Forum Dhammacitta

Topik Buddhisme => Diskusi Umum => Topic started by: Deva19 on 29 July 2010, 08:58:33 AM

Title: akibat karmanya sendiri
Post by: Deva19 on 29 July 2010, 08:58:33 AM
dua orang karyawan, pulang kerja larut malam. Maklum lagi banyak lemburan. Sepulang kerja, karena beberapa urusan, mereka berdua mampir ke rumah rekan kerja nya yang lain. Pukul 01:30, barulah mereka beranjak menuju pulang ke rumah.

Tak disangka, di perjalanan mereka berpapasan dengan sekelompok geng motor di gang sempit. Hanya dengan alasan menghalangi jalan, dua karywan tersebut diseret ke lapangan terbuka serta dianiaya oleh kelompok geng motor tersebut, dengan tangan kosong dan senjata tajam. Para gengster itu mengeluarkan cerulit yang tajam dan mengkilap, serta menyabetkannya ke dua karyawan malang tadi. Dalam sejekap, lapangan yang biasanya digunakan untuk bermain anak-anak di sore hari, kini penuh bersimbah darah.  Itu terjadi di tengah pemukiman yang padat penduduk, hanya 100 meter dari rumah ku.

Teriakan-teriakan iblis terdengar penuh kebengisan, bercampur jeritan-jeritan dua manusia malang yang tubuhnya terkoyak-koyak. Suara motor para geng motor dibunyikan sekencang-kencangnya, seperti hendak mereka jadikan irama nyanyian bagi tangisan dua orang yang tengah sekarat.

Dengan suara segemuruh itu, tidaklah mungkin masyarakat setempat tidak ada yang mendengar. Semua orang punya telinga dan mata, sehingga pastilah tau apa yang terjadi. Tapi, tak ada seorangpun yang hendak terjun untuk menolong. Para penduduk takut, dan tak dapat menolong. Mereka hanya mengintip dari balik celah jendela, atau dari lubang kunci pintu, atau hanya mendengar jeritan-jeritan itu di atas kasurnya, sambil berselimutkan selimut yang hangat, sambil memeluk erat-erat istrinya. Sebagian terdiam dan bingung. Sebagian ingin menolong, tapi tak ada yang bisa dilakukan. Sebagian mengutuk kebengisan geng motor tersebut. Sebagian orang komat-kamit, berdoa dan mengharap keajaiban. Sebagian orang menyingsingkan lengan baju, serta mulai menenteng samurai bermaksud hendak ikut bertempur menghadapi para pengikut iblis yang tak memiliki hati. Tapi, sebagian yang lain mencegah orang yang punya keberanian untuk tidak meneruskan maksudnya dengan berkata, "jangan konyol, kau akan mati. Biarkan saja itu, toh itu tidak akan terjadi kecuali atas karmanya sendiri. Itu bukan karma kita. Itu bukan salah kita."

sebagian orang menelepon polisi. Sungguh terlambat datanya polisi itu. Dini hari yang sunyi, sejak jauh polisi sudah membunyikan sirine. Tentulah para iblis itu tau akan kedatangan aparat. Mereka pun kabur melarikan diri, meninggalkan dua orang malang yang sekarat. Ku kira, akan datang sepasukan polisi dengan senjata lengkap. Eh ternyata, Cuma dua orang polisi. Kemana yang lainnya? Kalau begitu, bagaimana bisa para iblis itu akan ditangkap?

Dua pria malang itu ditolong oleh polisi, dilarikan ke rumah sakit. Tapi sayang, nyawanya tidak tertolong.

aku pulang dari warnet, habis diskusi dan berdebat dengan para pendiskusi dan para pendebat di forum-forum diskusi. Melihat darah tercecer di mana-mana. Hatiku geram. "biadab!". menurut saksi mata, para geng motor tersebut tampaknya para pemuda belasan tahun. Sangatlah pedih hatiku mendengar berita itu.

Teringat dengan apa yang terjadi padaku di masa lalu, aku mengalami kejadian yang serupa. Hanya karena aku salah sedikit kata, para geng itu memukuli habis-habisan, dan ditonton oleh kaum bapak, kaum ibu, pemuda, gadis, dan anak-anak. Semua hanya menjerit dan berteriak, tanpa seorangpun yang berani mengulurkan tangan, untukku yang sedang tertimpa malang. Mungkinkah mereka berpikir, "tak usah kita tolong, toh itu karmanya sendiri." sebuah cara berpikir yang tampaknya sangat menyenangkan kaum penjajah dan para penguasa yang diktator. Seakan bangsa kita telah melupakan semboyan nenek moyangnya sendiri "bersatu kita teguh bercerai kita runtuh".

Kasus geng motor masih belum terselesaikan hingga saat ini. Kasus diatas, belum lama ini terjadi. Dan sudah terjadi beberapa kali lagi. Ketika kehadiran para geng motor belum dapat ditumpas, sudah muncul kasus lain yang lebih mengerikan, yakni penculikan anak-anak yang sudah terjadi di mana-mana. Hari sabtu yang lalu seorang anak telah hilang di Bandung. Dan orang tuanya mencarinya ke mana-mana. Tapi tak menemukan. Hari senin ditemukan sudah menjadi mayat, tanpa jantung dan mata. Lalu, haruskah kita berkata, "biarkan saja itu semua, toh itu karmanya sendiri. Tak ada yang bisa kita lakukan. Semua harus menerima karmanya masing-masing."

uh... tampaknya menyenangkan, dengan cara pandang seperti itu, kita dapat tetap perpangku tangan, atau tidur nyenyak dibalik selimut yang hangat, tanpa peduli dengan persoalan-persoalan kriminal yang terjadi disekitar kita, "tak perlu khawatir, tak usah gelisah, hiduplah dengan tenang, biarkan apa yang harus terjadi untuk terjadi, tidak ada yang bisa kita lakukan. Manusia menerima karmanya masing-masing."
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Crescent on 29 July 2010, 09:45:53 AM
Memang bener2 biadab.... >:( :ngomel: >:D 
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Sumedho on 29 July 2010, 09:53:17 AM
kgk lapor pulisi?
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: abhiviryo on 29 July 2010, 10:06:59 AM
kalo mank kayak gitu c!!!!!!
semua orang terkena karmanya sendiri dimasa lalu
dan kita ga usah peduli!!!!!!!!!!
GA SETUJU :o :o :o
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Mr.Jhonz on 29 July 2010, 10:15:13 AM
Bro,masuk media ga?
*pasti kasus besar kalo ampe ada 2 karyawan mate sekaligus..

Btw,umumnya kalo ada warga yg menolong malah di cap negatif oleh masyarakat dan keluarga,di bilang "pahlawan kesiangan"..
Sebuah ironi yg di masyarakat!
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Shining Moon on 29 July 2010, 10:35:20 AM
maap saya bukannya antipati sama bang deva, tapi kok ucapan dari tetangganya bang deva, bang deva bisa tahu? apalagi ucapannya itu kok...malah kesannya maksa2in pake bahasa buddhis?


Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 08:58:33 AM
dua orang karyawan, pulang kerja larut malam. Maklum lagi banyak lemburan. Sepulang kerja, karena beberapa urusan, mereka berdua mampir ke rumah rekan kerja nya yang lain. Pukul 01:30, barulah mereka beranjak menuju pulang ke rumah.

Tak disangka, di perjalanan mereka berpapasan dengan sekelompok geng motor di gang sempit. Hanya dengan alasan menghalangi jalan, dua karywan tersebut diseret ke lapangan terbuka serta dianiaya oleh kelompok geng motor tersebut, dengan tangan kosong dan senjata tajam. Para gengster itu mengeluarkan cerulit yang tajam dan mengkilap, serta menyabetkannya ke dua karyawan malang tadi. Dalam sejekap, lapangan yang biasanya digunakan untuk bermain anak-anak di sore hari, kini penuh bersimbah darah.  Itu terjadi di tengah pemukiman yang padat penduduk, hanya 100 meter dari rumah ku.

Teriakan-teriakan iblis terdengar penuh kebengisan, bercampur jeritan-jeritan dua manusia malang yang tubuhnya terkoyak-koyak. Suara motor para geng motor dibunyikan sekencang-kencangnya, seperti hendak mereka jadikan irama nyanyian bagi tangisan dua orang yang tengah sekarat.

Dengan suara segemuruh itu, tidaklah mungkin masyarakat setempat tidak ada yang mendengar. Semua orang punya telinga dan mata, sehingga pastilah tau apa yang terjadi. Tapi, tak ada seorangpun yang hendak terjun untuk menolong. Para penduduk takut, dan tak dapat menolong. Mereka hanya mengintip dari balik celah jendela, atau dari lubang kunci pintu, atau hanya mendengar jeritan-jeritan itu di atas kasurnya, sambil berselimutkan selimut yang hangat, sambil memeluk erat-erat istrinya. Sebagian terdiam dan bingung. Sebagian ingin menolong, tapi tak ada yang bisa dilakukan. Sebagian mengutuk kebengisan geng motor tersebut. Sebagian orang komat-kamit, berdoa dan mengharap keajaiban. Sebagian orang menyingsingkan lengan baju, serta mulai menenteng samurai bermaksud hendak ikut bertempur menghadapi para pengikut iblis yang tak memiliki hati. Tapi, sebagian yang lain mencegah orang yang punya keberanian untuk tidak meneruskan maksudnya dengan berkata, "jangan konyol, kau akan mati. Biarkan saja itu, toh itu tidak akan terjadi kecuali atas karmanya sendiri. Itu bukan karma kita. Itu bukan salah kita."

sebagian orang menelepon polisi. Sungguh terlambat datanya polisi itu. Dini hari yang sunyi, sejak jauh polisi sudah membunyikan sirine. Tentulah para iblis itu tau akan kedatangan aparat. Mereka pun kabur melarikan diri, meninggalkan dua orang malang yang sekarat. Ku kira, akan datang sepasukan polisi dengan senjata lengkap. Eh ternyata, Cuma dua orang polisi. Kemana yang lainnya? Kalau begitu, bagaimana bisa para iblis itu akan ditangkap?

