Teman-teman sekalian saya minta pendapatnya ya?
Entah mengapa bila saya melihat komik-komik Bodhi (ehipassiko) kayaknya nggak sreg rasanya, ada beberapa alasan yang menyebabkan begitu, diantaranya,
Kesatu:
Bentuk kepala Sang Buddha sama seperti bentuk kepala manusia biasa. Menurut penerbit supaya nampak membumi, menurut saya ini penyimpangan karena tak sesuai dengan penggambaran dalam Cakkavatti Sihanada sutta. Dalam Cakkavatti Sihanada sutta dikatakan bahwa kepala Cakkavatti/Buddha seperti memakai turban (unhissa). Jadi tidak seperti manusia biasa.
Sekedar bahan perenungan: Ketika Sang Buddha ditanya dalam perjalanan, karena penampilanNya yang agung mereka bertanya "apakah anda Dewa? Bukan jawab Sang Buddha", "Apakah anda Brahma? Bukan jawab Sang Buddha", "Apakah anda manusia? Bukan jawab Sang Buddha", "Apakah anda peta? Bukan jawab Sang Buddha", "Jadi siapakah anda? Saya adalah Buddha, jawab Sang Buddha"
Buddha adalah Buddha jangan disamakan dengan manusia, bila ciri Buddha adalah demikian biarkanlah tetap demikian, mengubah ciri tersebut saya anggap penyimpangan.
Kedua:
Buddha adalah sosok yang kita puja yang kita hormati, jangan dijadikan objek lucu-lucuan, penggambaran Buddha yang nampak "cute" adalah bentuk komersialisasi figur Buddha dengan pembenaran supaya mem"bumi".
Minta pendapat teman-teman sekalian.
Pandangan om serupa dgn pandangan om mercedes..;D
Artinya pembuatan kaos dgn karikatur murid2 buddha yg imut kurang tepat dunk??
Quote from: Mr.Jhonz on 28 March 2010, 10:58:16 AM
Pandangan om serupa dgn pandangan om mercedes..;D
Artinya pembuatan kaos dgn karikatur murid2 buddha yg imut kurang tepat dunk??
Bro Jhonz yang baik,
Saya berlindung pada Sangha selain pada Buddha dan Dhamma, apakah baik membuat mereka yang menjadi tempat perlindungan kita sebagai bahan lucu-lucuan? Kecuali pangeran Siddhattha, saya rasa masih boleh dijadikan karikatur, karena pangeran Siddhattha belum menjadi Buddha.
Walau umat kr****n sendiri sangat menghormati , rasanya saya tak pernah lihat komik yang menggambarkan mr.J dewasa digambarkan seperti itu. Apalagi kita umat Buddha terhadap Guru para dewa dan manusia. Mahluk tertinggi yang mengajarkan kita jalan pembebasan.
Saya merasa penggambaran seperti itu terasa mengolok-olok.
Agama kita sering diolok-olok oleh umat agama lain dan kita tak berdaya memprotes, mengapa ditambahkan oleh olok-olok dari umat kita sendiri?
Jika bukan umat kita sendiri yang menghormati Junjungannya, apakah umat agama lain yang akan menghormati?
_/\_
Quote from: fabian c on 28 March 2010, 10:33:21 AM
Teman-teman sekalian saya minta pendapatnya ya?
Entah mengapa bila saya melihat komik-komik Bodhi (ehipassiko) kayaknya nggak sreg rasanya, ada beberapa alasan yang menyebabkan begitu, diantaranya,
Kesatu:
Bentuk kepala Sang Buddha sama seperti bentuk kepala manusia biasa. Menurut penerbit supaya nampak membumi, menurut saya ini penyimpangan karena tak sesuai dengan penggambaran dalam Cakkavatti Sihanada sutta. Dalam Cakkavatti Sihanada sutta dikatakan bahwa kepala Cakkavatti/Buddha seperti memakai turban (unhissa). Jadi tidak seperti manusia biasa.
