maaf kelamaan menunggu, berhubung banyak tugas, jadi translatenya terhenti
pas nyari2 eh ketemu website yang uda di translate
nih translatenya
METTEYA: BUDDHA YANG AKAN DATANG “Pada masa yang akan datang, sepuluh Bodhisatta akan mencapai Penerangan Sempurna
dalam urutan sebagai berikut: Yang Maha Mulia Metteya, Raja Rama, Raja Pasenadi Kosala,
Dewa Abhibhu, Asura Deva Dighasoni, Brahmana Candani, Pemuda Subha, Brahmana Todeyya,
Gajah Nalagiri, dan Gajah Palaleya.”
(Anagatavamsa)
A. Pendahuluan Bagi umat Buddha, nama Metteya bukanlah sesuatu yang asing di telinga. Metteya adalah kata dalam bahasa Pali untuk kata Sanskerta Maitreya. Dalam bahasa Cina ia disebut Mi Le Fo atau Bi Lek Hud, sedangkan dalam bahasa Jepang disebut Miroku. Beliau adalah Buddha yang akan datang sebagai pengganti Buddha Gotama (Gautama/Sakyamuni) yang kita kenal saat ini. Beliau merupakan Buddha yang sedang ditunggu kedatangannya oleh semua umat Buddha di seluruh dunia.
Kata Metteya (Maitreya) berasal dari kata metta (maitri) yang berarti cinta kasih. Jadi, Metteya berarti Ia yang Memiliki Cinta Kasih. Metteya (Maitreya) sekaligus juga merupakan nama keluarga Beliau (seperti Gotama adalah nama keluarga Buddha Sakyamuni). Dalam tulisan ini, kita akan membahas tentang perjalanan karier Bodhisatta Metteya, bagaimana Beliau mencapai Kebuddhaan, dan bagaimana keadaan dunia saat Beliau menjadi Buddha.
B. Bodhisatta Metteya Tujuan terbesar hidup manusia menurut Buddha Dhamma ialah mencapai Penerangan Sempurna (Bodhi) sehingga tercapailah kebahagiaan tertinggi Nibbana (Nirvana). Mereka yang bercita-cita untuk mencapai Penerangan Sempurna disebut Bodhisatta (Bodhisattva). Ada tiga macam Bodhisatta, yaitu:
1. Mereka yang bercita-cita mencapai Penerangan Sempurna dengan menjadi siswa seorang Samma Sambuddha, disebut Savaka Bodhisatta. Jika telah mencapai Penerangan Sempurna, Savaka Bodhisatta akan menjadi seorang Savaka Buddha atau lebih dikenal sebagai seorang Arahat. Contohnya seperti Y.A. Bhikkhu Sariputta, Y.A. Bhikkhu Moggallana, dan Y.A. Bhikkhu Ananda yang merupakan para siswa Buddha Gotama.
2. Mereka yang bercita-cita mencapai Penerangan Sempurna melalui usaha sendiri, tetapi tidak mengajarkan semua makhluk jalan menuju Nibbana, disebut Pacceka Bodhisatta. Jika telah mencapai Penerangan Sempurna, Pacceka Bodhisatta akan menjadi seorang Pacceka Buddha yang muncul pada masa peralihan satu Samma Sambuddha dengan Samma Sambuddha berikutnya di mana terjadi kekosongan Dhamma (Dharma). Misalnya, Pacceka Buddha Atthissara yang akan muncul ketika ajaran (sasana) Buddha Gotama lenyap kelak. Beliau adalah Bhikkhu Devadatta yang hidup pada masa Buddha Gotama.
3. Mereka yang bercita-cita mencapai Penerangan Sempurna melalui usaha sendiri dan mengajarkan semua makhluk jalan menuju Nibbana, disebut Maha Bodhisatta. Jika telah mencapai Penerangan Sempurna, Maha Bodhisatta akan menjadi seorang Samma Sambuddha (Buddha yang maha sempurna). Samma Sambuddha pada masa sekarang adalah Buddha Gotama; pada masa depan akan muncul Samma Sambuddha bernama Metteya.