Dua pria malang itu ditolong oleh polisi, dilarikan ke rumah sakit. Tapi sayang, nyawanya tidak tertolong.

aku pulang dari warnet, habis diskusi dan berdebat dengan para pendiskusi dan para pendebat di forum-forum diskusi. Melihat darah tercecer di mana-mana. Hatiku geram. "biadab!". menurut saksi mata, para geng motor tersebut tampaknya para pemuda belasan tahun. Sangatlah pedih hatiku mendengar berita itu.

Teringat dengan apa yang terjadi padaku di masa lalu, aku mengalami kejadian yang serupa. Hanya karena aku salah sedikit kata, para geng itu memukuli habis-habisan, dan ditonton oleh kaum bapak, kaum ibu, pemuda, gadis, dan anak-anak. Semua hanya menjerit dan berteriak, tanpa seorangpun yang berani mengulurkan tangan, untukku yang sedang tertimpa malang. Mungkinkah mereka berpikir, "tak usah kita tolong, toh itu karmanya sendiri." sebuah cara berpikir yang tampaknya sangat menyenangkan kaum penjajah dan para penguasa yang diktator. Seakan bangsa kita telah melupakan semboyan nenek moyangnya sendiri "bersatu kita teguh bercerai kita runtuh".

Kasus geng motor masih belum terselesaikan hingga saat ini. Kasus diatas, belum lama ini terjadi. Dan sudah terjadi beberapa kali lagi. Ketika kehadiran para geng motor belum dapat ditumpas, sudah muncul kasus lain yang lebih mengerikan, yakni penculikan anak-anak yang sudah terjadi di mana-mana. Hari sabtu yang lalu seorang anak telah hilang di Bandung. Dan orang tuanya mencarinya ke mana-mana. Tapi tak menemukan. Hari senin ditemukan sudah menjadi mayat, tanpa jantung dan mata. Lalu, haruskah kita berkata, "biarkan saja itu semua, toh itu karmanya sendiri. Tak ada yang bisa kita lakukan. Semua harus menerima karmanya masing-masing."

uh... tampaknya menyenangkan, dengan cara pandang seperti itu, kita dapat tetap perpangku tangan, atau tidur nyenyak dibalik selimut yang hangat, tanpa peduli dengan persoalan-persoalan kriminal yang terjadi disekitar kita, "tak perlu khawatir, tak usah gelisah, hiduplah dengan tenang, biarkan apa yang harus terjadi untuk terjadi, tidak ada yang bisa kita lakukan. Manusia menerima karmanya masing-masing."


Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: K.K. on 29 July 2010, 10:47:17 AM
Quote from: Yuri-chan on 29 July 2010, 10:35:20 AM
maap saya bukannya antipati sama bang deva, tapi kok ucapan dari tetangganya bang deva, bang deva bisa tahu? apalagi ucapannya itu kok...malah kesannya maksa2in pake bahasa buddhis?
Pulang dari warnet setelah kejadian, tetapi bisa mendengar penganiayaan, melihat celurit penganiaya (tajam & mengkilap), mendengar opini BANYAK tetangga pada saat kejadian.
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Shining Moon on 29 July 2010, 11:07:13 AM
bang kaiyn...cemane toh..kan TS pake logika mikirnya :)
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: ryu on 29 July 2010, 11:10:07 AM
setelah dari warnet baru mendengar cerita itu. mungkin pakai bahasa kek di koran jadi lebih seru ceritanya di bumbui macam2.
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: dilbert on 29 July 2010, 11:37:50 AM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 08:58:33 AM
dua orang karyawan, pulang kerja larut malam. Maklum lagi banyak lemburan. Sepulang kerja, karena beberapa urusan, mereka berdua mampir ke rumah rekan kerja nya yang lain. Pukul 01:30, barulah mereka beranjak menuju pulang ke rumah.

Tak disangka, di perjalanan mereka berpapasan dengan sekelompok geng motor di gang sempit. Hanya dengan alasan menghalangi jalan, dua karywan tersebut diseret ke lapangan terbuka serta dianiaya oleh kelompok geng motor tersebut, dengan tangan kosong dan senjata tajam. Para gengster itu mengeluarkan cerulit yang tajam dan mengkilap, serta menyabetkannya ke dua karyawan malang tadi. Dalam sejekap, lapangan yang biasanya digunakan untuk bermain anak-anak di sore hari, kini penuh bersimbah darah.  Itu terjadi di tengah pemukiman yang padat penduduk, hanya 100 meter dari rumah ku.

Teriakan-teriakan iblis terdengar penuh kebengisan, bercampur jeritan-jeritan dua manusia malang yang tubuhnya terkoyak-koyak. Suara motor para geng motor dibunyikan sekencang-kencangnya, seperti hendak mereka jadikan irama nyanyian bagi tangisan dua orang yang tengah sekarat.

Dengan suara segemuruh itu, tidaklah mungkin masyarakat setempat tidak ada yang mendengar. Semua orang punya telinga dan mata, sehingga pastilah tau apa yang terjadi. Tapi, tak ada seorangpun yang hendak terjun untuk menolong. Para penduduk takut, dan tak dapat menolong. Mereka hanya mengintip dari balik celah jendela, atau dari lubang kunci pintu, atau hanya mendengar jeritan-jeritan itu di atas kasurnya, sambil berselimutkan selimut yang hangat, sambil memeluk erat-erat istrinya. Sebagian terdiam dan bingung. Sebagian ingin menolong, tapi tak ada yang bisa dilakukan. Sebagian mengutuk kebengisan geng motor tersebut. Sebagian orang komat-kamit, berdoa dan mengharap keajaiban. Sebagian orang menyingsingkan lengan baju, serta mulai menenteng samurai bermaksud hendak ikut bertempur menghadapi para pengikut iblis yang tak memiliki hati. Tapi, sebagian yang lain mencegah orang yang punya keberanian untuk tidak meneruskan maksudnya dengan berkata, "jangan konyol, kau akan mati. Biarkan saja itu, toh itu tidak akan terjadi kecuali atas karmanya sendiri. Itu bukan karma kita. Itu bukan salah kita."

sebagian orang menelepon polisi. Sungguh terlambat datanya polisi itu. Dini hari yang sunyi, sejak jauh polisi sudah membunyikan sirine. Tentulah para iblis itu tau akan kedatangan aparat. Mereka pun kabur melarikan diri, meninggalkan dua orang malang yang sekarat. Ku kira, akan datang sepasukan polisi dengan senjata lengkap. Eh ternyata, Cuma dua orang polisi. Kemana yang lainnya? Kalau begitu, bagaimana bisa para iblis itu akan ditangkap?

Dua pria malang itu ditolong oleh polisi, dilarikan ke rumah sakit. Tapi sayang, nyawanya tidak tertolong.

aku pulang dari warnet, habis diskusi dan berdebat dengan para pendiskusi dan para pendebat di forum-forum diskusi. Melihat darah tercecer di mana-mana. Hatiku geram. "biadab!". menurut saksi mata, para geng motor tersebut tampaknya para pemuda belasan tahun. Sangatlah pedih hatiku mendengar berita itu.

Teringat dengan apa yang terjadi padaku di masa lalu, aku mengalami kejadian yang serupa. Hanya karena aku salah sedikit kata, para geng itu memukuli habis-habisan, dan ditonton oleh kaum bapak, kaum ibu, pemuda, gadis, dan anak-anak. Semua hanya menjerit dan berteriak, tanpa seorangpun yang berani mengulurkan tangan, untukku yang sedang tertimpa malang. Mungkinkah mereka berpikir, "tak usah kita tolong, toh itu karmanya sendiri." sebuah cara berpikir yang tampaknya sangat menyenangkan kaum penjajah dan para penguasa yang diktator. Seakan bangsa kita telah melupakan semboyan nenek moyangnya sendiri "bersatu kita teguh bercerai kita runtuh".

Kasus geng motor masih belum terselesaikan hingga saat ini. Kasus diatas, belum lama ini terjadi. Dan sudah terjadi beberapa kali lagi. Ketika kehadiran para geng motor belum dapat ditumpas, sudah muncul kasus lain yang lebih mengerikan, yakni penculikan anak-anak yang sudah terjadi di mana-mana. Hari sabtu yang lalu seorang anak telah hilang di Bandung. Dan orang tuanya mencarinya ke mana-mana. Tapi tak menemukan. Hari senin ditemukan sudah menjadi mayat, tanpa jantung dan mata. Lalu, haruskah kita berkata, "biarkan saja itu semua, toh itu karmanya sendiri. Tak ada yang bisa kita lakukan. Semua harus menerima karmanya masing-masing."

uh... tampaknya menyenangkan, dengan cara pandang seperti itu, kita dapat tetap perpangku tangan, atau tidur nyenyak dibalik selimut yang hangat, tanpa peduli dengan persoalan-persoalan kriminal yang terjadi disekitar kita, "tak perlu khawatir, tak usah gelisah, hiduplah dengan tenang, biarkan apa yang harus terjadi untuk terjadi, tidak ada yang bisa kita lakukan. Manusia menerima karmanya masing-masing."

Untuk melihat "apa yang kita perbuat" dimasa lampau, lihat-lah diri kita sendiri sekarang ini.
Untuk mengetahui "apa yang akan terjadi pada kita", lihat-lah apa yang anda perbuat sekarang ini.
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: K.K. on 29 July 2010, 12:00:19 PM
Quote from: Yuri-chan on 29 July 2010, 11:07:13 AM
bang kaiyn...cemane toh..kan TS pake logika mikirnya :)
"Logika" tingkat tinggi seperti lagunya peterpan.