Sekedar bahan perenungan: Ketika Sang Buddha ditanya dalam perjalanan, karena penampilanNya yang agung mereka bertanya "apakah anda Dewa? Bukan jawab Sang Buddha", "Apakah anda Brahma? Bukan jawab Sang Buddha", "Apakah anda manusia? Bukan jawab Sang Buddha", "Apakah anda peta? Bukan jawab Sang Buddha", "Jadi siapakah anda? Saya adalah Buddha, jawab Sang Buddha"
Buddha adalah Buddha jangan disamakan dengan manusia, bila ciri Buddha adalah demikian biarkanlah tetap demikian, mengubah ciri tersebut saya anggap penyimpangan.
Kedua:
Buddha adalah sosok yang kita puja yang kita hormati, jangan dijadikan objek lucu-lucuan, penggambaran Buddha yang nampak "cute" adalah bentuk komersialisasi figur Buddha dengan pembenaran supaya mem"bumi".
Minta pendapat teman-teman sekalian.
Setuju Bro Fabian..sangat setuju dengan anda..tetapi sayang,kita tidak bisa berbuat banyak,karena ini juga tarik ulur kepentingan...saya lihat[menurut asumsi saya],Handaka sedang berusaha untuk membuat "sistem marketing" didalam Ajaran Buddha..mungkin ini adalah salah 1 ciri dalam 16 Ramalan Buddha Gotama? :)
Quote from: fabian c on 28 March 2010, 11:49:04 AM
Quote from: Mr.Jhonz on 28 March 2010, 10:58:16 AM
Pandangan om serupa dgn pandangan om mercedes..;D
Artinya pembuatan kaos dgn karikatur murid2 buddha yg imut kurang tepat dunk??
Bro Jhonz yang baik, Saya berlindung pada Sangha selain pada Buddha dan Dhamma, apakah baik membuat mereka yang menjadi tempat perlindungan kita sebagai bahan lucu-lucuan? Kecuali pangeran Siddhattha, saya rasa masih boleh dijadikan karikatur, karena pangeran Siddhattha belum menjadi Buddha.
Walau umat kr****n sendiri sangat menghormati , rasanya saya tak pernah lihat komik yang menggambarkan mr.J dewasa digambarkan seperti itu. Apalagi kita umat Buddha terhadap Guru para dewa dan manusia. Mahluk tertinggi yang mengajarkan kita jalan pembebasan.
Saya merasa penggambaran seperti itu terasa mengolok-olok.
Agama kita sering diolok-olok oleh umat agama lain dan kita tak berdaya memprotes, mengapa ditambahkan oleh olok-olok dari umat kita sendiri?
Jika bukan umat kita sendiri yang menghormati Junjungannya, apakah umat agama lain yang akan menghormati?
_/\_
Bro fabian,kira2 apa pendapat anda sendiri terhadap kasus ini?
Quote from: Riky_dave on 28 March 2010, 11:57:27 AM
Quote from: fabian c on 28 March 2010, 11:49:04 AM
Quote from: Mr.Jhonz on 28 March 2010, 10:58:16 AM
Pandangan om serupa dgn pandangan om mercedes..;D
Artinya pembuatan kaos dgn karikatur murid2 buddha yg imut kurang tepat dunk??
Bro Jhonz yang baik, Saya berlindung pada Sangha selain pada Buddha dan Dhamma, apakah baik membuat mereka yang menjadi tempat perlindungan kita sebagai bahan lucu-lucuan? Kecuali pangeran Siddhattha, saya rasa masih boleh dijadikan karikatur, karena pangeran Siddhattha belum menjadi Buddha.
Walau umat kr****n sendiri sangat menghormati , rasanya saya tak pernah lihat komik yang menggambarkan mr.J dewasa digambarkan seperti itu. Apalagi kita umat Buddha terhadap Guru para dewa dan manusia. Mahluk tertinggi yang mengajarkan kita jalan pembebasan.
Saya merasa penggambaran seperti itu terasa mengolok-olok.
