya bagi putthujana (orang biasa/bukan ariya) tetap adalah bagaimana ia tahu seseorang itu ariya?
sejauh orang belum melihat hakikat sesungguhnya akan diri. ia akan mencari seorang guru atas dasar peruntungan saja, atas dasar gagasan tentang guru yg benar menurutnya. Padahal gagasan tsb sangat berkemungkinan salah, karena itu cuma sebuah gagasan dari orang yg belum melihat hakikat sesungguhnya.
di sisi lain, setelah melihat hakikat sesungguhnya akan diri, apakah ia masih merindukan sosok seorang guru? saya meragukan itu, karena hakikat sesungguh akan diri
nya telah terlihat. tidak perlu repot lagi melihat hakikat diri orang lain ;)
Quote from: hatRed on 23 March 2009, 01:43:14 PM
Quote from: ika_polim on 23 March 2009, 01:01:25 PM
pertama-tama saya cukup dikagetkan oleh perpindahan dari Theravada ke Diskusi Umum.
Bukan karena saya menilai bahwa Diskusi Umum cuma membahas hal2 ringan sepele, sedangkan Theravada membahas hal2 yang menengah - berat, tetapi saya menilai potongan paragraf berbahasa inggris berikut pertanyaannya tersebut merupakan hal terutama dari Buddhism!
Disamping itu potongan paragraf berikut pertanyaannya tersebut merupakan hal terprioritas bagi "semua" yang memang commited utk menjawab "Who Am I" atau "What Is Actually My Own Nature" atau "What Is In Fact The Way Of Enlightenmet" itu !
ika.
ngigo ya,
tidak bisa membedakan baik dan buruk sudah merupakan kebodohan...
apalagi tidak bisa membedakan board ???
menurut saya, peletakan pada Diskusi Umum mengundang utk dibaca lebih oleh umat Buddha tradisi lain, bukan hanya umat dari tradisi Theravada saja. isi postingan ini memang pantas utk menjadi renungan umat Buddha dari tradisi manapun, krn isinya jelas menentang kepercayaan/gambaran Buddha pada umumnya, bukan hanya Theravada saja.
IMHO, kalau arti menemukan pencerahan dalam Zen tidak sama dengan Pandangan Terang seperti dalam sutta2 yg i tahu...
dalam Zen (IMO lagi) pencerahan itu cuma sebatas pengetahuan kebijaksanaan saja...
dan memang lebih ke arah sosiokultural tertentu saja. misalnya musashi ditangkap pendeta selebor, digantung dipohon, akhirnya tercerahkan. kayaknya setiap pemain pedang jago di sana sudah tercerahkan semua.
memang ada batasannya gak sih antara buddhisme ( aka zen ) dengan cerita silat?
jurus pedang ala zen
Quote from: hatRed on 23 March 2009, 02:59:20 PM
IMHO, kalau arti menemukan pencerahan dalam Zen tidak sama dengan Pandangan Terang seperti dalam sutta2 yg i tahu...
dalam Zen (IMO lagi) pencerahan itu cuma sebatas pengetahuan kebijaksanaan saja...
ujung-ujungnya jalan umum itu adalah realisasi jalan mulia, pengalaman Zen (pengenalan hati bodhi/True self)
anggap saja klo cerita kutipan ini benar seperti :
Quote from: Wolverine on 23 March 2009, 03:15:23 PM
misalnya musashi ditangkap pendeta selebor, digantung dipohon, akhirnya tercerahkan. kayaknya setiap pemain pedang jago di sana sudah tercerahkan semua.
jalan umum hanya sebatas jalan luar, jalan penanggalan aku ciri diri sementara (atta anicca dukkha anatta) tuk menuju pemahaman dan pengalaman/realisasi jalan mulia, pengalaman Zen (pengenalan hakekat sejati/hati bodhi/True self) pada akhirnya (tujuan akhir), itulah yang disebut pencerahan.
Quote from: coedabgf on 19 March 2009, 11:49:10 AM
Ada sesuatu yang sejati. (Udanna VIII.3)
pikiran yang bergerak kusebut keruh,
dan pikiran yang bening (jernih) bebas dari (gerak) bentuk-bentuk pikiran
dan sifat pikiran adalah kesementaraan, bukan nyata hanya sebatas tataran pengetahuan (pikiran) saja/filosofis
tetapi kenyataan (keberadaan) kebenaran/yang sejati bukan didalam pikiran, berbeda dari pikiran, diluar pikiran (yang sifatnya kesementaraan).
seperti syair dari blogku - poemofpathofwisdom.blogspot.com ini,
bagaikan melihat dasar kolam di air keruh
meski air keruh, dasar tak terlihat
tapi kuyakini adanya dasar
menjernihkan air sangatlah susah
bagaimana kalau (mata) tak tertuju kearah kolam????
makanya ada kutulis tahapan lebih lanjut pada reply#4
kutipan coedabgf :
ci lily.., saya tambahin yach.
klo pikiran diperumpamakan sebagai air yang harus dijaga kejernihannya, itu yang mungkin cocok disebut dengan kata 'to realize'.
Tetapi ada tahapan lebih lanjut lagi yaitu setelah melalui pikiran yang jernih itu sehingga seseorang dapat (to realize) melihat/mencapai/mengenal (to attain) sifat (kenyataan keberadaan) kebenaran yang sejati itu. dan setelah itu mengejewantahkannya dalam segala pandangan yang melatar-belakangi segala prilaku kehidupan orang tersebut (balik lagi to realize).
Mengapa? karena ini berhubungan dengan konsep salah awam tentang pengakuan aku diri dan kemelekatan kepemilikannya dan pandangannya tentang kebendaan/bentuk/kewujudan menurut ukuran nama-rupa sebagai keberadaan yang sejati, yang bertolak belakang dengan kenyataan keberadaan kebenaran yang sejati (so there ada dua sisi). Itulah mengapa dibilang 'to attain'.
kutipan dari hendra susanto :
Re: bagaimana menerjemahkan istilah bahasa Inggris?
« Reply #212 on: 13 October 2008, 04:26:38 PM »
Reply with quoteQuote
klo "attain nibbana", enaknya ditranslate "mencapai nibbana" atau "merealisasikan nibbana"
semoga dapat melihat
Quote from: hatRed on 23 March 2009, 02:59:20 PM
IMHO, kalau arti menemukan pencerahan dalam Zen tidak sama dengan Pandangan Terang seperti dalam sutta2 yg i tahu...
dalam Zen (IMO lagi) pencerahan itu cuma sebatas pengetahuan kebijaksanaan saja...
boleh tau, menurut bro, apa faktor yg kurang pada pencerahan ala Zen dibanding dg yg tercatat dalam sutta?