Pada tulisan ini istilah Bodhisatta menunjuk pada Maha Bodhisatta.
Semua Bodhisatta menjalankan dasa paramita (sepuluh kesempurnaan) guna mencapai tingkat Kebuddhaan. Seorang Samma Sambuddha adalah makhluk yang paling mulia di antara semua makhluk dan persiapan untuk mencapai tingkat Kebuddhaan ini memakan waktu paling lama dibandingkan persiapan untuk menjadi Arahat atau Pacceka Buddha. Maha Bodhisatta harus menjalankan dasa paramita paling kurang selama empat asankheyya dan seratus ribu kappa (kalpa).
Ada empat macam kappa yang dikenal dalam kitab suci Tipitaka (Tripitaka), yaitu:
1. Ayu kappa ialah kappa yang berkenaan dengan umur rata-rata manusia, pada jaman Buddha Gotama umur rata-rata manusia adalah 100 tahun.
2. Antara kappa ialah kappa selang, yaitu selang waktu antara umur manusia rata-rata 10 tahun, kemudian naik menjadi tak terhitung (bisa jutaan atau milyaran tahun), kemudian turun lagi hingga menjadi 10 tahun lagi.
3. Maha kappa ialah satu siklus dunia yaitu lamanya siklus pembentukan bumi, hancur dan terbentuk kembali. Waktunya lebih lama dari yang diperlukan untuk mengusap habis sebuah batu cadas yang utuh padat, dan mulus dengan kain sutra yang halus setiap seratus tahun sekali, atau waktu yang diperlukan untuk menghabiskan biji mustard yang disusun rapi berjumlah satu mil kubik dan diambil satu butir setiap seratus tahun sekali jumlahnya lebih dari trilyunan.
4. Asankheyya kappa, ada dua interpretasi asankheyya kappa, yaitu, asankheyya kappa yang merupakan 1 bagian dari empat bagian siklus dunia (seperempat maha kappa). dan asankheyya kappa yang merupakan jumlah dari mahakappa-mahakappa tak terhitung, seperti yang tertulis dalam Buddhavamsa.
Menurut Samyutta Nikaya Atthakatha, Maha Bodhisatta dapat dibedakan atas tiga jenis:
1. Mereka yang memiliki kebijaksanaan (panna) yang kuat, disebut Pannadhika Bodhisatta. Mereka akan menjadi Samma Sambuddha dalam waktu sekurang-kurangnya empat asankheyya dan seratus ribu kappa.
2. Mereka yang memiliki keyakinan (saddha) yang kuat, disebut Saddhadhika Bodhisatta. Mereka akan menjadi Samma Sambuddha dalam waktu sekurang-kurangnya delapan asankheyya dan seratus ribu kappa.
3. Mereka yang memiliki semangat (viriya) yang kuat, disebut Viriyadhika Bodhisatta. Mereka akan menjadi Samma Sambuddha dalam waktu sekurang-kurangnya enam belas asankheyya dan seratus ribu kappa.
Bodhisatta yang menjadi Buddha Gotama merupakan jenis Pannadhika Bodhisatta, sedangkan Bodhisatta Metteya merupakan jenis Viriyadhika Bodhisatta.
Ketiga jenis Bodhisatta di atas ditentukan oleh berapa lama mereka mengembangkan kesempurnaan ketika mereka membuat pernyataan untuk menjadi Samma Sambuddha. Pada saat menyatakan pernyataan ini, mereka telah siap untuk mencapai tingkat Arahat. Saat itu mereka dapat menjadi Arahat hanya dengan mendengar beberapa baris ajaran yang singkat dari seorang Samma Sambuddha.