Agama kita sering diolok-olok oleh umat agama lain dan kita tak berdaya memprotes, mengapa ditambahkan oleh olok-olok dari umat kita sendiri?
Jika bukan umat kita sendiri yang menghormati Junjungannya, apakah umat agama lain yang akan menghormati?
_/\_
Bro fabian,kira2 apa pendapat anda sendiri terhadap kasus ini?
Wah saya tak bisa melihat hati orang bro Riky yang baik, walau secara langsung saya juga melihat itu sebagai strategi marketing yang mengorbankan keagungan Buddha. mudah-mudahan penerbit Ehipassiko melihat thread ini dan mengubah penerbitan selanjutnya. Saya juga mengharapkan komentar teman-teman sekalian.
_/\_
walau kadang saya memang juga tidak begitu sreg dengan penerbitan dari Ehipassiko,dan gaya bahasanya itu,tetapi dari buku pertama sampai keenam[saya mempunyai buku tersebut,walau dipinjami sama orang lain,hehe],saya melihat perubahan gaya bahasa yang semakin bagus.. :)
dan manfaatnya juga bagus,karena komik2 tersebut saya pinjamkan kepada teman2 saya yang lainnya,kemudian perlahan saya pinjamkan mereka dhammapada ,mengajak mereka ke vihara,meditasi..dan hasilnya memuaskan.. :)
kata orang,"kalau tak ada rotan,akar pun jadi"
_/\_
Quote from: Riky_dave on 28 March 2010, 12:05:55 PM
walau kadang saya memang juga tidak begitu sreg dengan penerbitan dari Ehipassiko,dan gaya bahasanya itu,tetapi dari buku pertama sampai keenam[saya mempunyai buku tersebut,walau dipinjami sama orang lain,hehe],saya melihat perubahan gaya bahasa yang semakin bagus.. :)
dan manfaatnya juga bagus,karena komik2 tersebut saya pinjamkan kepada teman2 saya yang lainnya,kemudian perlahan saya pinjamkan mereka dhammapada ,mengajak mereka ke vihara,meditasi..dan hasilnya memuaskan.. :)
kata orang,"kalau tak ada rotan,akar pun jadi"
_/\_
Bro Riky yang baik, Superman dan banyak tokoh superhero yang lain juga tidak membumi, toh banyak orang yang menyukai. Bila ada cara penggambaran yang lebih elegan mengapa membuat penggambaran yang mengubah otentisitas suatu ciri?
Komik Tiger Wong malah lebih laris daripada komik Buddha yang dari Jepang kan?
Saya rasa bila Buddha digambarkan dengan segala kelebihanNya malah akan lebih "marketable", penggambaran Buddha seperti dalam komik bodhi hanya nyontek komik komersil Buddha dari Jepang, bukan suatu bentuk kreativitas.
_/\_
Quote from: fabian c on 28 March 2010, 12:18:14 PM
Quote from: Riky_dave on 28 March 2010, 12:05:55 PM
walau kadang saya memang juga tidak begitu sreg dengan penerbitan dari Ehipassiko,dan gaya bahasanya itu,tetapi dari buku pertama sampai keenam[saya mempunyai buku tersebut,walau dipinjami sama orang lain,hehe],saya melihat perubahan gaya bahasa yang semakin bagus.. :)
dan manfaatnya juga bagus,karena komik2 tersebut saya pinjamkan kepada teman2 saya yang lainnya,kemudian perlahan saya pinjamkan mereka dhammapada ,mengajak mereka ke vihara,meditasi..dan hasilnya memuaskan.. :)
kata orang,"kalau tak ada rotan,akar pun jadi"
_/\_
Bro Riky yang baik, Superman dan banyak tokoh superhero yang lain juga tidak membumi, toh banyak orang yang menyukai. Bila ada cara penggambaran yang lebih elegan mengapa membuat penggambaran yang mengubah otentisitas suatu ciri?
Komik Tiger Wong malah lebih laris daripada komik Buddha yang dari Jepang kan?