Quote from: tesla on 23 March 2009, 05:02:14 PM
Quote from: hatRed on 23 March 2009, 02:59:20 PM
IMHO, kalau arti menemukan pencerahan dalam Zen tidak sama dengan Pandangan Terang seperti dalam sutta2 yg i tahu...
dalam Zen (IMO lagi) pencerahan itu cuma sebatas pengetahuan kebijaksanaan saja...
boleh tau, menurut bro, apa faktor yg kurang pada pencerahan ala Zen dibanding dg yg tercatat dalam sutta?
pendapat itu cuma berdasar dari komik Origins of Zen aja (pernah di scann keknya ma om dilbert) :P
jadi ya baru2 baca2 aja.....
soalnya dalam cerita itu... "pencerahan" yg dimaksud adalah "mengerti" namun tidak ada "kesucian" didalamnya...
jadi tidak jauh berbeda dengan orang yg bijaksana.
sejauh yg saya pahami, pencerahan itu memang hanya sebatas "mengerti" akan sesuatu (hakikat sesungguhnya / nature of things). dan kesucian itu cuma label tambahan saja...
boleh tahu, "kesucian" yg tidak ada itu apa menurut bro?
Kesucian.. itu yg tidak "terbaca"... oleh guru2 Zen adalah.. kesucian tingkah laku, ucapan, dan ide.
contoh seorang guru Zen yg membunuh kucing hanya agar berharap makhluk jenis lain (yaitu muridnya) tidak melekat kepada kucing (yg kasusnya diperebutkan oleh murid2 guru tersebut).
Quote from: hatRed on 23 March 2009, 05:27:50 PM
Kesucian.. itu yg tidak "terbaca"... oleh guru2 Zen adalah.. kesucian tingkah laku, ucapan, dan ide.
contoh seorang guru Zen yg membunuh kucing hanya agar berharap makhluk jenis lain (yaitu muridnya) tidak melekat kepada kucing (yg kasusnya diperebutkan oleh murid2 guru tersebut).
em... keknya di sutta jg tidak dibilang bahwa ariya akan sempurna dalam sila (moralitasnya) deh...
cmiiw
_/\_
wah...i kurang tahu ya...mengenai ada atau tidaknya dijelaskan seorang Ariya harus/tidak dalam menyempurnakan sila..
tapi pedoman i sih ini = Sila -> Samadhi -> Panna
(baca: besarnya hasil dari Panna tergantung dari besarnya Samadhi yg dilakukan, besarnya hasil Samadhi tergantung dari besarnya Sila yg dilakukan)
Quote from: dilbert on 23 March 2009, 02:17:22 PM
guru yang bagaimana ? atau bisa referensi salah satu guru yang bisa membantu "menemukan hakikat diri" ?
Saya pikir "sudah cukup" kalau dapat menemukan seorang guru yang dapat membantu perjalanan spiritual kita.
_/\_
Budhi.
Quote from: tesla on 23 March 2009, 05:37:07 PM
Quote from: hatRed on 23 March 2009, 05:27:50 PM
Kesucian.. itu yg tidak "terbaca"... oleh guru2 Zen adalah.. kesucian tingkah laku, ucapan, dan ide.
contoh seorang guru Zen yg membunuh kucing hanya agar berharap makhluk jenis lain (yaitu muridnya) tidak melekat kepada kucing (yg kasusnya diperebutkan oleh murid2 guru tersebut).
em... keknya di sutta jg tidak dibilang bahwa ariya akan sempurna dalam sila (moralitasnya) deh...
cmiiw
_/\_
KUTADANTA SUTTA
Sutta Pitaka Digha Nikaya IV
26. "Gotama, apakah ada upacara yang tidak sulit dan tidak merepotkan namun menghasilkan pahala dan manfaat lebih besar daripada lima cara ini?"
"Ya ada, brahmana."
"Gotama, apakah itu?"
"Brahmana, seandainya di dunia ini muncul seorang Tathagata, yang maha suci, telah mencapai Penerangan Agung, sempurna pengetahuan serta tindak-tanduknya, sempurna menempuh Jalan, pengenal segenap alam, pembimbing yang tiada tara bagi mereka yang bersedia untuk dibimbing, guru para dewa dan manusia, yang Sadar, patut dimuliakan. Beliau mengajarkan pengetahuan yang telah diperoleh melalui usaha-nya sendiri kepada orang-orang lain, dalam dunia ini yang meliputi para dewa, mara dan para dewa brahmana; para pertapa, brahma, raja beserta rakyatnya. Beliau mengajarkan Dhamma (Kebenaran) yang indah pada permulaan, indah pada pertengahan, indah pada akhir, dalam isi maupun bahasanya. Beliau mengajarkan cara hidup selibat (brahmacariya) yang sempurna dan suci."
"Kemudian, seorang yang berkeluarga atau salah seorang dari anak-anaknya atau seorang dari keturunan keluarga-rendah datang mendengarkan Dhamma itu, dan setelah mendengarnya ia memperoleh keyakinan, ia ingin menjadi bhikkhu. Setelah menjadi bhikkhu, ia hidup mengendalikan diri sesuai dengan Patimokkha (peraturan-peraturan bhikkhu), sempurna kelakuan dan latihannya, dapat melihat bahaya dalam kesalahan-kesalahan yang paling kecil sekalipun. Ia menyesuaikan dan melatih dirinya dalam peraturan-peraturan. Menyempurnakan perbuatan-perbuatan dan ucapannya. Suci dalam cara hidupnya,
sempurna silanya, terjaga pintu-pintu inderanya. Ia memiliki perhatian-murni dan pengertian-jelas (sati-sampajanna); dan hidup puas."
"Bagaimanakah, seorang bhikkhu yang sempurna silanya? Dalam hal ini, seorang bhikkhu menjauhi pembunuhan, menahan diri dari pembunuhan makhluk-makhluk; menjauhi pencurian, menahan diri dari memiliki apa yang tidak diberikan; ia hidup selibat dan menjauhi kedustaan.
Ia menjauhi ucapan menfitnah, menahan diri dari menfitnah; apa yang ia dengar di sini tidak akan diceritakan di tempat lain sehingga menyebabkan pertentangan di sini. Apa yang ia dengar di tempat lain tidak akan diceritakannya di sini sehingga menyebabkan pertentangan di sana. Ia hidup menyatukan mereka yang terpecah-belah, pemersatu, mencintai persatuan, mendambakan persatuan, persatuan merupakan tujuan pembicaraannya.
Ia menjauhi ucapan kasar, menahan diri dari penggunaan kata-kata kasar, ia menjauhi pembicaraan yang menahan diri dari percakapan yang tidak bermanfaat, ia berbicara pada saat yang tepat, sesuai dengan kenyataan, berguna, tentang Dhamma dan Vinaya.