1. Pannadhika Bodhisatta dapat menjadi Arahat setelah mendengar kurang dari tiga baris ajaran.
2. Saddhadhika Bodhisatta dapat menjadi Arahat setelah mendengar kurang dari empat baris ajaran.
3. Viriyadhika Bodhisatta dapat menjadi Arahat setelah mendengar empat baris ajaran.
Kelihatannya Buddha Gotama lebih maju dibandingkan Buddha masa depan Metteya, tetapi perbedaan ini berhubungan dengan kenyataan bahwa Viriyadhika Bodhisatta mengembangkan paramita empat kali lebih lama daripada Pannadhika Bodhisatta.
Seorang Bodhisatta mengawali kariernya dengan membuat pernyataan (abhinihara) di depan seorang Samma Sambuddha bahwa ia berkehendak menjadi seorang Samma Sambuddha demi kesejahteraan semua makhluk. Abhinihara seorang Bodhisatta berbunyi sebagi berikut:
“Terseberangkan, aku akan menyebabkan semua makhluk menyeberang (ke Pantai Seberang/Nibbana); terbebaskan, aku akan menyebabkan semua makhluk terbebaskan (dari penderitaan); menjinakkan, aku akan menjinakkan semua makhluk; menenangkan, aku akan menyebabkan semua makhluk menjadi tenang; terhibur, aku akan menyebabkan semua makhluk terhibur; padam sepenuhnya, aku akan menyebabkan semua makhluk memadamkan (nafsu keinginan) sepenuhnya; tersadarkan, aku akan menyebabkan semua makhluk tersadarkan (yaitu mencapai Bodhi); tersucikan, aku akan menyebabkan semua makhluk tersucikan.”
Abhinihara ini akan efektif bila Bodhisatta telah memenuhi delapan syarat berikut:
1. Ia harus seorang manusia.
2. Ia harus seorang laki-laki.
3. Ia harus memiliki kemampuan untuk menjadi Arahat pada kehidupan itu juga.
4. Ia harus memberikan pernyataan itu di depan Samma sambuddha.
5. Ia harus seorang bhikkhu atau seorang pertapa yang percaya akan hukum kamma (karma).
6. Ia telah mencapai tingkat Jhana (tingkat pemusatan pikiran yang dihasilkan dalam meditasi).
7. Ia bersedia mengorbankan segala sesuatu miliknya, termasuk hidupnya.
8. Ia memiliki tekad yang kuat sehingga tak ada yang dapat menggoyahkan cita-citanya untuk menjadi seorang Samma Sambuddha.
Sehubungan dengan Buddha Gotama, pada kehidupan lampaunya sebagai seorang pertapa bernama Sumedha, abhinihara-nya dinyatakan di depan Samma Sambuddha Dipankara di Amaravati. Setelah mendengar abhinihara, Buddha Dipankara melihat ke masa depan dengan kekuatan batinnya. Beliau menyatakan bahwa tekad tersebut akan terpenuhi dan pada masa yang akan datang seorang Samma Sambuddha bernama Gotama akan muncul di dunia. Pernyataan Samma Sambuddha ini disebut vyakarana. Mendengar vyakarana Buddha Dipankara, sesuai dengan kebiasaan para Bodhisatta, Pertapa Sumedha melakukan penyelidikan tentang syarat-syarat yang perlu ia penuhi demi tercapainya Kebuddhaan. Syarat-syarat tersebut tak lain adalah dasa paramita.
Dasa paramita adalah sepuluh kesempurnaan yang harus dipenuhi oleh seorang Bodhisatta guna mencapai Penerangan Sempurna. Mereka adalah dana (pemberian), sila (moralitas), nekkhamma (pelepasan keduniawian), panna (kebijaksanaan), viriya (semangat), sacca (kebenaran/kejujuran), aditthana (keteguhan hati), metta (cinta kasih), dan upekkha (keseimbangan batin).