Saya rasa bila Buddha digambarkan dengan segala kelebihanNya malah akan lebih "marketable", penggambaran Buddha seperti dalam komik bodhi hanya nyontek komik komersil Buddha dari Jepang, bukan suatu bentuk kreativitas.
_/\_
um...benar...tetapi tentunya "si pemilik" membidik kaum muda-mudi kita,maka mungkin dia mengasumsikan haruslah pembuatanya bersikap "gaul" "keren" dan bisa diterima oleh kaum muda..Saya sudah pernah pinjam RAPB kepada teman saya[dia ngotot mau pinjam,saya bilang emangnya sanggup banyak,dia bilang sanggup..setelah saya pinjamin,baru 1 hari dia sudah angkat tangan.. :)]..
bagaimana kalau yang ini Bro Fabian?ada pendapat lain?
[at] om fabian
Ada karikatur mr.J yg dibuat lucu-lucuan
Ya gimana lagi om,"hidup memang dukha"..
Kalau kita selalu berharap penyebaran ag.buddha seperti yg kita harapkan(tanpa sadar membentuk ego)bila tidak sesuai harapan muncul penderitaan.
kan ga akan mungkin semua orang mempunyai pola pikir yg sama semua..
Ujung2nya setelah kita memeluk agama buddha bukannya tambah bahagia malah tambah menderita ;D
Contohnya,tadi udah mau belatih meditasi,eh iseng2 ke forum maitreya,eh malah jadi beban pikiran(timbul penolakan dalam batin)..keknya latihan medit bakal jadi susah fokus...
Belum lagi soal maitreya,LSY,falun gong,buddha bar.dll
Ya kalo mau bicara idealnya,memang harus praktekin ajaran "objek itu netral" dhe..
Cmiiw
Quote from: Mr.Jhonz on 28 March 2010, 12:50:23 PM
[at] om fabian
Ada karikatur mr.J yg dibuat lucu-lucuan
Ya gimana lagi om,"hidup memang dukha"..
Kalau kita selalu berharap penyebaran ag.buddha seperti yg kita harapkan(tanpa sadar membentuk ego) kan ga akan mungkin semua orang mempunyai pola pikir yg sama semua..
Ujung2nya setelah kita memeluk agama buddha bukannya tambah bahagia malah tambah menderita ;D
Contohnya,tadi udah mau belatih meditasi,eh iseng2 ke forum maitreya,eh malah jadi beban pikiran(timbul penolakan dalam batin)..keknya latihan medit bakal jadi susah fokus...
Belum lagi soal maitreya,LSY,falun gong,buddha bar.dll
Ya kalo mau bicara idealnya,memang harus praktekin ajaran "objek itu netral" dhe..
Cmiiw
perlukah kita meneladani YM Mahakassapa dalam melindungi Dhamma,atau kita menggunakan dalih untuk mengacuhkan semua hal? :)
saya pribadi memang kurang sreg dengan gambaran ehipassiko yang menurut saya terlalu sembarangan.
para murid giginya kelihatan kemana-mana, tingkah lakunya tidak digambarkan seperti seorang ariya yang terhormat, melainkan setara dengan tokoh-tokoh komik yang emosinya kemana-mana.
Quote from: gachapin on 28 March 2010, 01:09:15 PM
saya pribadi memang kurang sreg dengan gambaran ehipassiko yang menurut saya terlalu sembarangan.
para murid giginya kelihatan kemana-mana, tingkah lakunya tidak digambarkan seperti seorang ariya yang terhormat, melainkan setara dengan tokoh-tokoh komik yang emosinya kemana-mana.
solusi anda?kalau terlalu terhormat,nantinya terasa "menekan" gitu.. :)
Quote from: fabian c on 28 March 2010, 10:33:21 AM
Teman-teman sekalian saya minta pendapatnya ya?