Ia melaksanakan Cula Sila, Majjhima Sila dan Maha Sila (seperti yang tersebut dalam Brahmajala Sutta). 'Selanjutnya, seorang Bhikkhu yang sempurna silanya, tidak melihat adanya bahaya dari sudut mana pun sejauh berkenaan dengan pengendalian terhadap sila. Sama seperti seorang ksatria yang patut dinobatkan menjadi raja, yang musuh-musuhnya telah dikalahkan, tidak melihat bahaya dari sudut mana pun sejauh berkenaan dengan musuh-musuh; demikian pula, seorang bhikkhu yang sempurna silanya, tidak melihat bahaya dari sudut mana pun sejauh berkenaan dengan pengendalian-sila. Dengan memiliki kelompok sila yang mulia ini, dirinya merasakan suatu kebahagiaan murni (anavajja sukham). Demikianlah seorang bhikkhu yang memiliki sila-sempurna'.
Bagaimanakah seorang bhikkhu memiliki penjagaan atas pintu-pintu inderanya? Bilamana seorang bhikkhu melihat suatu obyek dengan matanya, ia tidak terpikat dengan bentuk keseluruhan atau bentuk perinciannya. Ia berusaha menahan diri terhadap bentuk-bentuk yang dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya keadaan-keadaan tidak baik atau buruk, keserakahan dan kebencian; yang telah begitu lama menguasai dirinya sewaktu ia berdiam tanpa pengendalian diri terhadap indera penglihatannya. Ia menjaga indera penglihatannya.
Bilamana ia melihat suatu obyek dengan matanya, ia mendengar suara dengan telinganya, mencium bau dengan hidungnya, ia mengecap rasa dengan lidahnya, ia merasakan sentuhan dengan tubuhnya, atau ia mengetahui sesuatu (dhamma) dengan pikirannya ia tidak terpikat dengan bentuk keseluruhan atau bentuk perinciannya. Ia berusaha menahan diri terhadap bentuk-bentuk yang dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya keadaan-keadaan tidak baik dan buruk, keserakahan dan kebencian; yang telah begitu lama menguasai dirinya sewaktu ia berdiam tanpa pengendalian diri terhadap indera-inderanya. Ia menjaga indera-inderanya, dan memiliki pengendalian terhadap indera-inderanya.
Bagaimanakah seorang bhikkhu memiliki perhatian murni dan pengertian jelas? Dalam hal ini seorang bhikkhu mengerti dengan jelas sewaktu ia pergi atau sewaktu kembali; ia mengerti dengan jelas sewaktu melihat ke depan atau melihat ke samping; ia mengerti dengan jelas sewaktu mengenakan jubah atas (sanghati), jubah luar (civara) atau mengambil mangkuk (patta); ia mengerti dengan jelas sewaktu makan, minum, mengunyah atau menelan; ia mengerti dengan jelas sewaktu buang air atau sewaktu kencing; ia mengerti dengan jelas sewaktu dalam keadaan berjalan, berdiri, duduk, tidur, bangun berbicara atau diam.
Bagaimanakah seorang bhikkhu merasa puas? Dalam hal ini seorang bhikkhu merasa puas hanya dengan jubah-jubah yang cukup untuk menutupi tubuhnya, puas hanya dengan makanan yang cukup untuk menghilangkan rasa lapar perutnya. Kemana pun ia pergi, ia pergi hanya dengan membawa hal-hal ini.
Setelah memiliki kelompok-sila yang mulia ini, memiliki pengendalian terhadap indera-indera yang mulia ini, memiliki perhatian murni dan pengertian jelas yang mulia ini, memiliki kepuasan yang mulia ini, ia memilih tempat-tempat sunyi di hutan, di bawah pohon, di lereng bukit, di celah gunung, di gua karang, di tanah kubur, di dalam hutan lebat, di lapangan terbuka, di atas tumpukan jerami untuk berdiam. Setelah pulang dari usahanya mengumpulkan dana makanan dan selesai makan; ia duduk bersila, badan tegak, sambil memusatkan perhatiannya ke depan'.
Dengan menyingkirkan keinginan nafsu keduniawian, ia berdiam dalam pikiran yang bebas dari keinginan nafsu, membersihkan pikirannya dari nafsu-nafsu. Dengan menyingkirkan itikad-jahat, ia berdiam dalam pikiran yang bebas dari itikad-jahat, dengan pikiran bersahabat serta penuh kasih sayang terhadap semua makhluk, semua yang hidup, ia membersihkan pikirannya dari itikad-jahat. Dengan menyingkirkan kemalasan dan kelambanan, ia berdiam dalam keadaan bebas dari kemalasan dan kelambanan; dengan memusatkan perhatiannya pada penyerapan terhadap cahaya (alckasanni), ia membersihkan pikirannya dari kemalasan dan kelambanan. Dengan menyingkirkan kegelisahan dan kekhawatiran, ia berdiam bebas dari kekacauan; dengan batin tenang, ia membersihkan pikirannya dari kegelisahan dan kekhawatiran. Dengan menyingkirkan keragu-raguan, ia berdiam mengatasi keragu-raguan; dengan tidak lagi ragu-ragu terhadap apa yang baik, ia membersihkan pikirannya dari keragu-raguan.
Demikianlah, selama lima rintangan (panca nivarana) belum disingkirkan, seorang bhikkhu merasakan dirinya seperti orang yang berhutang. Tetapi setelah lima rintangan itu disingkirkan, maka seorang bhikkhu merasa dirinya seperti orang yang telah bebas dari hutang.
Apabila ia menyadari bahwa lima rintangan itu telah disingkirkan dari dirinya, maka timbullah kegembiraan, karena gembira maka timbullah kegiuran (piti), karena batin tergiur, maka seluruh tubuhnya terasa nyaman, karena tubuh menjadi nyaman, maka ia merasa bahagia, karena bahagia, maka pikirannya menjadi terpusat. Kemudian, setelah terpisah dari nafsu, jauh dari kecenderungan-kecenderungan tidak baik, maka ia masuk dan berdiam dalam Jhana I; suatu keadaan batin yang tergiur dan bahagia (piti-sukha), yang timbul dari kebebasan, yang masih disertai dengan vitaka (pengarahan pikiran pada obyek) dan vicara (obyek telah tertangkap oleh pikiran). Seluruh tubuhnya dipenuhi, digenangi, diresapi serta diliputi dengan perasaan tergiur dan bahagia, yang timbul dari kebebasan; dan tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi oleh perasaan tergiur dan bahagia itu, yang timbul dari kebebasan (viveka).
Selanjutnya seorang bhikkhu yang telah membebaskan diri dari vitaka dan vicara, memasuki dan berdiam dalam Jhana II; yaitu keadaan batin yang tergiur dan bahagia, yang timbul dari ketenangan konsentrasi, tanpa disertai dengan vitaka dan vicara, keadaan batin yang memusat. Demikianlah seluruh tubuhnya dipenuhi, diresapi serta diliputi dengan perasaan tergiur dan bahagia, yang timbul dari konsentrasi, dan tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi oleh perasaan tergiur dan bahagia itu, yang timbul dari konsentrasi.