Quote from: ryu on 29 July 2010, 11:10:07 AM
setelah dari warnet baru mendengar cerita itu. mungkin pakai bahasa kek di koran jadi lebih seru ceritanya di bumbui macam2.
Mungkin juga sih. Pulang warnet langsung bangunin semua tetangga, "interogasi" apa saja yang mereka lakukan.
Tetangga A: Saya cuma melihat dari jendela
Tetangga B: Kalau saya dari lubang kunci
Tetangga C: Kalau saya sih cuma guling-guling di ranjang saja
Tetangga D: Kalau saya hanya bingung-bingung saja
Tetangga E: Saya mau menolong tapi tidak tahu
Tetangga F: Saya telpon polisi, tapi tidak ada pulsa
Tetangga G: Saya mengutuk kebengisan mereka (entahlah pakai HHK atau bukan)
Tetangga H: Saya berdoa agar ada keajaiban
Tetangga I: Saya menghunus pedang tapi ditahan sama "J"
Tetangga J: Saya menghalangi "I" dan berkata, "biarin saja, itu karmanya"
Tetangga K: Kejadiannya pukul 1.30 dini hari, tetapi tidak ada dari kami yang tidur, jadi kami semua tahu persis kronologisnya dari awal sampai akhir


Setelah selesai dengan tetangga, maka di-"interogasi" juga polisinya.
Polisi A: kami datang membunyikan sirene agar orang-orang memberi jalan, tetapi sepertinya ada yang tidak senang karena sirene membuat penganiaya tahu kedatangan kami dan buru-buru kabur.
Polisi B: kami bawa mereka ke rumah sakit, tapi sudah tidak tertolong lagi dan korban meninggal.


Yang paling hebat, ternyata korban juga sempat di-"interogasi".
Korban 1: Kami habis lembur jadi pulangnya telat sekali dan setelah itu kami pergi ke rumah rekan kami sampai pukul 1.30.
Korban 2: Ketika pulang kami bertemu geng motor yang menganiaya kami dengan alasan menghalangi jalan.
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: tuwino gunawan on 29 July 2010, 12:21:33 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 08:58:33 AM

uh... tampaknya menyenangkan, dengan cara pandang seperti itu, kita dapat tetap perpangku tangan, atau tidur nyenyak dibalik selimut yang hangat, tanpa peduli dengan persoalan-persoalan kriminal yang terjadi disekitar kita, "tak perlu khawatir, tak usah gelisah, hiduplah dengan tenang, biarkan apa yang harus terjadi untuk terjadi, tidak ada yang bisa kita lakukan. Manusia menerima karmanya masing-masing."
[/b][/color][/size]

kalo anak lu sakit gigi kagak usah ke dokter gigi deh.....ntar karma buruk habisnya, dia bisa sembuh sendiri  =))
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: dhammadinna on 29 July 2010, 12:57:05 PM
 [at]  TS: Lain kali kalo cerita, apa adanya aja bro, gak seru juga gak apa. Kalo banyak penambahan di sana sini nanti orang gak nangkap pesan ceritanya, malah menilai-nilai apakah ini cerita beneran ato fiksi.
Btw, saya mau berkomentar tapi ini di luar cakupan 'karma'.

Sebetulnya banyak alasan mengapa orang tidak menolong. Mungkin karena rasa takut, gak mau repot, atau mungkin juga parno.

Saya ada cerita. Cerita ini diceritakan temennya mama (selanjutnya saya sebut saja 'tante'), jadi bukan saya saksi matanya. Jadi ceritanya, beberapa rumah setelah rumah tante itu, ada bengkel kecil-kecilan (hanya sekedar tambal ban dan isi bensin). Bengkel ini dijalanin oleh seorang nenek dan cucunya. Pada suatu hari, entah bagaimana api tiba-tiba menyala. Si nenek yang sedang menuang bensin, langsung seketika terbakar. Nenek ini dalam posisi jongkok. Anehnya, si nenek itu hanya terpaku (gak lari). Gak tau kenapa. Si cucu ingin menyelamatkan. Dia tarik tangan neneknya. Tapi neneknya ini berat dan bahkan si cucu jadi ikut terbakar. Jadi cucunya segera melompat ke genangan air di parit gede di depan rumahnya. Jadi cucunya tertolong sedangkan neneknya mati terbakar.

Lalu saya tanya, "emang tante di mana?" Dia bilang, "saya di rumah. Tapi saya gak ada alat pemadam api sih, jadi gak bisa apa-apa". Kalo dipikir-pikir, tante ini melihat seluruh kejadian, mulai dari awal hingga akhir. Kok ya bisa-bisanya hanya nonton. Kalo gak ada pemadam api kan bisa pake ember. Tante ini gak cerita tentang tetangga-tetangga lain sih. Katanya memang sepi karena sore itu lagi jam sholat, jadi mungkin yang lain sedang gak ada di rumah. Kalo dari alasan yang diberikan tante ini, saya rasa tante ini 'gak mau repot'.

Ada juga kisah lain, kalo yang ini menimpa keluarga saya sendiri. Pernah dia pingsan di parkiran. Tapi gak ada yang tolong. Semua orang membiarkannya terbaring begitu saja. Akhirnya ada orang yang kenal sama keluarga saya ini, jadi orang ini lah yang bawa ke rumah sakit. Saya rasa alasan orang gak mau tolong, mungkin karena mereka takut ditipu. Jaman sekarang kan banyak penipuan dengan berbagai modus. Kalo seperti ini, berarti orang-orang ini parno.

Kalo seperti cerita bro Deva, kalo memang ceritanya demikian, tentu sangat mengerikan. Dalam keadaan suara motor yang begitu nyaring, ada rintihan orang yang sedang kesakitan, ditambah lagi geng motor itu bawa senjata tajam n liar, saya yakin mayoritas orang akan ciut nyalinya. Saya rasa dalam keadaan demikian, kalo misalnya mau menolong, kita perlu memikirkan kemampuan diri sendiri. Apakah kita mampu menolong? ataukah nanti hanya mati konyol?

Intinya, setiap orang itu berbeda. Ada yang punya keberanian tapi gak punya kemampuan. Ada yang punya kemampuan tapi takut/cuek/trauma/parno. Ada yang gak mampu tapi nekat. Ada yang mampu dan berani tapi penuh pertimbangan. Yah, macem-macem lah. Bagaimana dengan kita sendiri? umm... gak tau ya, soalnya kita gak di posisi itu sih, jadi sebaiknya gak usa nge-judge "betapa penakutnya dia", atau "cuek banget sih", dsb., karena kita gak tau bagaimana sikap kita seandainya kita di posisi itu.
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: wen78 on 29 July 2010, 01:05:02 PM
saya modifikasi sedikt kalimatnya,

Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 08:58:33 AM
Dengan suara segemuruh itu, tidaklah mungkin masyarakat setempat tidak ada yang mendengar. Semua orang punya telinga dan mata, sehingga pastilah tau apa yang terjadi. Tapi, tak ada seorangpun yang hendak terjun untuk menolong. Para penduduk takut, dan tak dapat menolong. Mereka hanya mengintip dari balik celah jendela, atau dari lubang kunci pintu, atau hanya mendengar jeritan-jeritan itu di atas kasurnya, sambil berselimutkan selimut yang hangat, sambil memeluk erat-erat istrinya. Sebagian terdiam dan bingung. Sebagian ingin menolong, tapi tak ada yang bisa dilakukan. Sebagian mengutuk kebengisan geng motor tersebut. Sebagian orang komat-kamit, berdoa dan mengharap keajaiban. Sebagian orang menyingsingkan lengan baju, serta mulai menenteng samurai bermaksud hendak ikut bertempur menghadapi para pengikut iblis yang tak memiliki hati. Tapi, sebagian yang lain mencegah orang yang punya keberanian untuk tidak meneruskan maksudnya dengan berkata, "jangan konyol, kau akan mati. Biarkan saja itu, toh itu tidak akan terjadi kecuali atas karmanya sendiri. Itu bukan karma kita. Itu bukan salah kita."
Dengan suara segemuruh itu, tidaklah mungkin masyarakat setempat tidak ada yang mendengar. Semua orang punya telinga dan mata, sehingga pastilah tau apa yang terjadi. Tapi, tak ada seorangpun yang hendak terjun untuk menolong. Para penduduk takut, dan tak dapat menolong. Mereka hanya mengintip dari balik celah jendela, atau dari lubang kunci pintu, atau hanya mendengar jeritan-jeritan itu di atas kasurnya, sambil berselimutkan selimut yang hangat, sambil memeluk erat-erat istrinya. Sebagian terdiam dan bingung. Sebagian ingin menolong, tapi tak ada yang bisa dilakukan. Sebagian mengutuk kebengisan geng motor tersebut. Sebagian orang komat-kamit, berdoa dan mengharap keajaiban. Sebagian orang menyingsingkan lengan baju, serta mulai menenteng samurai bermaksud hendak ikut bertempur menghadapi para pengikut iblis yang tak memiliki hati. Tapi, sebagian yang lain mencegah orang yang punya keberanian untuk tidak meneruskan maksudnya dengan berkata, "jangan konyol, kau akan mati. Biarkan saja itu, toh itu tidak akan terjadi kecuali atas kehendak yg di atas. Itu bukan kehendak kita. Itu bukan salah kita."

Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 08:58:33 AM
Teringat dengan apa yang terjadi padaku di masa lalu, aku mengalami kejadian yang serupa. Hanya karena aku salah sedikit kata, para geng itu memukuli habis-habisan, dan ditonton oleh kaum bapak, kaum ibu, pemuda, gadis, dan anak-anak. Semua hanya menjerit dan berteriak, tanpa seorangpun yang berani mengulurkan tangan, untukku yang sedang tertimpa malang. Mungkinkah mereka berpikir, "tak usah kita tolong, toh itu karmanya sendiri." sebuah cara berpikir yang tampaknya sangat menyenangkan kaum penjajah dan para penguasa yang diktator. Seakan bangsa kita telah melupakan semboyan nenek moyangnya sendiri "bersatu kita teguh bercerai kita runtuh".
Teringat dengan apa yang terjadi padaku di masa lalu, aku mengalami kejadian yang serupa. Hanya karena aku salah sedikit kata, para geng itu memukuli habis-habisan, dan ditonton oleh kaum bapak, kaum ibu, pemuda, gadis, dan anak-anak. Semua hanya menjerit dan berteriak, tanpa seorangpun yang berani mengulurkan tangan, untukku yang sedang tertimpa malang. Mungkinkah mereka berpikir, "tak usah kita tolong, toh itu kehendak yg diatas." sebuah cara berpikir yang tampaknya sangat menyenangkan kaum penjajah dan para penguasa yang diktator. Seakan bangsa kita telah melupakan semboyan nenek moyangnya sendiri "bersatu kita teguh bercerai kita runtuh".

Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 08:58:33 AM
Kasus geng motor masih belum terselesaikan hingga saat ini. Kasus diatas, belum lama ini terjadi. Dan sudah terjadi beberapa kali lagi. Ketika kehadiran para geng motor belum dapat ditumpas, sudah muncul kasus lain yang lebih mengerikan, yakni penculikan anak-anak yang sudah terjadi di mana-mana. Hari sabtu yang lalu seorang anak telah hilang di Bandung. Dan orang tuanya mencarinya ke mana-mana. Tapi tak menemukan. Hari senin ditemukan sudah menjadi mayat, tanpa jantung dan mata. Lalu, haruskah kita berkata, "biarkan saja itu semua, toh itu karmanya sendiri. Tak ada yang bisa kita lakukan. Semua harus menerima karmanya masing-masing."
Kasus geng motor masih belum terselesaikan hingga saat ini. Kasus diatas, belum lama ini terjadi. Dan sudah terjadi beberapa kali lagi. Ketika kehadiran para geng motor belum dapat ditumpas, sudah muncul kasus lain yang lebih mengerikan, yakni penculikan anak-anak yang sudah terjadi di mana-mana. Hari sabtu yang lalu seorang anak telah hilang di Bandung. Dan orang tuanya mencarinya ke mana-mana. Tapi tak menemukan. Hari senin ditemukan sudah menjadi mayat, tanpa jantung dan mata. Lalu, haruskah kita berkata, "biarkan saja itu semua, toh itu kehendak yg diatas. Tak ada yang bisa kita lakukan. Semua harus menerima karmanya masing-masing."

Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 08:58:33 AM
uh... tampaknya menyenangkan, dengan cara pandang seperti itu, kita dapat tetap perpangku tangan, atau tidur nyenyak dibalik selimut yang hangat, tanpa peduli dengan persoalan-persoalan kriminal yang terjadi disekitar kita, "tak perlu khawatir, tak usah gelisah, hiduplah dengan tenang, biarkan apa yang harus terjadi untuk terjadi, tidak ada yang bisa kita lakukan. Manusia menerima karmanya masing-masing."
uh... tampaknya menyenangkan, dengan cara pandang seperti itu, kita dapat tetap perpangku tangan, atau tidur nyenyak dibalik selimut yang hangat, tanpa peduli dengan persoalan-persoalan kriminal yang terjadi disekitar kita, "tak perlu khawatir, tak usah gelisah, hiduplah dengan tenang, biarkan apa yang harus terjadi untuk terjadi, tidak ada yang bisa kita lakukan. Manusia masing-masing menerima kehendak dari yg diatas ."


kesimpulannya? kesimpulannya ada di diri masing2.
mo menyalahkan yg diatas, mo menyalahkan karma, mo menyelematkan diri sendiri, mo menegakan kebenaran, mo membasmi semua kejahatan,.. dll, diri sendiri yg paling tau, karena diri sendiri tidak bisa membohongi diri sendiri yg sebenarnya.
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: K.K. on 29 July 2010, 01:51:46 PM
Quote from: Mayvise on 29 July 2010, 12:57:05 PM
Intinya, setiap orang itu berbeda. Ada yang punya keberanian tapi gak punya kemampuan. Ada yang punya kemampuan tapi takut/cuek/trauma/parno. Ada yang gak mampu tapi nekat. Ada yang mampu dan berani tapi penuh pertimbangan. Yah, macem-macem lah. Bagaimana dengan kita sendiri? umm... gak tau ya, soalnya kita gak di posisi itu sih, jadi sebaiknya gak usa nge-judge "betapa penakutnya dia", atau "cuek banget sih", dsb., karena kita gak tau bagaimana sikap kita seandainya kita di posisi itu.

Kejadian seperti itu juga bukanlah kasus khusus sama sekali. Psikologi menamakan fenomena di mana orang melihat suatu kejahatan namun tidak melakukan apa-apa, sebagai "bystander effect".
Pada Maret 1964, Catherine Susan Genovese diserang oleh seorang psikopat. Dia ditusuk dan berlari-lari minta diselamatkan, tetapi bahkan tidak ada yang peduli atau menelpon polisi. New York Times mencatat 38 orang sebagai saksi dan hanya diam saja. Dia berlari sampai akhirnya ditusuk beberapa kali dan diperkosa ketika sekarat. Kemudian dompetnya diambil dan ia ditinggalkan begitu saja. Lewat sekitar 1 jam sejak pertama kali ia ditusuk sampai akhirnya ditinggalkan, baru kemudian ada yang menelpon ambulans. Ia akhirnya meninggal dalam perjalanan. 

Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Deva19 on 29 July 2010, 02:19:17 PM
Quote from: Mr.Jhonz on 29 July 2010, 10:15:13 AM
Bro,masuk media ga?
*pasti kasus besar kalo ampe ada 2 karyawan mate sekaligus..

Btw,umumnya kalo ada warga yg menolong malah di cap negatif oleh masyarakat dan keluarga,di bilang "pahlawan kesiangan"..
Sebuah ironi yg di masyarakat!

saya gak tau pasti, bro!  saya sendiri berstatus wartawan disebuah surat kabar lokal bandung. tapi tidak meliput dan menginvestigasi lebih jauh kasus tersebut, karena pada waktu itu saya sedang ada tugas dari redaksi untuk mengungkap kasus lainnya. ternyata, redaksi pun tidak menugaskan yang lain untuk meliput berita tersebut.
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Deva19 on 29 July 2010, 02:47:24 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 29 July 2010, 10:47:17 AM
Quote from: Yuri-chan on 29 July 2010, 10:35:20 AM
maap saya bukannya antipati sama bang deva, tapi kok ucapan dari tetangganya bang deva, bang deva bisa tahu? apalagi ucapannya itu kok...malah kesannya maksa2in pake bahasa buddhis?
Pulang dari warnet setelah kejadian, tetapi bisa mendengar penganiayaan, melihat celurit penganiaya (tajam & mengkilap), mendengar opini BANYAK tetangga pada saat kejadian.

Quote from: yuri
bang kaiyn...cemane toh..kan TS pake logika mikirnya

Quote from: ryu
setelah dari warnet baru mendengar cerita itu. mungkin pakai bahasa kek di koran jadi lebih seru ceritanya di bumbui macam2.

Quote from: kutho
"Logika" tingkat tinggi seperti lagunya peterpan.

Quote from: kutho
Mungkin juga sih. Pulang warnet langsung bangunin semua tetangga, "interogasi" apa saja yang mereka lakukan.
Tetangga A: Saya cuma melihat dari jendela
Tetangga B: Kalau saya dari lubang kunci
Tetangga C: Kalau saya sih cuma guling-guling di ranjang saja
Tetangga D: Kalau saya hanya bingung-bingung saja
Tetangga E: Saya mau menolong tapi tidak tahu
Tetangga F: Saya telpon polisi, tapi tidak ada pulsa
Tetangga G: Saya mengutuk kebengisan mereka (entahlah pakai HHK atau bukan)
Tetangga H: Saya berdoa agar ada keajaiban
Tetangga I: Saya menghunus pedang tapi ditahan sama "J"
Tetangga J: Saya menghalangi "I" dan berkata, "biarin saja, itu karmanya"
Tetangga K: Kejadiannya pukul 1.30 dini hari, tetapi tidak ada dari kami yang tidur, jadi kami semua tahu persis kronologisnya dari awal sampai akhir

Setelah selesai dengan tetangga, maka di-"interogasi" juga polisinya.
Polisi A: kami datang membunyikan sirene agar orang-orang memberi jalan, tetapi sepertinya ada yang tidak senang karena sirene membuat penganiaya tahu kedatangan kami dan buru-buru kabur.
Polisi B: kami bawa mereka ke rumah sakit, tapi sudah tidak tertolong lagi dan korban meninggal.


Yang paling hebat, ternyata korban juga sempat di-"interogasi".
Korban 1: Kami habis lembur jadi pulangnya telat sekali dan setelah itu kami pergi ke rumah rekan kami sampai pukul 1.30.
Korban 2: Ketika pulang kami bertemu geng motor yang menganiaya kami dengan alasan menghalangi jalan.