Entah mengapa bila saya melihat komik-komik Bodhi (ehipassiko) kayaknya nggak sreg rasanya, ada beberapa alasan yang menyebabkan begitu, diantaranya,
Kesatu:
Bentuk kepala Sang Buddha sama seperti bentuk kepala manusia biasa. Menurut penerbit supaya nampak membumi, menurut saya ini penyimpangan karena tak sesuai dengan penggambaran dalam Cakkavatti Sihanada sutta. Dalam Cakkavatti Sihanada sutta dikatakan bahwa kepala Cakkavatti/Buddha seperti memakai turban (unhissa). Jadi tidak seperti manusia biasa.
bentuk rambut Bhudda yg melingkar adalah luar biasa menarik. ini merupakan ciri khas, lha koq malah diubah????? tidaklah perlu mengubah sesuatu yg udah bagus..(personal image)
Sekedar bahan perenungan: Ketika Sang Buddha ditanya dalam perjalanan, karena penampilanNya yang agung mereka bertanya "apakah anda Dewa? Bukan jawab Sang Buddha", "Apakah anda Brahma? Bukan jawab Sang Buddha", "Apakah anda manusia? Bukan jawab Sang Buddha", "Apakah anda peta? Bukan jawab Sang Buddha", "Jadi siapakah anda? Saya adalah Buddha, jawab Sang Buddha"
Buddha adalah Buddha jangan disamakan dengan manusia, bila ciri Buddha adalah demikian biarkanlah tetap demikian, mengubah ciri tersebut saya anggap penyimpangan.
Kedua:
Buddha adalah sosok yang kita puja yang kita hormati, jangan dijadikan objek lucu-lucuan, penggambaran Buddha yang nampak "cute" adalah bentuk komersialisasi figur Buddha dengan pembenaran supaya mem"bumi".
lebih baik Bodhi menciptakan karakter yg baru sama sekali, ubah sepuas, buat lucu habissss
Minta pendapat teman-teman sekalian.
mungkin begitu ;D ;D
Sodara saya cerita, waktu itu di vihara, anak-anak kecil disuruh tutup mata dan membayangkan sosok seorang Buddha. Setelah mereka membuka mata, lalu ditanya seperti apa kah Buddha itu? ada anak kecil yang jawab: "seperti Naruto" :|
Jadi ya, menurut saya, tampilkan gambaran Buddha dengan ciri khas-nya aja baik fisik maupun sikap, lama-lama anak-anak bisa punya gambaran yang lebih baik seperti apa kah seorang Buddha sebenarnya.
Quote from: Mayvise on 28 March 2010, 01:26:44 PM
Sodara saya cerita, waktu itu di vihara, anak-anak kecil disuruh tutup mata dan membayangkan sosok seorang Buddha. Setelah mereka membuka mata, lalu ditanya seperti apa kah Buddha itu? ada anak kecil yang jawab: "seperti Naruto" :|
Jadi ya, menurut saya, tampilkan gambaran Buddha dengan ciri khas-nya aja baik fisik maupun sikap, lama-lama anak-anak bisa punya gambaran yang lebih baik seperti apa kah seorang Buddha sebenarnya.
:)
Kenapa ga kirim saran ama ehipassiko.net aja??
Quote from: Mr.Jhonz on 28 March 2010, 01:57:42 PM
Kenapa ga kirim saran ama ehipassiko.net aja??
mungkin bahas disini dulu,menyamakan persepsi,kemudian baru bisa diambil kesimpulan dan di send ke sana,atau nanti saya bicara langsung saja sama Pak Handaka.. :)
Quote from: Mr.Jhonz on 28 March 2010, 01:57:42 PM
Kenapa ga kirim saran ama ehipassiko.net aja??
ikut urun saran, kalau saya bilang itu sejalan dengan kebijakan induk organisasi yaitu meng-indonesia-kan
bisa dilihat banyak kata misal bikkhu menjadi biku dan banyak kata lain yg maknanya jadi hilang hanya karena ingin cocok dengan lidah indonesia.... termasuk dalam masalah figur Buddha dimana figur dibuat utk mudah diingat.....
bagi saya, justru jadi sangat aneh dimana buddhism mengajarkan kenyataan sebagaimana mestinya, tapi sosok pengajarnya dibuat sesuai manusia biasa?