Selanjutnya seorang bhikkhu yang telah membebaskan dirinya dari perasaan tergiur, berdiam dalam keadaan seimbang yang disertai dengan perhatian murni dan pengertian jelas. Tubuhnya diliputi dengan perasaan bahagia, yang dikatakan oleh para ariya sebagai 'kebahagiaan yang dimiliki oleh mereka yang batinnya seimbang dan penuh perhatian-murni; ia memasuki dan berdiam dalam Jhana III. Demikianlah seluruh tubuhnya dipenuhi, digenangi, diresapi serta diliputi dengan perasaan bahagia yang tanpa disertai dengan perasaan tergiur; dan tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi oleh perasaan bahagia yang tanpa disertai dengan perasaan tergiur itu'.
Selanjutnya, dengan menyingkirkan perasaan bahagia dan tidak bahagia, dengan menghilangkan perasaan-perasaan senang dan tidak senang yang telah dirasakan sebelumnya, bhikkhu itu memasuki dan berdiam dalam Jhana IV, yaitu suatu keadaan yang benar-benar seimbang, yang memiliki perhatian-murni (satiparisuddhi) bebas dari perasaan bahagia dan tidak bahagia. Demikianlah ia duduk di sana, meliputi seluruh tubuhnya dengan perasaan batin yang bersih dan jernih'.
Brahmana, inilah upacara yang menghasilkan pahala dan manfaat lebih besar daripada cara-cara lain.
Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia mempergunakan dan mengarahkan pikirannya ke pandangan-terang yang timbul dari pengetahuan (nana-dassana). Demikianlah ia mengerti: "Tubuhku ini mempunyai bentuk, terdiri atas empat unsur-pokok (mahabhuta) berasal dari ayah dan ibu, timbul dan berkembang karena perawatan yang terus menerus;, bersifat tidak kekal, dapat mengalami kerusakan, kelapukan, kehancuran, dan kematian; begitu pula halnya dengan kesadaran (vinnana) yang terikat dengannya'.
Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat diguncangkan, ia menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada penciptaan 'tubuh-ciptaan-batin' (manomaya-kaya). Dari tubuh ini, ia menciptakan 'tubuh-ciptaan-batin' melalui pikirannya, yang memiliki bentuk memiliki anggota-anggota dan bagian-bagian tubuh lengkap, tanpa kekurangan sesuatu organ apapun'.
Demikian pula dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada penciptaan 'wujud-ciptaan-batin' (mano-maya-kaya). Dari tubuh ini, ia menciptakan 'tubuh-ciptaan-batin' melalui pikirannya; yang memiliki bentuk, memiliki anggota-anggota dan bagian-bagian tubuh lengkap, tanpa kekurangan sesuatu organ apa pun'.
Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan; ia menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada bentuk-bentuk iddhi (perbuatan-perbuatan gaib). Ia melakukan iddhi dalam aneka ragam bentuknya; dari satu ia menjadi banyak, atau dari banyak kembali menjadi satu; ia menjadikan dirinya dapat dilihat atau tidak dapat dilihat; tanpa merasa terhalang, ia berjalan menembusi dinding, benteng atau gunung, seolah-olah berjalan melalui ruang kosong; ia menyelam ia timbul melalui tanah, seolah-olah berjalan di atas tanah, dengan duduk bersila ia melayang-layang di udara. Seperti seekor burung dengan sayapnya; dengan tangan ia dapat menyentuh dan meraba bulan dan matahari yang begitu dahsyat dan perkasa, ia dapat pergi mengunjungi alam-alam dewa brahma dengan membawa tubuh kasarnya.'
Dengan pikirannya yang terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada kemampuan dibbasota (telinga-dewa). Dengan kemampuan dibba-sota yang jernih, yang melebihi telinga manusia, ia mendengar suara-suara manusia dan dewa, yang jauh atau yang dekat'.
Dengan pikiran yang terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada ceto-pariyanana (pengetahuan untuk membaca pikiran orang lain). Dengan menembus melalui pikirannya sendiri, ia mengetahui pikiran-pikiran makhluk lain, pikiran orang lain.
Ia mengetahui: Pikiran yang disertai nafsu sebagai pikiran yang disertai nafsu, pikiran tanpa-nafsu sebagai pikiran tanpa nafsu. Pikiran yang disertai kebencian .... pikiran tanpa kebencian ...., pikiran disertai ketidaktahuan ...., pikiran tanpa ketidaktahuan , pikiran yang teguh, ragu-ragu, berkembang, tidak berkembang, rendah, luhur dan bebas.
Dengan pikiran yang terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang pubbenivasanussati (ingatan terhadap kelahiran-kelahiran lampau). Demikianlah ia ingat tentang bermacam-macam kelahirannya yang lampau, seperti: satu ... sepuluh ... seratus ... seribu ... seratus ribu kelahiran, kelahiran-kelahiran pada banyak masa-menjadinya-bumi (samvatta-kappa), melalui banyak masa kehancuran bumi (vivatta-kappa), melalui banyak masa-menjadi-kehancuran bumi (samvatta-vivatta-kappa). Ia ingat, di suatu tempat demikian, namaku, makananku, keluargaku, suku-bangsaku, aku mengalami kebahagiaan dan penderitaan, batas umurku adalah demikian. Kemudian, setelah aku berlalu dari keadaan itu, aku lahir kembali di suatu tempat, disana namaku, makananku keluargaku, suku-bangsaku, aku mengalami kebahagiaan dan penderitaan, batas umurku adalah demikian. Setelah aku berlalu dari keadaan itu, kemudian aku lahir kembali di sini'. Demikianlah ia mengingat kembali tentang bermacam-macam kelahirannya di masa lampau, dalam seluruh seluk beluknya, dalam seluruh macamnya'.
Dengan pikiran yang terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang timbul dan lenyapnya makhluk-makhluk (cutupapata-nana), Dengan kemampuan dibba-cakkhu (mata-dewa) yang jernih, yang melebihi mata manusia, ia melihat bagaimana setelah makhluk-makhluk berlalu dari satu kehidupan, muncul dalam kehidupan lain; rendah, mulia, indah, jelek, bahagia, dan menderita. Ia melihat bagaimana makhluk-makhluk itu muncul sesuai dengan perbuatan-perbuatannya: 'Makhluk-makhluk ini memiliki perbuatan, ucapan dan pikiran yang jahat, penghina para suci, pengikut pandangan-pandangan keliru, dan melakukan perbuatan menurut pandangan keliru.
Pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam celaka, alam sengsara, alam neraka. Tetapi, makhluk-makhluk yang lain memiliki perbuatan, ucapan dan pikiran yang baik, bukan penghina para suci, pengikut pandangan-pandangan benar, dan melakukan perbuatan menurut pandangan benar. Pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam bahagia, alam surga'. Demikianlah, dengan kemampuan dibba cakkhu (mata dewa) yang jernih, yang melebihi mata manusia, ia melihat bagaimana setelah makhluk-makhluk berlalu dari satu kehidupan, muncul dalam kehidupan lain; rendah, mulia, indah, jelek, bahagia dan menderita'.