Bodhisatta Metteya membuat pernyataannya untuk menjadi Buddha di hadapan Buddha Mahutta. Bodhisatta Metteya disebutkan pernah berhubungan dengan Bodhisatta yang menjadi Buddha Gotama setidaknya dalam dua kehidupan lampau, yaitu ketika Buddha Gotama adalah seorang guru agama dan Bodhisatta Metteya merupakan salah satu pengikut-Nya, serta ketika Buddha Gotama adalah seorang raja bernama Atideva dan Bodhisatta Metteya menjadi pendeta sang raja yang bernama Sirigutta.
Salah satu cerita tentang Bodhisatta Metteya membuat pernyataan untuk menjadi seorang Samma Sambuddha dikisahkan Buddha Gotama kepada Y.A. Bhikkhu Sariputta ketika Beliau berdiam dekat Savatthi di Pubbarama, sebuah vihara persembahan upasika Visakha.
Pada zaman dahulu Bodhisatta Metteya terlahir sebagai raja dunia (cakkavatti) bernama Sankha yang berkuasa di kota Indapatta dalam kerajaan Kuru. Kota besar ini menyerupai kota para dewa. Raja Sankha memerintah seluruh dunia dan memiliki tujuh harta mulia, yaitu sebuah roda agung, gajah, kuda, permata, istri, kepala rumah tangga, dan penasehat. Raja Sankha tinggal di istana berlantai tujuh yang terbuat dari tujuh macam permata. Istana ini dapat berdiri karena kekuatan jasa pahala sang raja. Raja Sankha mengajarkan rakyatnya untuk mengikuti jalan yang membawa kelahiran kembali di alam yang lebih tinggi dan menegakkan hukum dengan adil. Setelah Sankha menjadi raja dunia, muncullah Buddha Sirimata.
Kapan pun seorang Bodhisatta terlahir kembali dalam kehidupan terakhirnya, akan ada sebuah pemberitahuan kedatangan seorang Buddha seribu tahun sebelumnya. Para dewa brahma dari alam kediaman murni (suddhavasa) berjalan mengelilingi alam manusia dan mengumumkan: “Seribu tahun dari sekarang seorang Buddha akan muncul di dunia.” Raja Sankha telah mendengar pemberitahuan ini. Suatu hari ketika duduk di singgasana emas di bawah payung putih kerajaan, ia berkata,”Dulu ada pemberitahuan bahwa seorang Buddha akan lahir. Aku akan memberikan kedudukan raja dunia kepada siapa pun yang mengetahui Tiga Mustika (Tiratana/Triratna), siapa pun yang menunjukkan kepadaku Mustika Buddha, Dhamma, dan Sangha. Aku akan pergi untuk berjumpa Buddha Yang Tertinggi.”
Saat itu Buddha Sirimata berdiam hanya enam belas league (1 league = 3 mil) dari ibukota kerajaan. Di antara para samanera (calon bhikkhu) dalam Sangha, ada seorang anak yang datang dari keluarga miskin. Ibunya adalah seorang budak sehingga sang samanera datang ke kota untuk membebaskan ibunya. Ketika orang-orang melihatnya, mereka berpikir ia adalah seorang yakkha (makhluk halus) atau raksasa sehingga mereka melempari sang samanera. Karena ketakutan, ia berlari ke dalam istana dan berdiri di depan Raja Sankha.
“Siapakah engkau, anak muda?” tanya sang raja.
“Aku adalah seorang samanera, O raja besar,” jawab sang samanera.
“Mengapa engkau menyebut dirimu seorang samanera?”
“Karena, O raja besar, aku tidak berbuat jahat, aku telah melatih diriku dalam sila dan menjalankan kehidupan suci. Oleh sebab itu, aku disebut seorang samanera.”
“Siapa yang memberikan nama itu kepadamu?”
“Guruku, O raja besar.”
“Disebut apakah gurumu itu, anak muda?”
“Guruku disebut seorang bhikkhu, O raja besar.”