Dhamma yang agung-nya pun, dibuat hanya utk cocok dengan lidah/pelafalan namun menghilangkan makna sesungguhnya
dalam contoh RAPB bro Riky : saya rasa sudah jelas bhw konsekuensi utk baca RAPB adl bosan (saya sendiri pun belum tamat baca)
jadi hendaknya kalau teman anda bosan/pusing, itu adl 1 kewajaran.... namun tentunya bs anda kondisikan utk diskusi, atau buku lain yg ringan namun tetap sesuai jalur buddhism
ikut senang jika bro riky bisa berbicara langsung dengan pak handaka, mari kita tunggu bersama tanggapannya
Quote from: markosprawira on 28 March 2010, 02:11:42 PM
Quote from: Mr.Jhonz on 28 March 2010, 01:57:42 PM
Kenapa ga kirim saran ama ehipassiko.net aja??
ikut urun saran, kalau saya bilang itu sejalan dengan kebijakan induk organisasi yaitu meng-indonesia-kan
bisa dilihat banyak kata misal bikkhu menjadi biku dan banyak kata lain yg maknanya jadi hilang hanya karena ingin cocok dengan lidah indonesia.... termasuk dalam masalah figur Buddha dimana figur dibuat utk mudah diingat.....
bagi saya, justru jadi sangat aneh dimana buddhism mengajarkan kenyataan sebagaimana mestinya, tapi sosok pengajarnya dibuat sesuai manusia biasa?
Dhamma yang agung-nya pun, dibuat hanya utk cocok dengan lidah/pelafalan namun menghilangkan makna sesungguhnya
dalam contoh RAPB bro Riky : saya rasa sudah jelas bhw konsekuensi utk baca RAPB adl bosan (saya sendiri pun belum tamat baca)
jadi hendaknya kalau teman anda bosan/pusing, itu adl 1 kewajaran.... namun tentunya bs anda kondisikan utk diskusi, atau buku lain yg ringan namun tetap sesuai jalur buddhism
ikut senang jika bro riky bisa berbicara langsung dengan pak handaka, mari kita tunggu bersama tanggapannya
benar,setuju..tetapi apakah "pemakain" ala Buddhisme atau mengikuti KBBI?mana yang harus kita lakukan?sesuai hukum atau?
ada tanggapan lain bro marko?
_/\_
pernah tahu istilah KOKOT dalam KBBI, bro??? silahkan dicari apakah tindakan mengokot itu ;D
jadi topik disini bukan apakah sesuai KBBI atau tidak karena memang dalam penyusunan KBBI, seingat saya tidak ada buddhist yg diajak
melainkan penyesuaian dengan dialek org indonesia secara umum, dalam hal ini tentunya lingkungan disekitar pencetus ide
padahal bahasa pali itu sendiri sesungguhnya adalah bahasa lisan, yg tidak ada tulisannya sehingga pelafalan sangat penting karena begitu beda pelafalan akan membuat makna yg berbeda
misal kata BUD-DHA sudah penglatinan dari bahasa pali, sehingga kalau disebut jadi BUDA, yg tidak sesuai dengan pelafalan yg sebenarnya
jadi sudah adaptasi ke pelafalan latin yg palingm ndekati aslinya, eh dilafalkan lagi sesuai dialek pencetusnya.... ini yg membuat makna dari kata2 makin lama makin menjauh
semoga perbedaanya ini bisa dimengerti yah bro
Quote from: fabian c on 28 March 2010, 10:33:21 AM
Buddha adalah Buddha jangan disamakan dengan manusia, bila ciri Buddha adalah demikian biarkanlah tetap demikian, mengubah ciri tersebut saya anggap penyimpangan.