Dengan pikiran yang terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang penghancuran noda-noda batin (asava). Demikianlah, ia mengetahui sebagaimana adanya 'Inilah dukkha', 'Inilah sebab dukkha', 'Inilah akhir dari dukkha' dan 'Inilah Jalan yang menuju pada lenyapnya dukkha'. Ia mengetahui sebagaimana adanya: 'Inilah akhir asava' dan 'Inilah Jalan yang menuju pada lenyapnya asava'. Dengan mengetahui, melihat demikian, maka pikirannya terbebas dari noda-noda nafsu (kamasava), noda-noda perwujudan (bhavasava), noda-noda ketidaktahuan (avijjasava). Dengan terbebas demikian, maka timbullah pengetahuan tentang kebebasannya, dan ia mengetahui: 'Berakhirlah kelahiran kembali, terjalani kehidupan suci, selesailah apa yang harus dikerjakan, tiada lagi kehidupan sesudah ini'.
'Brahmana, inilah upacara yang menghasilkan pahala dan manfaat lebih besar daripada cara-cara lain.
Quote from: Budhi26 on 25 March 2009, 12:30:06 PM
Quote from: dilbert on 23 March 2009, 02:17:22 PM
guru yang bagaimana ? atau bisa referensi salah satu guru yang bisa membantu "menemukan hakikat diri" ?
Saya pikir "sudah cukup" kalau dapat menemukan seorang guru yang dapat membantu perjalanan spiritual kita.
_/\_
Budhi.
saya masih belum nangkap bro budhi... guru yang bagaimana ? Apakah ada guru yang disarankan ? namanya ? dimana guru-nya ?
[at] dilbert
di Digha Nikaya bagian awal memang dijelaskan bagaimana sila sempurna itu (cula sila ~ maha sila), namun saya belum ketemu tulisan bahwa seseorang ariya akan selalu sempurna silanya.
kalau tidak salah dalam buku ke2 DC Press (mungkin Kebebasan Sempurna) pernah dicantumkan referensi di sutta yg menyatakan ariya sempurna dalam silanya... tapi mohon dicek ulang oleh rekan2 DC yg lain yg memiliki terjemahan sutta yg dimaksud atau yg mampu membaca teks pali.
Quote from: tesla on 25 March 2009, 02:16:41 PM
[at] dilbert
di Digha Nikaya bagian awal memang dijelaskan bagaimana sila sempurna itu (cula sila ~ maha sila), namun saya belum ketemu tulisan bahwa seseorang ariya akan selalu sempurna silanya.
kalau tidak salah dalam buku ke2 DC Press (mungkin Kebebasan Sempurna) pernah dicantumkan referensi di sutta yg menyatakan ariya sempurna dalam silanya... tapi mohon dicek ulang oleh rekan2 DC yg lain yg memiliki terjemahan sutta yg dimaksud atau yg mampu membaca teks pali.
apakah mungkin ada seorang individu yang sempurna sila-nya ?
Quote from: dilbert on 25 March 2009, 01:14:04 PM
saya masih belum nangkap bro budhi... guru yang bagaimana ? Apakah ada guru yang disarankan ? namanya ? dimana guru-nya ?
Sorry, saya tidak punya referensi seperti itu.
Yang memiliki referensi seperti itu, mohon di-sharing.
_/\_
Budhi.
Quote from: Budhi26 on 23 March 2009, 01:22:15 PM
[at] bro dilbert :
Kutipan setelah paragraf di atas, adalah :
If you don't understand by yourself, you'll have to find a teacher to get to the bottom of life and death. But unless he sees his nature, such a person isn't a teacher.
If so, diperlukan seorang guru (orang yang bijaksana) untuk menjelaskan arti dari "menemukan hakekat diri" itu.
_/\_
Budhi.
saya ingin "menemukan hakikat diri" saya, dan kata sdr.budhi diperlukan seorang guru. Yang bagaimana ?
Quote from: dilbert on 25 March 2009, 04:08:53 PM
Quote from: tesla on 25 March 2009, 02:16:41 PM
[at] dilbert
di Digha Nikaya bagian awal memang dijelaskan bagaimana sila sempurna itu (cula sila ~ maha sila), namun saya belum ketemu tulisan bahwa seseorang ariya akan selalu sempurna silanya.
kalau tidak salah dalam buku ke2 DC Press (mungkin Kebebasan Sempurna) pernah dicantumkan referensi di sutta yg menyatakan ariya sempurna dalam silanya... tapi mohon dicek ulang oleh rekan2 DC yg lain yg memiliki terjemahan sutta yg dimaksud atau yg mampu membaca teks pali.
apakah mungkin ada seorang individu yang sempurna sila-nya ?
seharusnya mungkin saja... karena itu adalah salah satu jalan pencerahan melalui (mulai dari) sila seperti yg dituturkan dalam sutta2 di Digha Nikaya, Silakhandavagga
Quote from: tesla on 25 March 2009, 08:58:23 PM
Quote from: dilbert on 25 March 2009, 04:08:53 PM
Quote from: tesla on 25 March 2009, 02:16:41 PM
[at] dilbert
di Digha Nikaya bagian awal memang dijelaskan bagaimana sila sempurna itu (cula sila ~ maha sila), namun saya belum ketemu tulisan bahwa seseorang ariya akan selalu sempurna silanya.
kalau tidak salah dalam buku ke2 DC Press (mungkin Kebebasan Sempurna) pernah dicantumkan referensi di sutta yg menyatakan ariya sempurna dalam silanya... tapi mohon dicek ulang oleh rekan2 DC yg lain yg memiliki terjemahan sutta yg dimaksud atau yg mampu membaca teks pali.
apakah mungkin ada seorang individu yang sempurna sila-nya ?
seharusnya mungkin saja... karena itu adalah salah satu jalan pencerahan melalui (mulai dari) sila seperti yg dituturkan dalam sutta2 di Digha Nikaya, Silakhandavagga
dan apakah yang sempurna sila-nya itu adalah seorang ariya.
Quote from: tesla on 25 March 2009, 08:58:23 PM
Quote from: dilbert on 25 March 2009, 04:08:53 PM
Quote from: tesla on 25 March 2009, 02:16:41 PM
[at] dilbert
di Digha Nikaya bagian awal memang dijelaskan bagaimana sila sempurna itu (cula sila ~ maha sila), namun saya belum ketemu tulisan bahwa seseorang ariya akan selalu sempurna silanya.
kalau tidak salah dalam buku ke2 DC Press (mungkin Kebebasan Sempurna) pernah dicantumkan referensi di sutta yg menyatakan ariya sempurna dalam silanya... tapi mohon dicek ulang oleh rekan2 DC yg lain yg memiliki terjemahan sutta yg dimaksud atau yg mampu membaca teks pali.
apakah mungkin ada seorang individu yang sempurna sila-nya ?
seharusnya mungkin saja... karena itu adalah salah satu jalan pencerahan melalui (mulai dari) sila seperti yg dituturkan dalam sutta2 di Digha Nikaya, Silakhandavagga
Saya setuju dengan adanya kemungkinan itu.