Quote from: myavise
[at]  TS: Lain kali kalo cerita, apa adanya aja bro, gak seru juga gak apa. Kalo banyak penambahan di sana sini nanti orang gak nangkap pesan ceritanya, malah menilai-nilai apakah ini cerita beneran ato fiksi.

jangan payah gitu donk! dikasih bahasa logika gak ngerti. dikasih bahasa sastra gak ngerti juga.

kejadian tersebut saya kisahkan dengan gaya bahasa sastra, tentu saja dengan sentuhan seni dan budaya sastra, variasi alur, hiperbola, ironi, sarkasme, personifikasi dan defersonifikasi, tanpa mengubah fakta yang sebenarnya berdasarkan sumber berita.

saya memang tidak mendengar atau melihat lansung kejadian tersebut. tapi saya mendengar dan mendapatkan informasi dari berbagai sumber, yaitu keluarga sendiri dan para tetangga. semua informasi yang saya dapat tersebut diolah menjadi sebuah "karya sastra" yang dikemukakan untuk menyampaikan pesan. adapun, kepekaan pembaca terhadap kamampuan menangkap pesan sebuah tulisan sastrawi itu dipengaruhi oleh berbagai faktor. oleh karena itu, jika ada orang tidak mengerti dan merasa bingung dengan arti sebuah puisi, itu belum tentu salah si pembuat puisi. sementara yang lain bisa menikmatinya.

soal istilah "karma" yang diklaim sebagai "istilah budhism", perlulah kiranya ditelaah kembali. apakah istilah "karma" selama berabad-abad ini hanya digunakan oleh orang-orang budhis saja atau digunakan oleh para pemeluk agama lain juga? perlu pula dicermati, sebenarnya yang menggunakan istilah karma itu budhisme ataukah hinduisme? yang saya tau, hanya sebagian kecil kelompok budhis yang menggunakan istilah karma. pada umumnya, budhisme menggunakan istilah kamma, bukan "karma".

kamma dan karma adalah dua istilah yang berbeda, walaupun dianggap memiliki makna yang sama. terlepas dari maknanya sama atau tidak, faktnya mazhab budhis theravada tidak menggunakan istilah Karma, tetapi kamma. tul kan?


Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Indra on 29 July 2010, 02:51:08 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 02:47:24 PM

kamma dan karma adalah dua istilah yang berbeda, walaupun dianggap memiliki makna yang sama. terlepas dari maknanya sama atau tidak, faktnya mazhab budhis theravada tidak menggunakan istilah Karma, tetapi kamma. tul kan?


Kamma lebih sering digunakan di forum ini, karena kebetulan member di forum ini sebagian besar bermazhab theravada, tapi di dunia nyata belum tentu demikian.
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Hendra Susanto on 29 July 2010, 02:51:58 PM
dlm penyampaian berita, alangkah baiknya tidak menggunakan bahasa sastra yg kemungkinannya sangat besar untuk mengacaukan inti berita
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Jerry on 29 July 2010, 03:02:09 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 29 July 2010, 12:00:19 PM
Quote from: Yuri-chan on 29 July 2010, 11:07:13 AM
bang kaiyn...cemane toh..kan TS pake logika mikirnya :)
"Logika" tingkat tinggi seperti lagunya peterpan.
Lagunya Peterpan bukannya "Khayalan" tingkat tinggi? :D

Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Deva19 on 29 July 2010, 03:05:50 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 29 July 2010, 01:51:46 PM
Quote from: Mayvise on 29 July 2010, 12:57:05 PM
Intinya, setiap orang itu berbeda. Ada yang punya keberanian tapi gak punya kemampuan. Ada yang punya kemampuan tapi takut/cuek/trauma/parno. Ada yang gak mampu tapi nekat. Ada yang mampu dan berani tapi penuh pertimbangan. Yah, macem-macem lah. Bagaimana dengan kita sendiri? umm... gak tau ya, soalnya kita gak di posisi itu sih, jadi sebaiknya gak usa nge-judge "betapa penakutnya dia", atau "cuek banget sih", dsb., karena kita gak tau bagaimana sikap kita seandainya kita di posisi itu.

Kejadian seperti itu juga bukanlah kasus khusus sama sekali. Psikologi menamakan fenomena di mana orang melihat suatu kejahatan namun tidak melakukan apa-apa, sebagai "bystander effect".
Pada Maret 1964, Catherine Susan Genovese diserang oleh seorang psikopat. Dia ditusuk dan berlari-lari minta diselamatkan, tetapi bahkan tidak ada yang peduli atau menelpon polisi. New York Times mencatat 38 orang sebagai saksi dan hanya diam saja. Dia berlari sampai akhirnya ditusuk beberapa kali dan diperkosa ketika sekarat. Kemudian dompetnya diambil dan ia ditinggalkan begitu saja. Lewat sekitar 1 jam sejak pertama kali ia ditusuk sampai akhirnya ditinggalkan, baru kemudian ada yang menelpon ambulans. Ia akhirnya meninggal dalam perjalanan.

dan apakah kita akan termasuk kepada golongan orang-orang yang bengong saja ketika melihat wanita diperlakukan seperti itu dihadapan kita. apakah kita akan mengikuti kebiasaan masyarakat banyak yang cuek, enggan menolon tapi justru penuh curiga.

Quote from: unic77
Psikolog Sartono Mukadis menangis mendengar cerita ini dan mengaku benar-benar terpukul dengan peristiwa yang sangat tragis tersebut karena masyarakat dan aparat pemerintah saat ini sudah tidak lagi perduli terhadap sesama. "Peristiwa itu adalah dosa masyarakat yang seharusnya kita bertanggung jawab untuk mengurus jenazah Khaerunisa. Jangan bilang keluarga Supriono tidak memiliki KTP atau KK atau bahkan tempat tinggal dan alamat tetap. Ini merupakan tamparan untuk bangsa Indonesia", ujarnya.

(https://forum.dhammacitta.org/proxy.php?request=http%3A%2F%2Fpk-sejahtera.org%2Fv2%2Fimages%2Flibrary%2Fferryardian%2F2006%2Fjuni%2Fsinjai%2F%2F04_gendong_mayat.jpg&hash=2709e801a65f6564fd3e6a8849ade639a753d49f)

http://unic77.blogspot.com/2010/07/kasihan-gan-menggendong-mayat-anaknya.html

apakah kita akan hanya berpangku tangan saat kebiadaban terjadi. dan karena berpegang pada ahimsaisme, maka lebih baik membunuh diri dari pada melawan kejahatan dengan kekerasan, seperti yang dilakukan bikhu ini :

Quote from: unic77


Pada tanggal 11 juni 1963, seorang biksu Buddha yg bernama Thich Quang Duc, membakar dirinya sendiri di sebuah persimpangan padat pusat kota Saigon, Vietnam saksi-saksi ditempat pd peristiwa itu menuturkan, bahwa biksu Thich Quang Duc bersama beberapa biksu lainnya sampai ke lokasi dengan mengendarai sebuah mobil. Thich Quang Duc keluar dari mobil tsbt dan langsung mengambil posisi lotus tradisional di tengah jalanan yg ramai tersebut dan rekan2 sesama biksu membantu dia meniramkan bensin ke sekujurtubuhnya sendiri.

Dia menyalakan api dengan korek api dan langsung membakar seluruh tubuhnya dalam beberapa menit. Yang buat gw angkat jempol( saluutt!) saksi2 menambahkan.. dr awal api membakar tubuh Thich Quang Duc, sampai dia detik2 terakir dia meninggal dengan tubuh yg hangus terbakar, dy sama skali tidak bergerak,not even a muscle!Dan tak ada suara apapun yg keluar dr mulut biksu tersebut,ketenangan yang diperlihatkan biksu Thich Quang Duc, membuat perbedaan yg mencolok dengan kegaduhan dan ratapan orang-orang yg melihat langsung disekitarnya..

(https://forum.dhammacitta.org/proxy.php?request=http%3A%2F%2F4.bp.blogspot.com%2F_a2Ac_i7cQNk%2FSpXmwK3cgQI%2FAAAAAAAAAzw%2FmfAqZIXZHQ8%2Fs1600%2Fkejadian%252B6.jpg&hash=e33084a63ae5342a5fa33b2e5642ae052cc2d33d)

adalah untuk menunjukkan sikap protes menuntut kesamaan hak bagi para penganut ajaran Buddha dengan rezim Diem. sebelumnya para biksu2 di Vietnam sering melakukan protes atas tindakan kaum2 mayoritas yg menghambat sampai dengan segala usaha pembantaian yg dilakukan pihak2 tertentu terhadap para penganut ajaran Buddha. Mereaka jg menuntut keadilan ditegakkan atas pihak2 yg bertanggungjawab melakukan kejahatan manusia.Namun semua bentuk protes para biksu2 ini tidak memperoleh tanggapan dr rezim Deim sehingga puncaknya, biksu Thich Quang Duc melakukan aksi pengorbanan diri nya sendiri.
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Shining Moon on 29 July 2010, 03:09:13 PM
yee...malah ngalihin ke berita lain, piye to sampeyan..ngakunya wartawan??
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Deva19 on 29 July 2010, 03:10:44 PM
Quote from: Hendra Susanto on 29 July 2010, 02:51:58 PM
dlm penyampaian berita, alangkah baiknya tidak menggunakan bahasa sastra yg kemungkinannya sangat besar untuk mengacaukan inti berita

ho..ho... saya wartawan bung. dan sudah menjalani pendidikan kewartawanan. perlu saya tunjukan kartu wartawan saya? dan saya tau, bagaimana cara menulis berita dan bagaimana menulis sastra, serta bagaimana menulis berita dengan sentuhan sastra. kalau saya tidak mengerti aturan itu, mungkin sudah lama saya dipecat oleh redaksi. untunglah ente bukan Pimred nya. sehingga penilaian anda tidak berpengaruh sama sekali terhadap karier saya. cuma berpengaruh terhadap opini orang-orang yang mudah terpangaruh saja diantara pendiskusi yang ada di sini sebagai "bad opinion to bad names of calling".
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Deva19 on 29 July 2010, 03:11:56 PM
tidak ada undang-undang jurnalistik yang melarang menulis berita dengan menggunakan bahasa sastra. apalagi, di sini saya tidak bermaksud menulis berita aktual sebagaimana biasanya saya menulis untuk koran.
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Deva19 on 29 July 2010, 03:13:30 PM
Quote from: Yuri-chan on 29 July 2010, 03:09:13 PM
yee...malah ngalihin ke berita lain, piye to sampeyan..ngakunya wartawan??