Kedua:
Buddha adalah sosok yang kita puja yang kita hormati, jangan dijadikan objek lucu-lucuan, penggambaran Buddha yang nampak "cute" adalah bentuk komersialisasi figur Buddha dengan pembenaran supaya mem"bumi".
se7..
walaupun target pembaca kalangan anak2, hendaknya jgn menyamakan ciri2 Buddha dengan manusia biasa..
agar mereka (anak2) sudah mengetahui sejak dini, bahwa banyak perbedaan antara manusia biasa dgn seorang Buddha... :)
Bagaimana jika tanya Buddhanya atau arahatnya?
Adakah kita disini telah melihat wajah asli Sang Buddha?
Bagaimana batin Sang pemilik wajah Buddha ketika melihat komik tersebut?
Wajah apakah kekal atau tidak kekal?
Selamat menjawab. Dengan tulus aku berlindung pada Buddha, Dhamma dan Sangha. Hatiku bebas bagai merpati bebas dari sangkarnya.
dukun lol.
gw baru baca buku Sadhu. dan, kaget banget ternyata komik.
emang sih mendidik, cuma kok, aneh aja gitu. di komikkan emang bagus, supaya ndak bosan. cuma, setelah di komikkan, ternyata ndak selera gw bacanya
kenapa bgitu sensi ya, sy ga melihat ada olok2 dalam Komik Bodhi, sy sendiri berlangganan.
malah sy merasa komik ini bagus sekali, gambar2 enak diliat. Dan sangat tepat buat sarana memperkenalkan Dharma kepada anak2, termasuk dewasa yang males baca buku. Contohnya sodara sy males klo baca buku Buddhist yang teks book bgitu, berat katanya. Tapi, bgitu sy sodorin buku ini, langsung dia sabet.
keunggulan Komik Boddhi lainnya adalah memperkenalkan Dharma secara ringkas tapi cukup detail. Misalnya pas bagian Arya Mogallana yang digebugi penjahat sampai meninggal (mungkin lebih tepatnya Parinibbana). itu makanya sy merasa komik ini bagus sekali buat orang2 yang mau tau Dharma tapi males membaca teks book.
Soal gambar yang ga sesuai dengan penggambaran Sang Buddha, di pihak lain: memangnya rupang Buddha yang selama ini ada sudah sesuai gitu penggambarannya dengan ciri2 Buddha?? Apakah rupang itu bener2 plek sama persis seperti fisik Sang Buddha??
Terus gimana tuh dengan Komik Buddha satunya lagi, yang bukan dari penerbit ehipassiko? Sreg ngga dengan penggambarannya? hehehehe. sy sendiri belum baca sih yang Komik Buddha yang udah lebih dulu ada di Gramedia.
klo ternyata komik Buddha satunya lagi yang ga sesuai juga penggambarannya fisik Sang Buddha, gimana tuh? Agak heran juga kok yang diarah cuma dari ehipassiko.
saya kira tidak apa apa targetnya kan untuk anak anak jadi jangan dicokoli dengan yang rumit rumit dulu
semakin beranjak dewasa akan bisa mempelajari lebih mendalam tentang Buddha Dhamma
btw kita/saya selalu beranggapan bahwa sosok Buddha itu mesti begini begitu apakah itu berarti kita/saya telah terperangkap oleh doktrin ??? please sharing ya
Tuh ada Tasfan, orang Ehipassiko, mohon klarifikasinya bro Tasfan :)
Quote from: Wolvie on 21 April 2010, 01:26:57 AM
Terus gimana tuh dengan Komik Buddha satunya lagi, yang bukan dari penerbit ehipassiko? Sreg ngga dengan penggambarannya? hehehehe. sy sendiri belum baca sih yang Komik Buddha yang udah lebih dulu ada di Gramedia.