....."sabar, tenang, sempurna segala tingkah lakunya....."
Quote from: dilbert on 25 March 2009, 09:07:08 PM
Quote from: tesla on 25 March 2009, 08:58:23 PM
Quote from: dilbert on 25 March 2009, 04:08:53 PM
Quote from: tesla on 25 March 2009, 02:16:41 PM
[at] dilbert
di Digha Nikaya bagian awal memang dijelaskan bagaimana sila sempurna itu (cula sila ~ maha sila), namun saya belum ketemu tulisan bahwa seseorang ariya akan selalu sempurna silanya.
kalau tidak salah dalam buku ke2 DC Press (mungkin Kebebasan Sempurna) pernah dicantumkan referensi di sutta yg menyatakan ariya sempurna dalam silanya... tapi mohon dicek ulang oleh rekan2 DC yg lain yg memiliki terjemahan sutta yg dimaksud atau yg mampu membaca teks pali.
apakah mungkin ada seorang individu yang sempurna sila-nya ?
seharusnya mungkin saja... karena itu adalah salah satu jalan pencerahan melalui (mulai dari) sila seperti yg dituturkan dalam sutta2 di Digha Nikaya, Silakhandavagga
dan apakah yang sempurna sila-nya itu adalah seorang ariya.
Kalo menurut saya, yang sempurna silanya belum tentu (sudah) seorang Arya,
Namun, seorang Arya, tentu sempurna silaNya
Quote from: dilbert on 25 March 2009, 09:07:08 PM
Quote from: tesla on 25 March 2009, 08:58:23 PM
Quote from: dilbert on 25 March 2009, 04:08:53 PM
Quote from: tesla on 25 March 2009, 02:16:41 PM
[at] dilbert
di Digha Nikaya bagian awal memang dijelaskan bagaimana sila sempurna itu (cula sila ~ maha sila), namun saya belum ketemu tulisan bahwa seseorang ariya akan selalu sempurna silanya.
kalau tidak salah dalam buku ke2 DC Press (mungkin Kebebasan Sempurna) pernah dicantumkan referensi di sutta yg menyatakan ariya sempurna dalam silanya... tapi mohon dicek ulang oleh rekan2 DC yg lain yg memiliki terjemahan sutta yg dimaksud atau yg mampu membaca teks pali.
apakah mungkin ada seorang individu yang sempurna sila-nya ?
seharusnya mungkin saja... karena itu adalah salah satu jalan pencerahan melalui (mulai dari) sila seperti yg dituturkan dalam sutta2 di Digha Nikaya, Silakhandavagga
dan apakah yang sempurna sila-nya itu adalah seorang ariya.
belum, di Digha Nikaya, Silakhandavagga, masih panjang lanjutannya:
Setelah memiliki kelompok-sila yang mulia ini, memiliki pengendalian terhadap indria-indria yang mulia ini, memiliki perhatian murni dan pengertian jelas yang mulia ini, memiliki kepuasan yang mulia ini, ia memilih tempat-tempat sunyi di hutan, di bawah pohon, di lereng bukit, di celah gunung, di gua karang, di tanah-kubur, di dalam hutan lebat, di lapangan terbuka, di atas tumpukan jerami untuk berdiam. Setelah pulang dari usahanya mengumpulkan dana makanan dan selesai makan; ia duduk bersila, badan tegak, sambil memusatkan perhatiannya ke depan.'
Quote from: tesla on 25 March 2009, 02:16:41 PM
[at] dilbert
di Digha Nikaya bagian awal memang dijelaskan bagaimana sila sempurna itu (cula sila ~ maha sila), namun saya belum ketemu tulisan bahwa seseorang ariya akan selalu sempurna silanya.
masih perlu ketemu sutta kalau seorang ariya akan selalu sempurna sila-nya ?
Quote from: dilbert on 25 March 2009, 09:57:21 PM
Quote from: tesla on 25 March 2009, 02:16:41 PM
[at] dilbert
di Digha Nikaya bagian awal memang dijelaskan bagaimana sila sempurna itu (cula sila ~ maha sila), namun saya belum ketemu tulisan bahwa seseorang ariya akan selalu sempurna silanya.
masih perlu ketemu sutta kalau seorang ariya akan selalu sempurna sila-nya ?
ada?
Quote from: tesla on 25 March 2009, 10:13:34 PM
Quote from: dilbert on 25 March 2009, 09:57:21 PM
Quote from: tesla on 25 March 2009, 02:16:41 PM
[at] dilbert
di Digha Nikaya bagian awal memang dijelaskan bagaimana sila sempurna itu (cula sila ~ maha sila), namun saya belum ketemu tulisan bahwa seseorang ariya akan selalu sempurna silanya.
masih perlu ketemu sutta kalau seorang ariya akan selalu sempurna sila-nya ?
ada?
sudah dicari ?
di buku Kebebasan Sempurna halaman 14:
Di Anguttara Nikaya Sutta 3.85 dan 9.12, Sang Buddha mengatakan bahwa
Sotapanna dan Sakadagami (tingkat kesucian 1 & 2) mempunyai sila yang
sempurna. Tingkat kesucian ke-3 Anagami mempunyai sila yang sempurna
dan konsentrasi sempurna. Tingkat kesucian ke-4 Arahat mempunyai sila
yang sempurna, konsentrasi yang sempurna dan kebijaksanaan sempurna.
sutta nya belum dapat... need help
40. Tiga Latihan dan Empat Tahap
Para bhikkhu, lebih dari seratus lima puluh peraturan latihan yang harus diucapkan ulang setiap dua minggu, yang dilatih oleh para pria muda yang menginginkan tujuan. Semua peraturan itu tercakup di dalam tiga latihan ini. Apakah yang tiga itu? Latihan dalam moralitas yang lebih tinggi, latihan dalam pikiran yang lebih tinggi, dan latihan dalam kebijaksanaan yang lebih tinggi. Inilah tiga latihan yang merangkum lebih dari seratus lima puluh peraturan latihan itu.