“Siapa yang memberikan nama ‘bhikkhu’ pada gurumu, anak muda?”
“O raja besar, nama guruku diberikan oleh Mustika Sangha yang tak ternilai harganya.”
Dipenuhi kegembiraan, Raja Sankha turun dari singgasananya dan bersujud di kaki sang samanera. Ia bertanya, “Siapakah yang memberikan nama itu kepada Sangha?”
“O raja besar, Yang Maha Mulia Buddha Sirimata memberikan nama itu kepada Sangha.”
Mendengar kata “Buddha” yang sangat sulit didengar dalam ratusan ribu kappa, Raja Sankha jatuh pingsan karena gembira. Ketika sadar, ia bertanya, “Yang Mulia, di manakah Yang Maha Mulia Buddha Sirimata berdiam sekarang?”
Sang samanera mengatakan bahwa Sang Buddha sedang berdiam di vihara Pubbarama, enam belas league jauhnya. Raja Sankha sesuai janjinya memberikan kekuasaan raja dunia kepada sang samanera, termasuk kerajaan dan semua sanak keluarganya. Dipenuhi dengan kegembiraan untuk berjumpa dengan Sang Buddha, ia berjalan kaki ke utara menuju Pubbarama. Pada hari pertama sol sepatunya robek. Pada hari kedua kakinya mulai berdarah. Ia tidak dapat berjalan pada hari ketiga sehingga ia bergerak dengan tangan dan lututnya. Pada hari keempat tangan dan lututnya berdarah sehingga ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan dadanya. Kegembiraan akan kemungkinan bertemu Sang Buddha memungkinkan ia mengalahkan kesakitan dan penderitaan yang ia alami.
Buddha Sirimata melihat dunia dengan Mata Buddha-Nya dan melihat kekuatan semangat (viriya-bala) sang raja. Sang Buddha berpikir, “Raja Sankha memiliki benih Kebuddhaan. Ia menanggung penderitaan hebat karena Aku. Tentu saja, Aku harus datang kepadanya.” Dengan kekuatan batinnya, Sang Buddha menyembunyikan kemuliaan-Nya dan menyamar sebagai seorang pemuda di dalam kereta. Ia pergi ke tempat Sankha berada dan menghalangi jalannya untuk menguji kekuatan semangat sang raja.
“Kamu di sana!” Buddha Sirimata berkata kepada Raja Sankha, “Menyingkirlah! Aku sedang melakukan perjalanan melalui jalan ini.” Tetapi Raja Sankha menolak dengan mengatakan bahwa ia dalam perjalanan untuk bertemu Sang Buddha. Sang Buddha dalam penyamaran-Nya mengundang sang raja masuk ke dalam kereta dengan mengatakan bahwa ia juga sedang menuju tempat yang sama. Dalam perjalanan, Dewi Sujata turun dari surga Tavatimsa dan mengambil wujud seorang gadis muda mempersembahkan makanan. Sang Buddha menyuruh agar makanan itu diberikan kepada Sankha. Kemudian Sakka, raja para dewa, dalam wujud seorang pemuda, turun dari surga Tavatimsa dan memberikan air. Karena mengkonsumsi makanan dan minuman para dewa, semua kesakitan dan penderitaan Raja Sankha menghilang.
Ketika mereka tiba di Pubbarama, Sang Buddha duduk di tempat duduk-Nya di dalam vihara, menampakkan wujud asli-Nya dengan sinar enam warna yang memancar dari tubuh-Nya. Ketika sang raja melihat Sang Buddha, ia kembali jatuh pingsan. Setelah sadar, ia datang mendekati Sang Buddha dan memberikan penghormatan.
“Yang Mulia,” ia berkata, “Pelindung Dunia, Tempat Berlindung Bagi Dunia, ajarkanlah aku satu ajaran yang dapat menenangkan diriku ketika mendengarnya.”
bersambung di post di bawah