Komik yang pengarangnya Osamu Tezuka? Ceritanya banyak yang gak benar. Komik ini uda pernah dibahas di sini:
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,251.0/all.html
menurut g si komiknya bagus buat anak2 untuk lebih mengenalkan dhamma cuman kadang bahasanya terlalu gaul :) trus semakin beranjaknya usia anak n menuju dewasa maka tuh anak2 akan mencari lebih tahu siapa si buddha itu :) setuju dengan bro kamala.
loh kok elsol ga muncul yah di sini? biasakan klo mengenai bentuk buddha di salah gunakan dia muncul =))
tapi saya bersyukur sebagai umat buddha awam...ada juga komik karya putra indonesia....
sebaiknya komik yg sudah ada ,dijadikan pelajaran...dan bagi yg punya ide lain,dapat membuat komik yang sesuai dengan kemauannya...jadi dunia penerbitan buddhis akan tambah ramai...
kalau saya pribadi..punya anggapan bahwa ehipassiko mengeluarkan komik tersebut pasti setelah melalui survey dan berbagai pertimbanagn...
memang tidak ada yg sempurna di dunia ini..suatu hal pasti akan memunculkan dualisme,pro dan kontra...
tapi salut buat ehipassiko ...sebagai pelopor penerbitan buddhis di Indonesia...
biarkan waktu yg menjawabnya.....
Quote from: Wolvie on 21 April 2010, 01:26:57 AM
kenapa bgitu sensi ya, sy ga melihat ada olok2 dalam Komik Bodhi, sy sendiri berlangganan.
malah sy merasa komik ini bagus sekali, gambar2 enak diliat. Dan sangat tepat buat sarana memperkenalkan Dharma kepada anak2, termasuk dewasa yang males baca buku. Contohnya sodara sy males klo baca buku Buddhist yang teks book bgitu, berat katanya. Tapi, bgitu sy sodorin buku ini, langsung dia sabet.
Bro Wolvie yang baik, memang gambarnya enak dilihat, bila digambarkan Sang Buddha serius juga akan menyenangkan dilihat, karena berwarna. Gambar komik Tiger Wong lebih mendekati realitas tetapi enak dibaca, bahkan peredarannya sampai ke tempat-tempat terpencil.
Quotekeunggulan Komik Boddhi lainnya adalah memperkenalkan Dharma secara ringkas tapi cukup detail. Misalnya pas bagian Arya Mogallana yang digebugi penjahat sampai meninggal (mungkin lebih tepatnya Parinibbana). itu makanya sy merasa komik ini bagus sekali buat orang2 yang mau tau Dharma tapi males membaca teks book.
Bila Sang Buddha digambarkan sebagaimana apa adanya, juga tak akan mengurangi daya jual komik tersebut dibandingkan dengan Sang Buddha digambarkan sebagai tokoh kartun.
Mana yang lebih laris? komikSuperman atau komik Buddha versi Ozamu?
QuoteSoal gambar yang ga sesuai dengan penggambaran Sang Buddha, di pihak lain: memangnya rupang Buddha yang selama ini ada sudah sesuai gitu penggambarannya dengan ciri2 Buddha?? Apakah rupang itu bener2 plek sama persis seperti fisik Sang Buddha??
Bila kita tahu mana yang lebih sejalan dengan penggambaran sesuai kitab suci (sesuai Cakkavatti Sihanada Sutta), itulah yang sepantasnya dilakukan. Bukan menggambar semaunya.
Quote
Terus gimana tuh dengan Komik Buddha satunya lagi, yang bukan dari penerbit ehipassiko? Sreg ngga dengan penggambarannya? hehehehe. sy sendiri belum baca sih yang Komik Buddha yang udah lebih dulu ada di Gramedia.
Komik Ozamu Tezuka? Melihat satu jilid, komik selanjutnya tak perduli.
Quoteklo ternyata komik Buddha satunya lagi yang ga sesuai juga penggambarannya fisik Sang Buddha, gimana tuh? Agak heran juga kok yang diarah cuma dari ehipassiko.
Gramedia bukan penerbit Buddhist, Sang Buddha digambarkan jelek juga dia tak perduli, Ehipassiko mengaku penerbit Buddhist, apakah Ehipassiko juga mau meniru Gramedia?
_/\_
kalau saya sih gak terlalu perduli muka Buddha mau model gimana...mau mirip Michael Kacson atau osama binladen ataupun Tukul Arwana....yang penting ajarannya bisa menginspirasi saya dalam menjalani hidup ini....
caa yooo