Di sini, O para bhikkhu, seorang bhikkhu adalah orang yang sepenuhnya terampil di dalam moralitas, tetapi hanya agak terampil di dalam konsentrasi dan kebijaksanaan. Dia melanggar beberapa peraturan latihan minor yang tidak begitu penting, dan kemudian memperbaiki diri. Mengapa begitu? Karena, para bhikkhu, memang tidak dikatakan bahwa hal itu tidak mungkin baginya.63 Tetapi mengenai peraturan-peraturan latihan yang amat mendasar untuk kehidupan suci, yang sesuai dengan kehidupan suci, di situ moralitasnya stabil dan mantap, dan dia melatih diri dalam peraturan-peraturan latihan yang telah dia ambil.64 Dengan hancur leburnya tiga belenggu itu seluruhnya, dia menjadi Pemasuk-Arus, orang yang tidak lagi terkena kelahiran kembali di alam yang rendah, yang mantap keberuntungannya, dengan pencerahan sebagai tujuannya.65
Kemudian, para bhikkhu, seorang bhikkhu di sini adalah orang yang sepenuhnya terampil dalam moralitas, tetapi hanya agak terampil dalam konsentrasi dan kebijaksanaan. Dia melanggar beberapa peraturan latihan minor yang kurang penting dan kemudian memperbaiki diri... dengan hancur leburnya tiga belenggu ini seluruhnya dan dengan melemahnya keserakahan, kebencian dan kebodohan batin, dia menjadi Yang-Kembali-Sekali-Lagi, yang kembali ke dunia ini hanya satu kali lagi dan kemudian mengakhiri penderitaan.
Kemudian, para bhikkhu, seorang bhikkhu di sini adalah orang yang sepenuhnya terampil dalam moralitas dan konsentrasi, tetapi hanya agak terampil dalam kebijaksanaan. Dia melanggar beberapa peraturan latihan minor yang tidak begitu penting dan kemudian memperbaiki diri... Dengan hancur leburnya lima belenggu yang lebih rendah, dia menjadi orang yang akan terlahir lagi secara spontan (di alam surgawi) dan di sana mencapai Nibbana akhir, tanpa pernah kembali dari alam itu.66
Kemudian, para bhikkhu seorang bhikkhu di sini adalah orang yang sepenuhnya terampil dalam moralitas, konsentrasi dan kebijaksanaan. Dia melanggar beberapa peraturan pelatihan minor yang tidak begitu penting dan kemudian memperbaiki diri. Mengapa demikian? Karena, para bhikkhu, memang tidak dikatakan bahwa hal itu tidak mungkin baginya. Tetapi mengenai peraturan-peraturan latihan yang amat mendasar untuk kehidupan suci, yang sesuai dengan kehidupan suci, di situ moralitasnya stabil dan mantap, dan dia melatih diri dalam peraturan-peraturan latihan yang telah diambilnya. Dengan hancur leburnya noda-noda, di dalam kehidupan ini juga dia masuk dan berdiam di dalam pembebasan pikiran yang tak ternoda, pembebasan lewat kebijaksanaan, karena telah mewujudkannya untuk dirinya sendiri lewat pengetahuan langsung.67
Kemudian, O para bhikkhu, orang yang terampil sebagian mencapai sukses sebagian, orang yang terampil sepenuhnya rnencapai sukses sepenuhnya. Tetapi kunyatakan, peraturan-peraturan latihan ini tidaklah tanpa buah.
(III, 85)
177. Apa yang Tidak Bisa Dilakukan Arahat
Di masa lalu, Sutava, dan juga di masa sekarang, kunyatakan bahwa seorang bhikkhu yang juga Arahat - orang yang noda-nodanya telah dihancurkan, yang telah menjalani kehidupan suci, telah mengerjakan tugasnya, telah melepaskan semua beban, telah mencapai tujuannya, telah menghancurkan penghalang dumadi dan menjadi terbebas lewat pengetahuan akhir - tidak bisa melakukan pelanggaran yang berhubungan dengan sembilan hal: dia tidak bisa menghancurkan kehidupan, melakukan percurian, terlibat dalam tindakan seksual, berbohong dengan sengaja, dan menggunakan kenikmatan yang tersedia seperti yang dilakukannya di masa lalu ketika masih sebagai perumah tangga; selanjutnya, dia tidak bisa melakukan tindakan yang salah berdasarkan nafsu keinginan, kebencian, kebodohan atau ketakutan. Di waktu lalu, Sutava, dan juga di masa sekarang, kunyatakan bahwa seorang bhikkhu Arahat tidak bisa melakukan pelanggaran yang berhubungan dengan sembilan hal ini.
(IX, 7; ringkasan)
Anumodana
dari Sotapanna hingga Arahat dikatakan mungkin utk melakukan pelanggaran minor:
Dia melanggar beberapa peraturan latihan minor yang tidak begitu penting, dan kemudian memperbaiki diri. Mengapa begitu? Karena, para bhikkhu, memang tidak dikatakan bahwa hal itu tidak mungkin baginya.
disisi lain, peraturan2 latihan yg amat mendasar utk kehidupan suci ini, dikatakan "disitu moralitasnya stabil & mantap"...
63 Tetapi mengenai peraturan-peraturan latihan yang amat mendasar untuk kehidupan suci, yang sesuai dengan kehidupan suci, di situ moralitasnya stabil dan mantap, dan dia melatih diri dalam peraturan-peraturan latihan yang telah dia ambil.
pertanyaan saya:
1. moralitasnya stabil & mantap --- apakah ini berarti sempurna, tidak ada pelanggaran? jika iya, maka cukup sederhana, jika bukan maka apa maksud diutarakan moralitasnya stabil & mantap?
2. peraturan latihan yg amat mendasar utk kehidupan suci --- peraturan apa yg amat mendasar yah? apakah pancasila? setahu saya, ada juga sotapanna yg melanggar sila ke 5 dalam sutta lain...
3. yg kurang penting, peraturan minor sampai batasan mana yg dapat dilanggar?
(Arahat) tidak bisa melakukan pelanggaran yang berhubungan dengan sembilan hal:
1. dia tidak bisa menghancurkan kehidupan,
2. melakukan percurian,
3. terlibat dalam tindakan seksual,
4. berbohong dengan sengaja,
5. dan menggunakan kenikmatan yang tersedia seperti yang dilakukannya di masa lalu ketika masih sebagai perumah tangga;
6. selanjutnya, dia tidak bisa melakukan tindakan yang salah berdasarkan nafsu keinginan,
7. kebencian,
8. kebodohan
9. atau ketakutan.
hmmm...
Quote from: tesla on 25 March 2009, 11:31:10 PM
Anumodana
dari Sotapanna hingga Arahat dikatakan mungkin utk melakukan pelanggaran minor:
Dia melanggar beberapa peraturan latihan minor yang tidak begitu penting, dan kemudian memperbaiki diri. Mengapa begitu? Karena, para bhikkhu, memang tidak dikatakan bahwa hal itu tidak mungkin baginya.
disisi lain, peraturan2 latihan yg amat mendasar utk kehidupan suci ini, dikatakan "disitu moralitasnya stabil & mantap"...