orang-orang di sini sentimen semua ya. saya posting apapun salah jadinya. hebat, para sentimenter dan para pencari kesalahan orang lain!
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: K.K. on 29 July 2010, 03:13:58 PM
Quote from: Jerry on 29 July 2010, 03:02:09 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 29 July 2010, 12:00:19 PM
Quote from: Yuri-chan on 29 July 2010, 11:07:13 AM
bang kaiyn...cemane toh..kan TS pake logika mikirnya :)
"Logika" tingkat tinggi seperti lagunya peterpan.
Lagunya Peterpan bukannya "Khayalan" tingkat tinggi? :D
:D Sudah disensor dengan gaya bahasa eufemisme malah "dibocorin".
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Indra on 29 July 2010, 03:16:28 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 03:13:30 PM
Quote from: Yuri-chan on 29 July 2010, 03:09:13 PM
yee...malah ngalihin ke berita lain, piye to sampeyan..ngakunya wartawan??

orang-orang di sini sentimen semua ya. saya posting apapun salah jadinya. hebat, para sentimenter dan para pencari kesalahan orang lain!

cuma salah board bro, kalau posting di Pojok Seni pasti tidak akan dikritik
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: dhammadinna on 29 July 2010, 03:20:59 PM
bukannya sentimen... ini hanya saran... kalo saya liat sih, pembaca bukannya mencari pesan di balik postingan bro deva, tapi malah menilai-nilai, ini kisah nyata atau bukan... Jadi kita kasih saran aja, jadi lain kali tulisan bro Deva bisa lebih baik lagi...
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: J.W on 29 July 2010, 03:21:14 PM
Orang saraf dilawan  :))
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: J.W on 29 July 2010, 03:21:52 PM
Quote from: Indra on 29 July 2010, 03:16:28 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 03:13:30 PM
Quote from: Yuri-chan on 29 July 2010, 03:09:13 PM
yee...malah ngalihin ke berita lain, piye to sampeyan..ngakunya wartawan??

orang-orang di sini sentimen semua ya. saya posting apapun salah jadinya. hebat, para sentimenter dan para pencari kesalahan orang lain!

cuma salah board bro, kalau posting di Pojok Seni pasti tidak akan dikritik
Kafe jongkok ajeee
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Deva19 on 29 July 2010, 03:24:50 PM
uh.... tidak damai rasanya di sini...
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: K.K. on 29 July 2010, 03:28:22 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 03:05:50 PM
dan apakah kita akan termasuk kepada golongan orang-orang yang bengong saja ketika melihat wanita diperlakukan seperti itu dihadapan kita. apakah kita akan mengikuti kebiasaan masyarakat banyak yang cuek, enggan menolon tapi justru penuh curiga.

Seperti telah dikatakan sebelumnya, orang menolong atau tidak adalah karena memiliki alasan masing-masing. Bagi saya pribadi, sebaiknya kita berusaha semaksimal mungkin untuk menolong orang lain sesuai dengan kemampuan masing-masing. Sedikit atau banyak, selalu ada hal yang bisa kita lakukan termasuk meminta bantuan orang lain jika merasa tidak sanggup. Tetapi jangan sampai melakukan sesuatu yang sia-sia, yang di luar kemampuan kita. Jangan sampai seperti dalam cerita geng motor, akhirnya mayat bertambah 1 lagi.
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Jerry on 29 July 2010, 03:45:33 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 29 July 2010, 03:13:58 PM
Quote from: Jerry on 29 July 2010, 03:02:09 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 29 July 2010, 12:00:19 PM
Quote from: Yuri-chan on 29 July 2010, 11:07:13 AM
bang kaiyn...cemane toh..kan TS pake logika mikirnya :)
"Logika" tingkat tinggi seperti lagunya peterpan.
Lagunya Peterpan bukannya "Khayalan" tingkat tinggi? :D
:D Sudah disensor dengan gaya bahasa eufemisme malah "dibocorin".

Lho ngga tau ya? Selain meditator handal, cenayang, pegawai negri, guru, wartawan, beliau juga seorang musikus dan segudang bakat & keahlian lainnya. Biar dah disensor, judul lagu itu pasti beliau tau. :D
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: J.W on 29 July 2010, 03:52:29 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 03:24:50 PM
uh.... tidak damai rasanya di sini...
akibat karmanya sendiri
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Deva19 on 29 July 2010, 04:00:00 PM
Quote from: Jery
Lho ngga tau ya? Selain meditator handal, cenayang, pegawai negri, guru, wartawan, beliau juga seorang musikus dan segudang bakat & keahlian lainnya. Biar dah disensor, judul lagu itu pasti beliau tau

nada menghina dan gak percaya.

percaya gak percaya itu sih hak setiap orang. tapi harus atas dasar yang jelas.

jika tulisan tersebut dimasksudkan kepada saya, maka ternyata di sini orang begitu mudah membuat fitnah.

dan saya nyatakan saya tidak pernah menyatakan diri sebagai meditator handal, tidak pula menyatakan diri sebagai pegawai negeri, dan tidak pernah menyatakan diri sebagai cenayang.

saya memang seorang guru, mengajar di tingkat SD, SMP, SMK, dan di PT. saya juga seorang seniman, punya grup seni tersendiri, tapi bukan band kayak si raja seks Ariel Peterporn. grup seni saya adalah grup seni musik tradisional. dan sudah dua tahun yang menjalani profesi sebagai wartawan. saya juga seoran pelatih beladiri. saya juga membuka kursus Logika untuk mahasiswa. dan tahun ini, saya menjabat sebagai Tata Usaha di sebuah Yayasan Pendidikan. saya memang menyibukan diri dengan berbagai pekerjaan. lalu apa yang salah?

karena bagi saya, menganggur adalah sesuatu yang menyakitkan. kalaupun saya memegang banyak profesi, itu karena gaji saya dari satu profesi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Deva19 on 29 July 2010, 04:00:36 PM
Quote from: JW. Jinaraga on 29 July 2010, 03:52:29 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 03:24:50 PM
uh.... tidak damai rasanya di sini...
akibat karmanya sendiri


dan oleh karena itu, anda jadi tidak akan pernah bersalah apapun terhadap saya di sini.
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Hendra Susanto on 29 July 2010, 04:08:32 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 03:10:44 PM
Quote from: Hendra Susanto on 29 July 2010, 02:51:58 PM
dlm penyampaian berita, alangkah baiknya tidak menggunakan bahasa sastra yg kemungkinannya sangat besar untuk mengacaukan inti berita

ho..ho... saya wartawan bung. dan sudah menjalani pendidikan kewartawanan. perlu saya tunjukan kartu wartawan saya? dan saya tau, bagaimana cara menulis berita dan bagaimana menulis sastra, serta bagaimana menulis berita dengan sentuhan sastra. kalau saya tidak mengerti aturan itu, mungkin sudah lama saya dipecat oleh redaksi. untunglah ente bukan Pimred nya. sehingga penilaian anda tidak berpengaruh sama sekali terhadap karier saya. cuma berpengaruh terhadap opini orang-orang yang mudah terpangaruh saja diantara pendiskusi yang ada di sini sebagai "bad opinion to bad names of calling".

itulah jadinya jika orientasi jurnalismenya kejar omset... tanpa etika sama sekali. Mengenai kesusastraan, kita sama background bang.
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: J.W on 29 July 2010, 04:09:30 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 04:00:36 PM
Quote from: JW. Jinaraga on 29 July 2010, 03:52:29 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 03:24:50 PM
uh.... tidak damai rasanya di sini...
akibat karmanya sendiri


dan oleh karena itu, anda jadi tidak akan pernah bersalah apapun terhadap saya di sini.
dan karna itu akibat karma sendiri, maka berhentilah merengek
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Deva19 on 29 July 2010, 04:12:59 PM
Quote from: JW. Jinaraga on 29 July 2010, 04:09:30 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 04:00:36 PM
Quote from: JW. Jinaraga on 29 July 2010, 03:52:29 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 03:24:50 PM
uh.... tidak damai rasanya di sini...
akibat karmanya sendiri


dan oleh karena itu, anda jadi tidak akan pernah bersalah apapun terhadap saya di sini.
dan karna itu akibat karma sendiri, maka berhentilah merengek

termasuk anda. seharusnya anda berhenti merengek kepada saya.
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Deva19 on 29 July 2010, 04:15:38 PM
Quote from: Hendra Susanto on 29 July 2010, 04:08:32 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 03:10:44 PM
Quote from: Hendra Susanto on 29 July 2010, 02:51:58 PM
dlm penyampaian berita, alangkah baiknya tidak menggunakan bahasa sastra yg kemungkinannya sangat besar untuk mengacaukan inti berita

ho..ho... saya wartawan bung. dan sudah menjalani pendidikan kewartawanan. perlu saya tunjukan kartu wartawan saya? dan saya tau, bagaimana cara menulis berita dan bagaimana menulis sastra, serta bagaimana menulis berita dengan sentuhan sastra. kalau saya tidak mengerti aturan itu, mungkin sudah lama saya dipecat oleh redaksi. untunglah ente bukan Pimred nya. sehingga penilaian anda tidak berpengaruh sama sekali terhadap karier saya. cuma berpengaruh terhadap opini orang-orang yang mudah terpangaruh saja diantara pendiskusi yang ada di sini sebagai "bad opinion to bad names of calling".

itulah jadinya jika orientasi jurnalismenya kejar omset... tanpa etika sama sekali. Mengenai kesusastraan, kita sama background bang.

anda punya basic kesusastraan. woh..bagus sekali! saya ingin belajar pada anda. media kita sekarang tampak tidak berseni dan kurang berperasaan. saya ingin mengubah paradigma itu semua. tapi saya tidak punya basic pendidikan sastra. saya kuliah di jurusan komputer. tapi belajar sastra secara otodidak saja.
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: J.W on 29 July 2010, 04:20:09 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 04:12:59 PM
Quote from: JW. Jinaraga on 29 July 2010, 04:09:30 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 04:00:36 PM
Quote from: JW. Jinaraga on 29 July 2010, 03:52:29 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 03:24:50 PM
uh.... tidak damai rasanya di sini...
akibat karmanya sendiri


dan oleh karena itu, anda jadi tidak akan pernah bersalah apapun terhadap saya di sini.
dan karna itu akibat karma sendiri, maka berhentilah merengek

termasuk anda. seharusnya anda berhenti merengek kepada saya.
anda memang bodoh. sy tidak sedang merengek kpd anda. Apakah dalam kesusastraan tulisan sy di atas itu termasuk "merengek" kepada anda ?
Anda terlalu melow2 guru.
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: K.K. on 29 July 2010, 04:20:36 PM
 [at]  Deva19

Saran saja. Kisah itu dimulai dengan gaya bahasa deskriptif dari pihak ke tiga, kemudian di tengah berganti sudut pandang pihak pertama ("saya baru pulang dari warnet"). Di situ tidak jelas deskripsi di atas adalah pengalaman langsung atau berdasarkan keterangan orang lain.