63 Tetapi mengenai peraturan-peraturan latihan yang amat mendasar untuk kehidupan suci, yang sesuai dengan kehidupan suci, di situ moralitasnya stabil dan mantap, dan dia melatih diri dalam peraturan-peraturan latihan yang telah dia ambil.
pertanyaan saya:
1. moralitasnya stabil & mantap --- apakah ini berarti sempurna, tidak ada pelanggaran? jika iya, maka cukup sederhana, jika bukan maka apa maksud diutarakan moralitasnya stabil & mantap?
2. peraturan latihan yg amat mendasar utk kehidupan suci --- peraturan apa yg amat mendasar yah? apakah pancasila? setahu saya, ada juga sotapanna yg melanggar sila ke 5 dalam sutta lain...
3. yg kurang penting, peraturan minor sampai batasan mana yg dapat dilanggar?
yang "ahli" dalam vinaya ? tolong di bantu...
Cuplikan,
Understanding Vinaya
by
Ajahn Chah
..........................
Pada suatu ketika saya mengunjungi Achan Mun (Yang Mulia Achan Mun Bhuridatto, merupakan Guru Meditasi yang sangat terkenal dan dihormati dari tradisi hutan di Thailand. Beliau mempunyai banyak murid yang sudah menjadi guru, di antaranya Achan Chah. Yang Mulia Achan Mun wafat pada tahun 1949). Saat itu saya baru mulai berlatih/praktek. Saya sudah membaca Pubbasikkha (Pubbasikkha Vannana —"Latihan Dasar" —Penjelasan tentang Dhamma-Vinaya dalam bahasa Thai yang berdasarkan pada Penjelasan-penjelasan dari bahasa Pali; Visuddhi Magga —"Jalan Kesucian" —penjelasan yang mendalam tentang Dhamma-Vinaya oleh Achariya Buddhaghosa.) dan cukup bisa memahaminya. Kemudian saya melanjutkan dengan membaca Visudhi Magga, di mana sang penulis itu menulis tentang Silanidesa (Bagian tentang Peraturan-peraturan/sila), Samadhinidesa (Bagian tentang Pelatihan-Batin/samadhi) dan Paññanidesa (Bagian tentang Kebijaksanaan/paññâ) ...saya merasa kepala saya mau pecah! (Setelah membaca buku itu, saya merasa bahwa semua itu berada di luar kemampuan manusia untuk mempraktekkannya. Tapi kemudian saya merenungkan bahwa Sang Buddha tidak akan mengajarkan sesuatu yang tidak bisa dipraktekkan. Beliau tidak akan mengajarkan dan membabarkannya, karena semua itu tidak akan bermanfaat, baik bagi Beliau sendiri maupun pihak lain. Silanidesa benar-benar sangat teliti, Samadhinidesa lebih dari itu, dan Paññanidesa bahkan jauh lebih dari itu! Saya duduk dan berpikir, "Tampaknya saya tak bisa melanjutkan. Tak ada jalan untuk maju". Sepertinya saya sudah sampai pada jalan buntu.
Saat itu saya tengah berjuang dengan praktek saya... dan saya macet. Begitulah, sampai saya mempunyai kesempatan untuk menemui yang Mulia Achan Mun dan bertanya: "Yang Mulia Achan, apa yang harus saya lakukan? Saya baru saja mulai praktek tetapi saya tetap belum mengetahui cara yang benar. Saya mempunyai begitu banyak keraguan dan saya tak dapat menemukan landasan sama sekali dalam praktek saya". Beliau bertanya, "Apakah persoalannya?"
"Pada saat berlatih, saya mengambil Visuddhi Magga dan membacanya, tetapi tampaknya itu mustahil untuk dipraktekkan. Isi dari Silanidesa, Samadhinidesa, dan Paññanidesa tampaknya sangat tidak praktis. saya pikir tidak seorang pun di dunia ini yang bisa melaksanakannya, bagian-bagian tersebut begitu mendetail dan cermat. Tak mungkin untuk mengingat setiap urutannya, itu berada di luar kemampuan saya".
Beliau lalu berkata kepada saya, "Yang Mulia... memang banyak, itu benar, tetapi sesungguhnya itu hanyalah sedikit. Jika kita harus mencatat setiap aturan dalam Silanidesa itu memang sulit... benar... Tetapi sesungguhnya, apa yang kita sebut Silanidesa adalah berkembang dari batin manusia. Jika kita melatih batin ini untuk memiliki rasa malu dan takut untuk berbuat salah, maka kemudian kita akan terkendali, kita akan berhati-hati...".
"Ini akan mengkondisikan kita untuk merasa puas dengan yang sedikit, dengan sedikit keinginan, karena kita tidak mungkin untuk mencari yang banyak. Bila ini terjadi maka sati kita menjadi lebih kuat. Kita bisa memiliki sati setiap saat. Dimanapun kita berada, kita akan berusaha untuk memiliki sati yang cermat. Kewaspadaan akan berkembang. Apapun yang kamu rasa ragu, jangan katakan tentang itu, jangan bertindak atas keraguan. Jika ada sesuatu yang tidak kamu pahami, tanyakanlah kepada guru. Berusaha untuk mempraktekkan setiap aturan tentu akan sangat memberatkan, tetapi kita harus menguji apakah kita siap untuk mengakui kesalahan-kesalahan kita atau tidak".
Ajaran ini sangat penting. Tidaklah begitu banyak yang harus kita ketahui dari setiap aturan, jika kita mengetahui bagaimana melatih batin kita.
"Semua bahan yang sudah kamu baca muncul dari dalam batin. Jika kamu tetap belum melatih batin untuk memiliki kepekaan dan kejelasan maka akan selalu ragu-ragu. Kamu harus berusaha mengingat ajaran-ajaran Sang Buddha. Milikilah batin yang tenang. Apapun yang muncul yang kamu ragukan, tinggalkanlah itu. Jika kamu benar-benar tidak tahu, janganlah katakan atau lakukan itu. Misalnya jika kamu bingung "Ini salah atau tidak?" —Berarti kamu tidak yakin —maka jangan katakan, jangan bertindak atas dasar itu, jangan tinggalkan pengendalian dirimu".
Ketika saya duduk dan mendengarkan, saya merenungkan bahwa ajaran ini sesuai dengan delapan cara untuk menilai kebenaran ajaran Sang Buddha: Ajaran apapun yang membahas tentang pengikisan kekotoran-batin; yang mengantarkan keluar dari penderitaan; yang membahas tentang pelepasan (dari kesenangan-kesenangan inderawi); tentang kepuasan terhadap yang sedikit; tentang kerendahan hati dan tidak mementingkan kedudukan dan status; tentang pengasingan-diri dan penyepian; tentang usaha yang gigih; tentang mudah dirawat... delapan kualitas ini merupakan ciri dari Dhamma-Vinaya, ajaran Sang Buddha yang sejati. Apapun yang bertolak belakang dengan semua itu bukanlah ajaran Sang Buddha.
Selengkapnya:
http://www.what-buddha-taught.net/BI/Ajahn_Chah_Food_for_the_Heart.htm#bab2