Kemudian dalam kisah itu tidak ada keterangan apa-apa, tidak ada lokasi (minimal negara mana), tidak ada tanggal, tidak ada data apa pun yang bisa menjadi rujukan bukti resmi. Jadi menurut saya, itu memang bukan berita, hanya sebuah artikel saja.

Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: J.W on 29 July 2010, 04:23:52 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 04:15:38 PM
Quote from: Hendra Susanto on 29 July 2010, 04:08:32 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 03:10:44 PM
Quote from: Hendra Susanto on 29 July 2010, 02:51:58 PM
dlm penyampaian berita, alangkah baiknya tidak menggunakan bahasa sastra yg kemungkinannya sangat besar untuk mengacaukan inti berita

ho..ho... saya wartawan bung. dan sudah menjalani pendidikan kewartawanan. perlu saya tunjukan kartu wartawan saya? dan saya tau, bagaimana cara menulis berita dan bagaimana menulis sastra, serta bagaimana menulis berita dengan sentuhan sastra. kalau saya tidak mengerti aturan itu, mungkin sudah lama saya dipecat oleh redaksi. untunglah ente bukan Pimred nya. sehingga penilaian anda tidak berpengaruh sama sekali terhadap karier saya. cuma berpengaruh terhadap opini orang-orang yang mudah terpangaruh saja diantara pendiskusi yang ada di sini sebagai "bad opinion to bad names of calling".

itulah jadinya jika orientasi jurnalismenya kejar omset... tanpa etika sama sekali. Mengenai kesusastraan, kita sama background bang.

anda punya basic kesusastraan. woh..bagus sekali! saya ingin belajar pada anda. media kita sekarang tampak tidak berseni dan kurang berperasaan. saya ingin mengubah paradigma itu semua. tapi saya tidak punya basic pendidikan sastra. saya kuliah di jurusan komputer. tapi belajar sastra secara otodidak saja.
pak guru...tulisan anda yg di-bold itu artinya apa yah ?? Sblmnya dengan angkuh klaim diri seakan2 paham dlm dunia sastra. Skrg jadi "jongkokkan" diri dengan bro hendra yg berbackground sastra. Gimana nya pak guru ini. Memang pinter kali bah bapak membela diri.

Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 04:00:00 PM
Quote from: Jery
Lho ngga tau ya? Selain meditator handal, cenayang, pegawai negri, guru, wartawan, beliau juga seorang musikus dan segudang bakat & keahlian lainnya. Biar dah disensor, judul lagu itu pasti beliau tau

nada menghina dan gak percaya.

percaya gak percaya itu sih hak setiap orang. tapi harus atas dasar yang jelas.

jika tulisan tersebut dimasksudkan kepada saya, maka ternyata di sini orang begitu mudah membuat fitnah.

dan saya nyatakan saya tidak pernah menyatakan diri sebagai meditator handal, tidak pula menyatakan diri sebagai pegawai negeri, dan tidak pernah menyatakan diri sebagai cenayang.

saya memang seorang guru, mengajar di tingkat SD, SMP, SMK, dan di PT. saya juga seorang seniman, punya grup seni tersendiri, tapi bukan band kayak si raja seks Ariel Peterporn. grup seni saya adalah grup seni musik tradisional. dan sudah dua tahun yang menjalani profesi sebagai wartawan. saya juga seoran pelatih beladiri. saya juga membuka kursus Logika untuk mahasiswa. dan tahun ini, saya menjabat sebagai Tata Usaha di sebuah Yayasan Pendidikan. saya memang menyibukan diri dengan berbagai pekerjaan. lalu apa yang salah?

karena bagi saya, menganggur adalah sesuatu yang menyakitkan. kalaupun saya memegang banyak profesi, itu karena gaji saya dari satu profesi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.


Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Deva19 on 29 July 2010, 04:25:34 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 29 July 2010, 04:20:36 PM
[at]  Deva19

Saran saja. Kisah itu dimulai dengan gaya bahasa deskriptif dari pihak ke tiga, kemudian di tengah berganti sudut pandang pihak pertama ("saya baru pulang dari warnet"). Di situ tidak jelas deskripsi di atas adalah pengalaman langsung atau berdasarkan keterangan orang lain.

Kemudian dalam kisah itu tidak ada keterangan apa-apa, tidak ada lokasi (minimal negara mana), tidak ada tanggal, tidak ada data apa pun yang bisa menjadi rujukan bukti resmi. Jadi menurut saya, itu memang bukan berita, hanya sebuah artikel saja.



terima kasih sarannya. lain kali, berikan saran anda ketika saya minta!
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Deva19 on 29 July 2010, 04:28:15 PM
Quote from: JW. Jinaraga on 29 July 2010, 04:23:52 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 04:15:38 PM
Quote from: Hendra Susanto on 29 July 2010, 04:08:32 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 03:10:44 PM
Quote from: Hendra Susanto on 29 July 2010, 02:51:58 PM
dlm penyampaian berita, alangkah baiknya tidak menggunakan bahasa sastra yg kemungkinannya sangat besar untuk mengacaukan inti berita

ho..ho... saya wartawan bung. dan sudah menjalani pendidikan kewartawanan. perlu saya tunjukan kartu wartawan saya? dan saya tau, bagaimana cara menulis berita dan bagaimana menulis sastra, serta bagaimana menulis berita dengan sentuhan sastra. kalau saya tidak mengerti aturan itu, mungkin sudah lama saya dipecat oleh redaksi. untunglah ente bukan Pimred nya. sehingga penilaian anda tidak berpengaruh sama sekali terhadap karier saya. cuma berpengaruh terhadap opini orang-orang yang mudah terpangaruh saja diantara pendiskusi yang ada di sini sebagai "bad opinion to bad names of calling".

itulah jadinya jika orientasi jurnalismenya kejar omset... tanpa etika sama sekali. Mengenai kesusastraan, kita sama background bang.

anda punya basic kesusastraan. woh..bagus sekali! saya ingin belajar pada anda. media kita sekarang tampak tidak berseni dan kurang berperasaan. saya ingin mengubah paradigma itu semua. tapi saya tidak punya basic pendidikan sastra. saya kuliah di jurusan komputer. tapi belajar sastra secara otodidak saja.
pak guru...tulisan anda yg di-bold itu artinya apa yah ?? Sblmnya dengan angkuh klaim diri seakan2 paham dlm dunia sastra. Skrg jadi "jongkokkan" diri dengan bro hendra yg berbackground sastra. Gimana nya pak guru ini.

apa yang salah? mungkin otak anda yang salah.

kapan saya menyatakan "faham dunia sastra"? saya hanya menyatakan "saya telah mengikuti pendidikan jurnalistik", walaupun bukan di PT. di dalam pendidikan jurnalistik itu, saya diajarkan tentang bagaimana cara menulis berita, dan bagaimana bedanya dengan karya sastra, trus dikasih tau pula bagaimana cara menulis berita dengan sentuhan sastra. selebihnya saya belajar sastra secara otodidak. apa sudah terang otak mu?
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: K.K. on 29 July 2010, 04:29:50 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 04:25:34 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 29 July 2010, 04:20:36 PM
[at]  Deva19

Saran saja. Kisah itu dimulai dengan gaya bahasa deskriptif dari pihak ke tiga, kemudian di tengah berganti sudut pandang pihak pertama ("saya baru pulang dari warnet"). Di situ tidak jelas deskripsi di atas adalah pengalaman langsung atau berdasarkan keterangan orang lain.

Kemudian dalam kisah itu tidak ada keterangan apa-apa, tidak ada lokasi (minimal negara mana), tidak ada tanggal, tidak ada data apa pun yang bisa menjadi rujukan bukti resmi. Jadi menurut saya, itu memang bukan berita, hanya sebuah artikel saja.



terima kasih sarannya. lain kali, berikan saran anda ketika saya minta!
Diajak ngomong baik2 malah begitu.

Lain kali ditulis: "TULISAN INI SUDAH SEMPURNA. TIDAK MENERIMA SARAN DAN KRITIK."

Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Deva19 on 29 July 2010, 04:31:01 PM
ini murni karya sastra saya, sudah memenagkan piala emas tingkat RT :) ==>

Mabuk Forum

maksud hati ingin berhenti diskusi
tapi rupanya diriku sudah kecanduan forum
beberapa menit saya berhenti
rasanya mau mati
maka kembali

banyak pekerjaan harus kuselesaikan
telah lama kutinggalkan
terjebak dalam banyak obrolan
yang mengasyikan

aduh, bagaimana ini
bagaimana caranya berhenti
benar-benar candu forum ini
aku tak dapat pergi

diskusi dan berdebat
sangat kurang istirahat
saat-saat di dalam shalat
dalam sujud tetap berdebat

dalam tidur penuh mimpi
mimpi tentang diskusi
diskusi tentang itu ini
sangat melelahkan diri

anakku menarik-narik tanganku
"ayah, ajari aku matematika!"
"tidak nak! ayah lagi sibuk diskusi dan berdebat".
anakku kecewa

istriku menelopon
minta dijemput dari bekerja
"tidak! abang lagi sibuk diskusi dan berdebat"
istriku kecewa
benar-benar mabuk forum

atasanku menelepon
"mengapa tak masuk kerja?"
"tidak pak, saya sibuk diskusi dan berdebat!" jawab saya

diskusi, diskusi, diskusi
berdebat, berdebat, berdebat
entah kapan akan berakhir
kenapa aku tak bisa berhenti
hatiku gak ada rem-nya

selalu saja ada hal menarik untuk didiskusikan
selalu saja ada hal yang ingin kusampaikan
selalu saja tergelitik untuk mengkritik
menggoda dan penasaran
sangat mengherankan dan menyebalkan

kalau aku terhina
aku tak rela
mati-matian membela
tak mau berhenti
kalau aku dipuji
rasanya suka
bikin aku makin cinta
tak mau juga pergi
dipuji atau dihina
bikin aku mabuk forum

Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Deva19 on 29 July 2010, 04:33:16 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 29 July 2010, 04:29:50 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 04:25:34 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 29 July 2010, 04:20:36 PM
[at]  Deva19

Saran saja. Kisah itu dimulai dengan gaya bahasa deskriptif dari pihak ke tiga, kemudian di tengah berganti sudut pandang pihak pertama ("saya baru pulang dari warnet"). Di situ tidak jelas deskripsi di atas adalah pengalaman langsung atau berdasarkan keterangan orang lain.

Kemudian dalam kisah itu tidak ada keterangan apa-apa, tidak ada lokasi (minimal negara mana), tidak ada tanggal, tidak ada data apa pun yang bisa menjadi rujukan bukti resmi. Jadi menurut saya, itu memang bukan berita, hanya sebuah artikel saja.



terima kasih sarannya. lain kali, berikan saran anda ketika saya minta!
Diajak ngomong baik2 malah begitu.

Lain kali ditulis: "TULISAN INI SUDAH SEMPURNA. TIDAK MENERIMA SARAN DAN KRITIK."



anda itu aneh kan. suka ngasih saran ke orang lain, tapi kalo dikasih saran malah marah-marah.

saya udah katakan "terima kasih" :

Quote from: deva19
terima kasih sarannya

lalu meniru anda memberi saran :

Quote from: deva19
lain kali, berikan saran anda ketika saya minta!

nah, kalo sesuatu itu tidak mengenakan ketika diberikan kepada anda, lalu kenapa anda memberikan kepada orang lain. kalau anda tidak suka dicubit, kenapa nyubit orang lain bung?
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: J.W on 29 July 2010, 04:37:29 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 04:28:15 PM
Quote from: JW. Jinaraga on 29 July 2010, 04:23:52 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 04:15:38 PM
Quote from: Hendra Susanto on 29 July 2010, 04:08:32 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 03:10:44 PM
Quote from: Hendra Susanto on 29 July 2010, 02:51:58 PM
dlm penyampaian berita, alangkah baiknya tidak menggunakan bahasa sastra yg kemungkinannya sangat besar untuk mengacaukan inti berita

ho..ho... saya wartawan bung. dan sudah menjalani pendidikan kewartawanan. perlu saya tunjukan kartu wartawan saya? dan saya tau, bagaimana cara menulis berita dan bagaimana menulis sastra, serta bagaimana menulis berita dengan sentuhan sastra. kalau saya tidak mengerti aturan itu, mungkin sudah lama saya dipecat oleh redaksi. untunglah ente bukan Pimred nya. sehingga penilaian anda tidak berpengaruh sama sekali terhadap karier saya. cuma berpengaruh terhadap opini orang-orang yang mudah terpangaruh saja diantara pendiskusi yang ada di sini sebagai "bad opinion to bad names of calling".

itulah jadinya jika orientasi jurnalismenya kejar omset... tanpa etika sama sekali. Mengenai kesusastraan, kita sama background bang.

anda punya basic kesusastraan. woh..bagus sekali! saya ingin belajar pada anda. media kita sekarang tampak tidak berseni dan kurang berperasaan. saya ingin mengubah paradigma itu semua. tapi saya tidak punya basic pendidikan sastra. saya kuliah di jurusan komputer. tapi belajar sastra secara otodidak saja.
pak guru...tulisan anda yg di-bold itu artinya apa yah ?? Sblmnya dengan angkuh klaim diri seakan2 paham dlm dunia sastra. Skrg jadi "jongkokkan" diri dengan bro hendra yg berbackground sastra. Gimana nya pak guru ini.

apa yang salah? mungkin otak anda yang salah.

kapan saya menyatakan "faham dunia sastra"? saya hanya menyatakan "saya telah mengikuti pendidikan jurnalistik", walaupun bukan di PT. di dalam pendidikan jurnalistik itu, saya diajarkan tentang bagaimana cara menulis berita, dan bagaimana bedanya dengan karya sastra, trus dikasih tau pula bagaimana cara menulis berita dengan sentuhan sastra. selebihnya saya belajar sastra secara otodidak. apa sudah terang otak mu?

Belum terang pak. sesuai dgn avatar aye yg masih dlm kegelapan.. :whistle:
Maap yah pak udh mempermalukan bapak di depan anak2... ^:)^
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: K.K. on 29 July 2010, 04:38:40 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 04:33:16 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 29 July 2010, 04:29:50 PM
Quote from: Deva19 on 29 July 2010, 04:25:34 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 29 July 2010, 04:20:36 PM
[at]  Deva19

Saran saja. Kisah itu dimulai dengan gaya bahasa deskriptif dari pihak ke tiga, kemudian di tengah berganti sudut pandang pihak pertama ("saya baru pulang dari warnet"). Di situ tidak jelas deskripsi di atas adalah pengalaman langsung atau berdasarkan keterangan orang lain.

Kemudian dalam kisah itu tidak ada keterangan apa-apa, tidak ada lokasi (minimal negara mana), tidak ada tanggal, tidak ada data apa pun yang bisa menjadi rujukan bukti resmi. Jadi menurut saya, itu memang bukan berita, hanya sebuah artikel saja.



terima kasih sarannya. lain kali, berikan saran anda ketika saya minta!
Diajak ngomong baik2 malah begitu.

Lain kali ditulis: "TULISAN INI SUDAH SEMPURNA. TIDAK MENERIMA SARAN DAN KRITIK."



anda itu aneh kan. suka ngasih saran ke orang lain, tapi kalo dikasih saran malah marah-marah.

saya udah katakan "terima kasih" :

Quote from: deva19
terima kasih sarannya

lalu meniru anda memberi saran :

Quote from: deva19
lain kali, berikan saran anda ketika saya minta!

nah, kalo sesuatu itu tidak mengenakan ketika diberikan kepada anda, lalu kenapa anda memberikan kepada orang lain. kalau anda tidak suka dicubit, kenapa nyubit orang lain bung?
Jadi maksudnya saya sengaja menghina/mencubit? Luar biasa. Anda memang "cenayang" seperti Bro Jerry katakan. Ya sudah, saya minta maaf karena membuat anda merasa tercubit. Sekian, terima kasih.
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Deva19 on 29 July 2010, 04:43:48 PM
Quote from: kutho
Jadi maksudnya saya sengaja menghina/mencubit? Luar biasa. Anda memang "cenayang" seperti Bro Jerry katakan. Ya sudah, saya minta maaf karena membuat anda merasa tercubit. Sekian, terima kasih.

kapan saya menyatakan "anda sengaja menghina/mencubit" ? coba bawa kaca pembesar dan cari pernyataan saya yang begitu di forum ini, pasti gak nemu. ternyata anda suka "mengarang cerita" tanpa sumber berita.
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Deva19 on 29 July 2010, 04:45:36 PM
Quote from: Jinaraga
Belum terang pak. sesuai dgn avatar aye yg masih dlm kegelapan.. :whistle:
Maap yah pak udh mempermalukan bapak di depan anak2...

maaf juga, karena saya sudah memperlihatkan keblo-onan an-da di sini. mari saling memaafkan saja!
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Nevada on 29 July 2010, 04:57:04 PM
Saya sudah tahu, pasti thread ini akan menjadi thread "perang" lagi. Minum Sariwangi dulu deh... *mari bicara*  ~o)
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: K.K. on 29 July 2010, 04:58:46 PM
Quote from: upasaka on 29 July 2010, 04:57:04 PM
Saya sudah tahu, pasti thread ini akan menjadi thread "perang" lagi. Minum Sariwangi dulu deh... *mari bicara*  ~o)
Dengan orang tertentu, "mari berhenti bicara" bisa lebih baik.
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Nevada on 29 July 2010, 05:08:01 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 29 July 2010, 04:58:46 PM
Quote from: upasaka on 29 July 2010, 04:57:04 PM
Saya sudah tahu, pasti thread ini akan menjadi thread "perang" lagi. Minum Sariwangi dulu deh... *mari bicara*  ~o)
Dengan orang tertentu, "mari berhenti bicara" bisa lebih baik.
~o)
Title: Re: akibat karmanya sendiri
Post by: Deva19 on 29 July 2010, 05:08:38 PM
tidak ada yang bisa menghentikan omong kosong, kecuali kalo thread nya di lock. soalnya semua orang lagi "mabuk forum".